Dampak
Positif
-Meningkatkan kebutuhan akan air bersih.
Pembangunan
Nasional
Koran SINDO
Rabu, 2 Oktober 2013 08:56 WIB
ROMLI ATMASASMITA
KEKUATAN sekaligus kelemahan jika tidak dikelola dengan baik dalam pembangunan bangsa
dan negara adalah bidang ekonomi, bidang politik, dan bidang hukum.
Indonesia pernah mengalami dampak buruk ketika pembangunan bidang politik dikedepankan
dan pembangunan dua bidang lainnya diabaikan bahkan dilemahkan; begitu pula Indonesia
pernah mengalami dampak buruk dampak dari pembangunan bidang ekonomi dikedepankan
bahkan sampai saat ini, sedangkan pembangunan bidang hukum dan bidang politik sekadar alat
untuk mencapai tujuan pembangunan.
Kekuatan ketiga pilar pembangunan tersebut terletak adalah terletak pada harmonisasi peraturan
perundangan terkait ketiganya dan sinkronisasi kelembagaan yang bertugas mengelola ketiga
bidang tersebut.
Contoh nyata ketika kebijakan pemerintah mengeluarkan PAKTO untuk menggerakkan dan
menumbuhkan sebanyak mungkin ekonomi nasional dan kemudian harus dilaksanakan bailout
untuk menyelamatkan perbankan nasional pada 1998; yang diutamakan pendapat ahli ekonomi
dan perbankan, tetapi pendapat ahli hukum nasional dikesampingkan, sedangkan ahli hukum
asing dijadikan rujukan bahkan tidak ada sama sekali pandangan ahli ilmu politik di dalamnya.
Lebih mengenaskan adalah, tidak ada satu pun ahli hukum pidana dan administrasi negara
disertakan. Begitu pula ketika penyusunan legislasi berkaitan bidang ekonomi nasional dan
politik tidak mengikutaktifkan ahli ekonomi dan ahli politik, kecuali lebih banyak perancang ahli
hukum. Dalam kegiatan legislasi, hampir jarang terlihat sinergi pemikiran para ahli ketiga bidang
tersebut dalam satu objek perencanaan pembangunan nasional. Karena kebijakan perencanaan
bersifat sektoral semata-mata dan mengandalkan sinkronisasi kelembagaan sebagai tenaga
pendorong yang dipandang ikut menentukan keberhasilan perencanaan pembangunan.
Sinergitas pemikiran ahli dalam ketiga bidang tersebut sering diperlukan secara adhoc jika
timbul masalah di dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Bahkan, sering terjadi lempar
tanggung jawab di antara para ahli tersebut seperti kasus BLBI dan Kasus Century atau Kasus
Lapindo. Kegiatan interdisiplin keilmuan yang demikian penting sejak perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan nasional sering diabaikan, karena masing-masing ahli selalu
mengedepankan ego-intelektualitasnya daripada ego kepentingan bangsa dan negara dalam satu
rumah NKRI.
Salah satu penyebab utama dari ketimpangan dan kesenjangan pandangan para ahli ketiga bidang
tersebut adalah disebabkan selain kepentingan kekuasaan yang memaksakan kekuasaannya dan
lemahnya integritas serta profesionalitas kaum intelektual sebagai abdi bangsa dan negara. Yang
sangat menyedihkan, dalam situasi negara Indonesia yang merdeka ini, masih ada kaum
intelektual yang mau melacurkan ilmunya demi kepentingan sesaat atau bangga sebagai abdi
kepentingan asing.
Kelemahan-kelemahan para ahli dalam ketiga bidang tersebut juga sangat terbatasnya sumber
daya manusia dan teknologi serta ketersediaan devisa dalam memperkuat jati diri sebagai bangsa
yang merdeka dan berdaulat di tengah-tengah tekanan pengaruh asing. Negara maju seperti
China, Rusia, Amerika Serikat, dan beberapa negara anggota Uni Eropa dan Australia berlombalomba memasuki pasar Indonesia, dan pintu masuk kekuatan asing dalam bidang ekonomi adalah
perjanjian GATT-WTO yang telah diratifikasi oleh sebagian terbesar Negara termasuk Indonesia.
Kenyataan yang terjadi setelah konsensus Washington (1989), adalah persaingan pasar yang
tidak sehat yang dilakukan negara maju terhadap negara berkembang (Stiglitz) telahmenjadisuatu
keniscayaan dan tidak terelakkan dalam abad ke-2021. Negara berkembang tidak mampu
mengikuti alur persaingan bebas. Keadaan tersebut diperburuk oleh ekonomi biaya tinggi karena
maraknya perbuatan suap dan korupsi dalam hampir semua aspek kehidupan dalam perjalanan
bangsa ini.
Proses negosiasi dan kelihaian diplomasi Indonesia yang selalu melemah menghadapi ketatnya
persaingan bebas dalam aktivitas ekonomi dan perdagangan, juga bersumber dari ketidakpastian
regulasi nasional serta inkonsistensi kebijakan nasional dalam bidang tersebut, telah menambah
beban negara dan bangsa ini dalam dua atau tiga pemerintahan yang akan datang. Kelemahankelemahan dalam produktivitas ekonomi nasional dan manajerial administrasi pemerintahan
telah menyebabkan menurunnya devisa untuk mendukung kekuatan ekonomi nasional yang
berdampak terhadap proses dan implementasi legislasi.
Pembangunan bidang hukum mudah direncanakan, tetapi tidak mudah diimplementasikan karena
ketidaktersediaan anggaran negara yang cukup untuk menopangnya. Pembangunan bidang
politik sebagai akibat tersisa dari pembangunan bidang politik masa lampau, kini memasuki
masa transisi. Sektor ini tidak dibangun dan direncanakan dengan tersistem baik dan
berkesinambungan karena masih terbelenggu dengan euforia keberhasilan menumbangkan rezim
lama.
Alhasil rezim reformasi tidak memiliki arah yang jelas, apalagi tanpa Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) dan di tengah-tengah gelombang persaingan keras dalam konteks peta politik global
saat ini. Ketiadaan GBHN mengakibatkan semakin jauhnya perjalanan bangsa ini dari arah,
tujuan, dan cita-cita pendiri negara dan pembentuk UUD 1945 karena gejolak dunia hanya
dihadapi oleh kebijakan yang bersifat adhoc dan tujuan jangka pendek. Kelemahan ini kemudian
diperburuk lagi dengan penyakit musiman bidang politik yang mengedepankan politik oligarki
bukan politik kebangsaan hanya mengejar kekuasaan dan uang untuk kepentingan elite tertentu
berbalut kekerabatan bahkan keturunan.
Pembangunan bidang hukum belum dapat melepaskan diri dari kepentingan-kepentingan, karena
sejarah hukum sejak lama membuktikan bahwa hukum baik dalam proses legislasi maupun
dalam implementasi tidak lekang dari kepentingan politik.
Hal ini bertolak belakang dengan cita teori Hukum Murni dari Hans Kelsen beberapa puluh
tahun lamanya, dan bertolak belakang dengan teori Hukum Pembangunan dari Mochtar
Kusumaatmadja yang menggagas agar hukum sesuai dengan nilai-nilai keadilan masyarakat luas;
bahkan masih jauh dari teori Hukum Progresif Almarhum Satjipto Rahardjo bahwa hukum itu
untuk manusia bukan sebaliknya.
Faktanya adalah hukum masih sebatas alat kekuasaan dalam berbagai aspek sosial, ekonomi
nasional, sumber daya alam, politik, dan kebudayaan. Kekuatan tiga pilar: ekonomi, politik, dan
hukum harus dikembalikan kepada tempat yang tepat dan bersinergi satu sama lain, untuk
mewujudkan bahwa Indonesia memang berdaulat dalam ketiga aspek kehidupan bangsa ini.
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh
dunia
melalui
perdagangan,
lain
investasi,
sehingga
perjalanan,
batas-batas
budaya
populer,
dan
semakin
bentuksempit.
Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling
berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara.
Dalam
banyak
hal,
globalisasi
mempunyai
banyak
karakteristik
yang
sama
dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering
menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batasbatas negara.
A.
Globalisasi perekonomian
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana
negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan
tanpa rintangan batas teritorian negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan
seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi
terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional
dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak
akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif,
sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik
Menurut tanri abang. perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam
bentuk-bentuk berikut:
Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja
dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari
tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa
diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan
semakin mudah dan bebas.
Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat
mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara
lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju
telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama.
Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana.
Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desamenuju pada selera global.
B.
Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman
tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan
perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan adil.
perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan
pembelanjaan dan tabungan
Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara
Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor
lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang
yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan
harga yang lebih rendah.
Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri
Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar
yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik
Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara
berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang
berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi
Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh
perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta
domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham.
dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar
modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.
(infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan
hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih
cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional
semakin meningkat.
Memperburuk neraca pembayaran
Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor Sebaliknya, apabila suatu negara
tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi
neraca pembayaran Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah
pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit.
Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan
(pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat
berakibat buruk terhadap neraca pembayaran.
Sektor keuangan semakin tidak stabil
Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang
semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham Ketika
pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah
bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham
menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung
menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor
keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara
keseluruhan.
Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara maka dlam jangka
pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang
seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. pendapatan nasional dan kesempatan
kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau
malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada
prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi
semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.
Kesimpulan
Dalam hal mengikuti globalisasi perekonomian, maka para pelaku ekonomi kita haruslah siap
dan tau akebijakan apa yang harus mereka ambil dalam menanggulangi globalisasi
perekonomian saat ini. Dan pemerintah juga dalam hal ini harus selalu campur tangan dalam
mengatur jalannya perekonomian Indonesia, seperti dalam hal Neraca pembayaran maupun
Ekpor dan impor, karena ini akan sangat berpengaruh bagi para pelaku ekonomi dalam
mengikuti globalisasi ekonomi. Jika kita lihat secara makro maka secara nyata perekonomian
nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan
pasar dunia, nah dalam hal ini jika perekonomian kita lemah maka kita akan di monopoli oleh
pelaku ekonomi asing dan hal seperti inilah yang harus kita sikapi dengan baik, dimana jika kita
sudah mampu bersaing dalam globalisasi ekonomi, maka perekonomian Indonesia pun akan
semakin baik, sebagaimana yang dicita cita oleh atau tujuan dari ekonomi makro kita.
Dibaca: 5556
Komentar: 0
Menurut John Rennie Short (2001, 10), Globalisasi merupakan suatu proses dimana terkaitnya
orang-orang maupun tempat-tempat, institusi-institusi dan peristiwa di sekeliling dunia.
Singkatnya, definisi dari globalisasi adalah meningkatnya tekanan kepada dunia untuk menjadi
suatu aliran jaringan tunggal dari uang, gagasan-gagasan dan hal-hal lainnya. Globalisasi dalam
prosesnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ekonomi, politik dan budaya. Dalam bidang
ekonomi, menurut Short, ekonomi global telah matang sekitar 500 tahun lalu. Aliran pinggir
dunia dari kapital dan buruh telah menghubungkan tempat dan mengintegrasikan mereka ke
dalam dunia ekonomi semenjak abad ke-enam belas. Pasar bebas di bursa keuangan serta
layanan-layanan ekonomi, saat ini berjalan melalui suatu payung regulasi, dimana negara tidak
berperan banyak dibanding pusat pasar.
Dalam bidang politik, suatu politik global menjadi lebih mungkin dengan kemunduran blok
Soviet. Organisasi-organisasi internasional memiliki peranan penting ketika rejim pengamanan,
perdagangan dan hak asasi manusia menjadi lebih terkemuka dalam mengorganisir ruang politik.
Sedangkan dalam bidang budaya, dibandingkan kepada versi ekonomi dan politik, hal ini lebih
sulit untuk diamati. Proses dalam globalisasi ekonomi telah memberikan kontribusi pada
globalisasi kebudayaan. Globaliasasi kebudayaan berproses melalui arus berkelanjutan dari ideide, informasi, komitmen, nilai-nilai dan rasa yang melintasi dunia. Hal tersebut dimediasikan
oleh pergerakan individu, tanda-tanda, simbol-simbol dan simulasi elektronik.
Dari pengertian dan pembagian globalisasi di atas, menurut penulis, globalisasi terjadi karena
adanya pengaruh dari sektor ekonomi, sehingga mempengaruhi sektor politik dan budaya.
Artinya, pembangunan ekonomi di negara Amerika dan sebagian besar Eropa, menjadikan
mereka sebagai negara modern. Fenomena ini dominan terutama pasca perang dunia kedua,
dimana negara-negara lain harus berbenah diri dalam bidang ekonomi, sosial dan politik sebagai
dampak perang yang begitu dahsyat. Di tengah keterpurukan internasional, Amerika dan
sebagian negara Eropa menjadi kekuatan yang dominan, terkhususnya di bidang ekonomi.
Kebijakan Marshall Plan yang dianggap sebagai solusi untuk menciptakan pembangunan negaranegara yang porak poranda pasca perang dunia kedua, digagas oleh Amerika dan sekutunya.
Negara-negara yang tengah berbenah itu, harus banyak mengejar ketertinggalan mereka ke arah
pembangunan ekonomi yang baik, maupun pembangunan politik, sosial dan budaya,
sebagaimana negara hal yang ada pada negara-negara yang sudah maju.
Untuk dunia ketiga, momen pasca perang dunia kedua telah membawa angin segar ke arah
politik, terkhusus bagi negara-negara di benua Asia dan Afrika. Banyak negara-negara dunia
ketiga di Asia dan Afrika telah menghirup kemerdekaan negara mereka dari kolonialisme.
Negara yang baru merdeka ini juga berusaha menuju ke tahap modernisasi, agar dapat
berkembang dalam segi ekonomi, politik dan budaya, seperti negara yang telah lebih dahulu
berada di posisi tersebut. Salah satu cara menuju ke tahap modern, banyak negara-negara di
dunia ketiga, melakukan seperti apa yang dilakukan di negara dunia pertama. Salah satu upaya
menuju ke tahap modernisasi adalah dengan pembangunan ekonomi. Menjadi negara maju
merupakan harapan besar dari negara dunia ketiga yang baru merdeka. Negara dunia ketiga
secara serempak mencari model pembangunan yang hendak digunakan sebagai contoh untuk
membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat pencapaian kemerdekaan
politiknya (Alvin So & Suwarsono, 1991, 8).
Pembangunan ekonomi menjadi salah satu pilihan model pembangunan dari negara dunia ketiga
pada saat itu. Salah satu ciri dari pembangunan ekonomi adalah ukuran pertumbuhan
pembangunan diukur berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Semakin tinggi
pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pula pendapatan negara yang diperoleh dimana hasilnya
akan menetes ke bawah trickle down effect dalam bentuk distribusi dan membuka lapangan
pekerjaan serta dapat mengatasi kemiskinan. Hal ini diakui oleh para tokoh pembangunan
ekonomi, seperti Rostow dengan lima tahap pembangunan ekonomi yang diperkenalkannya.
Akan tetapi, dalam penerapannya konsep trickle down effect yang diharapkan dapat
meningkatkan kemakmuran masyarakat justru tidak terjadi. Hal yang terjadi adalah penumpukan
kapital pada sekelompok orang yang dekat dengan kekuasaan, serta terjadinya peningkatan
angka pengangguran, kemiskinan serta angka migrasi desa kota (Adi, 2008, 11).
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia juga mengalami kendala dalam pembangunan
ekonomi sebagai dampak globalisasi. Kebijakan ekonomi neoliberal pada awal Orde Baru yang
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan dukungan modal asing, baik melalui utang luar
negeri maupun investasi asing langsung, memang membuktikan sejak awal Pelita I (1969
1973) perekonomian Indonesia tumbuh secara konstan dengan rata-rata 6,5 persen per tahun.
Inflasi terkendali di bawah dua digit dengan implikasi pendapatan per kapita penduduk yang
pada tahun 1969 masih 90 dollar AS, pada tahun 1982 berhasil ditingkatkan menjadi 520 dollar
AS. Bahkan di akhir tahun 1990-an, perekonomian Indonesia sempat dipuji Bank Dunia karena
berhasil menurunkan tingkat kemiskinan. Pada tahun 1997, pendapatan per kapita penduduk
Indonesia telah meningkat menjadi 1.020 dollar AS. Namun tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi itu, kemudian tidak diikuti oleh trickle down effect yang nyata, sebaliknya semakin
memperbesar jurang kesenjangan sosial antara sekelompok kecil penduduk yang sangat kaya
dengan sebagaian besar masyarakat yang tetap hidup dalam kemiskinan. Sejak itulah muncul
berbagai pemikiran di kalangan terbatas ahli ilmu-ilmu sosial dan ilmu ekonomi di Indonesia
yang mengkritik model dan arah kebijakan ekonomi pemerintah, dengan fokus utama bagaimana
memberikan perhatian lebih besar kepada aspek pemerataan atau aspek keadilan sosial dalam
kebijakan perekonomian nasional (Manuel Kaisiepo, 2006, 183)
Gambaran di atas sepertinya sudah sangat jelas rasanya untuk mengatakan bahwa persoalan
pembangunan ekonomi telah dirasakan secara global. Gambaran tersebut menurut hemat penulis
adalah suatu hal yang lumrah, karena gagasan mengenai pembangunan ekonomi berasal dari
negara dunia pertama sebagai pengagasnya. Dari gambaran itu, setidaknya ada dua hal yang
ingin disampaikan oleh penulis : Pertama, dalam konteks global, gagasan pembangunan ekonomi
yang berorientasi pada tolak ukur pertumbuhan ekonomi ternyata tidak selalu sesuai di beberapa
negara, terkhusus di negara dunia ketiga / negara sedang berkembang. Hal ini jelas asimetris
dengan negara dunia pertama yang begitu perkasa dengan pembangunan ekonominya. Dengan
demikian, harus dicari suatu pendekatan baru yang lebih kontekstual dengan negara berkembang,
selain pembangunan ekonomi. Kedua, secara nasional, persoalan pembangunan ekonomi
memang berhasil merangsang pertumbuhan ekonomi di Indonesia, namun pertumbuhan yang
luar biasa ini tidak dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Dengan kata
lain, persoalan pemerataan dari hasil pertumbuhan ekonomi di Indonesia menyebabkan suatu
persoalan sosial di tengah-tengah masyarakat. Berkaca pada persoalan itu, untuk pembangunan
nasioanal harus digali suatu pendekatan yang dapat menciptakan pemerataan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi itu.
Kedua hal di atas menurut hemat penulis, merupakan jalan masuk sekaligus alasan mengapa
pembangunan nasioanal berubah arah dari pembangunan ekonomi ke arah pembangunan sosial.
Pembangunan sosial hadir untuk mengatasi persoalan pembangunan ekonomi yang terdistorsi.
Persoalan distorsi dalam pembangunan, dijelaskan lanjut oleh Midgley (2005, 5) bahwa hal
tersebut terjadi karena pembangunan ekonomi tidak sejalan dengan pembangunan sosial.
Pembangunan yang terdistorsi juga tidak hanya terjadi dalam bentuk kemiskinan, kekurangan,
rendahnya tingkat kesehatan dan pemukiman yang tidak layak, tetapi juga pada keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan. Untuk itu pendekatan kepada pembangunan sosial yang dipilih
menggantikan pendekatan pembangunan ekonomi. Hal yang harus dipahami dari pembangunan
sosial adalah bahwa pembangunan sosial berbeda dari philantrophi sosial, pekerjaan sosial dan
administrasi sosial. Menjadi berbeda karena pembangunan sosial tidak menangani individu baik
dengan menyediakan bagi mereka barang dan layanan atau dengan menangani dan merehabilitasi
mereka. Tetapi pembangunan sosial lebih terfokus pada komunitas atau masyarakat dan proses
maupun pada struktur sosial yang lebih luas.
Lebih lanjut Midgley menjelaskan bahwa perbedaan yang lain adalah pembangunan sosial
bersifat komprehensif dan universal. Tidak seperti philantrophi sosial dan pekerjaan sosial,
pembangunan sosial tidak hanya menyalurkan bantuan kepada individu yang membutuhkan,
tetapi berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan seluruh warga. Karakter khas
dari pembangunan sosial adalah usahanya untuk menghubungkan usaha-usaha pembangunan
ekonomi dan sosial, seperti usaha dalam mengintergrasikan proses ekonomi dan sosial sebagai
kesatuan pembangunan yang dinamis. Apa yang disampaikan oleh Midgley mengenai
pembangunan sosial menurut hemat penulis menekankan pada pemerataan hasil pertumbuhan
ekonomi dengan pertumbuhan sosial. Artinya hal tersebut memiliki persamaan tujuan dalam
pembangunan nasional. Ditilik dari definisi pembangunan nasioanal, yaitu rangkaian upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara, untuk melasanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang ada
pada pembukaan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan itu memuat kegiatan pembangunan
yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi
ke generasi. (UU No.17 Tahun 2007).
Pada kesimpulannya, dapatlah kita melihat alasan kesesuaian tujuan pembangunan sosial dengan
tujuan pembangunan nasional, merupakan alasan berubahnya pembangunan ekonomi ke arah
pembangunan sosial. Terkait dengan globalisasi, bahwa pembangunan ekonomi yang terdistorsi
dan telah dirasakan secara global, tidak kontekstual untuk negara berkembang, terkhusus negara
Indonesia. Mungkin bagi negara maju, pembangunan ekonomi dapat sesuai dengan tujuan
pembangunan mereka, tetapi tidak bagi negara berkembang layaknya Indonesia. Pembangunan
sosial dirasakan lebih pas dalam mengisi formulasi pembangunan nasional di Indonesia.
Setidaknya pembangunan sosial berusaha menjawab mengapa faktor pemerataan pertumbuhan
ekonomi penting dalam menyikapi persoalan sosial yang muncul pada persoalan pembangunan
sebelumnya. Hal itu juga menjadi tujuan dari pembangunan nasional di Indonesia, sehingga
pembangunan sosial-lah yang pada akhirnya menjadi paradigma pembangunan di Indonesia.
http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/11/dampak-globalisasi-dalam-perubahan-pembangunanekonomi-ke-pembangunan-sosial-pada-dunia-ketiga-362986.html
Oleh:Yoni Elviandri
Dewasa ini, pada tahun 2012 perekonomian Indonesia menghadapi suatu permasalahan yang
cukup tinggi akibat isu krisis hutang dan anggaran difisit dunia yang melanda pada tahun 2011
lalu. Negara-negara yang terkena isu krisis ini sebagian besar adalah negara Uni Eropa dengan
defisit anggaran rata-rata tercatat 6,4 persen dari PDB dan Amerika Serikat dengan defisit
anggaran sebesar 1,3 triliun dollar AS atau sekitar 8,6 persen dari PDB.
Hal ini mempunyai pengaruh besar yang berdampak pada perekonomian nasional. Karena pada
kesempatan yang sama, Indonesia dengan kekuatan pasar domestiknya mengalami suatu masa
transisi dimana daya beli masyarakat cukup tinggi. Dan dengan adanya konsolidasi fiskal, yang
disertai juga injeksi likuiditas dalam bentuk pinjaman kepada Bank Sentral Eropa (ECB), kepada
perbankan di Uni Eropa hanya dengan bunga 1 persen. Hal ini memberikan suatu peluang untuk
masuknya dana tersebut ke Indonesia. Dan siap atau tidak Indonesia harus segera
mempersiapkan diri jika suatu saat nanti, pasar domestik akan diserbu oleh investor asing.
Potensi dan Tantangan Global yang akan Dihadapi Indonesia
Banyak yang memprediksi bahwa pada tahun 2012 ini perkembangan perekonomian Indonesia
akan meningkat. Karena didukung oleh berbagai faktor diantara nya adalah kinerja makro yang
semakin menguat, ketika pertumbuhan ekonomi dunia di berbagai negara mengalami defisit yang
cukup tajam, namun pertumbuhan ekonomi nasional malah tumbuh dengan positif. Menurut
Bank Dunia, jumlah penduduk Indonesia dengan pengeluaran antara 2 hingga 20 dollar AS per
hari meningkat sebanyak 50 juta antara tahun 2003-2010 hingga mendekati 2012. Dan hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi ditahun 2010 mencapai angka 5,9 persen dan
meningkat pada tahun 2011 dengan 6,5 persen. Hal ini juga disertai dengan penurunan inflasi
dan cadangan devisa dari berbagai sektor perekonomian yang kian bertambah bahkan menembus
angka diatas 100 miliar dollar Amerika Serikat.
Di sisi lain, tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk
diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global yang selalu dinamis mengharuskan
Indonesia senantiasa siap terhadap perubahan. Yang berarti bahwa Indonesia dengan pasar
domestik yang kian meningkat akan menjadi sasaran empuk untuk dijadikan pasar impor yang
dalam hal ini akan lebih banyak tertuju pada negara-negara Asia Timur seperti China, India dan
Jepang karena partner mereka dari negara eropa telah melemah.
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh negara dengan wilayah dan penduduk yang besar seperti
Indonesia ini adalah memanfaatkan sumberdaya manusia serta lahan yang ada. Saat ini sekitar 50
persen tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan sekolah dasar dan hanya sekitar 9 persen
yang berpendidikan diploma/sarjana. Kualitas sumber daya manusia inilah yang harus
ditingkatkan karena potensi penduduk yang besar dapat dimanfaatkan untuk membangun
perekonomian Indonesia. Dan persoalan itu sangat erat hubungannya dengan infrastruktur yang
ada seperti rumah sakit, sarana pendidikan dan lainnya. Hal inilah yang menjadi persoalan saat
Maka dibutuhkan berbagai upaya untuk menekan angka kemiskinan tersebut. Di tahun 2011
upaya tersebut belum dilakukan dengan maksimal, ada banyak sektor yang perlu ditingkatkan
yaitu pertanian terpadu. Bidang pertanian terpadu yang dimaksudkan disini adalah bidang
pertanian secara umum yang mencakup perikanan, kelautan, peternakan, perkebunan dan
kehutanan.
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya alam yang sangat melimpah, Sampai tahun 2010,
Bidang pertanian dan perkebunan Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia
untuk berbagai komoditas, antara lain kelapa sawit (penghasil dan eksportir terbesar di dunia)
dan memiliki cadangan energi yang sangat besar untuk pemanfaatan bidang industri seperti
batubara,gas alam dan wilayah perairan yang dalam hal ini selain menjadi alat transportasi juga
memiliki berbagai jenis biota laut lainnya tersebar di wilayah perairan Indonesia. Pun juga
dengan sektor kehutanan, Indonesia bahkan menjadi salah satu paru-paru dunia. Banyak negara
yang tidak rela jika hutan Indonesia rusak itu sebagai pertanda bahwa hutan serta seluruh
ekosistem yang ada di dalamnya sangat di butuhkan oleh masyarakat dunia.
Dan sekarang yang menjadi PR besar bagi pemerintah dan kita selaku masyarakat Indonesia
adalah bagaimana memanfaatkan semua kekayaan tersebut dengan baik sehingga pembangunan
perekonomian nasional dapat hidup kembali. Tidak dinikmati oleh pihak asing yang mengerut
keuntungan. Banyak cara yang bisa dilakukan, dan itu semua tergantung pada kredibilitas
pemerintah sebagai pemegang kebijakan , serius atau tidaknya untuk memanfaatkan semua
potensi yang ada
Pembangunan ekonomi secara umum di definisikan sebagai serangkaian usaha dalam suatu
perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya, sehingga infrastruktur lebih banyak
tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi
dan teknologi semakin meningkat.
Dampak Positif Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi menuntut peningkatan kualitas SDM sehingga dalam hal ini,
dimungkinkan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berkembang dengan pesat. Dengan
demikian, akan makin meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Adanya pembangunan ekonomi yang tidak terencana dengan baik mengakibatkan adanya
kerusakan lingkungan hidup.
Dampak positif pembangunan berkelanjutan dapat dilihat mulai dari hal yang
paling gampang seperti semakin mudahnya warga masyarakat memperoleh
layanan baik itu berupa layanan fisik maupun layanan non fisik. Contoh
layanan fisik yang memudahkan masyarakat misalnya pembangunan jalan
yang bertahap, secara tidak langsung para pengguna jalan akan lebih
nyaman berkendara.
Contoh lain, misalnya para peserta didik yang semakin leluasa menjalani
kegiatan belajarmengajar berkat adanya pembangunan sarana pendidikan
yang dilakukan secara berkala. Semua peralatan pendukung proses belajar
mengajar dapat ditinjau dan diperbaharui setiap kurun waktu tertentu.
2. Pencemaran udara oleh banyak mobil yang terdapat di kota besar, seperti
Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, dan Medan. Bank Dunia memperkirakan
untuk Jakarta saja pencemaran udara telah banyak menyebabkan kerugian
terhadap kesehatan yang untuk tahun 2006 diperkirakan sebesar US$ 625
juta.
Dengan adanya dampak negatif tersebut, haruslah kita waspadai. Pada satu
pihak kita tidak boleh takut untuk melakukan pembangunan, karena tanpa
pembangunan kita pasti ambruk. Di pihak lain kita harus memperhitungkan
dampak negatif dan berusaha untuk menekannya menjadi sekecilkecilnya.
Pembangunan itu harus berwawasan lingkungan, yaitu lingkungan
diperhatikan sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada waktu