fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai
beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (ureakreatinin) dan non-nitrogen, dengan atau tanpa disertai oliguri. Tergantung dari
keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa metabolisme
tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolik lainnya seperti asidosis dan
hiperkalemia, gangguan keseimbangan cairan serta dampak terhadap berbagai
organ tubuh lainnya. Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium
ditegakkan bila terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg%
pada pasien dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkatkan >20%
bila kreatinin awal >2,5mg%.
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal akut
(GGA, acute renal failure [ARF]) merupakan salah satu sindrom dalam bidang
nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan insidens.
Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas
kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat
terdiagnosis. Selain itu, juga disebabkan oleh peningkatan nyata kasus AKI akibat
meningkatnya populasi usia lanjut dengan penyakit komorbid yang beragam,
meningkatnya jumlah prosedur transplantasi organ selain ginjal, intervensi
diagnostik dan terapeutik yang lebih agresif.
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam
48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25
mol/L) atau meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5
mL/kg/hr selama >6 jam. Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang
menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa
metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan.
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti
kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/tanpa
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Penurunan LFG dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal (AKI
klasik) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease). Dahulu hal
tersebut dikatakan sebagai gagal ginjal akut dan tidak ada definisi operasional
yang seragam sehingga parameter dan batas parameter gagal ginjal akut yang
digunakan berbeda-beda pada berbagai kepustakaan. Atas dasar hal
tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan para
nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah
ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat
membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian
istilah failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi
gangguan ginjal.
Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain (1)
kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap penyakit; (2) sedikit saja
perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata mempengaruhi prognosis
penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan penanda yang
sensitif yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali mendahului
peningkatan Cr serum; (4)penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr
I. Hipovolemia
-
usus
Kehilangan darah
(luka bakar)
Aritmia
Vasokonstriksi ginjal
amphotericin B
Stenosis a. renalis
V. Sindrom hiperviskositas
AKI Renal
I. Obstruksi renovaskular
Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis,
emboli,
diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis
(trombosis,
-
kompresi)
Glomerulonefritis, vaskulitis
Toksin
kemoterapi,
pelarut organik, asetaminofen), endogen
(rabdomiolisis, hemolisis,
-
idiopatik
I. Obstruksi ureter
Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan,
kompresi
eksternal
II. Obstruksi leher kandung kemih
Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu,
keganasan, darah
III. Obstruksi uretra
-
2.4 KLASIFIKASI
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari
3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau
kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2
kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat
pada tabel 2. (Roesli R, 2007).
Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007
Kategori
Peningkatan kadar
SCr
Penurunan LFG
Kriteria UO
Risk
<0,5 mL/kg/jam,
>6 jam
Injury
<0,5 mL/kg/jam,
>12 jam
Failure
<0,3 mL/kg/jam,
>24 jam
Loss
End stage
2.5 PATOFISIOLOGI
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri
dari kapsula Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri
ke duktus pengumpul.
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus
relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua
mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah (9):
Selain itu, norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi otoregulasi. (Sudoyo dkk, 2007)
AKI Renal
Pada AKI renal, terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan
nekrosis tubular akut (NTA), dimana pada NTA terjadi kelainan vaskular dan
tubular
Kelainan vaskular
Pada kelainan vaskular terjadi:
1.
Peningkatan Ca2+ sitosolik dan arteriol afferen glomerulus yang
menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan
gangguan otoregulasi.
2.
Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel
endotel vaskular ginjal yang mengakibatkan peningkatan angiotensin II dan ET-1
serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitrit oxide yang berasal dari
endotelial NO-sintase.
3.
Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor (TNF) dan
interleukin-18 (IL-18), yang selanjutnya meningkatkan ekspresi dari intraseluler
adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan
perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan
peningkatan radikal bebas oksigen. Keseluruhan proses di atas secara bersamasama menyebabkan vasokontriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan
GFR. (Sudoyo dkk, 2007)
Kelainan Tubular
Pada kelainan tubular terjadi:
1.
Peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sostolik
phospholipase A2 serta kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan
sitoskeleton. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateral Na +/K+ATPase yang selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium di tubulus
proksimalis serta terjadi pelepasan NaCl ke makula densa. Hal tersebut
mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomerular.
2.
Peningkatan NO yang berasal dari inducable NO sintase, caspases, dan
metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan
nekrosis dan apoptosis sel.
3.
Obstruksi tubulus, mikrovili tubulus proksimalis yang terlepas bersama
debris seluler akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalm hal ini
pada thick assending limb diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang
disekresikan ke dalam tubulus dalam bentuk monomer yang kemudian berubah
menjadi polimer yang akan membentuk materi berupa gel dengan adanya
natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel polimerik THP
bersama sel epitel tubulus yang terlepas, baik sel yang sehat, nekrotik, maupun
yang apoptopik, mikrovili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan
membentuk silinder-silinder yang akan menyebabkan obstruksi tubulus ginjal.
4.
Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali (backleak) dari
cairan intratubuler masuk ke dalam sirkulasi peritubuler.
Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan urine
output dan berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan
penggunaan OAINS, ACE inhibitor dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous
pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati
kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI
renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik tidak
memperbaiki tanda AKI.
Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat
nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam
urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda
yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi
maligna. AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra
atau suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung
kemih. Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan
obstruksi ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun
iritatif, dan pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong
adanya obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat
dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom.
(Sudoyo dkk, 2007)
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi
glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI
prarenal, sedimen yang didapatkan aselular dan mengandungcast hialin yang
transparan. AKI pascarenal juga menunjukkan gambaran sedimen inaktif,
walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau
penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast yang dapat
mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented muddy brown
granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada
ATN; cast eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis
tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented muddy brown granular
cast pada nefritis interstitial.
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin
(osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan
pada penentuan tipe AKI.
Pada keadaan fungsi tubulus ginjal yang baik, vasokonstriksi pembuluh darah
ginjal akan menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus hingga
Dibutuhkan penanda biologis ideal yang mudah diperiksa, dapat mendeteksi AKI
secara dini sebelum terjadi peningkatan kadar kreatinin, dapat membedakan
penyebab AKI, menentukan derajat keparahan AKI, dan menentukan prognosis
AKI. Penanda biologis dari spesimen urin yang saat ini dikembangkan pada
umumnya terdiri dari 3 kelompok yakni penanda inflamasi (NGAL, IL-18), protein
tubulus (kidney injury molecule [KIM]-1, Na+/H+ exchanger isoform 3), penanda
kerusakan tubulus (cystatin C, a-1 mikroglobulin,retinol-binding protein, NAG).
(Han et al, 2008; Coca et al, 2008)
Berdasarkan penelitian fase 2 dan 3 yang ada saat ini, dapat disimpulkan bahwa:
Ensefalopati uremia
Perikarditis uremia
Neuropati/miopati uremia
Hipertermi
Adanya salah satu gejala pada tabel diatas sudah dapat menjadi indikasi untuk
melakukan TPG.Adanya dua atau lebih gejala menjadi indikasi kuat untuk segera
melakukan TPG.
Ada berbagai jenis TPG yang dapat digunakan untuk penderita gagal ginjal akut
kritis. Dewasa ini CRRT (Continous Renal Replacement Therapy) dan SLED
(Sustained Low Efficiency Dialysis) adalah teknik TPG yang paling sering
digunakan. Masing-masing TPG mempunyai indikasi yang spesifik, derajat
kesulitan dalam teknik, monitoring yang berbeda, serta perbedaan dalam biaya
pengobatan yang dibutuhkan.
Berdasarkan prinsip translokasi ion ada 2 jenis TPG, yaitu:
Dialysis peritoneal
Dialysis peritoneal adalah salah satu bentuk dialisis untuk membantu
penanganan pasien GGA, menggunakan membran peritoneum yang bersifat
semipermeabel.
b.
indikasi biokimiawi : ureum darah > 200 mg % ; kalium < 6 mEq/ L ;
HCO3 < 10-15 mEq/ L ; pH < 7,1
Keuntungan dialysis peritoneal bila dibandingkan dengan hemodialisis, secara
teknis lebih sederhana, cukup aman, serta cukup efisien dan tidak memerlukan
fasilitas khusus, sehingga dapat dilakukan disetiap rumah sakit.
2.8 PROGNOSIS
Kematian biasanya disebabkan karena penyakit penyebab, bukan gagal ginjal itu
sendiri. Prognosis buruk pada pasien lanjut usia dan bila terdapat gagal organ
lain. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30%-50%), perdarahan
terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal napas 10%, dan
gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya.
( Price & Wilson. 2005)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam
48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25
mol/L) atau meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5
mL/kg/hr selama >6 jam. Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang
menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa
metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan.
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI,
yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara
langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI
renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih
(AKI pascarenal,~5%).
Gejala klinis dari AKIyang tampak adalah adanya oligouri , anuria, high output
renal failure BUN, dan kreatinin serum yang meningkat. Tujuan utama dari
pengelolaan AKI adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal
ginjalnya sembuh secara spontan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bagshaw SM, George C, Bellomo R. 2008. A Comparison of The RIFLE and
AKIN Criteria For Acute Kidney Injury in Critically Ill Patients. Nephrol Dial
Transplant
2.
Coca SG, Parikh CR. 2008. Urinary Biomarkers for Acute Kidney Injury:
Perspectives on Translation. Clin J Am Soc Nephrol.
3.
Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL.
2005. Harrisons Principle of Internal Medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill
4.
Lattanzio MR and Kopyt NP. 2009. Acute Kidney Injury: New Concepts in
Definition, Diagnosis, Pathophysiology, and Treatment. University of Maryland
Medical Center in Baltimore and Nephrology Hypertension Associates of the
Lehigh Valley
5.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
6.
Roesli R. 2007. Kriteria RIFLE Cara yang Mudah dan Terpercaya untuk
Menegakkan Diagnosis dan Memprediksi Prognosis Gagal Ginjal Akut. Ginjal
Hipertensi
7.
Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. 2004. Acute Renal Failure:
Definitions, Diagnosis, Pathogenesis, and Therapy. J. Clin. Invest.
8.
Sinto R, Nainggolan G. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan
Tata Laksana. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
9.
Sudoyo AW dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Ed 4. Jakarta:
Pusat Penerbitan IPD FKUI