Kelompok 3
Anggota Kelompok :
1. Handoko M.P
2. Maulindawati
3. Faroid A.G
4. Lulu Wati
5. Choiriyah Fitriani
6. M. Fahrur Rozi
7. Heru Prasetyo
8. Septian Adi
1.1.Latar Belakang
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur
baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insom-
nia inisial atau tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak
bisa mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau
bangun secara dini dan tidak dapat tidur kembali (Potter, 2005).
Kebanyakan gangguan tidur tak bisa dihindari, tetapi bisa dihu-
bungkan dengan kondisi kesehatan, yang bisa lebih bisa dihindari. Misal-
nya, banyak penderita OSA yang ternyata memiliki berat badan berlebih
(overweight). Jika berat badan bisa dikurangi, gangguan tidur yang diderita
pun bisa diatasi. Yang jelas, pola tidur yang baik merupakan pen-cegahan
terbaik. Olahraga dan diet sehat juga membantu tidur Anda men-jadi
berkualitas.
Jika gangguan tidur sudah tergolong parah, pengobatan bisa dila-
kukan dengan obat, alat, operasi, atau life therapy (perilaku). Pada gang-
guan tertentu, dilakukan terapi sinar. Tetapi tentu saja, cara yang paling
mudah adalah dengan mengubah gaya hidup serta menambah pengetahuan
tentang tidur.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, bagaimana konsep teori dari in-
somnia dan parasomnia, beserta bagaimana asuhan keperawatan dari in-
somnia dan parasomnia??
1.3.Tujuan
1. Tujuan umum
Pembaca dapat memahami mengenai konsep dasar dan askep insomnia
dan parasomnia.
2. Tujuan khusus
Setelah membaca askep ini, pembaca mampu :
1. Menjelaskan definisi dari insomnia dan parasomnia
2. Menjelaskan pengelompokan insomnia dan parasomnia
3. Menjelaskan penatalaksanaan insomnia dan parasomnia
4. Menjelaskan karakteristik insomnia dan parasomnia
5. Menjelaskan etiologi insomnia dan parasomnia
6. Menjelaskan askep insomnia dan parasomnia
BAB II
KONSEP TEORI
A. INSOMNIA
2.1. Definisi
Insomnia adalah keadaan tidak dapat tidur karena gangguan jiwa.
(KBBI edisi 4 , 2008)
Insomnia adalah tidak dapat tidur ; keadaan terjaga yang
abnormal (Dorland, 1998)
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan
tidur baik kualitas maupun kuantitas. (Potter, 2005).
Dari ketiga definisi diatas, kelompok menyimpulkan bahwa
insomnia adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat memenuhi
kebutuhan istirahat tidurnya baik dari segi kualitas tidur maupun
intensitas atau waktu tidur yang normal.
Table 2.1. Kebutuhan tidur dalam siklus kehidupan
TAHAP SIKLUS KEHIDUPAN PERKIRAAN JAM TIDUR
Bayi 18-20
Anak-anak 10-12
Remaja 8-10
Dewasa muda – setengah baya 6-8
Dewasa tua 5-7
2.3. Etiologi
Sebab-sebab terjadinya insomnia antara lain :
a. Suara atau bunyi : Biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara
atau bunyi sehingga tidak mengganggu tidurnya. Misalnya
seseorang yang takut diserang atau dirampok, pada malam hari
terbangun berkali-kali hanya suara yang halus sekalipun.
b. Suhu udara : Kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara
yang menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah memakai
selimut dan bila suhu tinggi memakai pakaian tipis, insomnia ini
sering dijumpai didaerah tropic.
c. Tinggi suatu daerah ; Insomnia merupakan gejala yang sering
dijumpai pada mountain sickness (mabuk udara tipis), terjadi pada
pendaki gunung yang lebih dari 3500 meter diatas permukaan air
laut.
d. Penggunaan bahan yang mengganggu susunan saraf pusat : insomnia
dapat terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang
mengandung kafein, tembakau yang mengandung nikotin dan obat-
obat pengurus badan yang mengandung anfetamin atau yang sejenis.
e. Penyakit psikologi : Beberapa penyakit psikologi ditandai antara lain
dengan adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan
neurotic, beberapa gangguan kepribadian, gangguan stress pasca-
trauma dan lain-lain (Joewana, 2006).
2.4.2. Jenis insomnia menurut Erry (2000), terdiri atas tiga tipe :
a) Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomnia
inisial dimana keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda.
Berlangsung selama 1-3 jam dan kemudian karena kelelahan ia bisa
tertidur juga. Tipe insomnia ini bisa diartikan ketidakmampuan
seseorang untuk tidur.
b) Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat
masuk tidur dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun
dan tertidur kembali, kejadian ini dapat terjadi berulang kali. Tipe
insomnia ini disebut jaga intermitent insomnia.
c) Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomnia
terminal, dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukup
nyenyak, tetapi pada saat dini hari sudah terbangun dan tidak dapat
tidur lagi.
2. Terapi Farmakologi
Seperti pada terapi nonfarmakologi, tujuan terapi farmakologi
adalah untuk menghilangkan keluhan pasien sehingga dapat meningkat-
kan kualitas hidup pada usia lanjut.
Ada lima prinsip dalam terapi farmakologi yaitu: menggunakan
dosis yang rendah tetapi efektif, dosis yang diberikan bersifat inter-
miten (3-4 kali dalam seminggu), pengobatan jangka pendek (3-4
mimggu), penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada
gejala insomnia, memiliki efek sedasi yang rendah sehingga tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.
Selain kelima prinsip diatas, dalam memberikan obat harus
mem-perhatikan perubahan farmakokinetik dan farmokodinamik pada
usia lanjut. Dengan pertambahan umur akan terjadi perubahan dalam
distribusi, metabolisme dan eliminasi obat yang berkaitan erat dengan
timbulnya efek samping obat. Terapi farmakologi yang paling efektif
untuk insomnia adalah golongan Benzodiazepine (BZDs) atau non-
Benzodiazepine. Obat golongan lain yang digunakan dalam terapi
insomnia adalah golongan sedating antidepressant, antihistamin,
antipsikotik. Menurut The NIH state-of-the-Science Conference obat
hipnotik baru seperti eszopiclone, ramelteon, zaleplon, zolpidem dan
zolpidem MR lebih efektif dan aman untuk usia lanjut. Beberapa obat
hipnotik yang aman untuk usia lanjut yaitu:
a. Benzodiazepine
Benzodiazepine (BZDs) adalah obat yang paling sering
digunakan untuk mengobati insomnia pada usia lanjut. BZDs
menimbulkan efek sedasi karena bekerja secara langsung pada
reseptor benzodiazepine. Efek yang ditimbulkan oleh BZDs adalah
menurunkan frekuensi tidur pada fase REM, menurunkan sleep
latency, dan mencegah pasien terjaga di malam hari. Ada beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam pemberian BZDs pada usia lanjut
mengingat terjadinya perubahan farmakokinetik dan
farmakodinamik terkait pertambahan umur. Absorpsi dari BZDs
tidak dipengaruhi oleh penuaan akan tetapi peningkatan masa lemak
pada lanjut usia akan meningkatkan drug-elimination half life,
disamping itu pada usia lanjut lebih sensitif terhadap BZDs
meskipun memiliki konsentrasi yang sama jika dibandingkan
dengan pasien usia muda. Pilihan pertama adalah short-acting
BZDs serta dihindari pemakaian long acting BZDs.
BZDs digunakan untuk transient insomnia karena tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Penggunaan lebih
dari 4 minggu akan menyebabkan tolerance dan ketergantungan.
Golongan BZDs yang paling sering dipakai adalah temazepam,
termasuk intermediate acting BZDs karena memiliki waktu paruh
8-20 jam. Dosis temazepam adalah 15-30 mg setiap malam. Efek
samping BZDs meliputi:
gangguan psikomotor dan memori pada pasien yang diterapi short-
acting BZDs sedangkan residual sedation muncul pada pasien yang
mendapat terapi long acting BZDs. Pada pasien yang menggunakan
BZDs jangka panjang akan menimbulkan resiko ketergantungan,
daytime sedation, jatuh, kecelakaan dan fraktur.
b. Non-Benzodiazepine
Memiliki efek pada reseptor GABA dan berikatan secara
selektif pada reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. Obat ini
efektif pada usia lanjut karena dapat diberikan dalam dosis yang
rendah. Obat golongan ini juga mengurangi efek hipotoni otot,
gangguan prilaku, kekambuhan insomnia jika dibandingkan dengan
obat golongan BZDs. Zaleplon, zolpidem dan Eszopiclone berfungsi
untuk mengurangi sleep latency sedangkan ramelteon (melatonin
receptor agonist) digunakan pada pasien yang mengalami kesulitan
untuk mengawali tidur. Obat golongan non-benzodiazepine yang
aman pada usia lanjut yaitu:
Zaleplon
Ancoli- Israel menemukan keefektifan dan keamanan dari
zaleplon pada usia lanjut. Zaleplon dapat digunakan jangka
pendek maupun jangka panjang, tidak ditemukan terjadinya
kekambuhan atau withdrawal symptom setelah obat
dihentikan. Dosis dari zaleplon 5-10 mg, akan tetapi waktu
paruhnya hanya 1 jam.
Zolpidem
Zolpidem merupakan obat hipnotik yang berikatan secara
selektif pada reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. Efektif
pada usia lanjut karena tidak mempengaruhi sleep
architecture. Zolpidem memiliki waktu paruh 2,5-2,9 jam
dengan dosis 5-10 mg. Zolpidem merupakan kontraindikasi
pada sleep related breathing disorder dan gangguan hati. Efek
samping dari zolpidem adalah mual, dizziness, dan efek
ketergantungan jika digunakan lebih dari 4 minggu.
Eszopiclone
Golongan non-benzodiazepine yang mempunyai waktu paruh
paling lama adalah eszopiclone yaitu selama 5 jam pada
pasien usia lanjut. Scharf et al dalam penelitiannya
menyimpulkan eszopiclone 2 mg dapat menurunkan sleep
latency, meningkatkan kualitas dan kedalaman tidur,
meningkatkan TST pada pasien usia lanjut dengan insomnia
primer. Krystal AD et al dalam penelitiannya menyimpul-
kan bahwa eszopiclone 3 mg setiap malam dapat membantu
mempertahankan tidur dan meningkatkan kualitas tidur pada
pasien usia lanjut dengan insomnia kronik.
Melatonin reseptor agonist
Melatonin Reseptor Agonist (Ramelteon) obat baru yang
direkomendasikan oleh Food and Drug Administration (FDA)
untuk terapi insomnia kronis pada usia lanjut. Ramelteon
bekerja secara selektif pada reseptor melatonin MT1 dan MT2.
Dalam penelitian yang dilakukan dengan metode A
randomized, double blind study selama 5 minggu pada 829
sampel berumur rata-rata 72,4 tahun dengan chronic primary
insomnia disimpulkan terjadi penurunan sleep latency dan
peningkatan TST pada minggu pertama. Ramelteon tidak
menimbulkan withdrawal effect.
Sedating Antidepressant
Sedating antidepressant hanya diberikan pada pasien
insomnia yang diakibatkan oleh depresi. Amitriptiline adalah
salah satu sedating antidepressant yang digunakan sebagai
obat insomnia, akan tetapi pada usia lanjut menimbulkan
beberapa efek samping yaitu takikardi, retensi urin, konstipasi,
gangguan fungsi kognitif dan delirium. Pada pasien usia lanjut
juga dihindari penggunaan trisiklik antidepresan. Obat yang
paling sering digunakan adalah trazodone. Walsh dan
Schweitzer menemukan bahwa trazodone dosis rendah efektif
pada pasien yang mengalami insomnia oleh karena obat
psikotik atau monoamnie oxidase inhibitor dan pada pasien
yang memiliki kontraindikasi terhadap BZDs. Dosis
trazodone adalah 25-50 mg perhari, efek samping dari
trazodone adalah: kelelahan, gangguan sistem pencernaan,
dizziness, mulut kering, sakit kepala dan hipotensi.
B. PARASOMNIA
2.1 Pengertian
Parasomnia adalah keadaan tidak terdapat respon terhadap
rangsangan verbal ataupun mental, kecuali yang respon yang bersifat
reflek; gangguan tidur yang berupa kejadian- kejadian yang tidak
normal seperti berjalan saat tidur, mimpi buruk. (KBBI Edisi 4, 2008)
Parasomnia adalah suatu kelompok gangguan sekitar tidur yang
luas; mencakup perilaku seperti berjalan waktu tidur, mimpi buruk.
(Hinchliff, 1999)
Parasomnia adalah gangguan yang melibatkan kegiatan fisik yang
tidak diinginkan, atau pengalaman yang terjadi selama tidur. Kendati
gangguan tidur jenis ini lebih umum ditemukan pada anak-anak, sekitar
5-15 persen, dan orang dewasa 1 persen, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan berhubungan dengan adanya luka trau-ma. Parasomnia
dicirikan oleh beberapa peristiwa tidak wajar yang terjadi selama tidur,
selama tahap tidur tertentu atau selama siklus tidur-bangun. (Copel,
2007)
Dari ketiga definisi di atas, kelompok menyimpulkan bahwa
parasomnia adalah sekumpulan gangguan tidur yang berupa gerakan
yang tidak diinginkan dan tidak sadar dilakukan saat tidur.
B. Data objektif
a. Klien terlihat kelelahan
b. Terlihat lingkar hitam disekitar mata
c. Wajah terlihat kusam
d. Terlihat gelisah
e. Tidur selalu terbangun
f. Tidur tidak pernah tenang
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat energy
a. terlihat kelelahan
b. kelemahan fisik
c. terlihat lesu
2. Ciri-ciri diwajah
a. mata sipit
b. kelopak mata sembab, mata merah
c. semangat
3. Ciri-ciri tingkah laku
a. oleng/ sempoyongan
b. menggosok-gosok mata
c. bicara lambat
d. sikap loyo
4. Data penunjang yang menyebabkan adanya masalah potensial
a. obesitas
b. deviasi septum
c. TD rendah
d. RR dangkal dan dalam
DAFTAR PUSTAKA
Copel, Linda Carman. (2007). Kesehatan Jiwa Dan Psikiatri. Jakarta : ECG
Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : ECG
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat. Jakarta : Gramedia Pustama Utama
Fitri, Lailatul. (2011). Konsep Istirahat Tidur. http://catatanlangkah.com/
2011/04/konsep-istirahat-tidur.html Diakses tanggal 20 September 2013
pukul 20.21 WIB.
Hincliff, Sue. (1999). Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta : ECG
Khoirunnisa, Nur. (2010). Modul Pembelajaran Keperawatan Jiwa Mahasiswa
(MPM). Pontianak: STIK Muhammadiyah available at
http://id.scribd.com/doc/324567/MPM-STIKMUH diakses pada tanggal 20
September 2013 pukul 20.00 WIB
Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Subekti, Latif. (2011). Gangguan Pola Tidur. Available at
http://www.Kompas.com Diakses 20 September 2013 pukul 20.34 WIB