Anda di halaman 1dari 48

Skenario

Tn.Aam Syaroni,42 Tahun seorang WNI asli Sunda, datang ke dokter dengan keluhan benjolan di leher sebelah kiri,suara serak,mimisan,hidung tersumbat dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu.Kemudian dokter melakukan pemeriksaan dan menduga adanya tumor di sebelah kiri sehingga merujuk pasien itu ke dokter spesialis THT-KL dan dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomy (PA), pemeriksaan serology secara PCR.Tn.Aam mempunyai kebiasaan mengkonsumsi terasi,ikan bakar,ikan asin, dan produk awetan lainnya.Hasil pemeriksaan PA mengesankan sebagai karsinoma nasofaring,sedangkan pada pemeriksaan serology di dapatkan peningkatan titer antibodi terhadap EBV.

I.

Klarifikasi Istilah 1. Mimisan (Epistaksis) : Pendarahan yang keluar dari lubang hidung. 2. Tumor : Pembengkakan,salah satu dari tanda kardinal peradangan; pembesaran morbid 3. THT-KL : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher 4. Patologi Anatomi : Anatomi jaringan-jaringan yang terkena penyakit 5. Serologi : Study mengenai Antigen-Antibodi in vitro 6. Karsinoma Nasofaring : Tumor berkembang di epitel Nasofaring 7. PCR : Polymerase Chain Reaction 8. EBV : Epstain Bar Virus 9. Peningkatan Titer Antibodi : Jumlah substansi untuk menimbulkan reaksi antibodi dengan antigen 10. Produk Awetan : Produk yang di awetkan (mengandung Nitrogen, Nitrosodietilamin) 11. Sakit Kepala ( Cephalgia) : Nyeri yang berlokasi diatas garis orbitomeatal

II.

Identifikasi Masalah 1. Tn.Aam Syaroni,42 tahun seorang WNI asli Sunda, datang ke dokter dengan keluhan benjolan di leher sebelah kiri, suara serak, mimisan,hidung tersumbat dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu 2. Dokter melakukan pemeriksaan dan menduga adanya tumor di sebelah kiri sehingga merujuk pasien itu ke dokter spesialis THT-KL dan dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), pemeriksaan serologi serta PCR 3. Tn.Aam mempunyai kebiasaan mengkonsumsi terasi,ika bakar,ikan asin,dan produk awetan lainnya 4. Hasil pemeriksaan PA mengesankan sebagai karsinoma nasofaring,sedangkan pada pemeriksaan serologi didapatkan peningkatan titer antibodi terhadap EBV

III.

Konsen Identifikasi Masalah No. Kenyataan 1 Tn.Aam Syaroni,42 tahun seorang WNI asli Sunda, datang ke dokter dengan keluhan benjolan di leher sebelah kiri, suara serak, mimisan,hidung tersumbat dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu 2 Dokter melakukan pemeriksaan dan menduga adanya tumor di sebelah kiri sehingga merujuk pasien itu ke dokter spesialis THT-KL dan dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), pemeriksaan serologi serta PCR 3 Tn.Aam mempunyai kebiasaan mengkonsumsi terasi,ika bakar,ikan asin,dan produk awetan lainnya 4 Hasil pemeriksaan PA mengesankan sebagai karsinoma nasofaring,sedangkan pada pemeriksaan serologi didapatkan peningkatan titer antibodi terhadap EBV TSH =Tidak Sesuai Harapan SH= Sesuai Harapan Kesesuaiaan TSH Konsen VVV

TSH

VV

TSH TSH

V VV

IV.

Analasisis Masalah

1. Tn.Aam Syaroni,42 tahun seorang WNI asli Sunda, datang ke dokter dengan keluhan benjolan di leher sebelah kiri, suara serak, mimisan,hidung tersumbat dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu a. Bagaimana hubungan RAS dengan penyakit yang dialami? b. Bagaimana Anatomi dan Histologi dari Nasofaring? c. Bagaimana Mekanisme dari (pada kasus) : Benjolan Suara serak Mimisan Hidung tersumbat Sakit kepala d. Bagaiman hubungan usia (42 tahun) dan jenis kelamin dengan penyakit pada kasus ini? 2. Dokter melakukan pemeriksaan dan menduga adanya tumor di sebelah kiri sehingga merujuk pasien itu ke dokter spesialis THT-KL dan dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), pemeriksaan serologi serta PCR a. Bagaimana kaitan antara EBV dengan Kanker Nasofaring? b. Bagaimana mekanisme terjadinya Kanker Nasofaring? c. Bagaimana cara pemeriksaan Patologi Anatomi (PA),Serologi, dan PCR? 3. Tn.Aam mempunyai kebiasaan mengkonsumsi terasi,ika bakar,ikan asin,dan produk awetan lainnya a. Apa saja kandungan dalam makanan yang di awetkan seperti terasi,ikan bakar,ikan asin,dan produk awetan lainnya? b. Bagaimana hubungan antara kandungan makanan yang di awetkan dengan penyakit pada kasus? 4. Hasil pemeriksaan PA mengesankan sebagai karsinoma nasofaring,sedangkan pada pemeriksaan serologi didapatkan peningkatan titer antibodi terhadap EBV a. Sebutkan faktor-faktor penyebab kanker nasofaring! (Lingkungan dan faktor genetiknya) b. Bagaimana cara mendeteksi EBV? c. Gen apa saja yang mungkin mengalami mutasi pada kasus? (P53, BCL2) d. Bagaimana siklus sel pada kanker?

V. 1.

Jawaban Analisis Masalah Tn.Aam Syaroni,42 tahun seorang WNI asli Sunda, datang ke dokter dengan keluhan benjolan di leher sebelah kiri, suara serak, mimisan,hidung tersumbat dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu a. Bagaimana hubungan RAS dengan penyakit yang dialami? Pada kasus ini,Tn.Aam merupakan ras sunda asli.Hubungannya dengan RAS sunda adalah pola makan yang terbiasa mengkonsumsi terasi,ikan asin,ikan bakar serta makanan awetan lainnya.Sedangkan faktor utama pemicu kanker nasofaring tersebut adalah Sering mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet, termasuk makanan yang diawetkan dengan cara diasinkan atau diasap.Dapat disimpulkan bahwa makanan yang dikonsumsi Tn.Aam merupakan makanan pemicu kanker nasofaring. Nasopharyngeal Carcinoma berkaitan dengan gen HLA (Human leukocyte antigen) dan gen CYP2E1 yang mengkode enzim sitokrom P450 2E1. Enzim sitokrom P450 2E1 berkaitan dengan metabolisme nitrosamine sebagai katalis oksidator. Polimorfisme gen ini dijumpai pada etnis Cina, terutama dari daratan Cina Selatan, namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa frekuensi alel C pada suku Sunda cenderung lebih tinggi dari non Sunda dan berbeda bermakna pada p<0,10 Namun, perlu dicermati bahwa Tn Aam bersuku Sunda yang mana biasa mengkonsumsi makanan seperti ikan asin, sambel terasi, oncom, maupun makanan awetan lainnya. Makanan aweta =n ini biasanya mengandung nitrosamin yang bersifat karsinogenik. b. Bagaimana Anatomi dan Histologi dari Nasofaring?

Anatomi Nasopharing berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya daritulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle.Batas nasopharing: Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifatsubjektif karena tergantung dari palatum durum. Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri. Posterior : - vertebra cervicalis I dan II -Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar -Mukosa lanjutan dari mukosa atas
5

Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang -Muara tuba eustachii

Bangunan yang penting pada nasopharing Ostium tuba eustachii pars pharyngealTuba eustachii merupakan kanal yang menghubungkan kavum nasi dannasopharyng dengan rongga telinga tengah. Mukosa ostium tuba tidak datar tetapimenonjol seperti menara, disebut torus tubarius. Torus tubarius Fossa rosen mulleri Adalah dataran kecil dibelkang torus tubarius. Daerah ini merupakan tempat predileksi karsinoma nasofaring, suatu tumor yang mematikan nomor 1 di THT. Fornix nasofaring Adalah dataran disebelah atas torus tubarius, merupakan tempat tumor angiofibroma nasopharing Adenoid= tonsil pharyngeal=luskha Histologi Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat banyak jaringan limfosid,sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta. Hubungan antara epitel dengan jaringan limfosid inisangat erat, sehigga sering disebut "Limfoepitel ". Bloom dan Fawcett ( 1965 ) membagi mukosa nasofaring atas empat macam epitel : 1. Epitel selapis torak bersilia " Simple Columnar Cilated Epithelium " 2. Epitel torak berlapis " Stratified Columnar Epithelium ". 3. Epitel torak berlapis bersilia "Stratified Columnar Ciliated Epithelium"

4. Epitel torak berlapis semu bersilia " Pseudo-Stratifed Columnar Ciliated Epithelium ". Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para hali.60 % persen dari mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng " Stratified Squamous Epithelium ", dan 80 % dari dinding posteroir nasofaring dilapisi oleh epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi oleh epitel transisional, yang meruapkan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng dan torak bersilia. Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi Keratin, kecuali pada Kripta yang dalam. Di pandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau peralihan dua macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya suatu karsinoma.

c. Bagaimana Mekanisme dari (pada kasus) : Benjolan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma,
8

jaringan limfe-limfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher. Benjolan yang terjadi pada kasus ini akibat metastasis dari tumor primer nasopharinx ke limfonodulus secara limfogen yang merupakan pembesaran dari kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum sel tumor ke bagian tubuh yang lebih jauh. Suara serak Pada tumor ganas, pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otototot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadangkadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. Suara serak terjadi pada kasus ini akibat dari pertumbuhan dari massa tumor yang menekan N.r laringeus. Mimisan Mimisan dan hidung sumbat akibat massa tumor 1) Semua pendarahan hidung disebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung yang mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan. 2) Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior. Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering terjadi dan biasanya pada anakanak) yang merupakan anastomosis cabang arteri ethmoidakis anterior, arteri sfeno-palatina, arteri palatine ascendens dan arteri labialis superior. Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan. Perdarahan yang hebat dapat menimbulkan syok dan anemia, akibatnya dapat timbul iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu pemberian infuse dan tranfusi darah harus cepat dilakukan.
9

3) Patofisiologi Epistaksis Epistaksis anterior B a g i a n d a l a m h i d u n g d i l ap i s i o l e h mukosa yang tipis dan mengandung banyak pembuluh darah( K i e s s e l b a c h p l e x u s ) ya n g f u n g s i n y a m e n g h a n g a t k a n d a n melembabkan udara yang dihirup. Pembuluh-pembuluh ini amatp e k a terhadap pengaruh pengaruh dari luar, s e l a i n k a r e n a letaknya di permukaan juga k a r e n a h i d u n g m e r u p a k a n b a g i a n wajah yang paling menonjol.perubahan cuaca (panas, kering), tekanan udara (di daerahtinggi), teriritasi gas/zat kimia yang merangsang, pemakaian obatuntuk mencegah pembekuan darah atau hanya sekedar terbentur( p u k u l a n ) , g e s e k a n , g a r u k a n , i r i t a s i h i d u n g k a r e n a p i l e k / a l l e r g i atau kemasukan benda asing dapat menimbulkan mimisan. Epistaksis posterior: Sumber perdarahannya berasal dari ronggahidung bagian belakang atau nasopharing.Mimisan biasanya lebih berat dan biasanya merupakan indikasi adanya suatu penyakit serius seperti demam berdarah,tekanan darah tinggi,tumor ganas (kanker) (leukemia) ,penyakit kardiovaskular,hemofilia (kelainan darah),dll Hidung tersumbat Hidung serasa tersumbat karena sel kanker menyebar ke rongga hidung, telinga terasa penuh, berdengung, dan terasa nyeri. Ini karena tumor menyumbat muara tuba eustachius. Pembengkakan daerah sekitar leher karena kelenjar getah bening membengkak. Muncul benjolan di bawah telingaakibat semakin besarnya tumor Sakit kepala

invasi pada basis kranii Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteriarteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri10

arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri. Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:

1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis. 2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi. 3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali. 4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut). 5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis) 6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis. 7. Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus (sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis. Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan depresi dan stress. Dalam hal ini sakit kepala sininim dari pusing kepala

d. Bagaiman hubungan usia (42 tahun) dan jenis kelamin dengan penyakit pada kasus ini? Tumor ini lebih sering ditemukan pad pria d i s b a n d i n g w a n i t a d e n g a n r a s i o 2 - 3 : 1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin adahubungannya dengan factor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan
11

insiden yg bervariasi. Pada daerah denganinsiden rendah insisden KNF meningkat sesuia dengan meningkatnya umur, pada daeraj denganinsiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, ;puncaknya pada umur 40 -59 tahun danmenurun setelahnya Karena perkembangan infeksi kanker yg berkembang selama bertahun tahun Mayoritas penderita karsinoma nasofaring ini berusia >40, hal ini dikarenakan perkembangan infeksi menjadi kanker membutuhkan waktu yang sangat lama hingga bertahun-tahun.Selain dari kebiasaan mengkonsumsi terasi, ikan asin, makanan awetan, karsinoma nasofaring ini juga disebabkan oleh kebiasaan merokok. Hal ini yang menyebabkan Kebanyakan penderita karsinoma nasofaring ini adalah pria 2. Dokter melakukan pemeriksaan dan menduga adanya tumor di sebelah kiri sehingga merujuk pasien itu ke dokter spesialis THT-KL dan dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), pemeriksaan serologi serta PCR a. Bagaimana kaitan antara EBV dengan Kanker Nasofaring?

Kaitannya: infeksi yang disebabkan oleh EBV ini dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya karsinoma nasopharynx. sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Virus EB secara langsung masuk tahap laten dalam limfosit tanpa melalui periode replikasi virus yang sempurna. Ketika virus berikatan dengan permukaan sel, sel-sel diaktivasi, untuk kemudian masuk ke dalam siklus sel. Lalu dihasilkanlah beberapa gen virus EB dengan kemampuan berproliferasi tidak terbatas. Akibatnya sel yang terinfeksi tersebut tidak dapat mengendalikan proses pembelahan, dan akan terus aktif membelah Ebstein Barr Virus (EBV) adalah virus Penyebab Kanker Nasofaring Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus dsDNA yang memiliki capsid ichosahedral termasuk dalam family Herpesviridae, merupakan salah satu penyebab karsinoma nasofaring. Virus Epstein-Barr virus (EBV).yang paling sering dikaitkan dengan perkembangan KNF. EBV merupakan virus utama yang menyebabkan infeksi mononucleosis, dan terutama ditemukan dalam sel tumor nasofaring tapi tidak meliputi seluruh
12

limfositnya. Kehadiran EBV pada KNF dibuktikan dengan adanya serum antibodi terhadap Virus Caspid Antigen (VCA) dan Early Antigen (EA), dimana peningkatan titer antibodi tersebut biasanya hanya terjadi pada KNF dan tidak pada kanker lainnya serta pada individu normal b. Bagaimana mekanisme terjadinya Kanker Nasofaring? Ca nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung, dan belakang langit langit rongga mulut, dikaitkan dengan adanya virus EBV 1) Kanker dimulai ketika ada satu atau lebih mutasi gen sehingga menyebabkan sel normal mengalami pertumbuhan di luar kendali, menyerang jaringan di sekitarnya, dan akhirnya menyebar (metastasis) ke jaringan/organ tubuh lainnya. Pada kanker nasofaring, proses ini dimulai dalam sel-sel skuamosa yang melapisi permukaan nasofaring. Penyebab pasti terjadinya mutasi gen yang mengakibatkan kanker nasofaring belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko terkena kanker nasofaring, antara lain: jenis kelamin, ras, usia, makanan yang diasinkan, infeksi virus Epstein-Barr, riwayat keluarga, dan kebiasaan merokok serta konsumsi alkohol. 2) Kanker merupakan multifactorial disease akibat factor lingkungan dan genetic. Factor lingkungan-pola dan jenis makanan, lingkungan demografi, infeksi virus termasuk EBV Factor genetik- mutasi pada gen tertentu yang mengakibatkan perubahan kepekaan seseorang untuk terkena kanker. Mekanisme terjadinya kanker virus akan menghasilkan LMP1 protein yang akan merangsang ekspresi protein Bcl2 (antiapoptosis). Selain itu, mutaso gen p53 dan Bcl2 akibat insersi DNA virus menyebabkan fungsi p53 sebagai gen supresor tumor dan Bcl2 sebagai antiapoptosis akan mengalami perubahan ekspresi sehingga terjadi gangguan apoptosis sehingga terjadi sel immortal dan berkembang menjadi kanker c. Bagaimana cara pemeriksaan Patologi Anatomi (PA),Serologi, dan PCR? Patologi Anatomi
13

1.

Pemeriksaan kasar pemeriksaan jaringan yang sakit dengan

mata telanjang, yang khususnya penting untuk fragmen jaringan yang besar, karena penyakit itu sering dapat dikenali secara visual. Pada tingkat ini jualah patolog memilih daerah yang akan diproses untuk histopatologi. Kadang-kadang mata dapat

diberi suryakanta atau mikroskop stereo, khususnya saat memeriksa organisme parasit. 2. Histopatologi pemeriksaan mikroskopik pada salah satu

bagian jaringan yang dicat menggunakan teknik histologis. Cat standar adalah hematoksilin dan eosin, namun lainnya juga ada. Pemakaian kaca mikroskop yang dicat dengan hematoksilin dan eosin untuk menyediakan diagnosis spesifik berdasarkan pada morfologi dianggap sebagai keahlian inti patologi anatomi. Ilmu yang mempelajari pengecatan bagian jaringan disebut histokimia. 3. Imunohistokimia menggunakan antibodi untuk mendeteksi

keberadaan, keberlimpahan, dan lokalisasi protein spesifik. Teknik ini penting untuk membedakan antara gangguan dengan morfologi yang mirip dan juga mencirikan sifat-sifat molekuler kanker tertentu. 4. Hibridisasi in situ molekul DNA dan RNA spesifik dapat

dikenali pada bagian yang menggunakan teknik ini. Bila probe dilabeli dengan celupan berpendar, teknik ini disebut FISH. 5. Sitopatologi pemeriksaan sel-sel lepas yang dicat pada kaca Mikroskopi elektron pemeriksaan jaringan dengan mikroskop

menggunakan teknik sitologi. 6.

elektron, yang memungkinkan pembesaran yang jauh lebih besar, memungkinkan visualisasi organel dalam sel. Penggunaannya telah banyak digantikan oleh imunohistokimia, tapi sering diumumkan untuk tugas tertentu, termasuk diagnosis penyakit ginjal dan

pengenalan sindrom silia imotil di antara lainnya. 7. Sitogenetika jaringan - visualisasi kromosom untuk mengenali

cacat genetik seperti translokasi kromosom. 8. Imunofenotipe arus arus. penentuan imunofenotipe sel Amat berguna untuk

menggunakan

teknik sitometri

mendiagnosis jenis-jenis leukemia dan limfoma yang berbeda.


14

Serologi

Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid antigen)u n t u k i n f e k s i v i r u s E - B t e l a h menunjukan kemajuan dal am mendeteksi k a r s i n o m a nasofaring. T e r d i r i a t a s b e b e r a p a m e t o d e ya i t u : Haemagglu tination InhibitionT e s t , E n z y m Linked Immunosorbent Assay (ELISA)mendeteksi beberapa jenis antibodi pada serum. A g a r G e l Precipitation (AGP) berdasarkan reaksi positive atau negative, Rapid Plate Aglutination dan Serum Neutralisation(SN) test a. Antibodi Ig G dan Ig A terhadap Viral Capsid Antigen (VCA). Sampai saat ini, p e m e r i k s a a n t i t e r I g A V C A d i a n g g a p ya n g p a l i n g s p e s i f i k d a n s e n s i t i f u n t u k diagnosa dini kanker nasofaring. Uji ini juga dianggap metode pilihan untuk keadaanoccolt primary yaitu keadaan ditemukannya kelainan berupa pembesaran kelenjar servikal atau destruksi dasar tengkorak atau k elumpuhan saraf otak tanpa adanyatumor di nasofaring. b. Ig G anti Farly Antigen (FA). Untuk deteksi dini kanker nasofaring, uji ini kurangsensitif jika dibandingkan dengan Ig A VCA. c. Antibody Dependent Cellular Cytotoxicty (ADCC). Pemeriksaan ADCC dapatmenentukan perjalanan penyakit serta prognosis berdasarkan tinggi rendahnya titer pada waktu diagnosis.

Haemagglutination Inhibition (HI) test

Secara bahasa haemagglutination inhibition dapat diartikan sebagai hambatan haemaglutinasi. Sedangkan haemaglutinasi merupakan penggumpalan dari sel darah merah. Kemampuan mengaglutinasi tidak dimiliki oleh semua virus atau bakteri yang menyerang ayam tetapi hanya beberapa virus dan bakteri yang memiliki zat haemaglutinin, diantaranya paramyxovirus (ND), poxvirus (Pox), adenovirus (EDS), orthomyxovirus (AI), bakteri Mycoplasma sp., Haemophilus

paragallinarum maupun Salmonella pullorum. Zat haemaglutinin yang terdapat dalam tubuh virus atau bakteri tersebut bersifat
15

antigenik yang dapat merangsang terbentuknya antibodi spesifik. Antibodi yang terbentuk tersebut memiliki kemampuan mengambat terjadinya aglutinasi darah yang disebabkan oleh haemaglutinin dari virus atau bakteri.

Hasil HI test ditunjukkan dari ada tidaknya proses aglutinasi. (A = terjadi aglutinasi dan B = tidak terjadi aglutinasi) HI test menggunakan reaksi hambatan haemaglutinasi tersebut untuk membantu menentukan diagnosa penyakit secara laboratorium dan mengetahui status kekebalan tubuh (titer antibodi, red). Prinsip kerja dari HI test ialah mereaksikan antigen dan serum dengan pengenceran tertentu sehingga dapat diketahui sampai pengenceran berapa antibodi yang terkandung dalam serum dapat menghambat terjadinya aglutinasi eritrosit. HI test merupakan metode uji serologis yang mudah dilakukan dan hasilnya dapat diketahui dengan cepat.

HI test merupakan metode uji serologis yang relatif mudah dilakukan dan hasil yang diperolehnya pun cepat

16

Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

ELISA sebagai salah satu metode uji serologis mempunyai satu kelebihan yaitu mampu mendeteksi beberapa jenis antibodi dari 1 sampel serum (tergantung dari kit ELISA yang digunakan). ELISA juga memiliki tingkat spesifikasi (yaitu kemampuan mendeteksi ayam yang tidak terinfeksi atau ayam yang tidak terinfeksi dinyatakan negatif) yang tinggi.

Peralatan yang digunakan dalam uji serologis melalui ELISA salah satunya ialah microreader

Metode uji ini banyak digunakan untuk mendeteksi infeksi virus (IB atau IBD) maupun bakteri, sepertiSalmonella sp. dan Pasteurella multocida. ELISA juga merupakan metode uji serologis yang cepat untuk menguji sampel dalam jumlah besar. Namun peralatannya, seperti reader, washer dan komputer relatif mahal.

Agar Gel Precipitation (AGP)

Metode uji serologis ini termasuk metode yang sederhana untuk mendeteksi antibodi terhadap berbagai virus berdasarkan reaksi positif (+) atau negatif (-). Namun AGP akan mendeteksi semua strain virus tanpa memperhatikan serotipenya. Meski relatif belum dikenal oleh peternak, metode ini seringkali digunakan untuk mendeteksi antibodi dari virus IB dan fowl adenovirus (FAV) atau inclusion body hepatitis.
17

Rapid Plate Aglutination (RPA)

RPA merupakan metode uji serologis yang sesuai dan mudah digunakan untuk mendeteksi antobodi yang dihasilkan saat ada infeksi atau vaksinasi bakteri Mycoplasma sp. dan Salmonella sp. Metode uji ini juga relatif fleksibel karena dapat dilakukan di laboratorium maupun langsung saat berada di kandang. Cara metode uji ini juga sangat mudah, hanya dengan mencampur satu tetes serum dengan satu tetes antigen kemudian dikocok selama 2 menit. Jika terjadi aglutinasi (penggumpalan) maka reaksi dinyatakan positif dan sebaliknya jika tidak terjadi aglutinasi hasil uji serologis dinyatakan negatif. Oleh karena itu, metode uji serologis ini hanya menunjukkan ada tidaknya titer antibodi, namun tidak bsia menentukan tinggi rendahnya (nilai) dari antibodi yang terdapat dalam tubuh ayam.

Serum Neutralisation (SN) test

Serum neutralisation (SN) test merupakan metode uji serologis yang paling mahal diantara ke-4 metode uji sebelumnya. Metode uji ini membutuhkan peralatan yang mahal. Selain itu, dalam metode ini diperlukan telurspesific pathogenic free (SPF) untuk persiapan kultur jaringan atau kultur organ. Metode uji ini paling tepat digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap serotipe yang berbeda dari virus yang diuji. Titer antibodi yang dapat diuji dengan SN test antara lain IB dan FAV.

Titik Kritis Pertama Penentu Keberhasilan Diagnosa

18

Pengambilan sampel darah harus dilakukan dengan tepat Itulah metode pengambilan dan penanganan sampel darah. Oleh karena itu teknik pengambilan dan penanganan sampel darah harus dilakukan dengan tepat. Mengenai hal ini telah kami cantumkan pada artikel utama edisi kali ini pada subpoint pengambilan sampel yang kurang tepat.

Jarak dan Waktu Analisis, Tidak Menjadi Kendala Lagi Jarak dan waktu analisis sering kali menjadi kendala jika kita akan melakukan uji serologis. Terlebih lagi hasil uji serologis tersebut dinantikan untuk memantapkan diagnosa suatu penyakit. Berdasarkan latar belakang tersebut dan sejalan dengan misi Medion, yaitu memberikan pelayanan yang prima maka dibukalah layanan uji serologis (HI test) di seluruh kantor cabang Medion. Selain dekat, waktu yang diperlukan untuk analisis sangat cepat. Peternak dapat mengetahui hasil uji serologisnya dalam waktu tidak lebih dari 1 x 24 jam. Uji serologis mempunyai peranan yang penting, terutama sebagai peman-tapan diagnosa penyakit. Sudah saatnya kita mengenal dan mengaplikasikannya.

PCR Denaturasi DNA. Temperatur dinaikkan hingga 94-96oC. Pada suhu ini, rantai ganda DNA terpisah karena ikatan hidrogen yang mengikat kedua rantai terputus.
19

Penempelan primer. Pada proses ini temperatur diturunkan hingga 45-60oC, sehingga primer berhibridisasi dengan utas tunggal templat DNA. Primer merupakan potongan DNA pendek yang terdiri atas 1220 nukleotida yang penting untuk memulai sintesis DNA. Pemanjangan. Sintesis rantai DNA yang komplemen dengan utas parental diperantarai DNA polimerase dan NTP yang terdapat dalam campuran reaksi setelah penempelan primer sempurna 3. Tn.Aam mempunyai kebiasaan mengkonsumsi terasi,ika bakar,ikan asin,dan produk awetan lainnya a. Apa saja kandungan dalam makanan yang di awetkan seperti terasi,ikan bakar,ikan asin,dan produk awetan lainnya? Kandungan gizi yang terdapat pada terasi, ikan bakar, ikan asin di satu sisi baik karena mengandung protein, lemak, vitamin & mineral, serta garam namun disisi lain makanan itu semua beserta produk-produk awetan lainnya banyak mengandung nitrosamine yaitu senyawa yang berbahaya yang bersifat karsinogenik. b. Bagaimana hubungan antara kandungan makanan yang di awetkan dengan penyakit pada kasus? Hubungan antara kandungan makanan yang diawetkan dengan Canasopharinx berkaitan dengan suatu senyawa yaitu nitrosamine, terbentuknya nitrosamine dapat terjadi pada saat proses pengolahan makanan (seperti ketika diawetkan), protein dapat berubah menjadi asam amino bebas yang selanjutnya menjadi senyawa amin. Selain senyawa amin yang berasal dari asam amino, terdapat juga senyawa amin yang berasal dari ikan asin, yaitu alkilamin. Reaksi antara nitrit dan alkilamin akan membentuk nitrosamine yang bersifat karsinogenik paling kuat antara karsinogenik kimiawi. Factor konsumsi makanan yang diawetkan, difermentasi, dan diasapi dapat meningkatkan kandungan xenobiotik nitrosamine yang berkaitan erat dengan KNF. - Terlalu banyak mengkonsumsi ikan asin. Ikan asin mengandung nitrosamin yang merupakan karsinogen (zat pemicu kanker). Nitrosamin ini merupakan pencetus utama kanker nasofaring. Karsinogen sendiri dapat meningkatkan risiko kanker dengan mengubah metabolisme seluler atau merusak DNA langsung di dalam sel, yang
20

mengganggu proses biologi, dan mendorong pembagian, ganas yang tidak terkendali, pada akhirnya mengarah pada pembentukan tumor. Hal ini terjadi karena dalam proses pengasinan dan penjemurannya, sinar matahari bereaksi dengan nitrit (hasil perombakan protein) pada daging ikan, sehingga membentuk senyawa nitrosamin. Terlalu sering menyantap makanan yang diawetkan. Makanan yang diduga bisa mempengaruhi atau memicu kanker nasofaring adalah makanan yang diawetkan, baik diawetkannya melalui cara diasinkan, difermentasi, maupun diasapi (misalnya makanan kalengan, tauco, terasi, dan daging asap) serta makanan yang dibakar. Mengapa? Karena makanan-makanan tersebut mengandung senyawa nitrosamin yang merupakan karsinogenik (senyawa penyebab kanker). Pada ikan asin, zat nitrosamin dihasilkan karena dalam proses pengasinan dan penjemurannya, sinar matahari bereaksi dengan nitrit pada daging ikan sehingga membentuk senyawa nitrosamin.

4. Hasil pemeriksaan PA mengesankan sebagai karsinoma nasofaring,sedangkan pada pemeriksaan serologi didapatkan peningkatan titer antibodi terhadap EBV a. Sebutkan faktor-faktor penyebab kanker nasofaring! (Lingkungan dan faktor genetiknya) Penyebab kanker nasofaring belum dapat diketahui dengan pasti. Sejauh ini penyebabnya masih bersifat multifaktoral; dan infeksi virus Epstein Barr dituding sebagai biang keladi utama. Infeksi dari virus Epstein Barr pada kenyataannya memegang peranan penting dalam memicu timbulnya kanker nasofaring. Virus ini dapat masuk dan menetap di dalam nasofaring selama bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala. Namun, virus Epstein Barr juga terdapat pada penyakit lain; jadi tidak hanya terdapat pada kanker nasofaring. Virus Epstein Barr sebenarnya banyak terdapat di mana-mana, bahkan di udara bebas. Hanya saja tidak semua akan menjadi kanker. Virus ini akan tetap tidur di nasofaring tidak akan tumbuh menjadi kanker jika tidak dipicu oleh faktor-faktor tertentu. Berikut adalah hal-hal yang bisa menjadi faktor pemicu datangnya serangan kanker nasofaring : a. Terlalu banyak mengkonsumsi ikan asin. Ikan asin mengandung nitrosamin yang merupakan karsinogen (zat pemicu kanker). Nitrosamin ini merupakan pencetus utama kanker
21

b.

c. d.

e. f. g. h. i.

j.

k. l.

m.

nasofaring. Hal ini terjadi karena dalam proses pengasinan dan penjemurannya, sinar matahari bereaksi dengan nitrit (hasil perombakan protein) pada daging ikan, sehingga membentuk senyawa nitrosamin. Terlalu sering menyantap makanan yang diawetkan. Makanan yang diduga bisa mempengaruhi atau memicu kanker nasofaring adalah makanan yang diawetkan, baik diawetkannya melalui cara diasinkan, difermentasi, maupun diasapi (misalnya makanan kalengan, tauco, terasi, dan daging asap) serta makanan yang dibakar. Mengapa? Karena makanan-makanan tersebut mengandung senyawa nitrosamin yang merupakan karsinogenik (senyawa penyebab kanker). Pada ikan asin, zat nitrosamin dihasilkan karena dalam proses pengasinan dan penjemurannya, sinar matahari bereaksi dengan nitrit pada daging ikan sehingga membentuk senyawa nitrosamin. Terlalu sering menyantap makanan panas atau makanan yang bersifat merangsang selaput lendir. Sering terpapar zat karsinogen. Zat karsinogen ini misalnya cat, gas kimia, pembakaran dupa, obat nyamuk bakar, dan hidup di lingkungan penuh asap dengan ventilasi rumah yang kurang baik. Radang menahun di daerah nasofaring. Kebiasaan merokok. Kebiasaan menghisap candu. Kebiasaan mengkonsumsi minuman alkohol. Ras dan keturunan / genetik. Ras mongoloid merupakan factor dominan timbulnya KNF, sehingga kekerapan cukuptinggi pada pendduduk CIna bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang dan Tiongkok sebelahutara tidak banyak yang dijumpai mengidap penyakit ini. Gaya hidup yang tidak sehat. Misalnya sering terkena polusi, kurang aktivitas fisik / kurang berolah raga, kurang istirahat, serta kurang konsumsi buah dan sayur. Kondisi dan lingkungan hidup yang tinggi tingkat stresnya. Sirkulasi asap dapur yang buruk. Jika ventilasi di dapur buruk, otomatis sirkulasi asapnya tidak lancar. Kondisi ini merangsang nasofaring orang yang memasak (berada di dapur) untuk berproduksi lebih. Sering menghirup asap dupa dan menyan.Sering mencium-cium unggas

22

Kerentanan Genetik, walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi kerntanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyrakat tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring b. Bagaimana cara mendeteksi EBV? Epstein-Barr virus test Epstein-Barr virus tes adalah tes darah untuk mendeteksi antibodi terhadap virus Epstein-Barr (EBV) antigen virus. How the Test is Performed Sampel darah diperlukan. Untuk informasi tentang bagaimana hal ini dilakukan, lihat: venipuncture Sampel dikirim ke laboratorium, dimana seorang spesialis laboratorium mencari antibodi terhadap virus Ebstein-Barr. Pada tahap pertama dari penyakit, antibodi kecil dapat dideteksi. Untuk alasan ini, tes serologi sering diulang 10 hari sampai 2 minggu atau lebih. How to Prepare for the Test Tidak ada persiapan khusus untuk tes ini. How the Test Will Feel Ketika jarum dimasukkan untuk mengambil darah, Anda mungkin merasa nyeri sedikit, atau hanya tusukan atau sensasi menyengat. Setelah itu, mungkin ada beberapa denyutan. Why the Test is Performed Tes ini dilakukan untuk mendeteksi infeksi dengan virus Epstein-Barr (EBV). Tes antibodi EBV akan mendeteksi tidak hanya infeksi baru tapi infeksi satunya yang terjadi di masa lalu. Hal ini dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi baru atau sebelumnya.. Normal Results

23

Hasil yang normal berarti tidak ada antibodi terhadap EBV terlihat dalam sampel darah Anda. Ini berarti Anda belum pernah terinfeksi EBV. Rentang nilai normal dapat sedikit berbeda antara masing masing laboratorium. Beberapa laboratorium menggunakan pengukuran yang berbeda atau menguji sampel yang berbeda. What Abnormal Results Mean Hasil positif berarti ada antibodi terhadap EBV dalam darah seseorang, menunjukkan sudah terkena infeksi saat ini atau sebelumnya dengan EBV. Alternative Names EBV antibody test; Monospot Pemeriksaan serologi titer immunoglobulin A Mutasi gen dpt dideteksi dengan PCR dan RFLP atau sekuensing Pemeriksaan Pemeriksan adanya kanker nasofaring dapat dilakukan dengan CT Scan, rhinoskopi anterior dan posterior, nasofaringoskopi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi. Karena itu, jika ada keluhan pada telinga dan hidung di satu sisi yang tidak kunjung sembuh harus segera diperiksakan ke dokter THT. Dengan tindakan yang cepat dan ditemukannya kanker pada stadium dini, kemungkinan untuk sembuh semakin besar. Untuk mengetahui KNF dapat melalui pemeriksaan nasofaring menggunakan endoskopi, biopsi, patologi anatomi, pemeriksaan radiologi juga sangat membantu untuk diagnosa dini KNF. Selain itu juga dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya penyebaran jauh tumor Pengertian biopsi Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Jadi secara umum biopsi adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Biopsi kebanyakan dilakukan untuk mengetahui adanya kanker. Bagian apapun dari tubuh, seperti kulit, organ tubuh maupun benjolan dapat diperiksa. X-ray, CT scan
24

ataupun ultasound dapat dilakukan terlebih dahulu mengalokasikan area biopsi. Biopsi dapat dilakukan juga dengan proses pembedahan. Dengan demikian biopsi adalah pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosa dokter bukan untuk terapi kanker biopsi eksisional dimana selain pengambilan sampel juga mengangkat semua massa atau kelainan yang ada. X-ray, CT scan atau ultrasonografi mungkin akan dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan lokasi biopsi Lokasi biopsi dibersihkan Obat bius dimasukkan ke dalam tubuh. Saat area biopsi sudah terbius, jarum kecil akan dimasukkan ke area yang akan diteliti Sebagian jaringan-jaringan atau sel-sel diambil. Dalam beberapa kasus, pembedahan kecil dapat dilakukan agar jaringan atau benjolan dapat diambil untuk diperiksa Setelah itu jarum diangkat Daerah biopsi akan ditekan lalu akan dipasang kassa kecil. Jika dilakukan pembedahan, makan dilakukan penjahitan c. Gen apa saja yang mungkin mengalami mutasi pada kasus? (P53, BCL2) Gen P53, Bcl2 yang berperan dalam apoptosis( berhentinya atau matinya sel secara terprogram ) akibat insersi DNA virus. Selain itu gen yang berperan dalam metabolisme karsinogen ( CYP2E1 ) yang menjadi enzim cytochrome p 450 isoform 2E1. Pemeriksaan genotipe dan alotipe dapat ditentukan dengan PCR RFLP, adanya mutasi atau polimorfisme akan menyebabkan terbentuknya fenotipe poor metaboliser, dalam memetabolisme nitrosamin yang terkandung dalam makanan yang di awetkan dengan cara pengasapan dan penggaraman sehingga nitrosamin akan menumpuk dalam tubuh dan memicu proses karsinogenesis. Mengenal molekuler sel : Tumor supressor gen (TSG) dan Apoptosis pada kanker Tumor supressor gen (TSG) merupakan kelompok gen yang lebih baru ditemukan setelah onkogen, dikenal sebagai antionkogen, karena berfungsi melakukan kontrol negatif terhadap proliferasi sel. (20). Gen p53 merupakan contoh lain kelompok TSGs, yang mempunyai peran aktif dalam mendeteksi kerusakan DNA dan menginduksi gen reparasi DNA serta menginduksi apoptosis. (18). Gen p53 adalah suatu gen supressor tumor yang dikenal sebagai
25

master guardian of the genome dan merupakan unsur utama yang memelihara stabilitas genetik. (21). Fungsi gen p53 mendeteksi sintesis DNA yang salah atau kerusakan DNA. Dapat dimengerti bahwa mutasi p53 menyebabkan disfungsi p53 dan berakibat DNA yang mengalami kerusakan tetap dilipatgandakan, menghasilkan populasi sel mengandungDSNA abnormal. Inaktivasi gen p53 dapat terjadi bila berkaitan dengan protein medium 2 atau karena adanya infeksi virus misalnya EBV. Aktivitas tumor supressor gen p53 Gen yang produknya mempunyai fungsi penting dalam mengaktivasi cell cycle check point berfungsi memperpanjang waktu tertentu dalam siklus sel untuk memberi kesempatan perbaikan DNA. Gen yang mempunyai fungsi penting dalam cell cycle check points, yaitu p53. p53 hanya akan berfungsi baik bila normal. Pada umumnya defek pada p53 adalah point mutation, disfungsi gen p53 dapat terjadi akibat pengikatan p53 oleh onkogen virus. Bila hal ii terjadi maka sebagian besar fungsi p53 terganggu. Proses keganasan (malignansi) dapat terjadi karena perilaku sel yang abnormal akibat adanya mutasi gen. Mutasi gen, dalam hal ini terjadi pada gen p53, karena berikatan dengan onkogen virus seperti EBV. Apoptosis Apoptosis adalah suatu kejadian yang dikendalikan secara genetik yang menghasilkan penghilangan sel yang tidak dikehendaki tanpa menyebabkan gangguan pada jaringan. Apoptosis juga merupakan hal penting dalam perkembangan sel normal dan homeostasis jaringan normal. Dalam kaitan dangan pengendalian onkogenesis, apoptosis merupakan mekanisme penting untuk mencegah proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA, agar sel dengan DNA tersebut tidak dilipatgandakan. Kegagalan sel tumor untuk melaksanakan mekanisme apoptosis merupakan salah satu faktor yang mendasari pertumbuhan sel tumor yang makin lama makin besar. Akibat defek mekanisme apoptosis yang lain adalah kemungkinan terjadinya keganasan

d. Bagaimana perkembangan sel pada kanker?

26

Pembelahan Sel Ciri dari sel kanker adalah tumbuh yang abnormal. Tumbuh dilakukan dengan mitosis yaitu membelah diri. Berubah secara permanen dengan mutasi. Semuanya diatur oleh DNA dan RNA. Dalam keadaan normal, sel lazimnya berada di fase atau masa G0 (zero growth = tidak ada pertumbuhan). Stabilitas 0 G dipertahankan secara konsisten melalui empat fase yaitu: 1. G1 (first growth = pertumbuhan pertama); 2. S (Sintesis); 3. G2 (second growth) dan; 4. M (mitosis - pembelahan sel). Bila G0 membutuhkan, apakah untuk mengganti sel yang mati atau kehilangan sel akibat luka, ia mendapat pasokan sel dewasa normal dari G1 sesudah lolos seleksi di pintu masuk R (restriction point = titik hambatan). Pasokan G1berasal dari pembelahan di M, atas sel yang sudah dilengkapi dengan DNA, program kehidupan di S dan Ribonucleic Acid atau RNA sistem pengoperasiannya di G2 sesuai dengan kebutuhan jaringan dan organ yang membutuhkan. Gen supresor seperti p53 adalah pengawas di setiap fase siklus. Sel dengan DNA normal diizinkannya menuju fase berikutnya sedangkan yang abnormal dimasukkan dalam program kematian sel. p53 baru bisa dilewati oleh sel kanker bila terjadi mutasi atau perubahan menjadi permanen. Di tengah kesibukannya masing-masing, mereka saling berhubungan melalui pesan kimia yang disampaikan ke gen. Bila yang disampaikan adalah sinyal pertumbuhan, maka gen yang bersangkutan mematuhinya sambil mengaktifkan proto-oncogenes untuk mengawasi pertumbuhan. Bilaproto-oncogenes bermutasi menjadi oncogenes, maka terjadilah pembelahan yang berkelebihan tanpa menghiraukan jaringan sekitarnya. Munculan sel kanker ini meresahkan lingkungan sekitarnya, yang disikapi dengan mengaktifkan gene supresor untuk ikut mengawasi pertumbuhan. Bila ia bermutasi pengawasan akan gagal, sehingga
27

pembelahan yang berkelebihan berlanjut, tanpa menghiraukan jaringan sekitarnya. Selain itu ada faktor umur. Sel mempunyai masa hidup kira-kira 40 kali pembelahan sesuai panjang telomeres di DNA yang memendek di setiap pembelahan. Sel kanker menghasilkan telomerase yang memperpanjang kehidupannya sehingga ia kekal dan tidak berhenti melakukan pembelahan sel. Mutasi proto-oncogenes menjadi oncogenes, gene supresor, p53 dan deaktivasi telomeres oleh telomerase mengakibatkan sel kanker berkembang dan akan menyebar ke segala penjuru tubuh Pembentukan sel kanker Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan sel normal menjadisel kanker adalah hiperplasia, displasia, dan neoplasia. Hiperplasia adalahkeadaan saat sel normal dalam jaringan bertumbuh dalam jumlah yangberlebihan. Displasia merupakan kondisi ketika sel berkembang tidak normal dan pada umumnya terlihat adanya perubahan pada nukleusnya. Pada tahapan ini ukuran nukleus bervariasi, aktivitas mitosis meningkat, dan tidak ada cirikhas sitoplasma yang berhubungan dengan diferensiasi sel pada jaringan. Neoplasia merupakan kondisi sel pada jaringan yang sudah berproliferasi secara tidak normal dan memiliki sifat invasif. Perubahan kode genetik sel normal merupakan dasar dari perkembangan penyakit kanker. Perubahan kode genetik ini dapat mengenai gen-gen tertentu seperti gen pengatur pertumbuhan, gen penghambat pertumbuhan, gen untuk perbaikan DNA. Akibat perubahan ini semua, ekspresi gen menjadi berlebihan dan mengakibatkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali, sebagai sifat dasar selkanker. Perubahan gen berupa mutasi gen dan lainnya, disebabkan oleh karsinogen penyebab kanker, yaitu karsinogen fisik, karsinogen kimia, karsinogen virus, karsinogen biologis dan faktor keturunan/genetik. Memang hingga saat ini belum ada penyebab tunggal untuk terjadinya kanker, namun merupakan penyebab yang mulifaktor.Sel kanker itu timbul dari sel normal tubuh kita sendiri yang mengalami transformasi menjadi ganas, karena adanya mutasi spontan atau induksi karsinogen. Bila suatu sel normal, gennya telah mengalami kerusakan karena suatu karsinogen, kemudian tidak dapat diperbaiki oleh gen perbaikan dan menjadi cacat gen yang permanen, maka disinilah dimulai timbulnya penyakit kanker.Gen yang telah mengalami kerusakan atau cacat atau sudah terjadi mutasi ini ikut dalam siklus pembelahan sel, yang nanti hasil akhirnya berbeda dengan yang seharusnya terjadi, dengan pembelahan sel yang tidak terkontrol dan pertumbuhan sel yang cepat membesar. Pada fase
28

pertumbuhan lokal, sel-sel kanker masih terbatas letaknya pada organ atau bagian organ tempat kanker itu pertama kali tumbuh Pada fase penyebaran atau metastasis, sel-sel kanker sudah menyebar ke organ lain yang letaknya jauh dari tumor itu pertama kali tumbuh, yaitu menyebar ke kelenjar getah bening regional dan atau menyebar ke organ-organ jauh melalui pembuluh darah ke paru, liver, tulang, otak,ginjal,kulit dsb. Pertumbuhan sel kanker tumbuh bineair, secara eksponensial dari satu sel menjadi 2, 4, 8 sel dan seterusnya menjadi 2n sel sampai terbentuk gerombolan sel berupa benjolan atau tumor. Setelah mencapai besar tertentu pertumbuhan sel kanker berubah menjadi secara Gompertz, yaitu pertumbuhannya makin lambat, karena makin besarnya ukuran tumor, karena keterbatasan pasokan darah dan ruang tempat tumbuh dan daya imunitas tubuh. Penyebaran jauh atau metastasis umumnya multipel pada satu atau beberapa organ, dan biasanya berbentuk benjolan atau nodul dan menimbulkan kerusakan atau destruksi jaringan dan organ bersangkutan.Selain itu metastasis juga menyebabkan gangguan fungsi organ yang bersangkutan. Penyebaran ke organ vital seperti otak, paru, liver umumnya akan mempercepat penderita meninggal dunia. Penyakit kanker bukanlah penyakii menular seperti penyakit TBC misalnya. Jadi bila ada penderita kanker, anda ada dekat dengannya atau sering merawatnya sekalipun, anda tidak akan tertular kanker tersebut. Karsinogenesis pada manusia adalah sebuah proses berjenjang sebagai akibat paparan karsinogen yang sering dijumpai dalam lingkungan, sepanjang hidup, baik melalui konsumsi, maupun infeksi. Terdapat empat jenjang karsinogenesis: 1. 2. 3. 4. inisiasi tumor promosi tumor konversi malignan progresi tumor

29

VI.

Keterkaitan Masalah

Tn.Aam,42 tahun

RAS

Kebiasaan Mengkonsumsi makanan Awetan

EBV (Epstain Barr Virus)

Karsinoma Nasopharyngeal

Keluhan VII. Hipotesis Tn.Aam,42 tahun menderita carcinoma nasopharyngeal karena terbiasa mengkonsumsi makanan awetan

30

VIII.

Kerangka Konsep

Tuan Aam (42 tahun). Asli sunda

genetika

Kebiasaan mengkonsumsi makanan awetan

lingkungan

Mengkonsumsi nitrosomin

EBV

Sel normal hilang p53

LMP1

EBNA2 Mutasi dan apoxtosis gen,perbaikan dna terganggu

Poliferasi sel tidak terkendali

KNF

benjolan Sakit kepala

Suara serak

mimisan

Hidung tersumbat

31

IX.

Learning Issue

1. Kanker Nasopharyngeal(Carcinoma Pharyngeal) Kanker Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Penyebab kanker nasofaring belum diketahui dengan pasti. Kanker nasofaring juga dikaitkan dengan adanya virus epstein bar. Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini.

Studi epidemiologi KNF dengan berfokus kepada etiologi dan kebiasaan biologi dari penyakit ini telah dikemukakan hasilnya oleh UICC (International Union against Cancer) dalam symposium kanker nasofaring yg diadakan di Singapura tahun 1964

(MUIR,dkk.1967), dan dari investigasi dalam empat dekade terakhir telah ditemukan banyak temuan penting di semua aspek. KNF mempunyai gambaran epidemiologi yg unik, dalam daerah yg jelas, ras, serta agregasi family. KNF mempunyai daerah distribusi endemic yang tidak seimbang antara berbagai Negara, maupun yang tersebar dalm 5 benua. Tetapi, insiden KNF lebih rendah dari 1/105 di semua area. Insisde. Insiden tertinggi terpusat pada di Cina bagian selatan (termasuk Hongkong), dan insiden inni tertinggi di provinsi Guangdong pada laki-laki mencapai 2032

50/100000 penduduk. Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on Cancer) tahun 2002 ditemukan sekitar 80,000 kasus baru KNF diseluruh dunia, dan sekitar 50,000 kasus meninggal dengan jumlah penduduk Cina sekitar 40%. Ditemukan pula cukup banyak kasus pada penduduk local dari Asia Tenggara, Eskimo di Artik dan penduduk di Afrika utara dan timur tengah (PARKIN dkk. 1992.2002, WATERHOUSE dkk. 1982, MUIR dkk. 1987). Tumor ini lebih sering ditemukan pad pria disbanding wanita dengan rasio 2-3:1 (PARKINdkk.2002) dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan factor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden yg bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah insisden KNF meningkat sesuia dengan meningkatnya umur, pada daeraj dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, ;uncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya (ZONG dkk.1983). Ras mongoloid merupakan factor dominan timbulnya KNF, sehingga kekerapan cukup tinggi pada pendduduk CIna bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang dan Tiongkok sebelah utara tidak banyak yang dijumpai mengidap penyakit ini. Berbagai studi epidemilogik mengenai angka kejadian ini telah dipublikasikan di berbagai jurnal. Salah satunya yang menarik adalah penelitian mengenai angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) pada para migran dari daratan Tiongkok yang telah bermukim secara turun temurun di China town (pecinan) di San Fransisco Amerika Serikat. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) antara para migran dari daratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang terdiri atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan Hispanics, di mana kelompok Tionghoa menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila orang Tionghoa migran ini dibandingkan dengan para kerabatnya yang masih tinggal di daratan Tiongkok maka terdapat penurunan yang bermakna dalam hal terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) pada kelompok migran tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwa kelompok migran masih mengandung gen yang memudahkan untuk terjadinya Kanker Nasofaring (KNF), tetapi karena pola makan dan pola hidup selama di perantauan berubah maka faktor yang selama ini dianggap sebagai pemicu tidak ada lagi maka kanker ini pun tidak tumbuh. Untuk diketahui bahwa penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang diawetkan (diasap, diasin), bahkan konon kabarnya seorang bayi yang baru selesai disapih, sebagai makanan pengganti susu ibu
33

adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogen bagi hewan percobaan. Dijumpai pula kenaikan angka kejadian ini pada komunitas orang perahu (boat people) yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini tampak mencolok pada saat terjadi pelarian besar besaran orang Vietnam dari negaranya. Bukti epidemiologik lain adalah angka kejadian kanker ini di Singapura. Persentase terbesar yang dikenai adalah masyarakat keturunan Tionghoa (18,5/100.000 penduduk), disusul oleh keturunan Melayu (6,5/100.000) dan terakhir adalah keturunan Hindustan (0,5/100.000). Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), pada hampir semua kasus KNF telah mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus tersebut. Pada 1966, seorang peneliti menjumpai peningkatan titer antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi IgG terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan pula dengan tingginya stadium penyakit. Namun virus ini juga acapkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi penyakit. Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan. Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher lain, Kanker Nasofaring (KNF) jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol tetapi lebih dikaitkan dengan virus Epstein Barr, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Meskipun demikan tetap ada peneliti yg mencoba menghubungkannya dengan merokok , secara umum resiko terhadap KNF pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan bukan perokok (HSU dkk.2009). ditemukan juga bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara dan Hongkong merupakan hasil dari mengurangi frekuensi merokok. Adanya hubungan antara faktor kebiasaan makan dengan terjadinya KNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam jumlah yang tinggi pada mereka yang gemar mengkonsumsi ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton (Cantonese-style salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan dengan lamanya mereka mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa bagian negeri Cina makanan ini mulai digunakan sebagai pengganti air susu ibu pada saat menyapih. Tentang factor genetic telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu cintoh terkenal di Cina selatan, satu keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien KNF dan 1 menderita

34

tumor ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring menderita keganasan organ lain. Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja seperti formaldehid, debu kayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami (Chinese herbal medicine=CHB). Hildesheim dkk memperoleh hubungan yang erat antara terjadinya KNF, infeksi EBV dan penggunaan CHB. Beebrapa tanaman dan bahan CHB dapat menginduksi aktivasi dari virus EBV yg laten. Seperti pada TPA (

Tetradecanoylyphorbol Acetate) yaitu substansi yg ada di alam dan tumbuhan jika dikombinasi dengan N-Butyrate yang merupkan produk dari bakteri anaerob yang ditemukan di nasofaring dapat menginduksi sintesis antigen EBV di tikus, meningkatnya transformasi cell-mediated immunity dari EBV dan mempromosikan pembentukan KNF (genesis) (TANG dkk.1988). Secara mikroskopis karsinoma nasofaring dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu : 1. Bentuk ulseratif Bentuk ini paling sering terdapat pada dinding posterior dan di daerah sekitar fosa rosenmulleri. Juga dapat ditemukan pada dinding lateral didepan tuba eustachius dan pada bagian atap nasofaring. Lesi ini biasanya lebih kecil disertai dengan jaringan yang nekrotik dan sangat mudah mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitarnya. Gambaran histopatologik bentuk ini adalah karsinoma sel skuamosa deengan diferensiasi baik. 2. Bentuk noduler/lubuler/proliferative Bentuk noduler atau lobuler sangat sering dijumpai pada daerah sekitar muara tuba eustachius. Tumor jenis ini berbentuk seperti buah angguratau polipoid jarang, dijumpai adanya ulserasi, namun kadang-kadang dijumpai ulserasi kecil. Gambaran histopatologik bentuk ini biasanya karsinoma tanpa diferensiasi. 3. Bentuk eksofitik Bentuk eksofitik biasanya tumbuh pada satu sisi nasofaring, tidak dijumpai adanya ulserasi, kadang-kadang bertangkai dan prmukaannya licin. Tumor jenis ini biasanya tumbuh dari atap nasofaring dan dapat mengisi seluruh rongga nasofaring. Tumor nini

35

dapat mendorong palatum mole ke bawah dan tumbuh kearah koana dan masuk ke dalam rongga hidung. Gambaran histopatologik berupa limfasarkoma

Faktor Risiko
1. Sering mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet, termasuk makanan yang diawetkan dengan cara diasinkan atau diasap. 2. Sering mengonsumsi makanan dan minuman yang panas atau bersifat panas dan merangsang selaput lendir, seperti yang mengandung alkohol. Selain itu, sering mengisap asap rokok, asap minyak tanah, asap kayu bakar, asap obat nyamuk, atau asap candu. 3. Sering mengisap udara yang penuh asap atau rumah yang pergantian udaranya kurang baik. 4. Faktor genetik, yakni yang mempunyai garis keturunan penderta kanker nasofaring.

Gejala
Letak nasofaring yang tersembunyi di belakang hidung atau belakang langit-langit rongga mulut menyebabkan serangan kanker ini sering kali terlambat diketahui. Namun, biasanya pada stadium dini menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut. 1. Di dalam telinga timbul suara berdengung dan terasa penuh tanpa disertai rasa sakit sampai pendengaran berkurang. 2. Hidung sedikit mimisan, tetapi berulang. Hidung tersumbat terus-menerus, kemudian pilek.

Pada kondisi akut menunjukkan gejala sebagai berikut: 1. Kelenjar getah bening pada leher membesar. 2. Mata menjadi juling, penglihatan ganda, dan mata bisa menonjol keluar 3. Sering timbul nyeri dan sakit kepala.

Pemeriksaan
36

Pemeriksan adanya kanker nasofaring dapat dilakukan dengan CT Scan, rhinoskopi anterior dan posterior, nasofaringoskopi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi. Karena itu, jika ada keluhan pada telinga dan hidung di satu sisi yang tidak kunjung sembuh harus segera diperiksakan ke dokter THT. Dengan tindakan yang cepat dan ditemukannya kanker pada stadium dini, kemungkinan untuk sembuh semakin besar.

Pencegahan
1. Ciptakan lingkungan hidup dan lingkungan kerja yang sehat, serta usahakan agar pergantian udara (sirkulasi udara) lancar. 2. Hindari polusi udara, seperti kontak dengan gas hasil zat-zat kimia, asap industry, asap kayu, asap rokok, asap minyak tanah dan polusi lain yang dapat mengaktifkan virus Epstein bar. 3. Hindari mengonsumsi makanan yang diawetkan, makanan yang panas, atau makanan yang merangsang selaput lender.

Pengobatan
Pengobatan kanker nasofaring bisa dilakukan dengan radioterapi, atau kombinasi dengan kemoterapi. Selain itu juga ada kombinasi tambahan lainnya untuk pengobatan kanker ini. Tindakanoperasi tidak dilakukan untuk jenis kanker ini karena posisinya yang sulit dan dekat metastase kelenjar getah bening. Tindakan operasi (bedah) yang umum hanyalah biopsi, untuk stadium awal kanker ini jarang dilakukan biopsi Secara mikroskopis karsinoma nasofaring dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu: 1. Bentuk ulseratif Bentuk ini paling sering terdapat pada dinding posterior dan di daerah sekitar fosarosenmuller i. Juga dapat ditemukan pada dinding lateral didepan tuba eustachius dan pada bagian atap nasofaring. Lesi ini biasanya lebih kecil disertai dengan jaringan yang nekrotik dan sangat mudah mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitarnya. Gambaranhistopatologik bentuk ini adalah karsinoma sel skuamosa dengan diferensiasi baik. 2. Bentuk noduler/lubuler/proliferative Bentuk noduler atau lobuler sangat sering dijumpai pada daerah sekitar muara tubaeustachius. Tumor jenis ini berbentuk seperti buah angguratau polipoid jarang, dijumpaiadanya ulserasi, namun kadang-kadang dijumpai ulserasi kecil. Gambaran histopatologik bentuk ini biasanya karsinoma tanpa diferensiasi. 3. Bentuk eksofitik Bentuk eksofitik biasanya tumbuh pada satu sisi nasofaring, tidak dijumpai adanyaulserasi, kadang-kadang bertangkai dan prmukaannya licin. Tumor jenis ini biasanyatumbuh dari atap nasofaring dan dapat mengisi seluruh rongga nasofaring. Tumor ninidapat mendorong palatum mole ke bawah dan tumbuh kearah koana dan masuk ke dalamrongga hidung. Gambaran histopatologik berupa limfasarkoma.

37

Patofisiologi: Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid icosahedral dantermasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat berasosiasi dengan beberapa penyakitseperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis dan karsinoma nasofaring (KNF). KNFmerupakan tumor ganas yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerahcekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu: 1. Aadanya infeksi EBV, 2. Faktor lingkungan 3. Genetik 1. Virus Epstein-Barr Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar salivadan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan resepto r virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B3.Aktivitas ini merupakan rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalamDNA limfosit B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu,sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR ( Polimeric Immunogloblin Receptor). Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus epstein-barr yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk selkanker. Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu EBERs, EBNA1,LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein trans membran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujungkarboksi (C). Protein transmembran LMP1 menjadi perantara untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal.

38

2. Genetik Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol danmemiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyteantigen) dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah genkerentanan terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atasaktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen 3. Faktor lingkungan Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di berbagaidaerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan makanan lain yang awetkan mengandungsejumlah besar nitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan perokok pasif yang terkena paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang tepapar debu kayu diakuifaktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali infeksi dari EBV. STADIUM Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC(Union Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut : T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya. T0 : Tidak tampak tumor T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat digerakkan N3 :Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral, yang sudahmelekat pada jaringan sekitar. M = Metastase, menggambarkan metastase jauhM0 : Tidak ada metastase jauh M1 : Terdapat metastase jauh.2,3,9-13 Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan : Stadium I : T1 N0 M0 Stadium II : T2 N0 M0 Stadium III : T3 N0 M0
39

Stadium IV

T1,T2,T3 N1 M0 : T4 N0,N1 M0 Tiap T N2,N3 M0 Tiap T Tiap N M12

Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging darinasofaring diklasifikasikan sebagai berikut : Tis : Carcinoma in situ T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat dilihat, tetapihanya dapat diketahui dari hasil biopsi. T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan dindinglateral. T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring. T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf cranial (atau keduanya). PENCEGAHAN Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membran glikoprotein virus Epstein Barr yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinankemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal di masa yang akandatang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.

1. 2. 3. 4.

5.

40

2. Anatomi dan histologi dari Nasopharyngeal

Anatomi Nasopharynx terletak di belakang rongga hidung,

di atas palatum molle. Bila palatum molle diangkat dan dinding posterior pharynx ditaring ke depan,seperti waktu menelan, makan nasopharynx tertutup dari

oropharynx.Nasopharynx mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding posterior, dan dinding lateral Atap; dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis

occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila pharyngealis, terdapat di dalam submucosa daerah ini. Dasar; dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang miring. Isthmus

pharyngeus adalah lubang di dasar nasopharynx di antara pinggir bebas palatum molle dan dinding posterior pharynx. Selama menelan, hubungan antara naso dan oropharynx tertutup oleh naiknya palatum molle dan tertariknya dinding posterior pharynx ke depan.

41

Dinding anterior; dibentuk oleh apertura nasalis posterior, dipisahkan oleh

pinggir posterior septum nasi. Dinding posterior; membentuk permukaan miring yang berhubungan

dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior atlantis. Dinding lateral; pada tiap-tiap sisi memiliki muara tuba auditiva ke

pharynx. Pinggiran posterior tuba membentuk elevasi yang disebut elevasi tuba. M. salphingoparyngeus yang melekat pada pinggir bawah tuba membentuk lipatan vertikal pada membran mucosa yang disebut plica salphingopharyngeus. Recessus pharyngeus adalah lekukan kecil pada dinding lateral di belakang elevasi tuba. Kumpulan jaringan limfoid di dalam submucosa di belakang muara tuba auditiva disebut tonsila tubaria. Histologi Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat banyak jaringan limfosid,sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta. Hubungan antara epitel dengan jaringan limfosid inisangat erat, sehigga sering disebut " Limfoepitel ". Bloom dan Fawcett ( 1965 ) membagi mukosa nasofaring atas empat macam epitel : 1. Epitel selapis torak bersilia " Simple Columnar Cilated Epithelium " 2. Epitel torak berlapis " Stratified Columnar Epithelium ". 3. Epitel torak berlapis bersilia "Stratified Columnar Ciliated Epithelium" 4. Epitel torak berlapis semu bersilia " Pseudo-Stratifed Columnar Ciliated Epithelium ".
42

Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para hali.60 % persen dari mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng " Stratified Squamous Epithelium ", dan 80 % dari dinding posteroir nasofaring dilapisi oleh epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi oleh epitel transisional, yang meruapkan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng dan torak bersilia. Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi Keratin, kecuali pada Kripta yang dalam. Di pandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau peralihan dua macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya suatu karsinoma.

43

44

3. EBV (Epstain Barr Virus)

Klasifikasi Grup : Grup I (dsDNA) Famili : Herpesviridae Genus : Lymphocryptovirus Spesies : Human herpesvirus 4 (HHV-4) Virus Epstein-barr (EBV) adalah virus yang termasuk dalam famili Herpesvirus yang menginfeksi lebih dari 90% populasi manusia di seluruh dunia dan merupakan penyebab mononucleosis infeksiosa. Infeksi EBV berasosiasi dengan beberapa penyakit keganasan jaringan limfoid dan epitel seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, Hodgkin disease, karsinoma nasofaring (KNF), karsinoma mammae dan karsinoma gaster. KNF adalah neoplasma epitel nasofaring yang sangat konsisten dengan infeksi EBV. Infeksi primer pada umumnya terjadi pada anak-anak dan asymptomatik. Infeksi primer dapat menyebabkan persistensi virus, dimana virus memasuki periode laten di dalam limfosit B memori. Periode laten dapat mengalami reaktivasi spontan ke periode litik dimana terjadi replikasi DNA EBV, transkripsi dan translasi genom virus, dilanjutkan dengan pembentukan (assembly) virion baru dalam jumlah besar sehingga sel pejamu (host) menjadi lisis dan virion dilepaskan ke sirkulasi. Sel yang terinfeksi EBV mengekspresikan antigen virus yang spesifik untuk masing-masing periode infeksi. Virus Epstein Barr (virus EB) juga disebut herpesvirus manusia 4 yang termasuk dalam famili herpes ( yang juga termasuk dalam virus simplex dan sitomegalovirus). Virus ini merupakan salah satu virus yang paling umum pada manusia dan mampu menyebabkan mononukleosis. Virus ini berasal dari nama Michael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama dengan Bert Achong menemukan virus ini pada tahun 1964. Virus Epstein Barr tidak dapat dibedakan dalam ukuran dan struktur dari virus-virus herpes lainnya. Genom DNA virus EB mengandung sekitar 172 kbp. Sel target virus EB adalah limposit B. Virus EB memulai infeksi sel B dengan cara berikatan dengan reseptor. Virus EB secara langsung masuk tahap laten dalam limfosit tanpa melalui periode replikasi virus yang sempurna. Ketika virus berikatan dengan permukaan sel, sel-sel diaktivasi untuk kemudian masuk ke dalam siklus sel. Lalu dihasilkanlah beberapa gen virus EB dengan kemampuan berproliferasi tidak terbatas. Genom virus EB lurus membentuk lingkaran, sebagian besar DNA virus dalam sel yang kekal sebagai episom yang melingkar. Limfosit B yang dikekalkan virus EB menampakkan fungsi yang berbeda (sekresi imunoglobulin). Produk-produk aktivitas sel B terbentuk. Sepuluh produk sel gen virus dihasilkan dalam sel yang kekal, termasuk enam antigen nuklear virus EB yang berbeda (EBNA 1-6) dan dua protein membran laten (LMP1, LMP2). Virus EB bereplikasi in vivo dalam sel-sel epitel dari orofaring, kelenjar parotis, dan serviks uteri, juga ditemukan dalam sel-sel epitel karsinoma nasofaring. Patogenesis dan Patologi Virus EB biasanya ditularkan melalui air liur yang terinfeksi dan memulai infeksi di orofaring. Replikasi virus terjadi pada sel epitel faring dan kelenjar ludah. Virus EB adalah penyebab dari mononucleosis infeksiosa. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Sel B yang terinfeksi virus mensintesis imunoglobulin. Mononukleosis
45

merupakan transformasi poliklonal sel B. Selama perjalanan infeksi mayoritas penderita membentuk antibodi heterofil. Setelah masa inkubasi 30-50 hari, terjadi gejala nyeri kepala, malaise, kelelahan, dan nyeri tenggorokan. Demam bertahan sampai 10 hari, terjadi pembesaran kelenjar getah bening dan limpa. Penyakit mononucleosis infeksiosa ini mempunyai kekhasan sembuh sendiri dan berlangsung 2-4 minggu. Selama penyakit berlangsung, terjadi peningkatan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi dengan limfosit dominan Imunitas terhadap virus Epstein Barr Virus ditularkan secara per oral, umumnya ditularkan melalui saliva, menginfeksi epitel nasofaring dan limfosit B. Kegagalan imunitas spesifik EBV dapat memberikan peran pada patogenesis tumor yang berkaitan dengan EBV dan juga pada penderita immunodeficiencies tanpa manifestasi klinik Peranan virus dalam karsinogenesis Terjadinya kanker dapat berasal dari berbagai mutasi. Mutasi dapat terjadi akibat respons terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh faktor lingkungan, seperti zat kimia, radiasi, dan virus. Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi sel diatur oleh gen yang disebut protoonkogen yang dapat berubah menjadi onkogen bila mengalami mutasi. Onkogen dapat menyebabkan kanker karena memicu pertumbuhan dan pembelahan sel secara patologis Implikasi kelainan siklus sel terhadap keganasan Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, pertama pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel yang diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen yang merangsang sel menjalani dan gen penekan tumor (TSGs) yang menghambat penghentian proses siklus sel

46

4. Makanan mengandung karsinogenik Banyak kepercayaan umum yang beredar di masyarakat yang menyatakan bahwa diet orang barat - kaya daging, lemak, kolesterol, glukosa, biji - bijian, sarat lemak dan bahan tambahan tetapi miskin serat - bertanggung jawab terhadap terjadinya kanker. Hasil penelitian yang ada sampai saat ini juga masih sedikit dan hasilnya tidak memastikan apakah makanan tersebut memiliki tingkat prevalensi nyata terhadap terjadinya kanker. Namun kesimpulan penelitian yang ada juga tidak dapat menghalau keraguan yang beredar di masyarakat. Adapun makanan yang dipercaya mengandung bahan karsinogenik, yakni: ikan asin, daging olahan, bahan pengawet nitrit (mengandung bahan karsinogenik nitrosamin) Bahan nitrosamin ini melatarbelakangi kenaikan angka kejadian kanker lambung. peragian biji - bijian dan kacang (mengandung aflatoksin) Bahan aflatoksin ini dihubungkan dengan kanker hati. Dalam penelitian terhadap virus hepatitis B sebagai onkogen, bahanaflatoksin belum dapat dipastikan apakah bahan ini berlaku sebaga ko - karsinogenik atau memperkuat sifat onkogen virus. Pemanis buatan (sakarin dan siklamat) Bahan ini dihubungkan dengan kanker kandung kemih. Masih belum diketahu secara pasti apakah bahan ini berfungsi sebagai karsinogenik itu sendiri atau selaku promotor yang mempertinggi kerja karsinogenik lain. gorengan (mengandung bahan karsinogenik akrilamida) Bahan akrilamida dipercaya meningkatkan resiko terjadinya kanker, terutama kanker lambung dan usus besar. Menurut penelitian, adanya bahan akrilamida dalam gorengan terjadi oleh karena proses penggorengan (terutama di atas suhu 190 derajat C (suhu penggorengan)). Sementara proses pengolahan makanan yang lain (pengukusan, perebusan) tidak menimbulkan bahan ini. daging dan lemak, terutama lemak hewani Bahan makanan ini dikaitkan dengan kenaikan angka kejadian kanker payudara, kanker usus besar, atau kanker prostat. Dalam hubungannya dengan kanker payudara, ada bukti yang menyatakan bahwa makanan kaya kemak jenuh meningkatkan kadar prolaktin dalam darah dan mempertinggi konversi steroid menjadi senyawa estrogen. kurang serat Makanan kurang serat dilibatkan sebagai faktor resiko kanker usus besar (colon), di mana kadar tinggi lemak dalam makanan mengalami konversi sebagi bahan karsinogenik dalam usus dan kekurangan serat menyebabkan perlambatan waktu pengosongan makanan dalam usus dan merendahkan kadar adsorpsi (penyerapan) protektif substansi tersangka karsinogenik. Makanlah makanan sehat yakni makanan yang kaya akan serat, vitamin dan mineral. Contohnya : roti gandum dan sereal serta memakan 5 - 9 kali buah dan sayur sehari. Juga, batasi makanan tinggi lemak, seperti mentega, gorengan dan daging merah).

47

X.

Daftar Pustaka www.scribd.com www.docstoc.com id.wikipedia.org kankernasofaring.org www.cancerhelps.com www.nano.lipi.go.id http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2067943mengenal-molekuler-sel-tumor-supressor/#ixzz20CX6OC7R

48

Anda mungkin juga menyukai