PENDAHULUAN
Angka kematian pada penderita JRA sedikit lebih tinggi dari pada anak
normal. Angka kematian tertinggi terjadi pada JRA sistemik. Juvenile Rheumatoid
Arthritis (JRA) juga dapat berkembang menjadi penyakit lain, seperti Systemic
Lupus Erythematosus (SLE) atau skleroderma, yang memiliki angka kematian
yang lebih tinggi dari pada JRA pausiartikular atau poliartikular.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) adalah peradangan kronis autoimun pada
sendi yang onsetnya terjadi sebelum usia 16 tahun dan menetap lebih dari 6
minggu, setelah menyingkirkan penyebab lain.1
2.2Epidemiologi
Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) pada anak bukan penyakit yang jarang,
namun frekuensi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit ini terdapat pada semua ras
dan geografik, namun insidennya di seluruh dunia berbeda-beda. Insiden JRA
bervariasi antara 2 sampai 20 per 100.000 anak. JRA biasanya bermula sebelum
usia 16 tahun. Namun onset penyakit juga dapat terjadi lebih awal, dengan
frekuensi tertinggi antara usia 1-3 tahun. Perempuan lebih sering terkena dari pada
laki-laki.2,3
Sekitar 300.000 anak di Amerika Serikat diperkirakan menderita artritis
dengan berbagai tipe. Insiden JRA diperkirakan 4-14 kasus per 100.000 anak per
tahun. Di seluruh dunia, JRA terjadi lebih sering pada populasi tertentu seperti
Inggris, Columbia dan Norwegia. Sebuah studi dari Jerman menemukan tingkat
prevalensi 20 kasus per 100.000 penduduk, dengan insiden 3,5 kasus per 100.000
penduduk. Di Norwegia tingkat prevalensi sekitar 148 kasus per 100.000
penduduk dengan insiden 22 kasus per 100.000 penduduk. Insiden JRA di Jepang
dilaporkan sangat rendah.1
Angka kematian JRA sulit untuk dihitung tetapi diperkirakan kurang dari
1% di Eropa dan kurang dari 0,5% di Amerika Utara. Sebagian besar kematian
JRA di Eropa terkait dengan amiloidosis, dan di Amerika Serikat berhubungan
dengan infeksi.1
a. Pausiartikular : 30%
b. Poliartikular (faktor reumatoid negatif) : 20%
c. Poliartikular (faktor reumatoid positif) : 5%
d. Onset sistemik : 5%
e. Psoriatik : 5%
f. Terkait enthesitis : 25%
g. undifferentiated : 10%
Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) tipe pausiartikular dan poliartikular
lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio
masing-masing 3 : 1 dan 2,8 : 1. Sedangkan tipe sistemik terjadi dengan frekuensi
yang sama antara anak laki-laki dan perempuan.1
Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) dengan tipe poliartikular faktor
rematoid negatif memiliki puncak onset bifasik. Puncak pertama terjadi pada usia
muda (1-4 tahun), mirip dengan JRA pausiartikular, dan puncak kedua terjadi
pada usia 6-12 tahun. Poliartikular faktor rematoid positif lebih sering terjadi pada
remaja. Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) tipe sistemik tidak memiliki puncak
onset usia.1
Penelitian deskriptif cross sectional dilakukan untuk memperoleh profil
pasien JRA berdasarkan kriteria dan klasifikasi ILAR di RSCM. Selama kurun
waktu 6 tahun sejak 1 Januari 2001 hingga 31 Desember 2006 di RSCM
didapatkan 203 pasien dengan keluhan utama artritis. Peneliti menemukan 68
pasien merupakan penderita JRA (34,3%). Tipe oligoartikular merupakan jenis
terbanyak yang ditemukan (40,8%).5
2.3 Etiologi
Etiologi JRA belum banyak diketahui, diduga terjadi karena respon yang
abnormal terhadap infeksi atau faktor lain yang ada di lingkungan. Peran
imunogenetik diduga memiliki pengaruh yang sangat kuat.4
2.4 Klasifikasi
Pada tahun 1970, dua kriteria digunakan untuk mengklasifikasikan JRA pada anak
yaitu klasifikasi oleh American Collage of Rheumatology (ACR), dan European
League Against Rheumatism (EULAR). Pada tahun1993, klasifikasi ketiga
muncul dari International League of Association for Rheumatology (ILAR).
Karakteristik klinis JRA yang sering digunakan adalah oligoartritis, poliartritis
dan onset sistemik.2
Poliartritis
Oligoartritis
Sistemik
Presentase kasus
30 %
60%
10%
Sendi terlibat
Bervariasi
Usia onset
1:3
1:5
1:1
Penyakit sistemik
Penyakit sistemik
sedang
sistemik, penyebab
sering sembuh
utama morbiditas
sendiri, sebagian
adalah uveitis
mengalami destruksi
( laki-laki:
perempuan )
Keterlibatan sistemik
artritis kronik
Adanya uveitis kronik
5%
5-15%
Jarang
Frekuensi seropositif
10% ( meningkat
Jarang
Jarang
faktor rheumatoid
dengan usia )
Antibodi antinuclear
40-50%
75-85%
10%
Prognosis
Sedang
Buruk
penglihatan
2.5 Patofisiologi
Artritis reumatoid ditandai dengan peradangan sinovial kronis yang nonsupuratif.
Jaringan sinovial yang terkena menjadi edema, hiperemis, serta diinfiltrasi oleh
limfosit dan sel plasma. Bertambahnya cairan sendi menimbulkan efusi.
Penonjolan dari membran sinovial yang menebal membentuk vili yang menonjol
ke dalam ruang sendi; reumatoid sinovial yang hiperplastik dapat menyebar dan
melekat pada kartilago artikuler sehingga terbentuk pannus. Pada sinovitis kronis
dan proliferasi sinovial yang berkelanjutan, kartilago artikuler dan struktur sendi
lainnya dapat mengalami erosi dan rusak secara progresif. Terdapat variasi waktu
yang dibutuhkan untuk terjadinya proses kerusakan sendi yang permanen pada
sinovitis. Pada anak, proses kerusakan kartilago artikuler terjadi lebih lambat
dibandingkan pada dewasa, sehingga anak yang menderita JRA tidak pernah
mendapat cedera sendi permanen walaupun sinovitisnya lama. Penghancuran
sendi terjadi lebih sering pada anak dengan faktor reumatoid positif atau penyakit
tipe sistemik. Bila penghancuran sendi telah dimulai, dapat terjadi erosi tulang
subkhondral, penyempitan ruang sendi, penghancuran tulang, deformitas dan
subluksasi atau ankilosis persendian. Mungkin dijumpai tenosinovitis dan
miositis. Osteoporosis, periostitis, pertumbuhan epifisis yang dipercepat, dan
penutupan epifisis yang prematur dapat terjadi di dekat sendi yang terkena.6
Nodul reumatoid lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan orang
dewasa, terutama pada faktor reumatoid positif, dan memperlihatkan bahan
fibrinoid yang dikelilingi oleh sel radang kronis. Pada pleura, perikardium dan
peritoneum dapat terjadi serositis fibrinosis non spesifik. Nodul reumatoid secara
histologis tampak seperti vaskulitis ringan dengan sedikit sel radang yang
mengelilingi pembuluh darah kecil.6
Terdapat 4 jenis patogenesis terjadinya JRA, yaitu :7
1. Berhubungan dengan molekul HLA dan non HLA
Gen HLA merupakan faktor genetik penting pada JRA karena fungsi utama dari
gen ini sebagai APC ke sel T. Hubungan antara HLA dengan JRA berbeda-beda
tergantung subtipe JRA. Secara spesifik oligoartritis dihubungkan dengan
genHLA-A2, HLA-DRB1*11, dan HLA-DRB1*08. Faktor reumatoid positif pada
poliartritis berhubungan dengan gen HLADR4 pada anak, dan begitu juga pada
dewasa. Selain itu, adanya gen HLA-B27 meningkatkan risiko entesitis terkait
artritis. 7
Protein Tyrosine Phosphatase Nonreceptor 22 (PTPN22) mengkode suatu
fosfatase limfoid spesifik (lyp), suatu varian dalam pengkodean region di gen ini.
Gen ini dihubungkan dengan sejumlah penyakit autoimun yang juga telah
teridentifikasi sebagai suatu lokus untuk JRA. Efek dari PTPN22 ini bervariasi
antara masing-masing subtipe JRA tetapi secara umum lebih terkait daripada gen
HLA. Beberapa gen lainnya yaitu faktor makrofag inhibitor, IL-6, IL-10 dan TNF
juga berhubungan dengan JRA. 7
autoimun.
Interleukin-17
(IL-17)
akan
meningkatkan
sitokin
proinflamasi di jaringan sendi, menstimulasi produksi TNF dan IL-1, serta akan
saling bersinergi untuk meningkatkan produksi IL-6, IL-8 dan IL-17 sehingga
menyebabkan kerusakan sendi akibat proses inflamasi. Interleukin-17 (IL-17)
meningkat pada pasien JRA dengan penyakit yang aktif dibandingkan dengan
pasien yang mengalami remisi. 7
3. Profil inflamasi khas pada penyakit tipe sistemik
Patogenesis dari JRA tipe sistemik berbeda-beda pada jenis JRA dalam berbagai
bagian seperti kurangnya keterkaitan antara tipe HLA serta tidak adanya
autoantibodi dan sel T reaktif. Penderita dengan penyakit tidak menunjukkan
tanda-tanda dari limfosit mediated antigen yang merupakan respon imun spesifik.
Tanda-tanda klinis dari JRA tipe sistemik juga dihubungkan dengan
granulositosis, trombositosis, dan peningkatan regulasi reaktan fase akut yang
menandakan aktivasi tidak terkontrol dari sistem imun didapat. Selama
manifestasi awal dari perjalanan penyakit ini, muncul infiltrasi perivaskular dari
netrofil dan monosit yang memproduksi sitokin proinflamasi yang berperan dalam
proses patogenesis penyakit.7
Data terbaru menunjukkan IL-1 memiliki peran utama dalam gejala klinis
JRA tipe sistemik. Pengobatan dengan reseptor antagonis IL-1 telah menunjukkan
perbaikan gejala klinis dan laboratorium pada pasien yang resisten terhadap
pengobatan anti-TNF. Monosit yang teraktivasi pada pasien dengan gejala
sistemik memiliki jumlah IL-1 yang lebih tinggi, dimana sekresi dari TNF dan
IL-6 tidak terlalu meningkat. Anggota lain dari IL-1 yaitu IL-18 ditemukan
meningkat tajam pada pasien dengan onset usia yang lebih besar dibandingkan
dengan pasien JRA lainnya. Interleukin-18 (IL-18) ditemukan lebih meningkat
pada serum anak dengan tipe sistemik dibandingkan dengan tipe poliartikular dan
pausiartikular. Konsentrasi IL-18 juga meningkat pada pasien serositis dan
hepatosplenomegali. 7
10
11
12
leher
yang
terjadi
pada
sekitar
50%
penderita.
Keterlibatan
sendi
13
yaitu tipe 1 terutama menyerang anak perempuan yang masih kecil pada saat
mulainya penyakit dan berisiko menderita iridosiklitis kronis. Tipe 2 terutama
menyerang anak laki-laki dengan usia yang lebih besar pada saat mulainya
penyakit dan lebih berisiko mengalami spondiloartropati. 4,8
14
15
sehari, sering melonjak hingga suhu 40oC- 41oC pada sore hari, dan sering
menurun dengan cepat sampai subnormal pada jam lain. Demam tinggi mungkin
berlangsung berbulan-bulan sebelum muncul temuan sendi yang objektif.
Lonjakan demam sering disertai oleh ruam makular berwarna salem yang cepat
menghilang, terutama timbul di badan dan paha sebelah dalam. Tiap-tiap makular
tidak kembali muncul di tempat yang sama pada lonjakan demam berikutnya.
Ruam sering memperlihatkan fenomena Koebner, yaitu kemampuan untuk
memicu timbulnya lesi dengan menggosok kulit secara lembut.6
Selain itu, penderita yang usianya lebih besar sering mengeluh artralgia
dan/atau mialgia yang parah. Penurunan nafsu makan dan iritabilitas juga sering
dikeluhkan. Adanya limfadenopati generalisata mungkin cukup menonjol
sehingga memberi kesan kuat akan adanya keganasan. Hepatosplenomegali juga
dapat sebagai tanda keganasan.6
Anak dengan JRA tipe sistemik tidak jarang mengalami perikarditis,
kadang disertai miokarditis yang mungkin mengancam jiwa. Beberapa dari anak
ini juga menderita efusi pleura dan pneumonitis. Kadang-kadang anak mengalami
serositis abdomen yang menimbulkan gambaran mirip akut abdomen.6
Pada sebagian anak gejala sistemik akan berkurang secara perlahan
sementara mereka terus mengalami penyakit sendi poliartikular. Sedangkan yang
lain mengalami serangan demam, ruam, dan keluhan sendi secara intermitten
sepanjang masa kanak-kanak dan bahkan sampai masa dewasa tetapi di antara
serangan mungkin terdapat masa normal.6
2.7 Diagnosis
Terdapat beberapa pengelompokan dalam mendiagnosis JRA, di antaranya:
Kriteria diagnosis Juvenile Rheumatoid Arthritis menurut American
College of Rheumatology (ACR) :2
1. Usia penderita < 16 tahun
2. Artritis (bengkak atau efusi, adanya dua atau lebih tanda : keterbatasan
gerak, nyeri saat gerak dan panas pada sendi) pada satu sendi atau lebih
3. Lama sakit > 6 minggu
16
atau
keterlibatan
ekstraartikular,
seperti
limfadenopati,
Artritis sistemik
Definisi: artritis dengan demam atau didahului oleh demam paling sedikit 2
minggu, yang terekam sebagai demam quotidian minimal 3 hari, disertai satu atau
lebih tanda berikut:5
1. Ruam eritem evanescent, tidak menetap (non-fixed)
2. Pembesaran kelenjar getah bening generalisata
17
18
4. Anak lelaki HLA-B27 positif dengan onset artritis setelah usia 8 tahun
5. Artritis sistemik. 5
Deskriptor:
1. Usia pada saat onset artritis dan psoriasis
2. Pola artritis pada saat 6 bulan dan kunjungan klinik terakhir
a. hanya sendi besar
b. hanya sendi kecil
c. predominan pada tungkai: (i) tungkai atas predominan, (ii) tungkai bawah
predominan, (iii)tidak ada predominansi tungkai atas atau bawah
d. keterlibatan sendi spesifik (paha, leher)
e. simetri artritis
3. Adanya uveitis anterior (akut atau kronik)
4. Adanya ANA
5. Alel protektif atau predisposisi HLA kelas I atau II. 5
Poliartritis FR negatif
Definisi: artritis mengenai 5 sendi atau lebih selama 6 bulan pertama sakit, uji FR
negatif. 5
Eksklusi:
1. Faktor Reumatoid positif
2. Artritis sistemik. 5
Deskriptor:
1. Usia saat onset artritis
2. Simetri artritis
3. Adanya ANA
4. Adanya uveitis (akut atau kronik). 5
Poliartritis FR positif
Definisi: artritis mengenai 5 sendi atau lebih selama 6 bulan pertama sakit, dengan
uji FR positif pada dua kali pemeriksaan dengan jarak paling sedikit 3 bulan. 5
Eksklusi:
19
1. Uji Faktor Reumatoid negatif pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak paling
sedikit 3 bulan
2. Artritis sistemik.5
Deskriptor:
1. Usia saat onset artritis
2. Simetri artritis
3. Adanya ANA
4. Karakter imunogenetik (sebanding dengan populasi artritis reumatoid dewasa).5
Artritis psoriatik
Definisi:
1. Artritis dan psoriasis, atau
2. Artritis dan paling sedikit terdapat 2 dari tanda:
a. daktilitis
b. kelainan kuku (pitting atau onikolisis)
c. riwayat psoriasis dalam keluarga, paling sedikit pada tingkat 1 atau 2
pedegri, dengan konfirmasi oleh dermatologis. 5
Eksklusi:
1. Faktor Reumatoid positif
2. Artritis sistemik. 5
Deskriptor:
1. Usia saat onset artritis atau psoriasis
2. Pola artritis pada saat 6 bulan setelah onset sakit, dan kunjungan klinik terakhir
a. hanya sendi besar
b. hanya sendi kecil
c. predominan pada tungkai: (i) tungkai atas predominan, (ii) tungkai bawah
predominan, (iii)tidak ada predominansi tungkai atas atau bawah
d. keterlibatan tulang punggung
e. keterlibatan sendi sakroiliaka
f. keterlibatan sendi glenohumerus
20
21
Artritis lain
Definisi: Artritis pada anak dengan penyebab tidak diketahui yang menetap paling
sedikit 6 minggu, tetapi:
1. Tidak memenuhi kriteria salah satu kategori, atau
2. Memenuhi kriteria lebih dari satu kategori. 5
Eksklusi: Pasien yang memenuhi kriteria salah satu kategori. 5
Beberapa proses infeksi seperti artritis septik, artritis reaktif dan osteomielitis
dapat menunjukkan manifestasi artritis. Pada artritis septik, jaringan sinovial
terinfeksi secara langsung oleh bakteri, virus ataupun agen infeksi lain. Diagnosis
didapatkan dari anamnesis yang cermat, pemeriksaan kultur dari cairan sinovial,
kultur darah dan pemeriksaan serologis. Pasien yang menderita artritis septik
dapat melibatkan lebih dari satu sendi namun tidak harus menunjukkan adanya
tanda sepsis ataupun tanda penyakit sistemik. Beberapa anak yang menderita
onset akut harus dicurigai menderita artritis septik.11
22
23
Penyakit reumatik anak lainnya dapat mirip dengan artritis. Diagnosis pada
kondisi ini biasanya didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Semuanya
biasanya menunjukkan gejala dan tanda yang berbeda.11
Demam rematik adalah penyakit post infeksi streptokokus yang dikaitkan
dengan artritis berpindah. Karditis adalah temuan utamanya. Temuan lain
termasuk rash, nodul subkutan dan korea. Demam rematik jarang menyebabkan
artritis kronik, jadi untuk membedakanya dengan JRA tidaklah sulit.11
Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit multisistem
yang dimulai dengan artritis. Artritis pada penyakit ini jarang menjadi kronik
seperti halnya JRA dan manifestasi klinisnya sangat berbeda. Anti Nuclear
24
Antibody (ANA) dapat ada pada hampir semua kasus lupus, umumnya dengan
titer yang tinggi. Nefritis adalah temuan yang sering pada lupus anak, dimana
kadar komplemen hemolitik serum menurun dan terjadi peningkatan dari kadar
autoantibodi DNA, temuan yang biasanya tidak ditemukan pada JRA.
Dermatomiositis biasanya dihubungkan dengan artritis namun dengan manifestasi
miositis dan rash.11
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan penunjang
yang tepat serta pemeriksaan laboratorium yang sesuai dapat secara efektif
membantu menyingkirkan diagnosis banding dari JRA. Penting untuk
menyingkirkan penyakit yang dapat diterapi secara pasti, seperti penyakit infeksi
dan keganasan, beberapa kondisi non-inflamasi dari tulang dan sendi, serta
penyakit reumatoid yang fatal seperti lupus dermatomiositis maupun demam
reumatik sebelum menetapkan diagnosis dari JRA.11
25
radiologik yang menurut mereka khas untuk JRA sistemik, yaitu a)tulang panjang
yang memendek, melengkung, dan melebar, b)metafisis mengembang, dan
c)fragmentasi iregular epifisis pada masa awal sakit yang kemudian secara
bertahap bergabung ke dalam metafisis. 1
27
2.10 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan JRA adalah suportif, bukan kuratif. Tujuan pengobatan adalah
mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot serta rentang gerakan (range
of motion), mengatasi komplikasi sistemik, memfasilitasi perkembangan dan
pertumbuhan yang normal. Karena itu pengobatan dilakukan secara terpadu untuk
mengontrol manifestasi klinis dan mencegah deformitas dengan melibatkan dokter
anak, ahli fisioterapi, latihan kerja, pekerja sosial, bila perlu konsultasi pada ahli
bedah dan psikiatri.2
Tujuan penatalaksanaan JRA ini tidak hanya sekedar mengatasi nyeri.
Banyak hal yang harus diperhatikan selain mengatasi nyeri, yaitu mencegah erosi
lebih lanjut, mengurangi kerusakan sendi yang permanen, dan mencegah
kecacatan sendi permanen. Modalitas terapi yang digunakan adalah farmakologi
maupun non farmakologi. Selain obat-obatan, nutrisi juga tak kalah penting. Pada
pasien JRA pertumbuhannya sangat terganggu baik karena konsumsi zat gizi yang
kurang atau menurunnya nafsu makan akibat sakit atau efek samping obat.4
2.10.1 Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS)
Pengelolaan nyeri kronik pada anak tidak mudah. Masalahnya sangat kompleks,
karena pada umumnya anak-anak belum dapat mengungkapkan nyeri. Obat anti
inflamasi non-steroid (OAINS) merupakan anti nyeri pada umumnya yang dapat
28
ditoleransi dengan baik oleh anak-anak. Selain untuk mengurangi nyeri, OAINS
juga dapat digunakan mengontrol kaku sendi. Efek analgesiknya juga sangat
cepat.2
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) digunakan pada sebagian besar
anak dalam terapi inisial. Obat golongan ini mempunyai efek antipiretik,
analgetik, dan antiinflamasi serta aman untuk penggunaan jangka panjang pada
anak. Selain itu obat ini juga menghambat sintesis prostaglandin. Sebagian besar
anak dengan tipe oligoartritis dan sedikit poliartritis mempunyai respon baik
terhadap pengobatan OAINS tanpa memerlukan tambahan obat lini kedua.2
Penggunaan aspirin sebagai pilihan obat telah digantikan dengan OAINS
karena adanya peningkatan toksisitas gaster dan hepatotoksisitas yang ditandai
dengan transaminasemia. Dengan adanya OAINS yang menghambat siklus
siklooksigenase (COX), khususnya COX-2 maka penggunaan OAINS lebih
dipilih daripada aspirin karena tidak menyebabkan agregasi trombosit, sehingga
dapat digunakan pada pasien yang mempunyai masalah perdarahan. Namun
demikian, aspirin masih mampu menekan demam dan aspek inflamasi lainnya dan
terbukti aman dalam penggunaan jangka panjang. Dosis yang biasa dipakai adalah
75-90 mg/kgBB/hari dalam 3 atau 4 kali pemberian, diberikan bersama dengan
makanan untuk mencegah iritasi lambung. Dosis tinggi biasanya untuk anak yang
beratnya kurang dari 25 kg, sedangkan untuk anak yang lebih besar diberikan
dosis yang lebih rendah. Aspirin diberikan terus sampai 1 atau 2 tahun setelah
gejala klinis menghilang. 2
Macam OAINS yang sering digunakan pada anak-anak:
a. Tolmetin
Tolmetin diberikan bersama makanan, dalam dosis 25-30 mg/kgBB/hari,
dibagi dalam 3 dosis.2,4
b. Naproksen
Naproksen efektif dalam tatalaksana inflamasi sendi dengan dosis 15-20
mg/kgBB/hari yang diberikan dua kali perhari bersama makanan. Dapat
timbul
efek
samping
berupa
ketidaknyamanan
epigastrik
dan
29
c. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan antiinflamasi derajat sedang dan mempunyai
toleransi yang baik pada dosis 35 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3-4 dosis
dan diberikan bersama makanan. 2,4
d. Diklofenak
Diklofenak dapat diberikan pada anak yang tidak dapat OAINS lain karena
adanya efek samping pada lambung. Dosis yang diberikan adalah 2-3
mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis. 2,4
2.10.2 Analgetik
Walaupun bukan obat antiinflamasi, asetaminofen dalam 2-3 kali pemberian dapat
bermanfaat untuk mengontrol nyeri atau demam terutama pada penyakit sistemik.
Obat ini tidak boleh diberikan untuk waktu lama karena dapat menimbulkan
kelainan ginjal.2
2.10.3 Imunosupresan
Imunosupresan hanya diberikan dalam protokol eksperimental untuk keadaan
berat yang mengancam kehidupan, walaupun beberapa pusat reumatologi sudah
mulai memakainya dalam protokol baku. Obat yang biasa dipergunakan adalah
azatioprin, siklofosfamid, klorambusil, dan metotreksat. 2
Metotreksat mempunyai onset kerja cepat, efektif, toksisitas yang masih
dapat diterima, sehingga merupakan obat lini kedua dalam JRA. Keunggulan
penggunaan obat ini adalah efektif dan dosis relatif rendah, pemberian oral dan
dosis 1 kali per minggu. Indikasinya adalah untuk poliartritis berat, oligoartritis
yang agresif atau gejala sistemik yang tidak membaik dengan OAINS,
hidroksiklorokuin, atau garam emas. Dosis inisial 5 mg/m 2 luas permukaan
30
31
(0,1-0,2 mg/kgBB) dapat digunakan sebagai agen jembatan dalam terapi inisial
anak yang sakit sedang atau berat yang sebelumnya menggunakan obat
antiinflamasi kerja lambat. Untuk gejala penyakit sistemik berat yang tak
terkontrol diberikan prednison 0,25-1 mg/kgBB/hari dosis tunggal (maksimal 40
mg) atau dosis terbagi pada keadaan yang lebih berat. Bila terjadi perbaikan klinis
maka dosis diturunkan perlahan dan prednison dihentikan. Efek samping yang
dapat terjadi pada pemakaian jangka panjang antara lain sindrom cushing,
penekanan pertumbuhan, fraktur, katarak, gejala gastrointestinal dan defisiensi
glukokortikoid. 2
Kortikosteroid intra-artikular dapat diberikan pada oligoartritis yang tidak
berespon dengan OAINS atau sebagai bantuan dalam terapi fisik pada sendi yang
sudah mengalami inflamasi dan kontraktur. Kortikosteroid intra-artikular juga
dapat diberikan pada poliartritis dimana satu atau beberapa sendi tidak berespon
dengan OAINS. Namun, pemberian injeksi intra-artikular ini harus dibatasi,
misalnya 3 kali pada 1 sendi selama 1 tahun. Triamsinolon heksasetonid
merupakan obat pilihan dengan dosis 20-40 mg untuk sendi besar. 2
2.10.6 Fisioterapi dan Latihan Fisik
Banyak manfaat terapi dengan fisioterapi. Kegunaannya antara lain untuk
mengontrol nyeri, dengan cara pemasangan bidai, terapi panas dingin, dan
hidroterapi. Hidroterapi pemanasan dengan air pada suhu 96 oF sangat membantu
mengurangi nyeri. Selain itu, fisioterapi berguna bagi anak-anak untuk melakukan
peregangan otot yang dapat berguna memperbaiki fungsi sendi. Peregangan pasif
sangat diperlukan, tetapi harus dikerjakan dengan pengawasan. Latihan aktif
dengan atau tanpa beban sangat membantu menambah massa otot. Fisioterapi juga
berguna untuk mempertahankan fungsi gerak sendi serta mempertahankan
pertumbuhan normal.2,4
Latihan fisik bertujuan untuk meminimalisir nyeri, menjaga dan
mengembalikan fungsi dan mencegah deformitas dan disabilitas. Pada anak
dengan artritis aktif dianjurkan untuk beristirahat dan meningkatkan waktu tidur
saat malam hari. Pasien dengan JRA harus sedapat mungkin aktif, namun kegiatan
yang menyebabkan kelelahan berlebih dan nyeri pada sendi perlu dihindari. 2,4
32
2.10.7 Psikoterapi
Dukungan psikologis bagi anak dan keluarganya sangat penting untuk
memperbaiki prognosis jangka panjang. Anak dengan RJA berat sering
mengalami retardasi pertumbuhan dan sering terlalu dilindungi oleh keluarga,
guru dan teman sekelasnya. Anak tersebut sering memanfaatkan hal ini untuk
tidak pergi ke sekolah, tidak melakukan pekerjaan di rumah ataupun tidak
melakukan tugas yang tidak menyenangkan. Terapis harus dapat meyakinkan
semua orang yang berinteraksi dengan anak pengidap RJA untuk menghadapi
anak tersebut secara normal sesuai anak seusianya dan menekankan indepedensi
serta pendewasaan sebanyak mungkin. Bila hal itu tidak dilakukan, anak mungkin
akan makin mengalami regresi atau imatur seiring dengan waktu.6
Selain itu, memiliki anak berpenyakit kronik akan menimbulkan stress
besar pada interaksi anak tersebut dengan saudara-saudaranya dan pada perkawina
orang tua. Perlunya terapi fisik akan menjadi beban bagi oang tua, sehingga
membutuhkan banyak dukungan dan dorongan. Beban biaya untuk semua
penyakit kronik mungkin sangat besar. Terapis harus bekerja sama dengan guru
dan departemen pendidikan, untuk memastikan bahwa anak diijinkan dan
didorong untuk menjadi senormal mungkinselagi di sekolah.6
2.10.8 Nutrisi
Nutrisi dan vitamin suplemen (vitamin B dan asam folat) menjadi aspek penting
dalam penatalaksanaan jangka panjang, karena adanya proses retardasi
pertumbuhan dan kerusakan mineralisasi tulang akibat penyakit dan pemberian
kortikosteroid.2
Seringkali didapatkan gangguan pertumbuhan, baik lokal karena
kerusakan pusat pertumbuhan tulang maupun umum karena asupan nutrisi yang
kurang dan menurunnya produksi insulin like growth factor. Anak-anak dengan
inflamasi kronis mempunyai risiko untuk terjadi malnutrisi oleh karena menahan
sakit yang menyebabkan nafsu makan menurun. Dengan demikian jumlah kalori
yang didapat berkurang. Selain faktor tersebut, efek samping obat-obatan juga
mempengaruhi penurunan nafsu makan. Obat-obatan yang dapat menurunkan
nafsu makan antara lain OAINS dan klorokuin.4
33
prosedur
pembedahan
yang
sering
digunakan
untuk
Penggantian sendi total dilakukan bila terpaksa, dimana sendi yang terlibat
telah sangat rusak yakni sangat sulit atau bahkan sudah tidak bisa untuk
berjalan. Hal penting yang harus dipertimbangkan adalah umur anak,
jumlah sendi yang terlibat, dan dampaknya terhadap mobilitas anak. 1
Prosedur bedah lainnya yang telah digunakan untuk penanganan JRA,
34
Sinovektomi
tendosinovektomi
adalah
operasi
sedangkan
adalah
penggantian
operasi
pada
dari
sinovium
jaringan
yang
Artrodesis, jarang dilakukan pada anak. Prosedur ini dilakukan pada anak
yang terjadi fusi pada dua tulangnya, sehingga sendi tidak mampu
bergerak lebih luas. 1
Hal yang harus diperhatikan sebelum pembedahan dilakukan adalah usia
2.11 Prognosis
Pada kebanyakan kasus, JRA berespon secara lambat dan berangsur-angsur
terhadap terapi yang cocok. JRA biasanya sembuh sebelum dewasa. Pasien yang
menderita artritis hanya pada beberapa sendi memiliki prognosis lebih baik dari
pada mereka yang telah menderita penyakit artritis sistemik, yang sulit untuk
disembuhkan. Walaupun hal ini dapat menjadi masalah yang serius, namun hanya
sedikit orang yang meninggal karenanya.13
Prognosis bervariasi berdasarkan kepada bentuk JRA. Lebih dari 50%
pasien berkembang menjadi lesi sendi yang berat dengan poliartikuler seropositif,
25% berkembang menjadi bentuk sistemik, dan 10-20% berupa poliartikuler
seronegatif. Penyebab utama morbiditas pada JRA poliartikuler dan sistemik
adalah penyakit sendi kronis.20% anak yang menderita penyakit pausiartikuler
tipe I nantinya berkembang menjadi poliartritis berat. Pada penyakit
pausiartikuler, morbiditas utama adalah iridosiklitis kronis pada penderita tipe I
dan selanjutnya spondiloartropati pada penderita tipe II. 8,14
Dalam perjalanan penyakit mungkin terdapat eksaserbasi, remisi, atau
gejala-gejala dapat berlangsung selama bertahun-tahun dengan artritis ringan atau
35
2.12 Komplikasi
36
Beberapa komplikasi penting dapat terjadi akibat JRA. Namun dengan tetap
memantau keadaan anak dan pemberian pengobatan dapat menurunkan resiko dari
komplikasi-komplikasi berikut:13
1. Komplikasi pada mata
Uveitis (inflamasi pada mata) merupakan komplikasi yang sering tanpa gejala.
Biasanya terjadi pada anak perempuan yang memiliki hasil ANA positif. Bila
kondisi ini tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan terjadinya katarak,
glaukoma bahkan kebutaan. Uveitis terkait JRA biasanya asimptomatik. Skrining
terhadap uveitis telah dilakukan selama beberapa tahun dan telah membantu
menurunkan prevalensi pasien yang kehilangan penglihatan.13
2. Deformitas tulang
Inflamasi sinovitis dan efek destruksinya pada sendi dapat menyebabkan berbagai
komplikasi neurologis pada pasien rheumatoid arthritis. Kompresi yang berlokasi
pada saraf median di pergelangan tangan merupakan neuropati yang paling
banyak dilaporkan pada pasien rheumatoid arthritis dewasa. Dalam suatu
penelitian didapatkan bahwa saraf median tidak terpengaruh pada pasien dengan
JRA. Namun, perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel lebih besar sehingga
dapat mengevaluasi struktur pada carpal tunner. 13
3. Gangguan pertumbuhan
JRA dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tulang anak. Beberapa
obat yang digunakan untuk mengobati JRA, terutama kortikosteroid, juga dapat
menghambat pertumbuhan, menyebabkan diskrepensi panjang tungkai, kaki tidak
sama panjang, dan deformitas tulang. 13
4. Kontraktur sendi
Pada lutut, dapat terjadi kekakuan lutut, deformitas sendi dan kerusakan sendi.
Komplikasi pada tulang leher mengakibatkan anak mengalami kesulitan
menekukkan kepala ke depan. Komplikasi pada tulang punggung berupa
keterbatasan gerakan punggung. 13
5. Lainnya
37
Perkarditis dapat terjadi dengan gejala terseringnya berupa nafas pendek yang
tidak dapat dijelaskan. Dapat juga terjadi anemia atau kelainan darah sejenisnya.
Inflamasi dari arteri pada tangan dan kaki yang dapat mengganggu sirkulasi dan
menyebabkan kerusakan serius pada jari tangan dan jari kaki. Selain itu pernah
juga dilaporkan terjadinya inflamasi hepar. 13
38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Juvenile rheumatoid arthritis (JRA) adalah peradangan kronis pada sendi yang
onsetnya terjadi sebelum usia 16 tahun dan menetap lebih dari 6 minggu. Juvenil
Rheumatoid Arthritis (JRA) merupakan penyakit kronis yang merusak dan
menghancurkan sendi-sendi tubuh. Kerusakan disebabkan oleh peradangan yang
menyebabkan nyeri, kekakuan, dan bengkak pada sendi. Peradangan sering
mempengaruhi organ lain dari sistem tubuh. Jika peradangan tidak dihambat atau
dihentikan, akhirnya akan menghancurkan sendi yang terkena dan jaringan
lainnya.
Angka kematian tertinggi pada anak-anak dengan JRA terjadi pada pasien
JRA sistemik yang menunjukkan gejala-gejala sistemik. Dasar pengobatan JRA
adalah suportif, bukan kuratif. Modalitas terapi yang digunakan adalah
farmakologi maupun non farmakologi. Modalitas farmakologi diantaranya obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS), analgetik, imunosupresan, obat antireumatik
kerja lambat, dan kortikosteroid. Sedangkan modalitas non farmakologi yaitu
fisioterapi, latihan fisik, nutrisi, dan terapi bedah.
Pada kebanyakan kasus, JRA berespon secara lambat dan berangsurangsur terhadap terapi yang cocok. JRA biasanya sembuh sebelum dewasa. Pasien
yang menderita artritis hanya pada beberapa sendi memiliki prognosis lebih baik
daripada mereka yang telah menderita penyakit artritis sistemik, yang sulit untuk
disembuhkan.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. David
DS.
Juvenile
Idiopathic
Arthritis.
Diunduh
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1007276-overview#a0156, 2011.
2. Akib AAP. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Akib AAP, Munasir Z,
Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak. Jakarta: IDAI.
2008; hal 322-44.
3. Khan P. Juvenile Idiopathic Arthritis, An Update on Pharmacotherapy.
Bulletin of the NYU Hospital for Joint Diseases 2011; 69(3): 264-76.
4. Yuliasih. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2010; 2520-5.
5. Pribadi A, Akib AAP, Taralan T. Profil Kasus Artritis Idiopatik Juvenil
(AIJ) Berdasarkan Klasifikasi International League Against Rheumatism
(ILAR). Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri.2008; 9
(6) : 40-8.
6. Rudolph MA. Artritis Reumatoid Juvenilis. Dalam: Buku Ajar Pediatrik
Rudolph. Vol. 1. Ed : 20. Deborah Welt Kredich. Jakarta: EGC. 2006; 5378.
7. Hahn YS, Kim JG. Pathogenesis and clinical manifestation of juvenile
reumathoid arthritis. Korean Journal of Pediatrics. 2010; 921-30.
8. Kliegman R, Stanton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE, Arvin A.
Artritis Reumatoid Juvenil. Juvenile Idiopathic Arthritis. Dalam: Kliegman
Robert M ... [et al.]. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th edition.
Philadelphia: Elsevier. 2011; 2671-2689.
9. Saxena N. Is the enthesitis-related arthritis subtype of juvenile idiopathic
arthritis a form of chronic reactive arthritis?. Oxford University Press on
behalf of the British Society for Rheumatology. 2006; 1129-32.
10. Woo P, Laxer RM, Sherry DD. Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA). Dalam:
Pediatric Rheumatology in Clinical Practice. London: Springer. 2007; 2346.
11. Schaller JG. Juvenil Reumatoid Artritis. American Academy of Pediatrics.
1997; 9-11.
40
41