Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

GANGGUAN SUSAH TIDUR PADA LANSIA DAN PENATALAKSANAANNYA

Nama : Shintya Putriningrum

NIM : 161211007

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2021

i
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................................3
A. Definisi Gangguan Tidur...........................................................................................3
B. Tahap Tidur................................................................................................................3
C. Klasifikasi Gangguan Tidur.......................................................................................4
D. Perubahan Pola Tidur Pada Lansia............................................................................4
E. Penanganan Gangguan Tidur Pada Usia Lanjut........................................................5

BAB III PENUTUP...............................................................................................................9


A. Kesimpulan ...............................................................................................................9
Daftar Pustaka..................................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidur menjadi kebutuhan setiap manusia dan merupakan suatu siklus yang rutin
setiap harinya. Setelah beraktivitas manusia membutuhkan waktu untuk
mengembalikan fungsi normal tubuh, salah satunya dengan tidur. Sebagian orang
mengeluhkan tidak bisa tidur dimalam hari. Kasus ini paling sering terjadi pada usia
lanjut (Madeira et al., 2019 : 30). Pertambahan umur menyebabkan perubahan pola
tidur sehingga terjadi beberapa gangguan tidur pada usia lanjut. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada usia lanjut antara lain masalah sosial dan
psikososial, gangguan psikiatri, penyakit neurologi, alkohol, dan obat- obatan.
Insomnia adalah gangguan tidur paling sering pada usia lanjut, yang ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mengawali tidur, mempertahankan tidur, bangun terlalu dini
atau tidur yang tidak menyegarkan. Pada studi epidemiologi prevalensi insomnia pada
usia lanjut sekitar 6%-48% pada populasi umum. Perbedaan ini bergantung pada
definisi insomnia yang digunakan dalam penelitian. Insomnia ini tidak bisa dianggap
sebagai gangguan yang sederhana karena secara umum tidak bisa sembuh spontan.1,2
Kondisi ini juga menimbulkan berbagai dampak buruk antara lain stres, gangguan
mood, alkohol dan substance abuse yang nantinya akan berujung pada penurunan
kualitas hidup pada usia lanjut. Dampak terburuk dari insomnia pada usia lanjut adalah
adanya resiko bunuh diri (Made et al., 2019 : 1) .
Insomnia pada lansia merupakan keadaan dimana individu mengalami suatu
perubahan dalam kuantitas dan kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak
nyaman atau mengganggu gaya hidup yang di inginkan.Gangguan tidur pada lansia jika
tidak segera ditangani akan berdampak serius dan akan menjadi gangguan tidur yang
kronis. Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk
mempertahankan kesehatan tubuh dapat terjadi efek-efek seperti pelupa, konfusi dan
disorientasi. Menurut National Sleep Foundation tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508
lansia di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami insomnia dan sebanyak
7,3 % lansia mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau
insomnia. Kebanyakan lansia beresiko mengalami insomnia yang disebabkan oleh

1
berbagai faktor seperti pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan
obat-obatan, dan penyakit yang dialami. Di Indonesia insomnia menyerang sekitar 50%
orang yang berusia 65 tahun, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia
melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami insomnia yang serius.
Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Puspitosari, 2011)
Insomnia pada lansia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu dari faktor status
kesehatan, penggunaan obat-obatan, kondisi lingkungan, stres psikologis, diet/nutrisi,
gaya hidup Insomnia pada usia lanjut dihubungkan dengan penurunan memori,
konsentrasi terganggu dan perubahan kinerja fungsional (Sumirta, 2013 : 2).
Perubahan pola tidur selama proses penuaan berhubungan dengan gangguan pada
mekanisme pengaturan tidur di otak. Namun, penting untuk diketahui bahwa ada
banyak kondisi medis yang dapat mengganggu tidur nokturnal, sehingga
mengakibatkan mengantuk di siang hari. Hal ini meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Tidur juga dapat terganggu pada stadium awal penyakit neurologis
(contohnya, penyakit Parkinson dan Alzheimer). Kondisi ini dan keadaan potensial
lainnya yang dapat menyebabkan gangguan tidur pada lanjut usia harus dieksklusi
sebelum memikirkan perubahan intrinsik pada mekanisme sirkadian pengaturan tidur
yang menjadi penyebabnya (Sunarti, 2020 : 4).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam makalah ini
adalah “ Bagaimana Gangguan Susah Tidur Pada Lansia Dan Penatalaksanaannya ?”

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gangguan Tidur


Gangguan tidur pada malam hari dimana individu akan merasakan kesulitan tidur
pada malam hari dan membuat individu tidak cukup tidur saat terbangun. Insomnia
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya stres. Gejala fisik dapat dilihat
dari raut muka yang pucat, mata sembab dan badan yang merasa lemas. signifikan. Ada
beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan di
siang hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan
hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka
sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9
jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang yang lama
tidurnya antara 7-8 jam per hari (Amir, 2017 : 196).

B. Tahap Tidur
Tahap-tahap tidur antara lain:
1. Tahap I : Latensi tidur
2. Tahap II : Tidur gelombang lambat atau SWS (Slow Wate Sleep) atau tidur delta
3. Tahap III : Latensi gerakan mata cepat atau REM (Rapid Eye Movement)
4. Tahap IV : Tidur atau REM
5. Tahap pertama menggunakan waktu antara mencoba tidur dan jatuh tertidur secara
aktual. Tahap I dan II bersama-sama membentuk tidur Non REM (NREM), tahap III
dan IV adalah fase REM. Selama NREM seseorang yang tidur mengalami kemajuan
melalui empat tahapan selama siklus tidur yang tipikal selama 90 menit. Tidur yang
dangkal merupakan karasteristik dari tahap I dan II seseorang lebih mudah terbangun.
Tahap III dan IV melibatkan tidur yang dalam, disebut tidur gelombang rendah dan
seorang sulit terbangun. Tidur REM merupakan fase paling akhir tiap siklus tidur 90
menit (Patricia dan Anne, 2005). Orang secara normal mengalami sedikitnya 4-6
siklus tidur tiap 24 jam. Waktu rata-rata untuk siklus tidur normal selama 90 menit,
tetapi bervariasi 70-120 menit.

3
C. Klasifikasi Gangguan Tidur
Klasifikasi gangguan tidur antara lain :
1. Gangguan tidur primer
Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh
gangguan mental lain, kondisi medik umum, atau zat. Gangguan tidur ini dibagi dua
yaitu disomnia dan parasomnia. Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah,
kualitas, dan waktu tidur. Parasomnia dikaitkan dengan perilaku tidur atau peristiwa
fisiologis yang dikaitkan dengan tidur, stadium tidur tertentu atau perpindahan tidur-
bangun.
2. Gangguan tidur terkait gangguan mental lain
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya keluhan gangguan
tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain (sering karena
gangguan mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai gangguan
tidur tersendiri. Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologik yang mendasari
gangguan mental juga mempengaruhi terjadinya gangguan tidur-bangun. Gangguan
tidur ini terdiri dari: Insomnia terkait aksis I atau II dan Hipersomnia terkait aksis I
atau II.
3. Gangguan tidur akibat kondisi medik umum
Gangguan akibat kondisi medik umum yaitu adanya keluhan gangguan tidur yang
menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum
terhadap siklus tidur-bangun.
4. Gangguan tidur akibat zat
Yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang menggunakan atau
menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi). Penilaian sistematik terhadap
seseorang yang mengalami keluhan tidur seperti evaluasi bentuk gangguan tidur
yang spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medik umum, dan zat atau
medikasi yang digunakan, perlu dilakukan (Amir, 2017 : 197).

D. Perubahan Pola Tidur pada Lansia


Pada orang lanjut usia, penurunan tekanan homeostasis tidur menurunkan jumlah
gelombang-lambat tidur. Selain itu, penurunan sinyal sirkadian pada lanjut usia
menyebabkan penurunan suhu tubuh inti dan fase bangun dan waktu tidur. Terdapat
bukti dari penelitian pada hewan coba dan studi pada manusia yang menyatakan
amplitudo osilasi pada pacemaker sirkadian di nukleus suprakiasmatikus hipotalamus
4
menurun selama proses penuaan. Proses penuaan mempengaruhi berbagai irama
fisiologis yang mempengaruhi tidur, seperti suhu tubuh, sekresi melatonin, dan
fluktuasi sistem neuroendokrin (penurunan sekresi luteinizing hormone, growth
hormone, dan thyroid-stimulating hormone, rendahnya kadar serotonin). Dalam studi
PSG, terdapat empat perubahan yang berhubungan dengan proses penuaan yang
diobervasi: penurunan total waktu tidur, penurunan efisiensi tidur, penurunan tidur
gelombang-lambat, dan peningkatan frekuensi terbangun setelah tidur. Suatu
metaanalisis pada 3577 subyek pada usia 5 – 102 tahun menunjukkan perubahan
arsitektur tidur dihubungkan dengan usia. Pada orang dewasa, total waktu tidur,
efisiensi tidur, persentase tidur gelombang-lambat, persentase tidur fase nonREM, dan
fase REM semuanya mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usia. Hal ini
berbanding terbalik dengan WASO (wake after sleep onset) yang semakin meningkat
seiring dengan pertambahan usia, hal ini menunjukkan bahwa pada lansia terjadi
peningkatan frekuensi terbangun setelah tidur (Sunarti, 2020 : 4).

E. Penanganan Gangguan Tidur Pada Usia Lanjut


Penanganan gangguan tidur pada usia lanjut antara lain :
1. Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi khususnya behavioral therapies efektif sebagai
farmakoterapi dan diharapkan menjadi pilihan pertama untuk insomnia kronis pada
pasien usia lanjut Behavioral therapies terdiri dari beberapa metode yang dapat
diterapakan baik secara tunggal maupun kombinasi yaitu:
a) Stimulus control
Melalui metode ini pasien diedukasi untuk mengunakan tempat tidur hanya
untuk tidur dan menghindari aktivitas lain seperti membaca dan menonton tv di
tempat tidur.6 Ketika mengantuk pasien datang ke tempat tidur, akan tetapi jika
selama 15- 20 menit berada disana pasien tidak bisa tidur maka pasien harus
bangun dan melakukan aktivitas lain sampai merasa mengantuk baru kembali ke
tempat tidur. Metode ini juga harus didukung oleh suasana kamar yang tenang
sehingga mempercepat pasien untuk tertidur.
b) Sleep restriction
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi frekuensi tidur dan meningkatkan
sleep efficiency. Pasien diedukasi agar tidak tidur terlalu lama dengan
mengurangi frekuensi berada di tempat tidur. Terlalu lama di tempat tidur akan
5
menyebabkan pola tidur jadi terpecah- pecah. Pada usia lanjut yang sudah tidak
beraktivitas lebih senang menghabiskan waktunya di tempat tidur namun,
berdampak buruk karena pola tidur menjadi tidak teratur. Melalui Sleep
Restriction ini diharapkan dapat menentukan waktu dan lamanya tidur yang
disesuaikan dengan kebutuhan.
c) Sleep higiene
Sleep Higiene bertujuan untuk mengubah pola hidup pasien dan lingkungannya
sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur.6 Hal-hal yang dapat dilakukan
pasien untuk meningkatkan Sleep Higiene yaitu: olahraga secara teratur pada
pagi hari, tidur secara teratur, melakukan aktivitas yang merupakan hobi dari
usia lanjut, mengurangi konsumsi kafein, mengatur waktu bangun pagi,
menghindari merokok dan minum alkohol 2 jam sebelum tidur dan tidak makan
daging terlalu banyak sekitar 2 jam sebelum tidur.
d) Terapi relaksasi
Tujuan terapi ini adalah mengatasi kebiasaan usia lanjut yang mudah terjaga di
malam hari saat tidur. Pada beberapa usia lanjut mengalami kesulitan untuk
tertidur kembali setelah terjaga. Metode terapi relaksasi meliputi: melakukan
relaksasi otot, guided imagery, latihan pernapasan dengan diafragma, yoga atau
meditasi. Pada pasien usia lanjut sangat sulit melakukan metode ini karena
tingkat kepatuhannya sangat rendah
e) Cognitive behavioral therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan psikoterapi kombinasi yang
terdiri dari: stimulus control, sleep retriction, terapi kognitif dengan atau tanpa
terapi relaksasi.1 Terapi ini bertujuan untuk mengubah maladaftive sleep belief
menjadi adaftive sleep belief (Zulkifli et al., 2018 :26).

2. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi adalah untuk menghilangkan keluhan pasien sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut. Beberapa obat hipnotik yang aman
untuk usia lanjut yaitu:
a) Benzodiazepine
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian BZDs pada usia
lanjut mengingat terjadinya perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik
terkait pertambahan umur. Absorpsi dari BZDs tidak dipengaruhi oleh penuaan
6
akan tetapi peningkatan masa lemak pada lanjut usia akan meningkatkan drug-
elimination half life, disamping itu pada usia lanjut lebih sensitif terhadap BZDs
meskipun memiliki konsentrasi yang sama jika dibandingkan dengan pasien
usia muda. Pilihan pertama adalah short-acting BZDs serta dihindari pemakaian
long acting BZDs.
b) Non-Benzodiazepine
Memiliki efek pada reseptor GABA dan berikatan secara selektif pada reseptor
benzodiazepine subtife 1 di otak. Obat ini efektif pada usia lanjut karena dapat
diberikan dalam dosis yang rendah. Obat golongan ini juga mengurangi efek
hipotoni otot, gangguan prilaku, kekambuhan insomnia jika dibandingkan
dengan obat golongan BZDs. Zaleplon, zolpidem dan Eszopiclone berfungsi
untuk mengurangi sleep latency sedangkan ramelteon (melatonin receptor
agonist) digunakan pada pasien yang mengalami kesulitan untuk mengawali
tidur. Golongan non-benzodiazepine yang aman pada usia lanjut yaitu:
1) Zaleplon
Keefektifan dan keamanan dari zaleplon pada usia lanjut. Zaleplon dapat
digunakan jangka pendek maupun jangka panjang, tidak ditemukan terjadinya
kekambuhan atau withdrawal symptom setelah obat dihentikan. Dosis dari
zaleplon 5-10 mg, akan tetapi waktu paruhnya hanya 1 jam.2
2) Zolpidem
Zolpidem merupakan obat hipnotik yang berikatan secara selektif pada
reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. Efektif pada usia lanjut karena
tidak mempengaruhi sleep architecture.
3) Eszopiclone
Golongan non-benzodiazepine yang mempunyai waktu paruh paling lama
adalah eszopiclone yaitu selama 5 jam pada pasien usia lanjut.
4) Melatonin reseptor agonist
Melatonin Reseptor Agonist (Ramelteon) obat baru yang direkomendasikan
oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi insomnia kronis pada
usia lanjut.
5) Sedating Antidepressant
Sedating antidepressant hanya diberikan pada pasien insomnia yang
diakibatkan oleh depresi. Amitriptiline adalah salah satu sedating
antidepressant yang digunakan sebagai obat insomnia, akan tetapi pada usia

7
lanjut menimbulkan beberapa efek samping yaitu takikardi, retensi urin,
konstipasi, gangguan fungsi kognitif dan delirium (Sunarti, 2020 : 5).

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Insomnia pada lansia merupakan keadaan dimana individu mengalami suatu
perubahan dalam kuantitas dan kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa
tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang di inginkan. Perubahan pola tidur
selama proses penuaan berhubungan dengan gangguan pada mekanisme pengaturan
tidur di otak. Pada orang lanjut usia, penurunan tekanan homeostasis tidur
menurunkan jumlah gelombang-lambat tidur. Selain itu, penurunan sinyal sirkadian
pada lanjut usia menyebabkan penurunan suhu tubuh inti dan fase bangun dan waktu
tidur. Dalam penanganan insomnia kronis pada usia lanjut diharapkan terapi
nonfarmakologi menjadi pilihan pertama untuk mengurangi efek samping obat.
Terapi farmakologi yang aman untuk usia lanjut adalah golongan Benzodiazepine
(BZDs), Non-Benzodiazepine dan sedating antidepressant. Golongan BZDs yang
paling sering dipakai pada usia lanjut adalah temazepam. Non-benzidiazepine yang
aman pada usia lanjut adalah zaleplon, zolpidem, eszopiclone dan ramelteon
(melatonin receptor agonist). Sedating antidepressant hanya diberikan pada pasien
insomnia yang diakibatkan oleh depresi. Trazodone merupakan sedating
antidepressant yang aman pada usia lanjut

9
DAFTAR PUSTAKA

Amir, N. (2017). Gangguan Tidur pada Lanjut Usia. Jakarta : Universitas Indonesia.
Made, N., & Astuti, H. (2018). Penatalaksanaan insomnia pada usia lanjut.
Madeira, A., Wiyono, J., & Ariani, N. L. (2019). Hubungan Gangguan Pola Tidur Dengan
Hipertensi Pada Lansia. In Nursing News: Vol. Vol 4. Malang : Universitas Tribhuwana
Tunggadewi.
Sumirta, I. N. (2013). Faktor yang menyebabkan gangguan tidur (insomnia) pada lansia.
Bali : Politeknik Kesehatan Denpasar.
Sunarti, S. (2020). Gangguan Tidur pada Lanjut Usia. Malang : Universitas Brawijaya.
https://doi.org/10.18860/jim.v2i1.5009
Zulkifli, A., Arsunan, A. A., Muhammad, A., & Bolango, B. (2018). Determinan Insomnia
pada Lanjut Usia Determinant of Insomnia on Elderly. Sulawesi Selatan : Universitas
Hasanuddin.

10

Anda mungkin juga menyukai