Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Stage II


dengan Trombositopenia Berat
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia

Oleh :

Cut Desy Diana Sari, S.Ked


2106111031

Preseptor :
dr. Sri Meutia, Sp. PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT MEUTIA
LHOKSEUMAWE
NOVEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis hanturkan kepada
Allah SWT yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Stage II dengan Trombositopenia
Berat”. Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian/ SMF Ilmu Penyakit Dalam di
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan kasus ini, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Sri Meutia, Sp. PD selaku preseptor selama mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior pada bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, saran, arahan, masukan, semangat, dan
motivasi bagi penulis sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.
2. Teman-teman sejawat pada kepanitraan klinik Ilmu Penyakit Dalam yang
telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan
di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Lhokseumawe, November 2021

Cut Desy Diana Sari, S.Ked

i
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

BAB 2 LAPORAN KASUS.................................................................................... 3

BAB 3 PEMBAHASAN ....................................................................................... 14

BAB 4 KESIMPULAN ......................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Morfologi Nyamuk Aedes ................................................................................... 15
Gambar 3. 2 Imunopatogenesis Demam Dengue ..................................................................... 17
Gambar 3. 3 Petekie.................................................................................................................. 19
Gambar 3. 4 penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Hematokrit >20% ........................... 23

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3 1 Derajat DHF .......................................................................................... 22

iv
DAFTAR SINGKATAN

DHF : Dengue Hemorrhagic Fever


DBD : Demam Berdarah Dengus
DSS : Dengue Shock Syndrome

v
BAB 1
PENDAHULUAN
Dengue hemorrhagic fever (DHF) atau yang lebih dikenal dengan demam
berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan infeksi virus
dengue, ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Penularan DHF terjadi melalui perantara gigitan kedua nyamuk tersebut yang
berperan sebagai vektor tetapi tidak dapat terjadi antar manusia 1. Manifestasi
klinis yang ditemukan pada DHF berupa nyeri kepala, nyeri otot/sendi disertai
leukopenia, ruam limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik 2.
Demam berdarah dengue mayoritas ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Data menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga
tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus DHF tertinggi di Asia Tenggara. Indonesia pada
tahun 2010 ditemukan kasus DHF telah tersebar di 33 provinsi, 440 Kab./Kota
3,4
dan terus meningkat setiap tahunnya . Saat ini Kasus DHF tersebar di 472
kabupaten/kota di 34 Provinsi. Kematian Akibat DHF terjadi di 219
kabupaten/kota, terdapat 5 Kabupaten/Kota dengan kasus DHF tertinggi yaitu
Buleleng 3.313 kasus, Badung 2.547 kasus, Kota Bandung 2.363 kasus, Sikka
1.786 kasus, Gianyar 1.717 kasus dan 53,11% kasus terjadi pada laki laki, sisanya
46,89 % terjadi pada perempuan. Tercatat bahwa usia anak-anak yaitu range 5 –
14 tahun merupakan usia tertinggi terkena DHF yaitu sebesar 34,13 % daripada
usia lainnya 5.
Faktor risiko terjadinya DHF diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
biakan virus dengue seperti faktor umur dan tingkat pendidikan host akan
mempengaruhi cara pandang dan perilaku host terhadap kejadian DHF. Faktor
lingkungan dan geografis berpengaruh pada perkembang biakan vektor seperti
curah hujan, suhu sanitasi dan kepadatan hunian. Karakteristik nyamuk Aedes
akan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat pada genangan air bersih,
sehingga musim penghujan umumnya menjadi puncak angka kejadian DHF 1.
Selain itu terdapatnya penderita positif di lingkungan atau keluarga dan paparan

1
2

terhadap nyamuk merupakan salah satu faktor risiko yang juga berkaitan dengan
kejadian DHF 2.
Saat ini penangangan DHF adalah kewaspadaan dini, pemberian cairan per oral
hingga infus, obat-obatan untuk mengurangi keluhan dan pemantauan ketat untuk
mencegah terjadinya risiko komplikasi seperti dehidrasi dan kejang demam.
Beberapa pasien dengan DHF dapat berkembang menjadi Dengue Shock
Syndrome (DSS) yang berpotensi memiliki komplikasi fatal seperti adanya
kebocoran plasma, akumulasi cairan, perdarahan hebat hingga terjadinya
gangguan organ 1,6.
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 20 Tahun
Alamat : Krueng Geukuh, Aceh Utara
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pekerjaan : Mahasiswa
Nomor RM : 17.22.35
Status : Belum Menikah
Tanggal Masuk RS : 27 Oktober 2021
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Pasien
• Keluhan utama : Demam
• Keluhan tambahan : Nyeri sendi, nyeri perut, nyeri otot, nyeri kepala,
gusi berdarah dan bintik kemerahan di tangan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pasien merupakan rujukan dari RS PIM datang ke IGD RS Cut Meutia
dengan keluhan demam. Pasien merasakan demam sejak 2 hari SMRS, demam
diikuti dengan rasa menggigil, timbul secara mendadak dan semakin meningkat
(continue) tanpa mengenal waktu. Selain itu pasien mengeluhkan demam diikuti
dengan nyeri kepala seperti tertimpa yang tidak diperingan dengan aktivitas,
adanya nyeri retroorbital dan gusi berdarah tanpa diketahui penyebabnya. Nyeri
perut tidak terlokalisir seperti ditusuk-tusuk antara regio umbilical dan
epigastrium. Mual muntah, hematemesis, melena dan hematokezia disangkal.
Pada saat demam pula pasien merasakan pusing, nyeri otot diikuti nyeri sendi
pada extremitas bawah, ditemukan pula adanya petekie pada antebrachii
extremitas atas. Kebiasaan sehari-hari pasien mengkonsumsi makanan maupun
jajanan luar/pinggir jalan. Pasien merupakan mahasiswa rantau yang tinggal di

3
4

rumah kos dan baru tiba dari tempat asalnya yaitu Sumatera Barat sekitar dua
bulan yang lalu melalui jalur darat dengan lama perjalanan selama dua hari dua
malam. Sebelumnya tidak ada keluarga yang mendapatkan gejala seperti ini,
berada di lingkungan tempat tinggal yang bersih, tidak ada genangan air maupun
sanitasi yang buruk. Riwayat teman kos pasien yang mengalami hal yang sama
disangkal, area kosan rumah dengan sanitasi dan ventilasi yang baik tetapi
terdapat genangan air dibelakang bangunan tersebut, kemudian jarak antar rumah
berkisar 2-3 m. Riwayat tetangga yang mengalami gejala yang sama tidak
diketahui oleh pasien. Riwayat penggunaan obat sebelumnya disangkal.
3. Riwayat Penyakit terdahulu (RPD) :
- Os tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
- Riwayat DM (-)
2.3 Pemeriksaan Fisik (Vital Sign) - tanggal 30 Oktober 2021
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit, regular, isi dan tekanan cukup
Frekuensi napas : 20 x/menit, reguler
Suhu : 38,1 °C
SpO2 : 98%
Status Gizi : BBS: 49 kg, TB: 165 cm
IMT Sekarang : 17,99 kg/m2 (Berat badan kurang)
Status General
• Status Generalis
Kepala:
• Bentuk : bulat lonjong, Ukuran: Normocephali, Kelainan yang ada:
(-), rambut berwarna hitam dan beruban serta tidak mudah dicabut
• Mata : konjungtiva anemis (+/+), konjungtiva hiperemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-) mata cekung (-/-), sensitifitas
terhadap cahaya (-/-), pupil isokor
• Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-), tonsil (T1-T1)

4
5

• Hidung : pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum nasi (-),


sekret (-), rhinorhea (-)
• Telinga : simetris, sekret (-), otorrhea (-)
• Leher :
pembesaran KGB
Submandibula : tidak teraba membesar
Leher : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Ketiak : tidak teraba membesar
• Thorax :
Thorax depan : tidak ditemukan barrel chest, pectus carinatum dan
pectus excavatum
Pulmo
• Inspeksi : bentuk thorak simetris dan dinamis, pergerakan dinding
dada simetris, deformitas (-), ictus cordis tidak terlihat,
ketinggalan bernafas (-), retraksi (-)
• Palpasi : stem fremitus
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru Atas Normal Normal
Lap. Paru Tengah Normal Normal
Lap. Paru Bawah Normal Normal

• Perkusi :
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru Atas Sonor Sonor
Lap. Paru Tengah Sonor Sonor
Lap. Paru Bawah Sonor Sonor

• Auskultasi :
Suara Dasar Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru Atas Vesikuler Vesikuler
6

Lap. Paru Tengah Vesikuler Vesikuler


Lap. Paru Bawah Vesikuler Vesikuler

Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri


Lap. Paru Atas Rh(-/-), Wh (-/-) Rh(-/-), Wh (-/-)
Lap. Paru Tengah Rh(+/-), Wh (-/-) Rh(-/-), Wh (-/-)
Lap. Paru Bawah Rh(+/-), Wh (-/-) Rh(-/-), Wh (-/-)

Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V.
Perkusi :
batas kanan jantung : ICS II linea parasternalis dextra.
batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi : BJ 1 > BJ 2, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), Perubahan warna kulit (-), massa (-)
Palpasi : Soepel, hepar tidak teraba, defans muscular(-), nyeri
seluruh abdomen (-), Splenomegali schuffner I,
Perkusi : Tympany (+), pekak hati (+)
Auskultasi : Peristaltik (+)

• Extremitas :
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-
- Sendi : dalam batas normal, hiperemis (-)
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Clubbing finger: -/-
- Petekie (+/-)
7

Ekstremitas bawah:
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-
- Sendi : dalam batas normal, hiperemis (-)
- Edema : -/-
- Gangren : -/-
- Sianosis : -/-
- Petekie : -/-

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Rabu, 27/10/2021 Sabtu, 30/10/2021 Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 15.55 g/dL 13.57 g/dL 13.0 -18.00 g/dl
Eritrosit 5.24 juta/uL 4.60 juta/uL 4.5 - 6.5 ribu/Ul
Leukosit 4.85 ribu/uL 16.41 ribu/uL 4.0 - 11.0 ribu/uL
Hematokrit 43,44 % 36.48 % 37.0 - 47.0 %
Trombosit 7 ribu/uL 84 ribu/uL 150 – 450 ribu/uL
Indeks Eritrosit
MCV 82.86 fl 79.25 fl 79 - 99 fl
MCH 29.65 pg 29.48 pg 27.0 - 31.2 pg
MCHC 35.78 g/dl 37.21 g/dl 33.0 - 37.0 g/dl
RDW-CV 9.81 % 9.58 % 11.5 - 14.5 %
Hitung Jenis
Leukosit
Basophil 1.15 % - 0 - 1.7 %
Eosinophil 0.63 % - 0.60 - 7.30 %
Neutrofil segmen 71.00 % - 39.3 - 73.7 %
Limfosit 9.74 % - 18.0 - 48.3 %
Monosit 17.48 % - 4.40 - 12.7 %
Goldar B -
Kimia Darah
189 mg/dl - <200 mg/dl
Glukosa stik
Fungsi Ginjal -
Ureum - 23 mg/dl
Kreatinin - 1.11 mg/dl
Asam Urat - 1.6 mg/dl
8

2.5 Resume

Pasien Laki-laki 20 tahun datang ke IGD RS Cut Meutia pada Rabu, 27

Oktober pukul 15.00 WIB dengan keluhan demam yang dirasakan sejak 2 hari

yang lalu,disertai dengan nyeri perut, nyeri kepala, nyeri preorbital dan gusi

berdarah. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada sendi dan otot.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran komposmentis, tampak sakit

sedang, tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, regular, isi dan

tekanan cukup, frekuensi napas 20x/menit, regular, suhu 38,1ºC dengan status gizi

didapatkan berat badan dibawah normal (underweight). Terdapat adanya petekie

pada extremitas atas antebrachii dextra dan spleenomegali schuffner I.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil adanya trombositopenia,

limfositopenia dan terdapat penurunan monosit.

2.6 Diagnosis Banding

1. Dengue Hemorrhagic fever Stage II + Trombositopenia berat

2. Demam Typhoid

3. Malaria

4. ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura)

5. Campak

6. Chikungunya

2.7 Diagnosis Kerja


Dengue Hemorrhagic fever Stage II + Trombositopenia berat
2.8 Penatalaksanaan

1. IVFD Rl 20 gtt/i S/S Gelofusin 20 gtt/i

2. Inj. Ceftriaxone vial/12 jam


9

3. Inj. Omeprazole 40 mg vial/12 jam

4. Inj. Dexamethason amp/12 jam

5. Inj. MP 62,5 amp/12jam

6. Inj. Ondansetron amp /8 jam

7. Inj. Ketorolac amp/ 8jam

8. PCT infus/8 jam

9. Psidii 500 mg 3 x 1

10. Sucralfat syr 3 x C I

11. Vit.C 1 x 1

2.9 Prognosis
− Quo ad vitam : bonam
− Quo ad fungsionam : bonam
− Quo ad sanationam : bonam
10

2.10 Follow Up Pasien

Hari rawatan SOAP Terapi

Rabu, 27 Oktober S/Demam (+), pusing (+), IVFD


2021 nyeri kepala (+), nyeri perut
• Rl 20 gtt/i S/S Gelofusin
(+), mual(-), muntah (-), gusi
H+1 berdarah (+), splenomegali 20 gtt/i
(+), petekie di tangan (+).
• PCT infus/8 jam
O/ Injeksi :
Safa 4
KU : Composmentis • Ceftriaxone vial/12 jam
TD : 120/70 mmHg • Omeprazole 40 mg
HR : 80 x/i vial/12 jam

RR : 20 x/i • Dexamethason amp/12


jam
T : 38,1 °C
• Metil Prednisolon 62,5
SpO2 : 98%
mg amp /12jam
A/ DHF Stage II +
Trombositopenia berat • Ondansetron amp /8 jam
• Ketorolac amp/ 8jam
Oral :
P/
• Psidii 500 mg 3 x 1
• Sucralfat syr 3 x C I
• Vit.C 1 x 1
11

Kamis, 28 Oktober S/ Demam (-), pusing (+), IVFD


2021 nyeri kepala (-), nyeri perut (- • RL 30 gtt/i
), mual(-), muntah (-), gusi • Gelofusin 1 Fls/H
H+2 berdarah (+), splenomegali
(+), petekie di tangan (+). Injeksi
• Ceftriaxone 1 g vial/12
O/
Safa 4 jam
KU : composmentis • Omeprazole 40 mg vial/
12 jam
TD : 130/90 mmHg • MetilPrednisolon ½ vial
125 mg /12 jam
HR : 66x/i
• Ondansetron 4 mg
RR : 19x/i amp/8 jam
• Ketorolac amp/ 8jam
T : 36,6 C
Oral
SPO2 : 98% • Psidii 500 mg 3x1
A/ DHF (Dengue • Sucralfat syr 3xC1
Hemorrhagic Fever) Stage II • Vit.C 1x1
+ Trombositopenia berat
P/ Pemeriksaan lab morfologi
darah tepi dan transfusi
trombosit 5 kolf

Jum’at, 29 S/ Demam (-), pusing (+), IVFD


Oktober 2021 nyeri kepala (-), nyeri perut (- • RL 30 gtt/i
), gusi berdarah (-), mual (-), • Gelofusin 1 fls/ H
H+3 muntah (-), petekie (+), Injeksi
splenomegali (+). • Ceftriaxone 1 g
vial/12 jam
O/
Safa 4 • Omeprazole 40 mg
KU : Composmentis vial/ 12 jam
• Metilprednisolon
TD : 120/90 mmHg 125 mg vial/12 jam
• Ondansetron 4 mg
HR : 68x/i
amp/8 jam
RR : 22x/i • Ketorolac amp/ 8jam
Oral
• Psidil 500 mg 3x1
12

SPO2 : 99% • Sucralfat syr 3xC1


• Vit.C 1x1
T : 36,9 C
A/ DHF (Dengue
Hemorrhagic Fever) Stage II
+ Trombositopenia berat
P/

• TF 1,2,3,4 (+),terapi
teruskan, ketorolac aff.
• Besok darah rutin
ulang, tubex, RFT,

Sabtu, 30 Oktober S/ Demam (-), pusing (+), IVFD


2021 nyeri kepala (-), nyeri perut (- • RL 30 gtt/i
), gusi berdarah (-), mual (-), • Gelofusin 1 Fls/H
H+4 muntah (-), petekie (-),
splenomegali (+). Injeksi
• Ceftriaxone 1 g
O/
Safa 4 vial/12 jam
KU : Composmentis • Omeprazole 40 mg
vial/ 12 jam
TD : 120/70 mmHg • Metil Prednisolon
125 mg ½ vial
HR : 63x/i /12 jam
RR : 18x/i • Ondansetron 4 mg
amp/8 jam
SPO2 : 98% Oral
• Psidil 500 mg 3x1
T : 36,2C • Sucralfat syr 3xC1
• Vit.C 1x1
• PCT 3x500 mg (K/P)
A/ DHF (Dengue
Hemorrhagic Fever) Stage II
+ Trombositopenia berat
P/ Terapi teruskan

Minggu, 31 S/ Demam (-), pusing (-), IVFD


Oktober 2021 nyeri perut (-), nyeri kepala (- • RL 20 gtt/i
), gusi berdarah (-), mual(-), • Gelofusin 1 fls/ H
muntah(-) petekie (-),
Injeksi
• Ceftriaxone 1 g
13

H+5 spleenomegali (-). vial/12 jam


• Omeprazole 40 mg
O/ vial/ 12 jam
KU : Composmentis • Metilprednisolon
Safa 4 125 gram ½ vial
TD : 120/80 mmHG /12 jam
HR : 60x/i • Ondansetron 4 mg
amp/8 jam
T : 36,5 C • Ketorolac amp/ 8jam
A/ DHF Stage II + Oral
• Psidil 500 mg 3x1
Trombositopenia Berat • Sucralfat syr 3xC1
P/ Terapi teruskan • Vit.C 1x1
Senin, 1 November S/Demam (-), pusing (-), Obat PBJ :
2021 nyeri perut (-), nyeri kepala (-
• Cefixime tab 20 mg
H+6 ), gusi berdarah (-), mual(-), • PCT tab 500 mg
muntah(-) petekie (-), • Metil prednisolon
tab
spleenomegali (-).
Safa 4 • Curcuma
O/
• Lansoprazole 20 mg
TD : 110/70 mmHg
HR : 80x/i
T : 36,4 C
SPO2 : 99%
A/ DHF Stage II +
Trombositopenia Berat
P/ PBJ
BAB 3
PEMBAHASAN
Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini
termasuk dalam genus flavirus keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm, terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1 , DEN-2 , DEN-3, DEN-4. Keragaman virus dengue
tampak jelas dengan keberadaan beberapa serotipe, hal ini dilatarbelakangi oleh
berbagai faktor, salah satu faktor adalah sifat virus dengue yang sangat mudah
bermutasi 7. Semua DEN dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue, keempat serotipe ini ditemukan di Indonesia, dengan DEN 3
merupakan kasus berat DHF dan serotipe yang paling luas distribusinya disusul
oleh DEN-2, DEN-1, DEN-4 2,4.
Vektor nyamuk utama dari DHF adalah Aedes aegypti. Namun, diketahui
pula bahwa nyamuk A. albopictus juga berperan penting dalam penyebaran
dengue. Nyamuk Aedes hidup di iklim hangat sehingga daerah tropis menjadi
lokasi ideal untuk berkembang. Nyamuk ini sensitif terhadap kondisi iklim,
seperti suhu, curah hujan maupun kelembaban. Peningkatan suhu lingkungan
menyebabkan perkembangan dan peredaran virus dalam tubuh nyamuk
berlangsung lebih cepat. Hal ini menyebabkan nyamuk memiliki kesempatan
lebih besar untuk menginfeksi manusia selama masa hidupnya 7.
Nyamuk betina dewasa menggigit manusia dan hewan, mempunyai warna
dasar yang hitam dan bintik-bintik putih pada bagian badannya terutama pada
kakinya. Aedes aegypti dan Aedes albopictus tidak dapat terbang jarak jauh,
nyamuk ini hanya akan terbang dalam jarak beberapa meter saja. Karakteristik
dari nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai menggigit hewan maupun manusia
dan hidup didalam maupun luar ruangan, sedangkan Aedes albopictus lebih
menyukai menggigit manusia dan lebih suka hidup di luar ruangan 8,9.

14
15

Gambar 3. 1 Morfologi Nyamuk Aedes


Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan trasmisi
perkembangbiakan virus dengue yaitu2 :
1. Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor
di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat yang lain.
2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan atau keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, santasi dan kepadatan penduduk .
Suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 26◦C-32◦C. Pertumbuhan
nyamuk akan terhenti bila suhu kurang dari 10◦C atau lebih dari 40◦C.
Kelembaban optimal yang diperlukan untuk pertumbuhan nyamuk berkisar antara
60-80%. Umur nyamuk Aedes aegypti betina rata-rata mencapai 10 hari. Namun,
dengan keadaan suhu udara dan kelembaban yang optimal umur nyamuk dapat
mencapai lebih dari satu bulan, kelembaban pula dapat mempengaruhi umur
nyamuk untuk menjadi vector 10.
Pada laporan kasus ini lingkungan tempat tinggal pasien merupakan salah
satu faktor risiko paparan terhadap nyamuk aedes, diketahui terdapat genangan air
selokan dibelakang bangunan tersebut yang merupakan muara aliran saluran
pembuangan air. Sebuah penelitian yang dilakukan untuk menilai habitat Aedes
aegypti pada air tercemar, didapatkan bahwa daya dukung air tercemar (selokan)
terhadap ketahanan hidup dan pertumbuhan larva tergolong cukup baik. Derajat
keasaman (pH) air perindukan merupakan faktor yang sangat menentukan
kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva Aedes aegypti, larva akan mati pada
pH ≤ 3 dan ≥ 12 11.
16

Penularan dari nyamuk ke manusia


Setelah menghisap darah seseorang yang sudah terinfeksi virus dengue,
virus bereplikasi di usus nyamuk, sebelum menyebar ke jaringan seperti kelenjar
saliva. Waktu yang diperlukan dari masuknya virus hingga transmisi sebenarnya
ke inang disebut periode inkubasi ekstrinsik (EIP). EIP membutuhkan waktu
sekitar 8-12 hari ketika suhu lingkungan berkisar 25-28°C. Adanya variasi masa
inkubasi ekstrinsik (EIP) tidak hanya dipengaruhi oleh suhu lingkungan tetapi
sejumlah faktor seperti fluktuasi suhu, genotipe virus dan konsentrasi virus juga
dapat mengubah waktu yang dibutuhkan nyamuk untuk menularkan virus. Setelah
menular, nyamuk mampu menularkan virus selama sisa hidupnya.
Penularan dari manusia ke nyamuk
Nyamuk dapat terinfeksi dari manusia yang viremia dengan DEN-V. Hal
ini dapat terjadi pada manusia yang memiliki gejala atau yang belum memiliki
gejala infeksi (pre-symptomatic), maupun pada manusia yang tanpa menunjukan
gejala (asimtomatik). Penularan dari manusia ke nyamuk dapat terjadi hingga 2
hari sebelum seseorang menunjukkan gejala penyakit hingga 2 hari setelah
demam mereda. Risiko infeksi nyamuk berhubungan positif dengan viremia tinggi
dan demam tinggi, sebaliknyatingkat antibodi spesifik DEN-V yang tinggi
dikaitkan dengan penurunan risiko infeksi nyamuk. Kebanyakan orang mengalami
viremia sekitar 4-5 hari, tetapi viremia dapat bertahan selama 12 hari 6.
Virus ini ditularkan ke manusia melalui gigitan di kulit dari nyamuk Aedes
betina yang terinfeksi. Setelah menggigit host, nyamuk betina akan menyalurkan
saliva yang mengandung virus ke manusia, virus ini akan bersirkulasi dalam
plasma dan bereplikasi dalam limfa. Respon imun humoral, seluler, dan bawaan
terlibat dalam perkembangan penyakit dan tanda-tanda klinis. Respon humoral
berupa pembentukan antibodi yng berperan dalam netralisasi virus, sitolisasi
yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Limfosit
T CD4 (T-Helper) dan CD8 (T-Sitotoksik) berperan dalam respon imun seluler.
Thelper1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2, dan limfokin, sedangkan
Thelper2 memeproduksi IL-4, IL-5, IL-6, IL-10. Monosit dan makrofag berperan
sebagai fagositosis virus dan opsonisasi antibodi. Fagositosis ini menyebabkan
17

peningkatan replikasi virus dan dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu
aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan
2,6,12
C5a yang akan menyebabkan terjadinya kebocoran plasma . Tanda adanya
kebocoran plasma dapat dijumpai adanya pendarahan spontan seperti pada laporan
kasus ini pasien dijumpai adanya petekie pada extremitas atas antebrachii lalu
menghilang setelah empat hari perawatan. Namun dalam beberapa kasus
pendarahan spontan yang berlebihan dapat memicu terjadinya shock yang akan
memperburuk keadaan pasien.
Imunitas humoral yang dimediasi oleh sel B memproduksi sebuah
antibodi, terdapat dua macam antibodi sel endotel yaitu IgM dan IgG. Kompleks
imun yang menempel pada permukaan platelet akan meningkatkan penghancuran
platelet melalui sistem retikuloendotelial pada hati dan limpa. Sehingga pada
orang yang terkena DHF akan dijumpai hepatomegali atau spleenomegali, pada
laporan kasus ini pasien dijumpai adanya spleenomegali schuffner 1 sejak awal
masuk ke RS. IgM adalah antibodi pertama yang terbentuk setelah stimulasi
antigen, dan IgG setelah respon awal terhadap antigen atau berkaitan erat dengan
memori imunologi. Hal ini menyebabkan IgM lebih tinggi pada paparan pertama
sementara IgG pada paparan kedua 13.

Gambar 3. 2 Imunopatogenesis Demam Dengue


18

Manifestasi Klinis
1) Demam Dengue (DD)
Demam tinggi mendadak (biasanya ≥ 39º) ditambah 2 atau lebih
gejala/tanda penyerta:
a. Nyeri kepala
b. Nyeri belakang bola mata
c. Nyeri otot & tulang
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan
f. Leukopenia (Lekosit ≤ 5000 /mm³)
g. Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm³ )
h. Peningkatan hematokrit 5 – 10 %

2) Demam Berdarah Dengue (DBD)


a. Demam
• Demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7
hari.
• Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun,
hati-hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam
Hari ke-3 sampai ke-6, adalah fase kritis terjadinya syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
• Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati,
trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang
terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif
(uji Rumple Leed/ uji bendung), petekie, purpura, ekimosis dan
perdarahan konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari
pertama demam tetapi dapat pula dijumpai setelah hari ke-3
demam.
• Uji Bendung (Tourniquet Test) sebagai tanda perdarahan
ringan, dapat dinilai sebagai presumptif test (dugaan kuat).
19

Pada hari ke-2 demam, uji Tourniquet memiliki sensitivitas


90,6% dan spesifisitas 77,8% dan pada hari ke-3 demam nilai
sensitivitas 98,7% dan spesifisitas 74,2%.
• Uji Tourniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10
petekie pada area 1 inci persegi (2,5 cm x 2,5 cm) di lengan
bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa
cubiti).

Gambar 3. 3 Petekie
c. Hepatomegali
• Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan dibawah procesus
Xifoideus

• Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit,


namun apabila ditemukan nyeri tekan di hipokondrium kanan
disebabkan oleh karena peregangan kapsul hati.
20

Diagnosis

1. Anamnesis
a. Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi,
selama 2-7 hari
b. Disertai lesu, tidak mau makan dan muntah
c. Terkadang dijumpai adanya nyeri kepala, nyeri abdomen,
preorbital
d. Riwayat keluarga yang positif
e. Adanya lingkungan yang mendukung untuk hidupnya vektor
nyamuk
2. Pemeriksaan Fisik
a. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti
petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji tourniquet
positif.
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita infeksi
dengue antara lain:
1) Hematologi
a. Leukosit
− Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi
sel neutrofil.
− Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru
(LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari
b. Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:
− Jumlah trombosit ≤100.000/μl biasanya ditemukan diantara hari
ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam
sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau
21

keadaan klinis penderita sudah membaik.


c. Hematokrit
− Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran
pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan indikator
yang peka akan terjadinya perembesan plasma, penurunan
trombosit mendahului peningkatan hematokrit.
− Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit > 20%
(misalnya nilai Ht dari 35% menjadi 42%), menggambarkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma.
Nilai normal hematokrit
• Anak-anak : 33 - 38 vol%
• Dewasa Laki-laki : 40 - 48 vol%
• Dewasa perempuan : 37 - 43 vol%
Bagi puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.

2) Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita
terinfeksi virus Dengue.
a. Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas (gold standard).
Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah (serum) yaitu spesimen yang
diambil pada fase akut dan fase konvalensen (penyembuhan), sehingga tidak
dapat memberikan hasil yang cepat.
b. ELISA (IgM/IgG) Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi
primer atau sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM
terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut
dilakukan hanya menggunakan satu sampel darah (serum) saja.
22

Tabel 3 1 Derajat DHF

DD/DHF Derajat Gejala Laboratorium Ket


DD Demam disertai minimal dengan Leukopenia,trombositopenia, Serologi
dua gejala atau lebih : sakit tidak ditemukan adanya dengue
kepala, myalgia, atralgia, nyeri kebocoran plasma (+)
preorbital
DHF I Gejala diatas ditambah uji Trombositopenia
bendung positif <100.000/uL, ditemukan
ada kebocoran plasma
DHF II Gejala diatas ditambah Trombositopenia
pendarahan spontan <100.000/uL, ditemukan
ada kebocoran plasma
DHF III Gejala diatas ditambah dengan Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (kulit dingin, <100.000/uL, ditemukan
lemmbab serta gelisah) ada kebocoran plasma
DHF IV Syok berat disertai dengan Trombositopenia
tekanan darah tidak teratur <100.000/uL, ditemukan
ada kebocoran plasma

2. USG
− Pada pemeriksaan USG ditemukan adanya efusi pleura, asites
atau hipoproteinemia/ hipoalbuminemia oleh karena kebocoran
plasma.
Tatalaksana
Pengobatan infeksi dengue bersifat simtomatis dan suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Peningkatan hematokrit ≥20% mencerminkan perembesan plasma dan
merupakan indikasi untuk pemberian cairan.
Jenis cairan yang diberikan berupa :
23

- Kristaloid : Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA),


Larutan garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/ RA).
- Koloid : Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%,
gelafundin
Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat
terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler. Apabila
cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan
distres pernapasan.

Gambar 3. 4 penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Hematokrit >20%


Transfusi PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi
trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan pendarahan spontan dan
masif dengan jumlah trombosit <100.000/mm disertai atau tanpa koagulasi
intravascular diseminata (KID) 2.
24

Kriteria pemulangan pasien :


- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit >50.000/ml
- Tidak dijumpai distress pernafasan

Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dari DHF adalah Dengue shock syndrome,
kemudian dapat juga terjadinya ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD
dengan syok ataupun tanpa syok. Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan
dapat terjadi gagal ginjal akut, edema paru akibat overloading cairan.
Prognosis
Bergantung pada beberapa faktor :
− Lama dan beratnya renjatan
− Adekuat atau tidak penanganan segera
Pencegahan
Pemberantasan vektor bisa dilakukan dengan cara 3M, yaitu menguras,
menutup dan mengubur potensi berkembangnya sarang nyamuk Aedes, serta rajin
menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
BAB 4
KESIMPULAN

Dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit menular yang


disebabkan infeksi virus dengue, ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Pada laporan kasus ini pasien laki-laki usia 20
tahun dengan keluhan demam, nyeri kepala, nyeri perut, nyeri sendi dan nyeri otot
yang dirasakan bersamaan 2 hari SMRS, ditemukan pula adanya spleenomegali
dan petekie pada extremitas atas antebrachii dextra.
Prognosis kasus DHF tergolong baik jika komplikasi bisa diatasi seperti
terjadinya dengue shock. Selain itu, mengingat Indonesia merupakan negara
endemis yang merupakan tempat yang rentan untuk kehidupan vektor nyamuk
aedes oleh karena itu pentingnya dilakukan pencegahan seperti menguras
menutup dan mengubur potensi berkembangnya sarang nyamuk pada air bersih
maupun tercemar.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. PAPDI. Demam Berdarah Dengue (DBD). 1 (2019).

2. Demam Berdarah Dengue. in Ilmu Penyakit Dalam Jilid I 539 (Interna


Publishing, 2015).

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Demam Beerdarah. 1


(2014).

4. Kemenkes RI. Demam Berdarah Dengue Indonesia. Pedoman pencegahan


dan pengendalian demam berdarah di indonesia 128 (2017).

5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Informasi Singkat DBD 2020.


(2021).

6. World Health Organization (WHO). Dengue and severe dengue. (2021).

7. Yohan, B. Demam Berdarah Dengue: Problematika Interaksi Virus, Pejamu,


dan Vektor. (2019).

8. Center For Disease Control and Prevention. Life Cycle of Aedes aegypti and
Ae. albopictus Mosquitoes. (202AD).

9. Rahayu, D. F. & Ustiawan, A. Identifikasi Aedes Aegypti Dan Aedes. Balaba


9, 7–10 (2013).

10. Nisaa, A. Korelasi Antara Faktor Curah Hujan Dengan Kejadian Dbd Tahun
2010-2014 Di Kabupaten Karanganyar. Ikesma vol. 14 25 (2018).

11. Sayono, Qoniatun, S. & Mifbakhuddin. Pertumbuhan Larva Aedes Aegypti


Pada Air Tercemar. J. Kesehat. Masy. Indones. Vol 7 No., 15–22 (2016).

12. Shamimul Hasan, Sami Faisal Jamdar, Munther Alalowi, S. M. A. A. A. B.


Dengue Virus: A Global Human Threat: Review of Literature. J. Int. Soc.
Prev. Community Dent. 6, 1–6 (2016).

13. Dwipayana Manuaba , I Wayan Putu Sutirtayasa, D. R. D.


Immunopatogenesis Infeksi Virus Dengue. e-Jurnal Med. Udayana 2, 1–9
(2013).

26
27

Anda mungkin juga menyukai