ANTIPSIKOTIK TIPIKAL
Oleh :
Preseptor :
dr. Mila Astari Harahap, M.Ked (KJ), Sp.KJ
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena atas segala
rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Antipsikotik Tipikal”. Penyusunan referat ini merupakan pemenuhan syarat
untuk menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF/Ilmu
Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh Rumah Sakit
Umum Cut Meutia Aceh Utara.
Seiring rasa syukur atas terselesaikannya refarat ini, dengan rasa hormat dan
rendah hati saya sampaikan terimakasih kepada:
1. Pembimbing, dr. Mila Astari Harahap, M. Ked (KJ), Sp.KJ atas arahan dan
bimbingannya dalam penyusunan referat ini.
2. Sahabat-sahabat kepaniteraan klinik senior di Bagian/SMF/Ilmu Kesehatan
Jiwa Fakultas Kedokeran Universitas Malikussaleh Rumah Sakit Umum
Cut Meutia Aceh Utara, yang telah membantu dalam bentuk motivasi dan
dukungan semangat.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu dan saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dalam penyempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
3
1. Jalur Nigrostriatal
2. Jalur Mesolimbic
3. Jalur Mesocortical
4. Jalur Tuberofundibular
pemberian CPZ dosis besar, maka masih ditemukan ekskresi CPZ atau
metabolitnya selama 6 – 12 bulan (10).
Cara Kerja Obat
1) Memblokir reseptor dopamine 2, mengurangi gejala positif psikosis dan
meningkatkan perilaku lainnya.
2) Kombinasi dopamine D2, histamine H1, dan blockade M1 kolinergik di
pusat muntah dapat mengurangi mual dan muntah.
Lama Kerja Obat
1) Gejala psikotik dapat membaik dalam seminggu, tetapi mungkin perlu
beberapa minggu untuk efek penuh pada perilaku.
2) Tindakan pada mual dan muntah segera (11).
2. Golongan Butirofenon
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania penderita psikosis
yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin. Reaksi
ekstrapiramidal timbul pada 80% penderita yang diobati haloperidol.
Oksipertin merupakan derivat butirofenon yang banyak persamaannya
dengan CPZ. Oksipertin berefek blockade adrenergic dan antiemetik serta
dapat menimbulkan parkinsonisme pada manusia dan katalepsi pada hewan.
FARMAKODINAMIK
Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tetapi butirofenon
memperlihatkan banyak sifat farmakologi fenotiazin. Pada orang normal,
efek haloperidol mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan
antipsikotik yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit mania depresif
dan skizofrenia. Efek fenotiazin piperazin dan butirofenon berbeda secara
kuantitatif karena butirofenon selain menghambat efek dopamin juga
menghambat turun over ratenya.
FARMAKOKINETIK
Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam
plasma tercapai dalam waktu 206 jam sejak menelan obat, menetap sampai
72 jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu –
minggu. Obat ini ditimbun dalam hati kira-kira 1% dari dosis yang diberikan
7
Cara Penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder
(efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen. Misalnya pada contoh sbb: Chlorpromazine dan Thiridazine yang efek
samping sedatif kuat terutama digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala
dominan: gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan
perilaku, dll. Sedangkan Trifluoperazine, Fluphenazine, dan Haloperidol yang efek
samping sedatif lemah digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala
dominan: apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan insiatif,
hipoaktif, waham, halusinasi, dll. Tetapi obat yang terakhir ini paling mudah
10
pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa hanya dapat
ditemukan pada kasus yang berat.
3. Sindrom Parkinson
Terdiri dari akinesia, tremor, dan bradikinesia. Akinesia meliputi wajah
topeng, jedaan dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan pada saat
berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyah yang dapat
menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan,
akinesia hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara,
penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal,
kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala skizofrenia negatif. Tremor
dapat diteukan pada saat istirahat dan dapat pula mengenai rahang. Gaya
berjalan dengan langkah yang kecil dan menyeret kaki diakibatkan karena
kekakuan otot.
4. Tardive diskinesia
Disebabkan oleh defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif
reseptor dopamine di puntamen kaudatus. Merupakan manifestasi gerakan
otot abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik yang
mempengaruhi gaya berjalan, berbicara, bernapas, dan makan pasien dan
kadang mengganggu. Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis
kelamin wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Gejala
hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu
(12)(13)(14).
Sindrom Neuroleptik Maligna
Sindrom neuroleptik maligna merupakan gabungan dari hipertermia,
rigiditas, dan disregulasi autonomik yang dapat terjadi sebagai komplikasi serius
dari penggunaan obat antipsikotik. Sindrom ini pertama kali dikenal tahun 1960
setelah observasi pasien yang diberikan obat antipsikotik potensial tinggi.
Mekanisme antipsikotik sehingga dapat menyebabkan SNM berhubungan
dengan sifat antagonism obat terhadap reseptor D-2 dopamine. Blokade pusat
reseptor D-2 pada hipotalamus, jalur nigrostriatal, dan di medulla spinalis
menyebabkan terjadinya peningkatan rigiditas otot dan tremor berkaitan yang
13
2.7 Penatalaksanaan
Gejala Ekstrapiramidal (Extrapyramidal syndrome)
Pasien yang mengalami reaksi distonia akut harus segera ditangani.
Penghentian obat-obatan psikotik yang sangat dicurigai sebagai penyebab reaksi
harus dilakukan sesegera mungkin. Pemberian terapi antikolinergik merupakan
terapi primer yang diberikan. Bila reaksi distonia akut berat harus mendapatkan
penanganan cepat dan agresif. Umumnya diberikan Benztropin dengan jalur
intravena atau difenhidramin intramuskuler.
Penatalaksanaan akatisia dengan memberikan antikolinergik dan
amantadin, dan pemberian proanolol dan benzodiazepine seperti klonazepam dan
lorazepam.
Untuk sindrom Parkinson diberikan agen antikolinergik. Sementara untuk
tardive diskinesia ditangani dengan pemakaian obat neuroleptik secara bijaksana
untuk dosis medikasinya. Penggunaan golongan Benzodiazepin dapat mengurangi
efek gerakan involunter pada banyak pasien.
16
DAFTAR PUSTAKA
17