Anda di halaman 1dari 3

KENALI HAPPY HYPOXIA PADA PASIEN COVID-19

Virus COVID-19 sampai saat ini terus menginfeksi ribuan orang di seluruh dunia,
terutama di Indonesia. Dimana jumlah kasus COVID -19 semakin hari terus bertambah
hingga menelan banyak korban jiwa. Data terbaru dari satuan tugas penanganan COVID-19
pada senin ( 2 November 2020) kasus positif COVID-19 415.402 orang, dimana 345.566
pasien sembuh dan 14.044 kasus meninggal dunia.
Belakangan ini sering terdengar, istilah “ Happy Hypoxia “ yang ramai di
perbincangkan oleh masyarakat dan dikaitkan dengan COVID-19 yang sedang mewabah di
seluruh dunia . Meskipun memiliki nama yang happy mengesankan rasa bahagia, tetapi
kondisi ini perlu diwaspadai lebih lanjut kerena sangat berbahaya dan dapat menyebabkan
kematian bagi penderita COVID-19.
Happy hypoxia merupakan kondisi saat seseorang tidak mengalami kesulitan
bernapas meskipun kadar oksigen dalam tubuh rendah. Normalnya, kadar oksigen didalam
tubuh seseorang adalah 95-100% atau sekitar 75-100 mmHg. Dalam beberapa kasus, kondisi
pasien sama sekali tidak terganggu, bahkan bisa beraktivitas dengan normal. Pada orang yang
happy hypoxia biasanya mereka tampak normal atau biasa-biasa saja hal ini disebut dengan
silent hypoxia sebab terjadi perlahan, lama-lama lemas dan tidak sadar.
dr. Erlina Burhan, Sp.p (K) mengatakan happy hypoxia bisa terjadi kerena adanya
kerusakan pada saraf yang mengantar sensor sesak ke otak. Hal ini mengakibatkan otak tidak
dapat memberikan respons sehingga tidak mnegenali bahwa tubuh terjadi kekurangan
oksigen dalam darah. Normalnya, saat tubuh kekurangan oksigen, otak akan mengirim sinyal
ke tubuh untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya dengan cara bernapas cepat
sehingga terlihat sesak. Tapi pada beberapa pasien COVID-19 , kondisi sesak tidak terjadi
kerena sudah ada kerusakan pada pengiriman sinyal ke otak. Kondisi ini sangat
membahayakan nyawa kerena kekurangan oksigen dalam darah yang cukup lama
menyebabkan kerusakna fungsi organ tubuh.

Apa penyebab dari happy hypoxia?


Penyebab dari happy hypoxia pada pasien COVID-19 belum dapat dipastikan, tetapi
menurut sejumlah dokter di Indonesi happy hypoxia terjadi kerena:

 Sumbatan pada proses respirasi ( mulai dari masuk oksigen sampai penggunaanya
didalam tubuh)
 Terganggunya reseptor dalam mekanisme saraf akibat virus corona yang menggangu
proses respirasi.
 Kelainan pada paru-paru akibat ketidaksesuaian antara masuknya oksigen dengan
oksigen dalam darah.
 Terdapatnya kelainan pada batang otak yang mengatur oksigensi.
Tingkat saturasi oksigen
 Setidaknya 95%
 Dibawah 90% mengkhawatirkan
 Biasanya dibawah 75% hilang kesadaran

Mengenal Gejala happy hypoxia

 Sesak napas dengan saturasi oksigen dibawah 90%


 Keringat dingin
 Lemas
 Gelisah
 Nyeri kepala
 Lemas

Menurut dr. Erlina Burhan, Sp.p (K) gejala happy hypoxia hanya terjadi pada orang
yang bergejala COVID-19 dan tidak dapat terjadi pada orang tanpa gejala. Gejala Covid-19
yang mungkin muncul pada pasien yang happy hypoxia diantaranya demam, flu, batu. Tetapi
tidak merasakan adanya sesak napas. Oleh kerena itu diimbau kepada orang yang terinfeksi
COVID-19 dengan gejala demam, flu dan batuk segera menghubungi layanan kesehatan
setempat.

Bagaimana cara mecegah terjadinya happy hipoxia?


Happy hipoxia yang tanpa disertai dengan gejala dapat mengancam nyawa. Dengan
demikian, bukan berarti kondisi happy hipoxia tidak bisa dicegah sama sekali.
Happy hypoxia dapat dilakukan dengan deteksi dini dengan menggunakan alat bernama
pulse oximeter . Biasanya pasien COVID -19 , pulse oximeter dapat membantu periksa kadar
oksigen dengan memasang di ujung jari dan melihat seberapa baik oksigen mengikat sel
darah merah, sehinga apabila oksigen berada dibawah normal, segera dilakukan tindak lanjut.

Anda mungkin juga menyukai