Anda di halaman 1dari 35

Nasopharyngeal carcinoma

Wei, William I; Sham, Jonathan ST


The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

Carsinoma nasofaring
William I Wei, Jonathan S T Sham
Abstrak: Insiden karsinoma nasofaring tetap tinggi di daerah endemik. Diagnosa penyakit pada
tahap awal memerlukan ketajaman klinis yang tinggi dan, meskipun sebagian besar investigasi
pencitraan kros-seksional menunjukkan tumor dengan presisi, konfirmasi tergantung pada
histologi. Epstein-Barr virus (EBV)-encoded RNA hadir di semua sel karsinoma nasofaring, dan
diagnosis awal penyakit ini dimungkinkan melalui deteksi antibodi terhadap EBV. Jumlah EBV
DNA terdeteksi dalam darah menunjukkan tahap dan prognosis penyakit. Radioterapi dengan
kemoterapi bersamaan telah meningkatkan angka harapan hidup, dan kemajuan tehnik (seperti
intensitas-termodulasi

radioterapi),

deteksi

dini

kekambuhan,

dan

aplikasi

prosedur

penyelamatan bedah yang sesuai telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan hasil terapi.
Skrining dari individu yang berisiko tinggi di daerah endemik bersamaan dengan perkembangan
dalam terapi gen dan imunoterapi lebih mungkin meningkatkan hasil terapi.
Introduksi
Karsinoma nasofaring adalah non-limfomatous karsinoma sel skuamosa yang muncul
pada lapisan epitel nasofaring. Neoplasma ini menunjukkan berbagai tingkat diferensiasi dan
sering terlihat di resesus faringeal

(fossa Rosenmuller) posteromedial dari krura medial

pembukaan tuba eustachi di nasofaring.1 Laporan pertama pada sekelompok 14 pasien yang telah
mempunyai tumor ini diterbitkan pada 1901.2 Sebuah studi klinis lebih lanjut dari 79 pasien
diterbitkan pada 1922.3 Studi komprehensif pertama dari karsinoma nasofaring dilakukan pada
tahun 1941, dan menggambarkan ciri patologi klinis pada 114 pasien.4 Neoplasma ini adalah
penyakit yang tidak umum di sebagian besar negara, dan insiden yang berhubungan dengan umur
untuk kedua jenis kelamin kurang dari satu per 100.000 populasi.5 Namun, penyakit ini terjadi
dengan frekuensi yang jauh lebih besar di selatan Cina, Afrika utara, dan Alaska. Orang Inuits
dari Alaska dan etnis Cina yang tinggal di provinsi Guangdong sangat rentan terhadap penyakit
ini.6 Kejadian karsinoma nasofaring dilaporkan pada pria dan wanita di Hong Kong (geografis
berdekatan dengan provinsi Guangdong) adalah 20-30 per 100.000 dan 15-20 per 100.000.5
Bahwa kejadian karsinoma nasofaring tetap tinggi antara orang-orang Cina yang telah
berimigrasi ke Asia Tenggara atau Amerika Utara, tetapi lebih rendah di antara orang-orang
1

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

Tionghoa yang lahir di Amerika Utara dibandingkan mereka yang lahir di Cina selatan.7,8
Temuan ini menunjukkan bahwa faktor genetik, etnis, dan lingkungan bisa memiliki peran dalam
penyebab dari penyakit ini.
Patologi
Sel-sel epitel ganas nasofaring adalah sel poligonal besar dengan komposisi syncytial.
Intinya bulat atau oval dengan kromatin minim dan nukleolus yang berbeda. Sel-sel tidak
menunjukkan parakeratosis atau kornifikasi dan sering bercampur dengan sel-sel limfoid di
nasofaring, sehingga dikenal sebagai lymphoepithelioma. 9 Studi electronmicroscopy telah
menetapkan bahwa sel-sel tumor berasal dari skuamosa dan undifferentiated carcinoma adalah
bentuk sel skuamosa carcinoma.10,11
Epstein-Barr virus (EBV) secara konsisten terdeteksi pada pasien dengan karsinoma
nasofaring dari daerah insiden tinggi dan rendah. Dengan hibridisasi in-situ, EBV-encoded RNA
signal telah ditunjukkan hadir dalam hampir semua sel tumor, sedangkan EBV-encoded RNA
absen dari jaringan normal yang berdekatan, kecuali untuk beberapa sel limfoid yang mungkin
telah tersebar. Lesi premaligna dari epitel nasofaring juga telah menunjukkan kehadiran EBV,
yang menunjukkan bahwa infeksi terjadi pada fase awal karsinogenesis. 12 Deteksi bentuk tunggal
DNA virus menunjukkan tumor merupakan proliferasi klonal sel tunggal yang awalnya terinfeksi
EBV. Spesifik gen EBV laten secara konsisten dinyatakan dalam karsinoma nasofaring dan di
awal, lesi displastik. Protein yang sesuai virus laten (membran protein laten 1 dan 2) memiliki
efek besar pada ekspresi gen seluler dan pertumbuhan sel, sehingga pertumbuhan, ganas
carcinoma sangat invasif.13, 14
Klasifikasi histologis karsinoma nasofaring yang diusulkan oleh WHO pada tahun 1978,
tumor dikategorikan menjadi tiga kelompok: tipe I termasuk keratinisasi sel skuamosa karsinoma
khas, mirip dengan yang ditemukan di seluruh saluran aerodigestive atas; tipe II termasuk nonkeratinisasi karsinoma skuamosa; dan tipe III meliputi karsinoma tidak terdiferensiasi (panel) .15
Sebuah klasifikasi alternatif telah membagi histologis tumor menjadi dua jenis, yaitu karsinoma
sel skuamosa dan karsinoma tidak terdiferensiasi dari tipe nasofaring. 16 Kedua jenis klasifikasi
ini berkorelasi dengan serologi EBV: pasien dengan karsinoma sel skuamosa memiliki titer EBV
kurang, sedangkan orang-orang dengan karsinoma tidak terdiferensiasi dari jenis nasofaring
mempunyai titer EBV yang tinggi. Di Amerika Utara, sekitar 25% pasien tumor memiliki
2

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

histologi tipe I, 12% memiliki tipe II, dan 63% memiliki tipe III. Distribusi histologis pada
pasien Cina selatan adalah 2%, 3%, dan 95%.17
Biopsi yang diperoleh dari karsinoma nasofaring terkadang menunjukkan pola histologis
campuran, dan pola ini bervariasi antara bagian yang berbeda dari tumor. Klasifikasi WHO
terbaru telah mengambil pola campuran ke dalam klasifikasi serta asosiasi EBV dengan tumor
tipe II dan tipe III. Jenis histologis karsinoma nasofaring sekarang didefinisikan baik sebagai
karsinoma sel skuamosa atau karsinoma non-keratinisasi, dan kelompok kedua dibagi menjadi
karsinoma terdiferensiasi dan karsinoma tidak terdeferensiasi.18 Klasifikasi ini lebih berlaku
untuk penelitian epidemiologi dan juga telah terbukti memiliki nilai prognostik. Karsinoma tidak
terdiferensiasi memiliki kontrol lokal tumor tingkat tinggi dengan pengobatan dan insiden
metastasis jauh yang lebih tinggi daripada yang dibedakan terdiferensiasi.19,20
Gejala dan diagnostik serologi
Pasien dengan karsinoma nasofaring dapat menunjukkan satu atau lebih dari empat
kategori gejala. Kategori tersebut terdiri dari (1) adanya massa tumor di nasofaring (epistaksis,
sumbatan hidung, dan discharge), (2) disfungsi dari tuba eustachi, terkait dengan pelebaran
lateroposterior tumor ke ruang paranasopharyngeal (tinnitus dan tuli), (3) erosi dasar tengkorak
dan kelumpuhan dari saraf kranial kelima dan keenam, terkait dengan pelebaran tumor kearah
superior (sakit kepala, diplopia, nyeri wajah dan mati rasa), dan (4) massa leher, biasanya
muncul pertama di leher bagian atas. Gejala seperti anoreksia dan penurunan berat badan jarang
terjadi pada pasien dengan karsinoma nasofaring dan penyebaran jauh dari tumor harus dicurigai
bila gejala tersebut hadir. Sayangnya, karena sifat non-spesifik dari gejala hidung serta telinga
dan kesulitan melakukan pemeriksaan klinis nasofaring, kebanyakan pasien dengan penyakit ini
didiagnosis hanya bila tumor telah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV).
Sebuah analisis retrospektif dari 4768 pasien telah mengidentifikasi gejala karsinoma
nasofaring dengan presentasi sebagai massa leher (76%), disfungsi hidung (73%), disfungsi
telinga (62%), sakit kepala (35%), diplopia (11%), mati rasa pada wajah (8%), penurunan berat
badan (7%), dan trismus (3%). Tanda-tanda fisik yang hadir pada diagnosis adalah pembesaran
kelenjar di leher(75%) dan kelumpuhan saraf kranial (20%). Saraf kranial yang paling sering
terkena adalah saraf ketiga, kelima, keenam, dan kedua belas.21,22 Gejala yang muncul pada
3

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

pasien muda pada umumnya serupa dengan yang dilaporkan pada orang dewasa.23
Pasien yang hadir dengan gejala karsinoma nasofaring harus secara klinis dinilai untuk
tanda-tanda fisik dari penyakit. Tes serologi EBV yang positif akan memberikan alasan lebih
lanjut untuk kecurigaan dan akan membenarkan pemeriksaan endoskopi dan biopsi dari
nasofaring. Jika kecurigaan klinis untuk karsinoma nasofaring tinggi, bahkan jika tumor yang
dicurigai tidak divisualisasikan pada pemeriksaan endoskopi, pencitraan dengan CT atau MRI
harus dilakukan. Diagnosis definitif karsinoma nasofaring membutuhkan biopsi positif diambil
dari tumor di nasofaring, didukung baik oleh visualisasi dalam nasofaring atau (dalam kasus
tumor terutama submukosa) visualisasi dengan pencitraan.
Skrining populasi
Di Cina selatan, di mana karsinoma nasofaring adalah endemik, serologi EBV telah
digunakan untuk skrining populasi. Dalam penelitian yang dilakukan di Wuzhou (provinsi
Guangxi, Cina)24 pada awal tahun 1980, 1136 orang diidentifikasi positif untuk immunoglobulin
A terhadap antigen kapsid virus menerima pemeriksaan klinis teratur nasofaring dan leher selama
4 tahun. Selama masa tindak lanjut, 35 kasus karsinoma nasofaring terdeteksi, yang sebagian
besar (92%) didiagnosis pada tahap awal baik I atau tahap II. Tingkat deteksi tahunan karsinoma
nasofaring untuk kelompok ini adalah 31,7 kali lebih tinggi dibandingkan populasi secara
keseluruhan.
Hasil yang sama dilaporkan dari studi lain yang dilakukan di Zhongshan (provinsi
Guangdong, Cina).25 Sensitivitas dan nilai prediktif dari serologi pada skrining populasi
diusulkan untuk ditingkatkan dengan pengujian terhadap panel antibodi EBV.26 Nilai prediktif
serologi EBV untuk karsinoma nasofaring ini diberikan dukungan dengan laporan yang lebih
baru dari Taiwan.27 Dalam studi ini, serologi EBV awal dari 9699 peserta studi dilakukan crosscheck terhadap registri kanker dan registri kematian pada periode 15 tahun berikutnya. Lamanya
tindak lanjut (follow up) berkorelasi dengan perbedaan dalam kejadian kumulatif karsinoma
nasofaring antara pasien seropositif dan seronegatif. Studi prospektif sekarang diperlukan untuk
menilai efek dari skrining berbasis populasi tersebut, dalam hal pengurangan mortalitas yang
terkait dengan karsinoma nasofaring pada populasi disaring, rasio risiko-manfaat (risiko dari
pemeriksaan endoskopi dan biopsi), dan efektivitas biaya .

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

Studi pencitraan
Sebelum pengenalan pencitraan cross-sectional, hanya sedikit yang diketahui tentang
perilaku alami dan rute penyebaran karsinoma nasofaring pada tahap awal pengembangan.
Bedah bukanlah pengobatan utama, dan pemeriksaan post-mortem pasien yang meninggal akibat
karsinoma nasofaring tidak terlalu penting karena tumor pada saat kematian biasanya sudah
mencapai tahap yang sangat lanjut dan telah mengalami perubahan sekunder yang signifikan
sebagai akibat dari pengobatan. Yang terbaik yang bisa dilakukan adalah menggunakan
radiografi polos (plain radiographs) untuk menilai kerusakan tulang dan massa jaringan lunak
berbatasan di saluran napas bagian atas, namun teknik ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
rendah dan hanya menambahkan sedikit informasi tentang invasi dan perluasan penyakit.
Pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan endoskopi) dapat memberikan informasi
berharga tentang keterlibatan mukosa dan ekstensi tumor ke dalam fosa hidung dan orofaring,
tetapi tidak bisa memastikan ekstensi yang mendalam, erosi dasar tengkorak, atau penyebaran
intrakranial, kecuali jika terdapat gejala dan tanda-tanda gross extension sepanjang rute ini.
Pencitraan cross-sectional telah merevolusi dan meningkatkan efektivitas pengobatan untuk
karsinoma nasofaring. Dalam hal kontribusi terhadap staging, CT telah mengidentifikasi ekstensi
paranasofaring sebagai salah satu cara yang paling umum dari penyebaran carcinoma
nasofaring28 dan telah menunjukkan penyebaran perineural melalui foramen ovale menjadi jalur
penting penyebaran intrakranial. Penyebaran perineural melalui foramen ovale juga menjadi
bukti pada pemeriksaan CT akan keterlibatan sinus kavernosus tanpa erosi basis tengkorak.29
MRI lebih baik daripada CT untuk menampilkan jaringan lunak nasofaring baik yang
dangkal maupun dalam dan untuk membedakan tumor dari jaringan lunak. MRI juga lebih
sensitif untuk menilai metastase retrofaring dan metastase jauh pada nodul servikal.30 Namun,
efektivitas tehnik ini terbatas untuk menilai rincian tulang dan CT harus dilakukan ketika MRI
tidak dapat memberi rincian memuaskan tentang status dasar tengkorak.31 Dalam hal staging,
MRI mampu mendeteksi infiltrasi sumsum tulang oleh tumor, sedangkan CT tidak dapat
mendeteksi jenis infiltrasi ini kecuali jika ada kaitan dengan erosi tulang. Penyusupan sumsum
tulang seperti ini telah disarankan untuk dikaitkan dengan peningkatan risiko metastasis jauh. 32
Deteksi metastasis jauh saat diagnosis dengan radiografi konvensional, CT, dan MRI
biasanya tidak berhasil. Beberapa laporan telah menyimpulkan bahwa scan tulang,33 skintigrafi
5

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

hati,34 ultrasonografi perut,35 dan biopsi sumsum36 mempunyai nilai yang kecil dalam staging
rutin dan telah dikomendasikan untuk tidak perlu digunakan. Sebuah studi menyimpulkan bahwa
tidak ada bukti yang mendukung untuk pencitraan jauh untuk penyakit resiko rendah (N0 atau
stage I), tetapi dianjurkan bahwa penyakit berisiko tinggi (N3) harus sepenuhnya dicitrakan
dengan radiografi dada, scan tulang, dan ultrasonografi hati.37 Peran tomografi emisi positron
(PET) dalam mendeteksi metastasis jauh keganasan lainnya telah diakui,38 tetapi penerapannya
dalam pencitraan karsinoma nasofaring belum dipastikan.
Pencitraan kros-seksional menampilkan perluasan tumor primer dengan presisi belum
pernah terjadi sebelumnya. Keakuratan ini memungkinkan pengobatan radioterapi dapat
dirancang dan dikelola lebih akurat, dan secara efektif meningkatkan hasil bagi terapi.39 Hasil
lebih baik mungkin terjadi dengan radioterapi intensitas termodulasi (intensity modulated
radiotherapy), yang memungkinkan penggunaan komposit radioterapi CT-MRI targets40
ditargetkan lebih akurat ke tumor dan menghemat jaringan yang berdekatan.
Ketika digunakan untuk memantau kondisi pasien setelah pengobatan, baik CT dan MRI
memiliki sensitivitas rendah dan spesifisitas moderat dalam mendeteksi kekambuhan tumor,41
meskipun secara umum, MRI lebih baik daripada CT dalam menunjukkan kekambuhan tumor
dan komplikasi post radiasi.42 Karsinoma nasofaring berulang dapat menunjukkan berbagai
intensitas sinyal dan kontur, dan ini bisa sulit untuk diinterpretasikan.43 Namun, CT dapat
menunjukkan regenerasi tulang setelah pengobatan, yang bisa menjadi indikasi pemberantasan
lengkap dari tumor di area yang terkena44 dan menunjukkan prognosis yang lebih baik terkait
dengan temuan klinis.45 PET telah dilaporkan lebih sensitif dibandingkan CT dan MRI dalam
mendeteksi tumor residu dan berulang di nasofaring.46
Sistem staging
Ada berbagai cara untuk mengklasifikasikan karsinoma nasofaring. Saat ini the American
Joint Committee on Cancer Staging and End Result Reporting/ International Union Against
Cancer (AJC/UICC) system dianjurkan di Eropa dan Amerika,47 sedangkan sistem Ho (Ho's
system) sering digunakan di Asia.48,49 Klasifikasi nodul dalam sistem Ho telah memasukkan
makna prognostik, tetapi stratifikasi tahap T (T stages) menjadi lima sektor berbeda dari
kebanyakan sistem staging lainnya.
Pengembangan revisi sistem staging dalam dekade terakhir dimotivasi oleh keinginan
6

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

untuk menggabungkan pengalaman yang diperoleh dari berbagai pusat di seluruh dunia, dengan
mempertimbangkan banyak faktor prognostik, termasuk erosi tulang dasar tengkorak,
keterlibatan saraf kranial,50 ekstensi tumor primer ke ruang paranasofaring,51 dan tingkat serta
ukuran nodul servikal.52 Sebuah revisi sistem staging AJC / UICC diterbitkan pada tahun 1997.53
Dalam sistem staging baru ini, tahap T1 termasuk tumor yang diklasifikasikan sebagai baik T1
dan T2 di bawah sistem lama. Tahap T2 baru meliputi tumor yang telah meluas ke fossa hidung,
orofaring, atau ruang paranasofaring. Tahap T3 baru meliputi tumor yang telah meluas ke dasar
tengkorak atau sinus paranasal lainnya. Tahap T4 baru meliputi tumor yang telah meluas ke fossa
infratemporal, orbital, hipofaring, dan cranial, atau pada saraf kranial. Untuk staging nodul
servikal, N1 dibawah sistem baru merujuk keterlibatan nodul unilateral; N2 untuk nodul bilateral
yang belum mencapai tahapa N3, terlepas dari ukuran, jumlah, dan lokasi anatomi dari nodul;
dan N3 ke kelenjar getah bening yang lebih besar dari 6cm (N3a), atau nodul yang telah meluas
ke fosa supraklavikula (N3b) .54 sistem staging yang baru telah memungkinkan pasien untuk
diletakkan pada staging tertentu dengan lebih sensitif dan merupakan prediktor bertahan hidup
yang lebih baik daripada sistem lama (tabel 1). 55,56

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

Prognosis
Seperti tumor lainnya, sejauh mana penyebaran suatu karsinoma nasofaring sebagaimana
yang termaktub dalam sistem staging TMN (Tabel 1) adalah faktor prognosis yang paling
penting. Memang, sebagian besar faktor prognosis diketahui secara langsung atau tidak langsung
berkaitan dengan tingkat atau penyebaran tumor. Perubahan faktor prognostik diidentifikasi dan
dilaporkan pada waktu yang berbeda di masa lalu mungkin merupakan adopsi yang mewakili
8

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

faktor-faktor yang merugikan yang dikenal dalam sistem staging baru, atau penggunaan strategi
pengobatan untuk mengatasi faktor-faktor prognostik yang diketahui merugikan dan untuk
menghilangkan efek sampingnya.
Sebuah laporan pada tahun 199057 menunjukkan bahwa, selain tahapan T dan N, faktor
prognostik lainnya termasuk ukuran dan derajat fiksasi nodul leher, jenis kelamin, usia, adanya
kelumpuhan saraf kranial, dan presentasi gejala pada telinga. Faktor ukuran kelenjar getah
bening dan gejala telinga mungkin menunjukkan kurangnya informasi ukuran nodul dan
penyebaran paranasofaring dalam sistem staging T dan N yang digunakan pada saat itu. Sebuah
studi yang dilaporkan dalam 199258 menunjukkan bahwa jenis histologis tumor dan dosis serta
cakupan radioterapi juga signifikan sebagai faktor prognostik independen. Faktor prognosis
buruk tipe histologis ditunjukkan dalam laporan ini, terutama populasi kulit putih dengan
histologi WHO tipe I. Penyebaran paranasofaring merupakan faktor prognostik independen
merugikan yang berkorelasi dengan kontrol tumor lokal dan meningkat penyebaran jauh.59
Bahkan setelah penyebaran paranasofaring tumor telah dimasukkan ke dalam klasifikasi AJC /
UICC tahun 1997, efek prognostik buruk tetap berlaku meskipun penggunaan kemoradioterapi
bersamaan.60
Sebuah variasi besar volume tumor terdapat dalam tahap T dari sistem staging yang
berbeda, dan volume tumor primer merupakan faktor prognostik independen dari kontrol lokal
dan lebih prediktif dengan sistem staging AJC / UICC dibandingkan dengan kalsifikasi staging T
Ho.61 Validitas tumor Volume telah dikonfirmasi pada pasien dengan tumor T3 dan T4,

62

dan

diperkirakan ada peningkatan 1% pada risiko kegagalan lokal untuk setiap 1 cm peningkatan
volume tumor primer.63 Selain pengukuran langsung dari volume tumor, analisis kuantitatif DNA
EBV yang beredar pada karsinoma nasofaring menunjukkan korelasi positif dengan stadium
penyakit dan ada hubungan yang kuat dengan peristiwa klinis, serta menunjukkan kepentingan
prognostik. 64
Berdasarkan perbedaan dalam pola kegagalan, kategori prognostik yang berbeda dapat
didefinisikan berdasarkan tahapan penyakit. Ini termasuk (1) T1-2N0-1 (hasil pengobatan yang
relatif baik); (2) T3-4N0-1 (terutama kegagalan lokal), (3) T1-2N2-3 (kegagalan terutama
regional dan jauh), dan (4 ) T3-4N2-3 (kegagalan lokal, regional dan jauh). Pengelompokan
prognostik ini akan memiliki implikasi penting bagi pemilihan strategi pengobatan yang tepat
9

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

dan desain uji klinis masa depan untuk mengatasi kegagalan yang ini.65 Ada bukti awal bahwa
untuk penyakit lanjut, menambahkan kemoterapi pada radioterapi akan meningkatkan hasil
pengobatan, baik dari segi kontrol lokalregional dan metastasis jauh. 66,67
Pengobatan
Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan standar untuk karsinoma nasofaring. Tetapi hal ini dapat
menghasilkan komplikasi yang tidak diinginkan setelah perawatan karena lokasi tumor di dasar
tengkorak, dikelilingi serta dilindungi erat oleh jaringan sekitarnya dan dekat dengan organ yang
rentan terhadap pengaruh radiasi, termasuk batang otak, sumsum tulang belakang, hipofisishipotalamus axis, temporal lobus, mata, telinga tengah dan bagian dalam, dan kelenjar parotis.
Diagnosa Ca nasofaring sulit ditegakkan secara klinis karena karsinoma nasofaring cenderung
menyusup dan menyebar ke arah ini organ yang rentan terhadap pengaruh radiasi ini.
Salah satu pendekatan yang paling umum untuk radioterapi karsinoma nasofaring adalah
untuk memulai tahap I pengobatan pada bidang besar lateral

faciocervical yang saling

berhadapan mencakup tumor primer dan limfatik leher bagian atas dalam satu volume radiasi,
dengan pencocokan lapangan lebih rendah servikal anterior untuk limfatik leher bagian bawah.
Ketika dosis sumsum tulang belakang mencapai 40-45 Gy, ada dua pilihan untuk pengobatan
tahap II. Pengobatan dapat diubah ke bidang lateral wajah bertentangan dengan medan wajah
anterior untuk tumor primer, dengan pencocokan lapangan serviks anterior untuk limfatik leher.
Atau, pengobatan dapat dilanjutkan dengan bidang lateral faciocervical yang bertentangan tetapi
dengan penyusutan luas bidang untuk menghindari sumsum tulang belakang, dan dengan
memperlakukan limfatik superior-posterior dengan elektron fields. 68, 69 Keberatan utama untuk
mengobati tumor primer dan limfatik leher dalam dua volume terpisah (kedua teknik pengobatan
fase II) adalah bahwa ada bahaya perluasan tumor paranasopharyngeal dari hasil terapi dosis
rendah dan kelenjar leher bagian atas di persimpangan antara tumor primer dan volume limfatik
leher target.
Dalam radioterapi dosis 65-75 Gy biasanya ditujukan kepada tumor primer dan 65-70 Gy
ke kelenjar leher yang terkena, sedangkan dosis untuk pengobatan profilaksis untuk leher nodenegatif adalah 50-60 Gy. Pengobatan ini telah berhasil mengendalikan tumor T1 dan T2 dalam
10

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

75-90% kasus dan tumor T3 dan T4 dalam 50-75%. 65,68-71 Nodal kontrol dicapai dalam 90% dari
NO dan kasus Nl, namun nilai rata-ratanya turun menjadi 70% untuk N2 dan N3 kasus.
Pengobatan jangka panjang dan tidak adekuat telah mengurangi manfaat dari radioterapi, setiap
upaya harus dilakukan untuk mempertahankan jadual dan prosedur pengobatan.72 Karena
tingginya insiden keterlibatan simpul leher okultisme, profilaksis radiasi leher biasanya
direkomendasi.73 kendali locoregional yang baik harus menjadi tujuan utama pengobatan sejak
kambuh locoregional menjadi faktor risiko yang signifikan untuk pengembangan metastases jauh
untuk T1 dan T2 tumor, dosis penguat dengan menggunakan kontrol tumor Intracavitary
brachytherapy ditingkatkan dengan 16% Meskipun stereotactic radiosurgery juga telah
digunakan untuk booster dosis, itu mungkin lebih baik disediakan untuk pengobatan karsinoma
nasofaring yang adekuat dan berulang karena efek samping yang tidak diinginkan terkait dengan
pengobatan hypofractionated.77
Keterbatasan utama dari perencanaan 2D untuk karsinoma nasofaring sekarang dapat
diatasi dengan radioterapi konformal 3D dan, intensitas-termodulasi radiotherapy.78
diterapkan, 3D meningkatkan konformal tidak efektif,

79

Bila

sehingga konformal dan intensitas-

termodulasi radioterapi harus diadopsi di seluruh pengobatan. Dalam kasus tumor yang luas, dan
ketika perpanjangan tumor dekat dengan dosis yang membatasi organ, intensitas-termodulasi
radioterapi jelas lebih baik untuk perencanaan konformal 3D karena akan semakin meningkatkan
diferensial dosis antara tumor dan dosis yang membatasi organs.81,82 Intensitas-termodulasi
radioterapi juga menyelesaikan masalah ketidakpastian dosis di persimpangan antara tumor
primer dan volume limfatik leher sasaran karena memungkinkan tumor primer dan kelenjar leher
atas yang akan dirawat dengan satu volume. Meskipun teknik ini secara teoritis memungkinkan
diferensial dosis yang sangat baik antara rumor dan berdekatan sensitif struktur jaringan normal,
margin keamanan yang optimal diperlukan antara tumor kotor dan jaringan di sekitarnya masih
belum ditetapkan. Sampai informasi ini diferensial dosis yang tersedia, target volume klinis dari
tumor primer harus didefinisikan secara hati-hati dalam perencanaan. Percobaan prospektif acak
harus memungkinkan target volume klinis yang lebih akurat didefinisikan.
radioterapi dengan Intensitas-termodulasi telah mencapai kendali locoregional baik dari
carcinoma nasofaring. 83 Sebuah studi prospektif tentang fungsi saliva menegaskan pemulihan
bertahap dari fungsi parotis dalam waktu 2 tahun setelah selesai radioterapi intensitas11

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

termodulasi. Hasil dosimetrik yang memuaskan juga dicapai dengan pengobatan untuk
karsinoma nasofaring berulang, dan mengurangkan angka jangka waktu kontrol. 85 Upaya lain
untuk meningkatkan efek biologis dari radioterapi telah dilaporkan. Upaya-upaya termasuk
fraksinasi dipercepat, hyperfractionation dipercepat, dan kombinasi dari satu atau selain dari
perawatan ini dengan chemotherapy.88, 89 Namun, hyperfractionation radioterapi untuk karsinoma
nasofaring harus digunakan dengan hati-hati, karena studi accelerate-hyperfractionation dengan
perencanaan radioterapi 2D telah melaporkan peningkatan kerusakan radiasi pada SSP tanpa
perbaikan dalam kontrol tumor.90
Kemoterapi
Beberapa studi dalam dua dekade terakhir telah melaporkan hasil penggunaan kemoterapi
dalam kombinasi dengan radioterapi untuk pengelolaan kasus lanjut locoregional dari karsinoma
nasofaring. Dua belas uji coba terkontrol secara acak telah melaporkan pada neoadjuvant,
bersamaan, dan terapi adjuvan, atau kombinasi dari pendekatan ini. Sembilan dari studi ini
dilaporkan sebelum 2004 dan termasuk studi empat neoadjuvant kemoterapi ,91-94 tiga studi
kemoterapi bersamaan,66,67,95 dan kedua studi terapi adjuvan.96, 97 Salah satu studi bersamaan barubaru ini telah diperbarui, dan dua studi neoadjuvant telah diperbarui dan dikumpulkan untuk
meta-analysis.

92,93,95,98,99

Tiga penelitian kemoterapi bersamaan telah dilaporkan dari Hong Kong

dan Singapore.100-102 Hasil berbeda antara studi yang menggunakan neoadjuvant, mereka yang
digunakan bersamaan, dan mereka yang menggunakan kemoterapi adjuvant dalam kombinasi
dengan radioterapi. Selain perbedaan dalam jadwal kemoterapi, efek klasifikasi staging dan stage
migrasi dari studi yang dilaporkan pada waktu yang berbeda dapat menjelaskan perbedaanperbedaan ini dilaporkan dalam hasil (tabel 2).

12

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

Studi Intergroup pada 1997 adalah studi pertama yang menunjukkan kegunaan dari
kemoterapi bersamaan dengan radioterapi meningkatkan angka survival dibanding dengan hanya
13

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

dengan radioterapi.66 Karena studi termasuk pada kasus karsinoma yang well-differentiated, ada
keraguan awal , apakah hasilnya bisa dipakai pada karsinoma nasofaring di area endemis.
Namun, sebuah laporan berikutnya dari Taiwan memberikan dukungan terhadap manfaat dari
pendekatan ini.67 Bahkan, studi ini adalah hanya dua yang menunjukkan perbaikan di kedua
survival yang bebas dari kekambuhan dan survival secara keseluruhan.
Sejauh penelitian untuk yang bersamaan lainnya yang bersangkutan, satu studi102
melaporkan peningkatan dalam survival secara keseluruhan, dan studi100 lain melaporkan
peningkatan batas dalam survival secara keseluruhan. Namun, tidak ada penelitian yang
menunjukkan bukti survival yang bebas dari kekambuhan, dan perbedaan antara survival secara
keseluruhan dan survival yang bebas dari kekambuhan tampaknya dijelaskan oleh peningkatan
pengendalian metastasis jauh tanpa adanya locoregional control yang ditingkatkan. Penelitian
untuk yang bersamaan98 terbaru juga melaporkan peningkatan dalam survival secara keseluruhan,
tetapi tidak ada perbaikan dalam survival yang bebas kekambuhan. Sebuah studi lebih lanjut
melaporkan peningkatan dalam loco-regional kontrol pada 3 tahun, namun tidak ada perbaikan
dalam survival yang bebas kekambuhan atau survival secara keseluruhan, dan peningkatan yang
signifikan dalam ototoksisiti pada kelompok dengan perawatan. Laporan tindak lanjut jangka
panjang dari studi yang lebih baru yang diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih pasti
daripada sekarang.
Dua dari empat studi neoadjuvant91,93 melaporkan peningkatan pada survival yang bebas
dari kekambuhan tapi tidak ada peningkatan pada survival secara keseluruhan. Laporan
lainnya92,94 melaporakan tidak ada peningkatan secara umum. Sebuah meta-analisis 99 mencatat
peningkatan dari survival yang bebas dari kekambuhan dan survival penyakit spesifik. Namun,
survival secara keseluruhan tidak meningkat karena naiknya kematian kambuhan pada kelompok
dengan perawatan. Hasil yang menjanjikan juga dilaporkan pada studi fase II dari kasus lanjut
karsinoma nasofaring yang diobati dengan kemoterapi alvernative secara mingguan denga
cisplastin dan 5-fluorouracil. Dua studi kemoterapi adjuvant 96,97 melaporkan tidak ada
peningkatan baik pada survival yang bebas dari kekambuhan atau survival secara keseluruhan.
Beberapa studi berusaha untuk memperbaiki penggunaan kemoterapi bersamaan
ditambah kemoterapi adjuvant telah dilaporkan dengan tujuan bervariasi dari peningkatan
toleransi dan efek samping pada peningkatan keberhasilan untuk kasus-kasus yang lebih maju.
14

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

Kepatuhan yang buruk dari kemoterapi adjuvant setelah kemoterapi secara bersamaan dapat
diatasi dengan menggunakan kemoterapi neoadjuvan. Sebuah studi pada kemoterapi neoadjuvant
diikuti oleh kemoradioterapi bersamaan telah melaporkan survival secara keseluruhan yang
sangat baik dan toksisitas yang dapat diterima.104 Penggantian cisplatin dengan agen kemoterapi
lain pada bagian pengobatan dapat mengatasi atau mengurangi ototoksisitas terkait dengan enam
pemberian cisplatin. Sebuah studi menggunakan cisplatin bersamaan dengan radioterapi, diikuti
oleh adjuvan ifosfamid, 5-fluorouracil, dan leucovorin, untuk pasien dengan karsinoma
nasofaring stadium IVb telah dilaporkan.105 Meskipun pasien yang bersangkutan memiliki
penyakit pada tahap lebih lanjut, hasil dari kelompok ini adalah sebanding dengan yang
dilaporkan pada seri lain dari pasien dengan penyakit yang kurang lanjut untuk mereka yang
menggunakan

kemoterapi adjuvant berbasis platinum. Rezim kemoterapi juga mempunyai

tingkat kepatuhan yang dapat diterima.


Meskipun stage I dan II umumnya kasus dianggap telah mengakibatkan hasil pengobatan
yang relatif baik, analisis menunjukkan bahwa system Americn Committee on Cancer Screening
1.997 memungkinkan lebih banyak pasien dengan prognosis buruk untuk dikelompokkan dalam
tahap II.106 Dengan migrasi stage dari lebih banyak kasus lanjut ke stage II ini, dan bukti awal
bahwa survival yang bebas dari penyakit sama dengan pasien stage II dengan peningkatan beban
tumor setelah perawatan dengan kemoradioterapi yang bersamaan dan pasien stage I yang
diobati dengan radioterapi sendiri, peran dari kemoradioterapi yang bersamaan harus di periksa
untuk pasien stage II.107 Upaya internasional sekarang sedang dilakukan untuk melakukan metaanalisis dari data yang diperbarui dari banyak uji coba terkontrol secara acak dilaporkan, dengan
lebih dari 1700 pasien. Hasil dari meta-analisis ini sedang ditunggu.
Sekarang sudah ada kesepakatan umum bahwa hasil positif dilaporkan pada studi66
Intergroup 1977 yang dapat dipakai pada karsinoma nasofaring di area endemis, tapi bukti yang
bertentangan dari kemoterapi pada control local dan metastasis jauh telah menghasilkan diskusi.
Kesimpulannya tampaknya bahwa dari tiga pendekatan dasar diuji dalam studi ini (neoadjuvant,
bersamaan, dan kemoterapi ajuvan), kemoradioterapi bersamaan adalah yang paling manjur.
Namun demikian, prinsip-prinsip klasik waktu kemoradioterapi (yaitu, bahwa kemoradioterapi
bersamaan menyediakan kontrol lokal yang lebih efektif, sedangkan penggunaan berurutan
kemoterapi dan radioterapi lebih efektif dengan metastasis jauh) belum didukung oleh hasil
15

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

penelitian.108 Meskipun penggunaan kemoradioterapi bersamaan, metastasis jauh tetap menjadi


penyebab utama kegagalan pengobatan,32 dan prospek untuk pasien stage IV tetap buruk.109
Follow-up
Klinikal
Klinis dan pencitraan tindak lanjut dari pasien dianjurkan karena bisa kambuh secara
locoregional jika terdeteksi dini, dan bertujuan untuk pengobatan secara radikal. 113 Prosedur
direkomendasikan tindak lanjut meliputi pemeriksaan klinis dari nasofaring (termasuk
pemeriksaan endoskopi) dan leher, dan pencitraan rutin setiap 4-6 bulan selama 3-5 tahun awal
setelah treatment.114,

115

Pemeriksaan endoskopi harus digunakan untuk mendeteksi tumor

superfisial, dan penampang pencitraan harus digunakan untuk mendeteksi tumor infiltrasi tanpa
lesi mukosa.31 Sebuah studi pencitraan membandingkan PET dengan MRI untuk deteksi sisa
tumor dan tumor yang kambuh. Dilaporkan PET sebagai modality superior untuk deteksi
metastasis jauh, penggunaan DNA EBV serum telah terbukti lebih sensitif dan dapat diandalkan
dibandingkan pilihan lainnya.116
Gene EBV
EBV DNA berada di dalam sirkulasi bebas pembuluh darah pada pasien dengan
karsinoma nasofaring, dan peningkatan jumlah salinan DNA EBV dalam darah selama fase awal
radioterapi merupakan DNA virus yang dilepaskan ke dalam sirkulasi setelah kematian sel. 118
Jumlah plasma EBV DNA dalam sirkulasi, yang diukur dengan real-time PCR secara kuantitatif,
berkaitan dengan tahapan penyakit. Jumlah salinan DNA EBV sebelum dan setelah pengobatan
secara signifikan berhubungan dengan tingkat keseluruhan dan survival penyakit. 119 Sebuah studi
telah melaporkan bahwa tahapan pasca perawatan DNA EBV dibandingkan dengan pretreatment
EBV DNA adalah prediktor yang baik dari perkembangan survival.120 Ketika EBV DNA
digunakan bersama dengan immunoglobulin A terhadap antigen kapsid virus EBV, sensitivitas
diagnosis dini karsinoma nasofaring telah meningkat.121 Peningkatan tingkat EBV DNA hanya
terdeteksi pada 67% pasien dengan kekambuhan locoregional, meskipun mereka dengan tingkat
metastasis jauh salinan EBV DNA yang meningkat sebelum munculnya klinis yang abnormal. 116
Sequelae dari terapi
Penderita karsinoma nasofaring memiliki gangguan kesehatan yang berhubungan dengan
16

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

kualitas kehidupan.123, 124 Pasien yang bertahan hidup dari penyakit ini dapat memiliki beberapa
komplikasi akhir, yang merupakan hasil efek samping dari dosis radiasi yang berhubungan
dengan organ berdekatan nasofaring dan kelenjar leher. Penggunaan kemoterapi dalam kasuskasus yang lebih maju menambah efek samping, yang meliputi ototoxicitas terkait dengan
dsplatin.100 Sebagian kecil dari gejala sisa jangka panjang merupakan efek dari sisa kerusakan
yang tidak tersembuhkan oleh tumor, seperti sisa kelumpuhan saraf kranial dan otitis media
serosa akibat gangguan terus-menerus dari fungsi tuba eustachius. Sequelae ini termasuk
komplikasi neuro-endokrin dan auditoris, mulut kering, hygiene mulut dan gigi yang buruk,
radiasi fibrosis jaringan lunak, dan stenosis arteri karotid. 125-130 Sequelae paling melemahkan
adalah komplikasi neurologis. Ini dapat termasuk gangguan serius seperti nekrosis lobus
temporal, cerebral palsy dan disfagia, dan juga efek kurang jelas seperti kehilangan memori,
disfungsi kognitif, dan disfunction neuropsikologi.130-136 (Tabel 3).

Serangkaian kasus di mana radioterapi hypofractionated digunakan dalam kombinasi


dengan perencanaan 2D menghasilkan komplikasi risiko aktuaria 60% dan komplikasi risiko
28% dari neurologis.137 Mengatasi komplikasi akhir harus menjadi salah satu tujuan utama
perawatan pada uji klinis masa depan. Pembungkus sumbu hipotalamus hipofisis dalam
perencanaan 2D dan pengobatan telah terbukti secara signifikan mengurangi komplikasi
neuroendokrin.138 Penggunaan intensitas-termodulasi radioterapi telah terbukti meningkatkan
fungsi saliva, tapi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengkonfirmasi tindak lanjut
yang seterusnya.
Manajemen penyakit residual dan berulang
Meskipun terbukti efektivitas radiasi dan kemoterapi dalam pengelolaan karsinoma
17

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

nasofaring, adanya kerusakan jaringan sekitar merupakan tanda bahwa tumor masih persisten
atau kejadian penyakit karsinoma nasofaring berulang masih terjadi. Untuk mencapai tingkat
penyelamatan yang tinggi, deteksi dini dan pengobatan adalah diutamakan.18 FDG-PET lebih
baik daripada CT dalam mendeteksi sisa penyakit atau kejadian berulang karsinoma nasofaring
dan hasil biasanya dapat dikonfirmasi dengan biopsi melalui pemeriksaan endoskopi. Sisa tumor
atau kejadian karsinoma nasofaring berulang di leher setelah radioterapi ini sangat sulit untuk
dikonfirmasi karena dalam beberapa kelenjar getah bening hanya beberapa kelompok sel tumor
yang diperlihatkan.140 Pengobatan agresif dibolehkan untuk kasus karsinoma nasofaring lokal
yang berulang, terutama dalam kasus di mana penyakit ini terbatas pada nasofaring. Angka
mortilitas dan morbiditas setelah pengobatan ulang untuk penyakit yang lebih luas tetap
menurun, namun masih lebih tinggi dibandingkan pada pasien yang menerima pengobatan
suportif sahaja.113 Bahkan untuk pasien dengan kegagalan locoregional sinkron, pengobatan
agresif harus dipertimbangkan untuk dipilih pasien141 (tabel 4).

Penyakit pada leher


Setelah kemoradiasi dikombinasikan untuk karsinoma nasofaring, kegagalan terisolasi di
leher kurang dari 5%.146 Jika kanker menetap atau berulang dalam kelenjar getah bening leher,
seperti yang dibuktikan oleh studi pencitraan atau perkembangan klinis kelenjar getah bening,
terapi penyelamatan amat diperlukan. Bila dikelola dengan jenis radioterapi eksternal yang lain,
tingkat 5-tahun kelangsungan hidup secara keseluruhan adalah sekitar 20%.147 Diseksi leher
18

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

radikal yang merupakan bentuk penyelamatan secara bedah telah mencapai 5 tahun tingkat
kontrol tumor secara rata-rata 66% di leher dan 5 tahun tingkat kelangsungan hidup aktuaria iaitu
38%.142 Ketika tumor di leher melebihi batas-batas kelenjar getah bening, brachytherapy harus
diterapkan pada tumor tersebut di samping diseksi leher radikal. Dengan terapi adjuvant ini,
kontrol tingkat tumor yang sama telah dicapai dari diseksi leher radikal untuk untuk penyebaran
penyakit leher yang minimal.148
Penyakit nasofaring
Sisa Penyakit atau penyakit berulang pada karsinoma nasofaring dapat dikelola dengan
tahapan kedua radioterapi eksternal. Dosis harus lebih besar daripada dosis radiasi awal.
Meskipun tingkat penyelamatan 32% telah dicapai, kejadian kumulatif gejala sisa akhir setelah
radiasi ulangan adalah 24% dengan mortilitas 1,8%

149

Untuk menghindari tingginya insiden

komplikasi akibat re-iradiasi, radioterapi stereotactic, brachytherapi, dan bedah reseksi telah
digunakan untuk pasien dengan tumor lokal kecil di nasofaring. Radioterapi stereotactic, bila
digunakan untuk pengelolaan sisa tumor atau yang kambuh, berhubungan dengan 2 tahun kontrol
tumor lokal sebanyak 72%.77 Namun, hanya beberapa pasien telah diobati dengan metode ini,
dan jangka panjang tindak lanjut informasi tidak didapatkan.150
Brachyterapi
Dengan brachytherapi, dosis radiasi menurun dengan cepat dari sumber radiasi,
memungkinkan dosis tinggi radiasi yang akan dikirim ke sisa tumor atau tumor yang kambuh
dalam nasofaring tetapi dosis yang jauh lebih kecil ke jaringan sekitarnya. Brachytherapi juga
memberikan radiasi pada tingkat dosis rendah terus menerus, yang memberikan keuntungan
radiobiologi berterusan terhadap radiasi eksternal yang difraksinasi. Intracavitary brachytherapy
telah digunakan untuk karcinoma nasofaring.151 Sumber radiasi ditempatkan baik dalam tabung
atau cetakan sebelum penyisipan ke nasofaring. Dalam pandangan secara kontur tidak teratur
dari nasofaring, aplikasi akurat dari sumber radiasi untuk memberikan dosis tumoricidal adalah
sulit. Untuk menghindari masalah ini, implan interstisial radioaktif telah digunakan untuk
mengobati sisa tumor kecil atau berulang di sekitar jaringan nasofaring.152
Butiran emas Radioaktif merupakan sumber radiasi yang paling sering digunakan untuk
tujuan ini. Butiran emas dapat ditanamkan baik transnasally atau dengan pendekatan phalatal19

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

split.143 Pendekatan palatal-split memberikan ahli bedah sudut pandangan secara langsung dari
lokasi tumor dan memungkinkan dia untuk menanamkan butiran emas secara permanen ke dalam
tumor dengan ketelitian yang tinggi. Untuk tumor terlokalisasi di nasofaring, tanpa invasi tulang,
metode ini telah memberikan penyelamatan yang efektif dengan morbiditas yang minimal. 153
Dimana rata-rata tingkat kontrol tumor lokal dengan implan butir emas yang digunakan untuk
mengobati tumor persisten dan berulang setelah radioterapi, selama 5-tahun adalah 87% dan 63
%, masing-masing, dan 5 tahun sesuai tingkat survival bebas penyakit adalah 68% dan 60%

154

Penelitian lain menggunakan Intracavitary brachytherapy juga telah dilaporkan berhasil.155, 156
Nasfaringektomi
Jika sisa tumor atau tumor yang kambuh pada nasofaring terlalu luas untuk brachytherapi
atau telah meluas ke ruang paranasofaring, nasopharyngectomy dapat mencapai target
penyelamatan pada pasien yang dipilih dengan penyakit tumor dijaringan lokal. Karena posisi
canggung nasofaring di tengah kepala, sudut pandang untuk mengeradikasikan tumor adalah
sulit. Berbagai pendekatan telah dilaporkan, termasuk pendekatan infratemporal dari aspek
lateral, pendekatan transpalatal, transmaxillary, dan transcervical dari aspek rendah, dan
pendekatan antereolateral.144-147 Mortalitas yang berkaitan dengan prosedur penyelamatan bedah
adalah rendah, dan karena semua pasien yang bersangkutan sebelumnya mengalami radioterapi
radikal, morbiditas terkait pada beberapa pasien, seperti trismus dan fistula pada palatum, telah
dapat diterima. Selama sisa tumor atau tumor yang kambuh dapat dieradikasi secara memadai,
hasil jangka panjang telah terbukti memuaskan. Kontrol 5-tahun aktuaria tumor di nasofaring
adalah sekitar 65% dan angka tingkat kelangsungan hidup bebas dari penyakit selama 5 tahun
sekitar 54% .159,160
Radioterapi eksternal
Untuk tumor lebih lanjut atau infiltratif, penggunaan kedua (second course) radioterapi
eksternal adalah diperlukan.161 Pemberian radioterapi eksternal yang bersamaan dengan
kemoterapi telah dicoba; pendekatan ini dibangun atas pengalaman yang diperoleh dari
penggunaan kemoradioterapi bersamaan dalam perawatan primer. Perawatan ini telah dilaporkan
memberikan 5 tahun tingkat kelangsungan hidup dengan keseluruhan rata-rata ketahanan hidup
26% meskipun mempunyai risiko toksisitas lanjut yang signifikan. 162 Penggunaan radioterapi
20

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

presisi seperti radioterapi intensitas-termodulasi dapat meningkatkan rasio terapi untuk kontrol
lokal; hasil awal yang menjanjikan telah dilaporkan, 85 tetapi metastasis jauh akan tetap menjadi
masalah utama bagi pasien dengan kekambuhan lokal.
Metastasis jauh
Kemoterapi kombinasi berbasis cisplatin adalah pengobatan yang paling efektif untuk
karsinoma nasofaring metastasis. Cisplatin dan infusional 5-fluorouracil telah menjadi
pengobatan standar dengan respon 66-76%.163 Beberapa fase II studi tentang agen baru telah
dilaporkan.164-167 Lebih banyak kombinasi intensif memberikan tingkat respons yang lebih tinggi,
tetapi juga biasanya berhubungan dengan peningkatan toxicities.168-170 Tak satu pun dari
kombinasi ini sudah dibandingkan dengan kombinasi cisplatin dan infusional 5-fluorouracil.
Pengobatan metastasis karsinoma nasofaring, terutama dengan kemoterapi, pada dasarnya
paliatif, meskipun efek bebas penyakit jangka panjang telah dilaporkan. 171 Untuk pasien tertentu
dengan metastase sedikit, perawatan locoregional tambahan dapat memberikan kelebihan untuk
kontrol penyakit. Reseksi metastasis ke paru-paru bisa mengakibatkan kontrol berkepanjangan
untuk pasien yang penyebaran karsinoma ke paru-paru telah diliminasi. 172 Dalam kasus di mana
telah ada sedikit penyebaran ke kelenjar mediastinal, penambahan radioterapi kepada
kemoterapi juga bisa mengakibatkan kontrol tumor berlarut-larut.173
Perkembangan terbaru
Selain pendekatan pengobatan baru yang umumnya berlaku untuk kanker di bagian tubuh
lain, hubungan erat antara EBV dan karsinoma nasofaring memberikan peluang lebih lanjut
untuk pengobatan baru. Strategi ditargetkan pada EBV termasuk terapi gen dan terapi kekebalan,
dan bukti prinsip penelitian (proof-of-principles studies) telah dilakukan di laboratorium. Terapi
gen dengan vektor baru adenovirus kekurangan replikasi (replication-deficient adenovirus
vector) di mana ekspresi transgen berada di bawah regulasi transkripsional oriP EBV telah
dilaporkan.174 pendekatan terapi kekebalan telah memasukkan augmentasi terapi sitotoksik Tlimfosit responses175 dan transfer autologous EBV-spesifik sitotoksik T-cells.176 Studi masa depan
tentang peran virus dalam transformasi dan fungsi protein laten EBV dapat membantu untuk
mengidentifikasi target pengobatan baru lainnya.177

21

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

Daftar pustaka
1. Sham JS, Choy D, Wei WI, et al. Detection of subclinical nasopharyngeal carcinoma by
fibreoptic endoscopy and multiple biopsy. Lancet 1990; 335: 371-74.
2. Jackson C. Primary carcinoma of the nasopharynx: a table of cases. JAMA 1901; 37: 37177.
3. New GB. Syndrome of malignant tumors of the nasopharynx, a report of seventy-nine
cases. JAMA 1992; 79: 10-14.
4. Digby KH, Fook WL, Che YT. Nasopharyngeal carcinoma. Br J Surg 1941; 28: 517-37.
5. Parkin DM, Whelan SL, Ferlay J, Raymond L, Young J, eds. Cancer incidence in five
6.

continents, vol 7. IARC 1997; 143: 814-15.


Nielsen NH, Mikkelsen F, Hansen JP. Nasopharyngeal cancer in Greenland: the incidence

in an Arctic Eskimo population. Acta Pathol Microbiol Scand 1977; 85: 850-58.
7. Dickson RI, Flores AD. Nasopharyngeal carcinoma: an evaluation of 134 patients treated
between 1971-1980. Laryngoscope 1985; 95: 276-83.
8. Buell P. The effect of migration on the risk of nasopharyngeal cancer among Chinese.
Cancer Res 1974; 34: 1189-91.
9. Godtfredsen E. On the histopathology of malignant nasopharyngeal tumors. Acta Pathol
Microbiol Scand 1944; 55 (suppl): 38-319.
10. Svoboda D, Kirchner F, Shanmugaratnam K. Ultrastructure of nasopharyngeal
carcinoma in American and Chinese patients: an application of electron microscopy to
geographic pathology. Exp Mol Pathol 1965; 4: 189-204.
11. Prasad U. Cells of origin of nasopharyngeal carcinoma: an electron microscopical study. J
Laryngol Otol 1974; 88: 1087.
12. Gulley ML. Molecular diagnosis of Epstein-Barr virus-related diseases. J Mol Diagn 2001;
3: 1-10.
13. Raab-Traub N. Epstein-Barr virus in the pathogenesis of NPC. Semin Cancer Biol 2002;
12: 431-41.
14. Young LS, Murray PG. Epstein-Barr virus and oncogenesis: from latent genes to tumours.
Oncogene 2003; 22: 5108-21.
15. Shanmugaratnam K, Sobin LH. Histological typing of tumours of the upper respiratory
tract and ear. In: Shanmugaratnam K, Sobin LH, eds. International histological
classification of tumours: no 19. Geneva: WHO, 1991: 32-33.
16. Michaeu C, Rilke F, Pilotti S. Proposal for a new histopathological classification of
the carcinomas of the nasopharynx. Tumori 1978; 64: 513-18.
17. Nicholls JM. Nasopharyngeal carcinoma: classification and histological appearances. Adv
Anat Path 1997; 4: 71-84.
22

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

18. Shanmugaratnam K, Sobin LH. Histological typing of tumors of upper respiratory tract
and ear. In: Shanmugaratnam , Sobin LH, eds. International histological classification of
tumours, 2nd edn. Geneva: WHO, 1991: 32-33.
19. Reddy SP, Raslan WF, Gooneratne S, Kathuria S, Marks JE. Prognostic significance of
keratinization in nasopharygeal carcinoma. Am J Otolaryngol 1995; 16: 103-08.
20. Marks JE, Philips JL, Menck HR. The National Cancer Data Base report on the relationship
of race and national origin to the histology of nasopharyngeal carcinoma. Cancer 1998: 83:
582-88.
21. Lee AWM, Foo W, Law SCK, et al. Nasopharyngeal carcinoma-presenting symptoms and
duration beforediagnosis. HK Med J 1997; 3: 355-61.
22. Ozyar E, Atahan IL, Akyol FH, Gurkaynak M, Zorlu AF. Cranial nerve involvement
in nasopharyngeal carcinoma: its prognostic role and response to radiotherapy. Radiat Med
1994; 12: 65-68.
23. Sham JS, Poon YF, Wei WI, Choy D. Nasopharyngeal carcinoma in young patients. Cancer
1990; 65: 2606-10.
24. Zeng Y, Zhang LG, Wu YC, et al. Prospective studies on nasopharyngeal carcinoma in
Epstein-Barr virus IgA/VCA antibody-positive persons in Wuzhou City, China. Int J
Cancer 1985; 36: 545-47.
25. Zong YS, Sham JS, Ng MH, et al. Immunoglobulin A against viral capsid antigen of
Epstein-Barr virus and indirect mirror examination of the nasopharynx in the detection of
asymptomatic nasopharyngeal carcinoma. Cancer 1992; 69: 3-7.
26. Cheng WM, Chan KH, Chen HL, et al. Assessing the risk of nasopharyngeal carcinoma
on the basis of EBV antibody spectrum. Int J Cancer 2002; 97: 489-92.
27. Chien YC, Chen JY, Liu MY, et al. Serologic markers of Epstein-Barr virus infection
and nasopharyngeal carcinoma in Taiwanese men. N Engl J Med 2001; 345: 1877-82.
28. Sham JS, Cheung YK, Choy D, Chan FL, Leong L. Nasopharyngeal carcinoma: CT
evaluation of patterns of tumor spread. Am J Neuroradiol 1991; 12: 265-70.
29. Chong VF, Fan YF, Khoo JB. Nasopharyngeal carcinoma with intracranial spread: CT and
MR characteristics. J Comput Assist Tomogr 1996; 20: 563-69.
30. Dillon WP, Mills CM, Kjos B, DeGroot J, Brant-Zawadzki M. Magnetic resonance imaging
of the nasopharynx. Radiology 1984; 152: 731-38.
31. Olmi P, Fallai C, Colagrande S, Giannardi G. Staging and follow-up of nasopharyngeal
carcinoma: magnetic resonance imaging versus computerized tomography. Int J Radiat
Oncol Biol Phys 1995; 32: 795-800.

23

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

32. Cheng SH, Jian JJ, Tsai SY, et al. Prognostic features and treatment outcome in
locoregionally advancednasopharyngeal carcinoma following concurrent chemotherapy
and radiotherapy. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1998; 41: 755-62.
33. Sham JS, Tong CM, Choy D, Yeung DW. Role of bone scanning in detection of subclinical
bone metastasis innasopharyngeal carcinoma. Clin Nucl Med 1991; 16: 27-29.
34. Kraiphibul P, Atichartakarn V, Clongsusuek P, Kulapaditharom B, Ratanatharathorn V,
Chokewattanaskul P.Nasopharyngeal carcinoma: value of bone and liver scintigraphy in the
pretreatment and follow-up period. J Med Assoc Thai 1991; 74: 276-79.
35. Leung SF, Metreweli C, Tsao SY, Van Hasselt CA. Staging abdominal ultrasonography
in nasopharyngeal carcinoma. Australas Radiol 1991; 35: 31-32.
36. Sham JS, Chan LC, Loke SL, Choy D. Nasopharyngeal carcinoma: role of marrow biopsy
at diagnosis. Oncology 1991; 48: 480-82.
37. Kumar MB, Lu JJ, Loh KS, et al. Tailoring distant metastatic imaging for patients with
clinically localized undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol
Phys 2004; 58: 688-93.
38. Nakamoto Y, Osman M, Wahl RL. Prevalence and patterns of bone metastases detected
with positron emission tomography using F-18 FDG. Clin Nud Med 2003; 28: 302-07.
39. Cellai E, Olmi P, Chiavacci A, et al. Computed tomography in nasopharyngeal carcinomapart II: impact onsurvival. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1990; 19: 1177-82.
40. Emami B, Sethi A, Petruzzelli GJ. Influence of MRI on target volume delineation and
IMRT planning innasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2003; 57: 48188.
41. Chong VF, Fan YF. Detection of recurrent nasopharyngeal carcinoma: MR imaging versus
CT. Radiology 1997; 202: 463-70.
42. Chong VF, Mukherji SK, Ng SH, et al. Nasopharyngeal carcinoma: review of how imaging
affects staging. J Comput Assist Tomogr 1999; 23: 984-93.
43. Ng SH, Chang JT, Ko SF, Wan YL, Tang LM, Chen WC. MRI in recurrent nasopharyngeal
carcinoma. Neuroradiology 1999; 41: 855-62.
44. Fang FM, Leung SW, Wang CJ, et al. Computed tomography findings of bony regeneration
after radiotherapy for nasopharyngeal carcinoma with skull base destruction: implications
for local control. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1999; 44: 305-09.
45. Lu TX, Mai WY, Teh BS, et al. Important prognostic factors in patients with skull base
erosion fromnasopharyngeal carcinoma after radiotherapy. Int J Radiat Oncol Biol Phys
2001; 51: 589-98.

24

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

46. Yen RF, Hung RL, Pan MH, et al. 18-fluoro-2-deoxyglucose positron emission tomography
in detecting residual/recurrent nasopharyngeal carcinomas and comparison with magnetic
resonance imaging. Cancer 2003; 98: 283-87.
47. Sobin LH, Wittekind, eds. TNM classification of malignant tumours, 5th edn. New York:
Wiley-Liss, 1997: 25-30.
48. Ho JHC. An epidemiologic and clinical study of nasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat
Oncol Biol Phys 1978; 4: 182-98.
49. Fleming ID, Cooper JS, Henson DE, et al, eds. AJCC Cancer Staging Manual, 5th edn.
Philadelphia: Lippincott-Raven, 1997: 33-35.
50. Sham JST, Cheung YK, Choy D, Chan FL, Leong L. Cranial nerve involvement and base
of the skull erosion innasopharyngeal carcinoma. Cancer 1991; 68: 422-26.
51. Chua DTT, Sham JST, Kwong DLW, Choy D, Au GKH, Wu PM. Prognostic value of
paranasopharyngeal extension of nasopharyngeal carcinoma. Cancer 1996; 78: 202-10.
52. Teo P, Yu P, Lee WY, et al. Significant prognosticator after primary radiotherapy in 903
nondisseminatednasopharyngeal carcinoma evaluated by computer tomography. Int J
Radiat Oncol Biol Phys 1996; 36: 291-304.
53. Ho JH. Stage classification of nasopharyngeal carcinoma: a review. International Agency
for Research onCancer, publication no. 20, 1978; 99-113.
54. Lee AW, Foo W, Law SC, et al. Staging of nasopharyngeal carcinoma: from Ho's to the
new UICC system. Int J Cancer 1999; 84: 179-87.
55. Cooper JS, Cohen R, Stevens RE. A comparision of staging systems for nasopharyngeal
carcinoma. Cancer 1998; 83: 213-19.
56. zyar E, Yildiz F, Akyol FH, Atahan II. Comparison of AJCC 1988 and 1997
classifications for nasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1999; 44:107987.
57. Sham JS, Choy D. Prognostic factors of nasopharyngeal carcinoma: a review of 759
patients. Br J Radiol 1990; 63: 51-58.
58. Perez CA, Devineni VR, Marcial-Vega V, Marks JE, Simpson JR, Kucik N. Carcinoma of
the nasopharynx: factors affecting prognosis. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1992; 23: 27180.
59. Sham JS, Choy D. Prognostic value of paranasopharyngeal extension of nasopharyngeal
carcinoma on local control and short-term survival. Head Neck 1991; 13: 298-310.
60. Cheng SH, Yen KL, Jian JJ, et al. Examining prognostic factors and patterns of failure
in nasopharyngeal carcinoma following concomitant radiotherapy and chemotherapy:
impact on future clinical trials. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2001; 50: 717-26.
25

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

61. Chua DT, Sham JS, Kwong DL, et al. Volumetric analysis of tumor extent
in nasopharyngeal carcinoma and correlation with treatment outcome. Int J Radiat Oncol
Biol Phys 1997; 39: 711-19.
62. Chang CC, Chen MK, Liu MT, Wu HK. The effect of primary tumor volumes in advanced
T-stagednasopharyngeal rumors. Head Neck 2002; 24: 940-46.
63. Sze WM, Lee AW, Yau TK, et al. Primary tumor volume of nasopharyngeal carcinoma:
prognostic significance for local control. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2004; 59: 21-27.
64. Lo YM. Quantitative analysis of Epstein-Barr virus DNA in plasma and serum:
applications to tumor detection and monitoring. Ann N Y Acad Sci 2001; 945: 68-72.
65. Chua DT, Sham JS, Wei WI, Ho WK, Au GK. The predictive value of the 1997 American
Joint Committee onCancer stage classification in determining failure patterns
in nasopharyngeal carcinoma. Cancer 2001; 92: 2845-55.
66. Al-Sarraf M, Leblanc M, Giri S, et al. Chemoradiotherapy versus radiotherapy in patients
with advancednasopharyngeal cancer: phase III randomized Intergroup Study 0099. J Clin
Oncol 1998; 16: 1310-17.
67. Lin JC, Jan JS, Hsu CY, et al. Phase III study of concurrent chemoradiotherapy versus
radiotherapy alone for advanced nasopharyngeal carcinoma: positive effect on overall and
progression-free survival. J Clin Oncol 2003; 21: 631-37.
68. Mesic JB, Fletcher GH, Goepfert H. Megavoltage irradiation of epithelial tumors of the
nasopharynx. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1981; 7: 447-53.
69. Hoppe RT, Goffinet DR, Bagshaw MA. Carcinoma of the nasopharynx-eighteen years'
experience with megavoltage radiation therapy. Cancer 1976; 37: 2605-12.
70. Lee AW, Poon YF, Foo W, et al. Retrospective analysis of 5037 patients
with nasopharyngeal carcinomatreated during 1976-1985: overall survival and patterns of
failure. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1992; 23: 261-70.
71. Wang CC. Improved local control of nasopharyngeal carcinoma after intracavitary
brachytherapy boost. Am J Clin Oncol 1991; 14: 5-8.
72. Kwong DL, Sham JS, Chua DT, Choy DT, Au GK, Wu PM. The effect of interruptions and
prolonged treatment time in radiotherapy for nasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol
Biol Phys 1997; 39: 703-10.
73. Lee AW, Sham JS, Poon YF, Ho JH. Treatment of stage I nasopharyngeal carcinoma:
analysis of the patterns of relapse and the results of withholding elective neck irradiation.
Int J Radiat Oncol Biol Phys 1989; 17: 1183-90.

26

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

74. Kwong D, Sham J, Choy D. The effect of loco-regional control on distant metastatic
dissemination incarcinoma of the nasopharynx: an analysis of 1301 patients. Int J Radiat
Oncol Biol Phys 1994; 30: 1029-36.
75. Levendag PC, Lagerwaard FJ, de Pan C, et al. High-dose, high-precision treatment options
for boosting cancer of the nasopharynx. Radiother Oncol 2002; 63: 67-74.
76. Le QT, Tate D, Koong A, et al. Improved local control with stereotactic radiosurgical boost
in patients withnasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2003; 56: 1046-54.
77. Chua DT, Sham JS, Kwong PW, Hung KN, Leung LH. Linear accelerator-based
stereotactic radiosurgery for limited, locally persistent, and recurrent nasopharyngeal
carcinoma: efficacy and complications. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2003; 56: 177-83.
78. Waldron J, Tin MM, Keller A, et al. Limitation of conventional two dimensional radiation
therapy planning innasopharyngeal carcinoma. Radiother Oncol 2003; 68: 153-61.
79. Cheng JC, Chao KS, Low D. Comparison of intensity modulated radiation therapy (IMRT)
treatment techniques for nasopharyngeal carcinoma. Int J Cancer 2001; 96: 126-31.
80. Wolden SL, Zelefsky MJ, Hunt MA, et al. Failure of a 3D conformai boost to improve
radiotherapy fornasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2001; 49: 122934.
81. Wu VW, Kwong DL, Sham JS. Target dose conformity in 3-dimensional conformal
radiotherapy and intensity modulated radiotherapy. Radiother Oncol 2004; 71: 201-06.
82. Hsiung CY, Yorke ED, Chui CS, et al. Intensity-modulated radiotherapy versus
conventional three-dimensional conformal radiotherapy for boost or salvage treatment
of nasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2002; 53: 638-47.
83. Lee N, Xia P, Quivey JM, et al. Intensity-modulated radiotherapy in the treatment
of nasopharyngeal carcinoma: an update of the UCSF experience. Int J Radiat Oncol BM
Phys 2002; 53: 12-22.
84. Kwong DL, Pow EH, Sham JS, et al. Intensity-modulated radiotherapy for earlystage nasopharyngeal carcinoma: a prospective study on disease control and preservation of
salivary function. Cancer. 2004; 101: 1584-93.
85. Lu TX, Mai WY, Teh BS, et al. Initial experience using intensity-modulated radiotherapy
for recurrentnasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2004; 58: 682-87.
86. Lee AW, Sze WM, Yau TK, Yeung RM, Chappell R, Fowler JF. Retrospective
analysis on treatingnasopharyngeal carcinoma with accelerated fractionation (6 fractions
per week) in comparison with conventional fractionation (5 fractions per week):

27

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

report on 3-year tumor control and normal tissue toxicity. Radiother Oncol 2001; 58: 12130.
87. Franchin G, Vaccher E, Talamini R, et al. Nasopharyngeal cancer WHO type II-III:
monoinstitutional retrospective analysis with standard and accelerated hyperfractionated
radiation therapy. Oral Oncol 2002; 38: 137-44.
88. Wolden SL, Zelefsky MJ, Kraus DH, et al. Accelerated concomitant boost radiotherapy and
chemotherapy for advanced nasopharyngeal carcinoma. J Clin Oncol 2001; 19:1105-10.
89. Jian JJ, Cheng SH, Tsai SY, et al. Improvement of local control of T3 and
T4 nasopharyngeal carcinoma by hyperfractionated radiotherapy and concomitant
chemotherapy. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2002; 53: 344-52.
90. Teo PM, Leung SF, Chan AT, et al. Final report of a randomized trial on alteredfractionated radiotherapy innasopharyngeal carcinoma prematurely terminated by
significant increase in neurologic complications. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2000; 48:
1311-22.
91. International Nasopharynx Cancer Study Group VUMCA I trial. Preliminary results of a
randomized trial comparing neoadjuvant chemotherapy (cisplatin, epirubicin, bleomycin)
plus radiotherapy vs. radiotherapy alone in stage IV(> or = N2, M0)
undifferentiated nasopharyngeal carcinoma: a positive effect on progression-free survival.
Int J Radiat Oncol Biol Phys 1996; 35: 463-69.
92. Chua DT, Sham JST, Choy D, et al. Preliminary report of the Asian-Oceanian Clinical
Oncology Association randomized trial comparing cisplatin and epirubicin followed by
radiotherapy versus radiotherapy alone in the treatment of patients with locoregionally
advanced nasopharyngeal carcinoma. Cancer 1998; 83: 2270-83.
93. Ma J, Mai HQ, Hong MH, et al. Results of a prospective randomized trial comparing
neoadjuvant chemotherapy plus radiotherapy with radiotherapy alone in patients with
locoregionally advancednasopharyngeal carcinoma. J Clin Oncol 2001; 19: 1350-57.
94. Hareyama M, Sakata K, Shirato H, et al. A prospective, randomized trial comparing
neoadjuvant chemotherapy with radiotherapy alone in patients with
advanced nasopharyngeal carcinoma. Cancer 2002; 94: 2217-23.
95. Chan ATC, Teo PML, Ngan RK, et al. Concurrent chemotherapy-radiotherapy compared
with radiotherapy alone in loco-regionally advanced nasopharyngeal carcinoma:
progression-free survival analysis of a Phase III randomized trial. J Clin Oncol 2002; 20:
2038-44.
28

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

96. Rossi A, Molinari R, Boracchi P, et al. Adjuvant chemotherapy with vincristine,


cyclophosphamide, and doxorubicin after radiotherapy in localregional nasopharyngeal cancer: Results of a 4-year multicenter randomized study. J Clin
Oncol 1988; 6: 1401-10.
97. Chi KH, Chang YC, Guo WY, et al. A phase III study of adjuvant chemotherapy in
advanced nasopharyngeal carcinoma patients. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2002; 52: 123844.
98. Chan AT, Ngan R, Teo P, et al. Final results of a phase III randomized study of concurrent
weekly cisplatin-RT versus RT alone in locoregionally advanced nasopharyngeal
carcinoma (NPC). Proc Am Soc Clin Oncol 2004 (abstract 5523): 492.
99. Chua DTT, Ma J, Sham JST. Long-term survival after cisplatin-based induction
chemotherapy and radiotherapy for nasopharyngeal carcinoma: a pooled data analysis of
two phase III trials. Proc Am Soc Clin Oncol 2004 (abstract 5524) 492.
100. Kwong DL, Sham JS, Au GK, et al. Concurrent and adjuvant chemotherapy
for nasopharyngeal carcinoma: a factorial study. J Clin Oncol 2004; 22: 2643-53.
101. Lee AWM, Lau WH, Tung SY, et al. Prospective randomized study on therapeutic gain
achieved by addition of chemotherapy for T1-4N2-3M0 Nasopharyngeal
Carcinoma (NPC). Proc Am Soc Clin Oncol 2004 (abstract 5506): 488.
102. Wee J, Tan EH, Tai BC, et al. Phase III randomized trial of radiotherapy versus
concurrent chemo-radiotherapy followed by adjuvant chemotherapy in patients with
AJCC/UICC (1997) stage 3 and 4nasopharyngeal cancer of the endemic variety. Proc Am
Soc Clin Oncol 2004 (abstract 5500): 487
103. Lin JC, Jan JS, Hsu CY, Jiang RS, Wang WY. Outpatient weekly neoadjuvant
chemotherapy followed by radiotherapy for advanced nasopharyngeal carcinoma: high
complete response and low toxicity rates. Br J Cancer 2003; 88: 187-94.
104. Oh JL, Vokes EE, Kies MS, et al. Induction chemotherapy followed by concomitant
chemoradiotherapy in the treatment of locoregionally advanced nasopharyngeal cancer.
Ann Oncol 2003; 14: 564-69.
105. Chua DT, Sham JS, Au GK. A concurrent chemoirradiation with cisplatin followed by
adjuvant chemotherapy with ifosfamide, 5-fluorouracil, and leucovorin for stage
IV nasopharyngeal carcinoma. Head Neck 2004; 26:118-26.
106. Chua DT, Sham JS, Kwong DL, Au GK. Treatment outcome after radiotherapy alone for
patients with Stage I-II nasopharyngeal carcinoma. Cancer 2003; 98: 74-80.

29

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

107. Cheng SH, Tsai SY, Yen KL, et al. Concomitant radiotherapy and chemotherapy for
early-stagenasopharyngeal carcinoma. J Clin Oncol 2000; 18: 2040-45.
108. Sanguineti G, Bossi P, Pou A, Licitra L. Timing of chemoradiotherapy and patient
selection for locally advanced nasopharyngeal carcinoma. Clin Oncol (R Coll Radiol)
2003; 15: 451-60.
109. Cheng SH, Jian JJ, Tsai SY, et al. Long-term survival of nasopharyngeal
carcinoma following concomitant radiotherapy and chemotherapy. Int J Radiat Oncol Biol
Phys 2000; 48:1323-30.
110. Kwong DL, Nicholls J, Wei WI, et al. The time course of histologic remission after
treatment of patients withnasopharyngeal carcinoma. Cancer 1999; 85: 1446-53.
111. Yan JH, Xu GZ, Hu YH, et al. Management of local residual primary lesion
of nasopharyngeal carcinoma: II. Results of prospective randomized trial on booster dose.
Int J Radiat Oncol Biol Phys 1990; 18: 295-98.
112. Leung TW, Tung SY, Sze WK, Sze WM, Wong VY, O SK. Salvage brachytherapy for
patients with locally persistent nasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys
2000; 47: 405-12.
113. Chua DT, Sham JS, Kwong DL, Wei WI, Au GK, Choy D. Locally
recurrent nasopharyngeal carcinoma: treatment results for patients with computed
tomography assessment. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1998; 41: 379-86.
114. Sham JS, Choy D, Wei WI, Yau CC. Value of clinical follow-up for local nasopharyngeal
carcinoma relapse. Head Neck 1992; 14: 208-17.
115. Chiesa F, De Paoli F. Distant metastases from nasopharyngeal cancer. ORL J
Otorhinolaryngol Relat Spec 2001; 63: 214-16.
116. Hong RL, Lin CY, Ting LL, Ko JY, Hsu MM. Comparison of clinical and molecular
surveillance in patients with advanced nasopharyngeal carcinoma after primary therapy: the
potential role of quantitative analysis of circulating Epstein-Barr virus DNA. Cancer 2004;
100: 1429-37.
117. Mutiranura A, Pornthanakasem W, Theamboonlers A, et al. Epstein-Barr viral DNA in
serum of patients withnasopharyngeal carcinoma. Clin Cancer Res 1998; 4: 665-69.
118. Lo DYM, Leung SF, Chan LYS, et al. Kinetics of plasma Epstein-Barr virus DNA during
radiation therapy fornasopharyngeal carcinoma. Cancer Res 2000; 60: 2351-55.
119. Lin JC, Wang WY, Chen KY, et al. Quantification of plasma Epstein-Barr virus DNA in
patients with advancednasopharyngeal carcinoma. N Engl J Med 2004; 350: 2461-70.

30

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

120. Chan AT, Lo YM, Zee B, et al. Plasma Epstein-Barr virus DNA and residual disease after
radiotherapy for undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Natl Cancer Inst 2002; 94:
1614-19.
121. Leung SF, Tarn JS, Chan AT, et al. Improved accuracy of detection of nasopharyngeal
carcinoma by combined application of circulating Epstein-Barr virus DNA and antiEpstein-Barr viral capsid antigen IgA antibody. Clin Cancer Res 2003; 15: 3431-34.
122. Wei WI, Yuen AP, Ng RW, Ho WK, Kwong DL, Sham JS. Quantitative analysis of
plasma cell-free Epstein-Barr virus DNA in nasopharyngeal carcinoma after salvage
nasopharyngectomy. a prospective study. Head Neck 2004; 26: 878-83.
123. Fang FM, Chiu HC, Kuo WR, et al. Health-related quality of life for nasopharyngeal
carcinoma patients with cancer-free survival after treatment. Int J Radiat Oncol Biol Phys
2002; 53: 959-68.
124. Millan AS, Pow EH, Leung WK, Wong MC, Kwong DL. Oral health-related quality of
life in southern Chinese following radiotherapy for nasopharyngeal carcinoma. J Oral
Rehab 2004; 31: 600-08.
125. Lam KS, Tse VK, Wang C, Yeung RT, Ho JH. Effects of cranial
irradiation on hypothalamic-pituitary function-a 5-year longitudinal study in patients
with nasopharyngeal carcinoma. Q J Med 1991; 78: 165-76.
126. Ho WK, Wei WI, Kwong DL, et al. Long-term sensorineural hearing deficit following
radiotherapy in patients suffering from nasopharyngeal carcinoma: a prospective study.
Head Neck 1999; 21: 547-53.
127. Pow EH, McMillan AS, Leung WK, Wong MC, Kwong DL. Salivary gland function and
xerostomia in southern Chinese following radiotherapy for nasopharyngeal carcinoma. Clin
Oral Investig 2003; 7: 230-34.
128. Pow EH, McMillan AS, Leung WK, Kwong DL, Wong MC. Oral health condition in
southern Chinese after radiotherapy for nasopharyngeal carcinoma: extent and nature of the
problem. Oral Dis 2003; 9:196-202.
129. Leung SF, Zheng Y, Choi CY, et al. Quantitative measurement of post-irradiation neck
fibrosis based on the young modulus: description of a new method and clinical results.
Cancer 2002; 95: 656-62.
130. Cheng SW, Ting AC, Lam LK, Wei WI. Carotid stenosis after radiotherapy
for nasopharyngeal carcinoma. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2000; 126: 517-21.

31

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

131. Lee AW, Kwong DL, Leung SF, et al. Factors affecting risk of symptomatic temporal lobe
necrosis: significance of fractional dose and treatment time. Int J Radiat Oncol Biol Phys
2002; 53: 75-85.
132. Lin YS, Jen YM, Lin JC. Radiation-related cranial nerve palsy in patients
with nasopharyngeal carcinoma. Cancer 2002; 95: 404-09.
133. Chang YC, Chen SY, Lui LT, et al. Dysphagia in patients with nasopharyngeal cancer
after radiation therapy: a videofluoroscopic swallowing study. Dysphagia 2003; 18: 135-43.
134. Lam LC, Leung SF, Chan YL. Progress of memory function after radiation therapy in
patients withnasopharyngeal carcinoma. J Neuropsychiatry Clin Neurosci 2003; 15: 90-97.
135. Cheung M, Chan AS, Law SC, Chan JH, Tse VK. Cognitive function of patients
with nasopharyngeal carcinoma with and without temporal lobe radionecrosis. Arch Neurol
2000; 57: 1347-52.
136. Lee PW, Hung BK, Woo EK, Tai PT, Choi DT. Effects of radiation
therapy on neuropsychological functioning in patients with nasopharyngeal carcinoma. J
Neurol Neurosurg Psychiatry 1989; 52: 488-92.
137. Lee AW, Law SC, Ng SH, et al. Retrospective analysis of nasopharyngeal
carcinoma treated during 1976-1985: late complications following megavoltage irradiation.
Br J Radiol 1992; 65: 918-28.
138. Sham J, Choy D, Kwong PW, et al. Radiotherapy for nasopharyngeal carcinoma:
shielding the pituitary may improve therapeutic ratio. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1994;
29: 699-704.
139. Kao CH, Tsai SC, Wang JJ, Ho YJ, Yen RF, Ho ST. Comparing 18-fluoro-2-deoxyglucose
positron emission tomography with a combination of technetium 99m tetrofosmin single
photon emission computed tomography and computed tomography to detect recurrent or
persistent nasopharyngeal carcinomas after radiotherapy. Cancer 2001; 92: 434-39.
140. Wei WI, Ho CM, Wong MP, Ng WF, Lau SK, Lam KH. Pathological basis of surgery in
the management of postradiotherapy cervical metastasis in nasopharyngeal carcinoma.
Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1992; 118: 923-29.
141. Chua DT, Wei WI, Sham JS, Cheng AC, Au G. Treatment outcome for synchronous
locoregional failures ofnasopharyngeal carcinoma. Head Neck 2003; 25: 585-94.
142. Wei WI, Lam KH, Ho CM, Sham JS, Lau SK. Efficacy of radical neck dissection for the
control of cervical metastasis after radiotherapy for nasopharyngeal carcinoma. Am J Surg
1990; 160: 439-42.

32

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

143. Wei WI, Sham JS, Choy D, Ho CM, Lam KH. Split-palate approach for gold grain
implantation innasopharyngeal carcinoma. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1990; 116:
578-82.
144. Wei WI, Lam KH, Sham JS. New approach to the nasopharynx: the maxillary swing
approach. Head Neck 1991; 13: 200-07.
145. Morton RP, Liavaag PG, McLean M, Freeman JL. Transcervicomandibulo-palatal
approach for surgical salvage of recurrent nasopharyngeal cancer. Head Neck 1996; 18:
352-58.
146. Huang SC, Lui LT, Lynn TC. Nasopharyngeal cancer: study III. A review of 1206 patients
treated with combined modalities. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1985; 11: 1789-93.
147. Sham JS, Choy D. Nasopharyngeal carcinoma: treatment of neck node recurrence by
radiotherapy. Australas Radiol 1991; 35: 370-73.
148. Wei WI, Ho WK, Cheng AC, et al. Management of extensive cervical nodal metastasis
in nasopharyngeal carcinoma after radiotherapy: a clinicopathological study. Arch
Otolaryngol Head Neck Surg 2001; 127: 1457-62.
149. Lee AW, Law SC, Foo W, et al. Retrospective analysis of patients with nasopharyngeal
carcinoma treated during 1976-1985: survival after local recurrence. Int J Radiat Oncol
Biol Phys 1993; 26: 773-82.
150. Xiao J, Xu G, Miao Y. Fractionated stereotactic radiosurgery for 50 patients with
recurrent or residualnasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2001; 51:
164-70.
151. Wang CC, Busse J, Gitterman M. A simple afterloading applicator for intracavitary
irradiation of carcinomaof the nasopharynx. Radiology 1975; 115: 737-38.
152. Harrison LB, Weissberg JB. A technique for interstitial nasopharyngeal brachytherapy. Int
J Radiat Oncol Biol Phys 1987; 13: 451-53.
153. Choy D, Sham JS, Wei WI, Ho CM, Wu PM. Transpalatal insertion of radioactive gold
grain for the treatment of persistent and recurrent nasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat
Oncol Biol Phys 1993; 25: 505-12.
154. Kwong DL, Wei WI, Cheng AC, et al. Long term results of radioactive gold grain
implantation for the treatment of persistent and recurrent nasopharyngeal carcinoma.
Cancer 2001; 91: 1105-13.
155. Leung TW, Tung SY, Wong VY, et al. High dose rate intracavitary brachytherapy in the
treatment ofnasopharyngeal carcinoma. Acta Oncol 1996; 35: 43-47.

33

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

156. Law SC, Lam WK, Ng MF, Au SK, Mak WT, Lau WH. Reirradiation of nasopharyngeal
carcinoma with intracavitary mold brachytherapy: an effective means of local salvage. Int J
Radiat Oncol Biol Phys 2002; 54: 1095-113.
157. Fisch U. The infratemporal fossa approach for nasopharyngeal tumors. Laryngoscope
1983; 93: 36-44.
158. Fee WE Jr, Roberson JB Jr, Goffmet DR. Long-term survival after surgical resection for
recurrentnasopharyngeal cancer after radiotherapy failure. Arch Otolaryngol Head Neck
Surg 1991; 117: 1233-36.
159. Fee WE Jr, Moir MS, Choi EC, Goffinet D. Nasopharyngectomy for
recurrent nasopharyngeal cancer: a 2- to 17-year follow-up. Arch Otolaryngol Head Neck
Surg 2002; 128: 280-84.
160. Wei WI. Nasopharyngeal cancer: current status of management. Arch Otolaryngol Head
Neck Surg 2001; 127: 766-69.
161. Leung TW, Tung SY, Sze WK, et al. Salvage radiation therapy for locally
recurrent nasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2000; 48: 1331-38.
162. Poon D, Yap SP, Wong ZW, et al. Concurrent chemoradiotherapy in locoregionally
recurrentnasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2004; 59: 1312-18.
163. Wang TL, Tan YO. Cisplatin and 5-fluorouracil continuous infusion for
metastatic nasopharyngeal carcinoma. Ann Acad Med Singapore 1991; 20: 601-03.
164. Chua DT, Sham JS, Au GK. A phase II study of capecitabine in patients with recurrent
and metastaticnasopharyngeal carcinoma pretreated with platinum-based chemotherapy.
Oral Oncol 2003; 39: 361-66.
165. Ngan RK, Yiu HH, Lau WH, et al. Combination gemcitabine and cisplatin chemotherapy
for metastatic or recurrent nasopharyngeal carcinoma: report of a phase II study. Ann Oncol
2002; 13: 1252-58.
166. Tan EH, Khoo KS, Wee J, et al. Phase II trial of a paclitaxel and carboplatin combination
in Asian patients with metastatic nasopharyngeal carcinoma. Ann Oncol 1999; 10: 235-37.
167. Chua DT, Kwong DL, Sham JS, Au GK, Choy D. A phase II study of ifosfamide, 5fluorouracil and leucovorin in patients with recurrent nasopharyngeal carcinoma previously
treated with platinum chemotherapy. Eur J Cancer 2000; 36: 736-41.
168. Taamma A, Fandi A, Azli N, et al. Phase II trial of chemotherapy with 5-fluorouracil,
bleomycin, epirubicin, and cisplatin for patients with locally advanced, metastatic, or
recurrent undifferentiated carcinoma of thenasopharyngeal type. Cancer 1999; 86: 1101-08.

34

Nasopharyngeal carcinoma
Wei, William I; Sham, Jonathan ST
The Lancet; June 11-June 17, 2005; 365, 9476:2041-54

169. Siu LL, Czaykowski PM, Tannock IF. Phase I/II study of the CAPABLE regimen for
patients with poorly differentiated carcinoma of the nasopharynx. J Clin Oncol 1998; 16:
2514-21.
170. Boussen H, Cvitkovic E, Wendling JL, et al. Chemotherapy of metastatic and/or recurrent
undifferentiatednasopharyngeal carcinoma with cisplatin, bleomycin, and fluorouracil. J
Clin Oncol 1991; 9: 1675-81.
171. Fandi A, Bachouchi M, Azli N, et al. Long-term disease-free survivors in metastatic
undifferentiatedcarcinoma of nasopharyngeal type. J Clin Oncol 2000; 18: 1324-30.
172. Cheng LC, Sham JS, Chiu CS, Fu KH, Lee JW, Mok CK. Surgical resection of
pulmonary metastases fromnasopharyngeal carcinoma. Aust N Z J Surg 1996; 66: 71-73.
173. Kwan WH, Teo PM, Chow LT, Choi PH, Johnson PJ. Nasopharyngeal carcinoma with
metastatic disease to mediastinal and hilar lymph nodes: an indication for more aggressive
treatment. Clin Oncol (R Coll Radiol) 1996; 8: 55-58.
174. Li JH, Chia M, Shi W, et al. Tumor-targeted gene therapy for nasopharyngeal carcinoma.
Cancer Res 2002; 62: 171-78.
175. Duraiswamy J, Sherritt M, Thomson S, et al. Therapeutic LMP1 polyepitope vaccine for
EBV-associated Hodgkin disease and nasopharyngeal carcinoma. Blood 2003; 101: 315056.
176. Chua D, Huang J, Zheng B, et al. Adoptive transfer of autologous Epstein-Barr virusspecific cytotoxic T cells for nasopharyngeal carcinoma. Int J Cancer 2001; 94: 73-80.
177. Lopes V, Young LS, Murray PG. Epstein-Barr virus-associated cancers: aetiology and
treatment. Herpes 2003; 10: 78-82.

35

Anda mungkin juga menyukai