Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH INSOMNIA

Oleh :

ISKANDAR QOLBYE
NIM. 2017.01.012

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2020
Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan Insomnia

A. Definisi

Insomnia adalah kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap

tertidur, atau gangguan tidur yang membuat penderita merasa belum cukup

tidur pada saat terbangun (Remelda,2018)

Insomnia adalah suatu gangguan tidur yang dialami oleh penderita

dengan gejala-gejala selalu merasa letih dan lelah sepanjang hari dan secara

terus menerus (lebih dari sepuluh hari) mengalami kesulitan untuk tidur atau

selalu terbangun di tengah malam dan tidak dapat kembali tidur.

(Minakotoko,2018)

Insomnia adalah keadaan dimana seseorang sulit untuk tidur, sering

terbangun pada malam hari atau tidak dapat tidur dengan lelap (Pratiwi, 2009).

B. Etiologi 

Insomnia bukanlah suatu penyakit melainkan gejala yang memiliki

banyak faktor yang dapat menyebabkan atau dapat dikatakan tidak mempunyai

penyebab pasti terjadinya insomnia ini.

Berdasarkan situs melileaorganik (2018) Faktor resiko yang dapat

menyebabkan insomnia yaitu : 

1. Faktor Psikologi 

a. Stres yang berkepanjangan paling sering menjadi penyabab dari Insomnia

jenis kronis, sedangkan berita-berita buruk gagal rencana dapat menjadi

penyebab insonia transient.


b. Problem Psikiatri

c. Depresi paling sering ditemukan. Kamu bangun lebih pagi dari biasanya

yang tidak kamu ingini, adalah gejala paling umum dari awal depresi ,

Cemas ,Neorosa, dan gangguan psikologi lainnya sering menjadi

penyebab dari gangguan tidur.

d. Sakit Fisik

e. Sesak nafas pada orang yang terserang asma, sinus, flu sehingga hidung

yang tersumbat dapat merupakan penyebab gangguan tidur. Selama

penyebab fisik atau sakit fisik tersebut belum dapat di tanggulangi

dengan baik ,gangguan tidur atau sulit tidur akan dapat tetap dapat

terjadi.

2. Faktor Lingkungan

a. Lingkungan yang bising seperti lingkungan lintasan pesawat jet, lintasan

kereta api, pabrik atau bahkan TV tetangga dapat menjadi faktor

penyebab susah tidur.

b. Gaya Hidup

c. Alkohol , rokok, kopi, obat penurun berat badan, jam kerja yang tidak

teratur, juga dapat menjadi faktor penyebab sulit tidur.

Menurut Remelda (2018) terdapat beberapa perilaku yang dapat menyebabkan

seseorang mengalami insomnia, yaitu : 

1. Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka, dll) 

2. Kekhawatiran tidak dapat tidur

3. Mengkonsumsi caffein secara berlebihan

4. Minum alkohol sebelum tidur


5. Merokok sebelum tidur

6. Tidur siang/sore yang berlebihan

7. Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur

C. Klasifikasi

Menurut situs melileaorganik (2018) insomnia terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Jenis transient (artinya cepat berlalu), oleh karena itu insomnia jenis ini

hanya terjadi beberapa malam saja.

2. Jenis Jangka pendek. Jenis dapat belangsung sampai beberapa minggu dan

biasanya akan kembali seperti biasa.

3. Jenis kronis (atau parah) gangguan tidak dapat tidur berlangsung lebih dari 3

minggu.

D. Tanda dan Gejala

Menurut Remelda (2018), tanda dan gejala yang timbul dari pasien yang

mengalami insomnia yaitu penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau

sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Insomnia

juga bisa dialami dengan berbagai cara:

1. sulit untuk tidur tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan

untuk tetap tidur (sering bangun) 

2. bangun terlalu awal 

Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala insomnia. Gejala yang

dialami waktu siang hari adalah

1. Mengantuk
2. Resah

3. Sulit berkonsentrasi

4. Sulit mengingat

5. Gampang tersinggung

E. Patofisiologi

Patofisiologi insomnia belum bisa dijelaskan secara pasti tetapi

insomnia dihubungkan dengan hipotesis peningkatan arousal. Arousal

dikaitkan dengan struktur yang memicu kesiagaan di ARAS ( ascending

reticular activating system), hipotalamus, basal forebrain yang berinteraksi

dengan pusat-pusat pemicu tidur pada otak di anterior hipotalamus dan

thalamus. Hyperarousal merupakan keadaan yang ditandai dengan tingginya

tingkat kesiagaan yang merupakan respon terhadap situasi spesifik seperti

lingkungan tidur.

Data psikofisiologi dan metabolic dari hyperarousal pada pasien

insomnia meliputi peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi dan

penurunan variasi periode jantung selama tidur. Kecepatan metabolik seluruh

tubuh dihitung melalui penggunaan O2 persatuan waktu ternyata lebih tinggi

pada pasien insomnia dibandingkan pada orang normal.

Data elektrofisiologi hyperarousal menunjukkan peningkatan

frekuensi gelombang beta pada EEG selama tidur NREM. Aktivitas gelombang

beta dikaitkan dengan aktivitas gelombang otak selam terjaga. Penurunan

dorongan tidur pada pasien insomnia dikaitkan dengan penurunan aktivitas

gelombang delta. Data neuroendokrin tentang hyperarousal menunjukan


peningkatan level kortisol dan adrenokortikoid (ACTH) sebelum dan selama

tidur, terutama pada setengah bagian pertama tidur pada pasien insomnia.

Penurunan level melatonin tidak konsisten ditemukan.

Data menurut functional neuroanatomi studies of arousal tentang

hyperarousal menunjukan pola-pola aktivitas metabolisme regional otak

selama tidur NREM melalui SPECT (single-photon emission computer

tomography) dan PET ( positron emission tomography). Pada penelitian PET

yang pertama pada insomnia primer terjadi peningkatan kecepatan

metabolisme glukosa baik pada waktu tidur maupun terjaga. Selama terjaga,

pada pasien insomnia primer ditemukan penurunan aktivitas dorselateral

prefrontal cortical. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan

hyperarousal pada tidur NREM dan hypoarousal frontal selama terjaga, hal

inilah yang 7 menyebabkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien baik

pada saat terjaga maupun tidur.

Pada pasien yang mengalami insomnia yang karena depresi berat

terjadi peningkatan gelombang beta yang berkaitan dengan peningkatan

aktivitas metabolik di kortek orbita frontal dan mengelukan kualitas tidur yang

buruk, hal ini juga mendukung hipotesis mengenai hyperarousal. Pada

pemeriksaan SPECT pada pasien insomnia primer, selama tidur NREM terjadi

hipoperfusi diberbagai tempat yang paling jelas pada basal ganglia.

Kesimpulan penelitian imaging mulai menunjukkan perubahan fingsi

neuroanatomi selama tidur NREM yang berkaitan dengan insomnia primer

maupun sekunder.
F. Pathway

Stress Pemakaian Obat Lingkungan

Gangguan Mempengaruhi Lingkungan


frekuensi tidur proses tidur tidak nyaman

Frekuensi tidur Frekuensi tidur Hilangnya ketenangan


menurun menurun

Susah untuk tidur

Insomnia

kualitas dan kuantitas


Konsentrasi menurun
tidur berkurang

perasaan tidak
Keletihan nyaman Gangguan
pola tidur

Gangguan rasa
nyaman
G. Komplikasi 

Berbagai dampak merugikan yang ditimbul dari insomni yaitu :

1. Depresi

2. Kesulitan untuk berkonsentrasi

3. Aktivitas sehari-hari menjadi terganggu

4. Prestasi kerja atau belajar mengalami penurunan

5. Mengalami kelelahan di siang hari

6. Hubungan interpersonal dengan orang lain menjadi buruk

7. Meningkatkan risiko kematian

8. Menyebabkan kecelakaan karena mengalami kelelahan yang berlebihan

9. Memunculkan berbagai penyakit fisik

Dampak insomnia tidak dapat di anggap remeh, karena bisa menimbulkan

kondisi yang lebih serius dan membahayakan kesehatan dan keselamatan. Oleh

karenanya, setiap penderita insomnia perlu mencari jalan keluar yang tepat

(Remelda, 2018).
F. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Remelda (2008) untuk mendiagnosis seseorang mengalami insomnia

atau tidak dapat dilakukan pemeriksaan melalui penilaian terhadap :

1. Pola tidur penderita

2. Pemakaian obat-obatan, alkohol atau obat terlarang

3. Tingkatan stres psikis

4. Riwayat medis

5. Aktivitas fisik.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan insomnia ini dapat

dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : 

1. Tindakan Keperawatan

a. Kaji efek samping pengobatan pada pola tidur klien.

b. Pantau pola tidur klien dan catat hubungan faktor-faktor fisik (misalnya :

apnea saat tidur, sumbatan jalan nafas, nyeri/ketidaknyamanan, dan

sering berkemih).

c. Jelaskan pada klien pentingnya tidur adekuat (selama kehamilan, sakit,

stress psikososial).

d. Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari faktor penyebab (misal :

gaya hidup, diet, aktivitas, dan faktor lingkungan).

e. Ajarkan klien dan kelurga dalam teknik relaksasi (pijat/urut sebelum

tidur, mandi air hangat, minum susu hangat). Menurut Remelda (2018)

untuk tindakan keperawatan pada pasien insomnia dimulai dengan


menghilangkan kebiasaan (pindah tempat tidur, memakai tempat tidur

hanya untuk tidur, dll). Jika tidak berhasil dapat diberikan obat golongan

hipnotik (harus konsultasi dengan psikiater).

2. Tindakan Medis

Menurut Remelda (2018) untuk tindakan medis pada pasien insomnia yaitu

dengan cara pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya :

Benzodiazepin (Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid) tetapi

efek samping dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik,

gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berpikir,

mulut kering, dsb.

H. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan pada masalah tidur dapat meliputi pengkajian

khusus masalah kebutuhan pola tidur antara lain:

1) Identitas

a) Umur. Pengkajian ini terkait dengan tumbuh kembang klien.pada umur

usia tua tidur kurang lebih 6 jam/hari.

b) Jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi pola

tidur seseorang, kaum wanita tidur lebih nyenyak dan bangun lebih

sedikit pada malam hari dibandingkan dengan pria. Wanita juga lebih

bisa mengatasi efek kekurangan tidur yang dialami. Pola tidur yang

berbeda antara pria dan wanita juga membuat wanita lebih segar

ketika bangun tidur.


c) Tinggi badan dan berat badan. Hal ini mempengaruhi gangguan pola

tidur. Pada saat tidur, kadar melatonin dalam tubuh bertambah,

melatonin ini adalah pengatur hormon di mana hormon pertumbuhan

berperan sangat penting.

d) Lingkungan tidur klien. Bagaimana kondisi lingkungan tidur klien?

Apakah kondisinya bising, gelap, atau suhunya dingin?

e) Status emosi dan mental klien. Status emosi dan mental mempengaruhi

terhadap kemampuan klien untuk istirahat dan tidur.

2) Riwayat Tidur

Pengkajian riwayat tidur antara lain: kuantitas (lama tidur) dan kualitas

tidur di siang maupun malam hari, aktivitas dan rekreasi yang dilakukan

sebelumnya, kebiasaan sebelum ataupun pada saat tidur, lingkungan

tidur, dengan siapa pasien tidur, obat yang dikonsumsi sebelum tidur,

asupan dan stimulan, perasaan pasien mengenai tidurnya, apakah ada

kesulitan tidur, dan apakah ada perubahan pola tidur.

3) Riwayat kesehatan saat ini

Kesehatan klien yang dialami pada saat itu juga.

4) Riwayat kesehatan masa lalu

Riwayat kesehatan yang dialami klien pada masa lalu.

5) Pemeriksaan fisik

a) Observasi penampilan wajah, perilaku dan tingkat energi pasien

b) Adanya lingkaran hitam di sekitar mata, mata sayu, dan konjungtiva

merah.
c) Perilaku: iritabel, kurang perhatian, pergerakan lambat, bicara lambat,

postur tubuh tidak stabil, tangan tremor, sering menguap, mata tampak

lengket, menarik diri, bingung, dan kurang koordinasi.

6) Gejala Klinis

Gejala klinis ditandai dengan perasaan lelah, gelisah, emosi, apatis,

adanya kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak,

konjungtiva merah dan mata perih, perhatian tidak fokus, serta sakit

kepala.

7) Penyimpangan Tidur

Penyimpangan tidur meliputi perubahan tingkah laku dan auditorik,

meningkatnya kegelisahan, gangguan persepsi, halusinasi visul dan

auditorik, bingung dan disorientasi tempat dan waktu, gangguan

koordinasi, serta bicara rancu, tidak sesuai, dan intonasinya tidak teratur.

8) Pemeriksaan Diagnostik

a) Elektroencefalogram (EEG)

b) Elektromiogram (EMG)

c) Elektrookulogram (EOG)

Analisa data

Data dasar adalah dasar untuk mengindividualiskan rencana asuhan

keperawatan, mengembangkan dan memperbaiki sepanjang waktu asuhan

perawat untuk klien. Pengumpulan data harus berhubungan dengan

masalah kesehatan tertentu, dengan kata lain pengkajian harus relevan.

Perawat mengumpulkan data yang bersifat deskriptif, singkat dan lengkap

(Potter dan Perry, 2015).


Data Subjektif:

1) Klien menyatakan ketidakpuasan tidur

2) Klien menyatakan sering terjaga

3) Klien menyatakan tidak cukup puas istirahat

Data Obyektif

1) Klien tampak lelah

2) Klien tampak gelisah

3) Lesu

4) Kehitaman di daerah sekitar mata

5) Kelopak mata bengkak

6) Konjungtiva merah, mata perih

7) Sering menguap atau mengantuk

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan Menurut SDKI tahun 2017 adalah sebagai berikut :

1) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kualitas dan kuantitas tidur

berkurang

2) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan perasaan tidak nyaman

3) Keletihan berhubungan dengan konsentrasi menurun


3. Intervensi

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
No.
SIKI Rasional
Keperawatan
Hasil
1 Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan Dukungan tidur I.05174 1. Pola aktivitas dan tidur dapat
menentukan tingkat gangguan
tidur keperawatan selama 1x24 1. Identifikasi pola aktivitas tidur
dan tidur 2. Penanganan dapat dilakukan
berhubungan jam, gangguan pola tidur 2. Identifikasi faktor dengan tepat setelah
pengganggu tidur (fisik mengetahui faktor pengganggu
dengan kualitas teratasi.
dan/atau psikologis) tidur
dan kuantitas Kriteria hasil : 3. Indikasi obat tidur yang 3. Mengetahui riwayat obat yang
dikonsumsi telah dikonsumsi
tidur berkurang SLKI 4. Modifikasi lingkungan 4. Memberikan kenyaman dalam
(mis. pencahayaan, tidur
Pola tidur L.05045 kebisingan, suhu, matras, 5. Menghilangkan stress
dan tempat tidur) 6. Meningkatkan rasa nyaman
Indikator Nilai
5. Fasilitasi menghilangkan 7. Tidur sesuai jadwal
Keluhan Menurun
stress sebelum tidur 8. Pasien mengetahui makanan
sulit tidur
6. Lakukan prosedur untuk dan minuman yang
Keluhan Menurun meningkatkan mengganggu tidur
tidak kenyamanan (mis. pijat, 9. Pasien mendapatkan terapi obat
puas pengaturan posisi, terapi yang tepat
tidur akupresur)
Keluhan Menurun 7. Anjurkan menepati
pola tidur kebiasaan waktu tidur
berubah 8. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
Keluhan Menurun mengganggu tidur
istirahat 9. Kolaborasi dengan dokter
tidak
dalam pemberian obat
cukup

2 Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Terapi relaksasi I.09326 1. Mengetahui sejauh mana
gangguan rasa nyama yang
nyaman keperawatan selama 1x24 1. Identifikasi penurunan dialami
tingkat energi, ketidak 2. Mengetahui tanda-tanda vital
berhubungan jam, gangguan rasa mampuan berkonsentrasi, pasien
atau gejala lain yang 3. Memberikan kenyamanan
dengan perasaan nyaman teratasi
mengganggu kemampuan 4. Pasien mengetahui prosedur
tidak nyaman Kriteria hasil : kognitif tehnik relaksasi
2. Periksa ketegangan otot, 5. Memberikan ketenangan
SLKI frekuensi nadi, tekanan terapeutik pada pasien
darah, dan suhu sebelum 6. Pasien mengetahun manfaat
Status kenyamanan dan sesudah latihan
L.08064 dari terapi
3. Ciptakan lingkungan 7. Pasien dapat menirukan dan
Indikator Nilai
tenang dan tanpa melakukan sendiri terapi
Keluhan Menurun
gangguan dengan 8. Pasien mendapatkan terapi
sulit tidur
pencahayaan dan suhu
Konsumsi Menurun yang nyaman yang tepat
alkohol 4. Berikan informasi tertulis
Pengguna- Menurun tentang persiapan dan
an zat prosedur teknik relaksasi
Pola tidur Membaik 5. Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat berirama
6. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia
(mis. musik, meditasi,
napas dalam, relaksasi otot
progresif)
7. Demonstrasikan dan latih
tehnik relaksasi (mis.
napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)
8. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi

3 Keletihan Setelah dilakukan tindakan Edukasi Aktivitas/istirahat 1. Memastikan pasien siap


dalam menerima edukasi
berhubungan keperawatan selama 1x1 I.12362 2. Materi dan media yang
mendukung untuk edukasi
dengan jam, nyeri akut teratasi. 1. Identifikasi kesiapan dan
lebih efktif
kemampuan menerima
konsentrasi Kriteria hasil : 3. Jadwal sesuai kesepakatan
informasi
membantu petugas dan pasien
2. Sediakan materi dan
menurun SLKI bisa bekerjasama
media pengaturan aktivitas
4. Pasien dapat bertanya materi
Tingkat keletihan dan istirahat
yang belum dimengerti
L.05046 3. Jadwalkan pemberian
5. Pasien mengetahui secara
pendidikan kesehatan
mandiri kebutuhan
sesuai kesepakatan
Indikator Nilai istirahatnya
4. Berikan kesempatan
Verballisasi Mening- kepada pasien dan
kepulihan kat keluarga untuk bertanya
energi
5. Ajarkan cara
tenaga
mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (mis.
Verbalisasi Menurun
lelah lesu kelelahan, sesak napas
Gangguan Menurun saat aktivitas)
konsentrasi

Gelisah Menurun
Pola Membaik
istirahat
4. Implementasi

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplimentasikan

intervensi keperawatan (Kozier, 2011). Implementasi merupakan langkah

keempat dari proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat

untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah,

mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan

oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali, 2014) Proses

Implementasi yaitu :

1) Mengkaji kembali pasien

2) Menentukan kebutuhan perawat terhadap bantuan

3) Mengimplementasikan intervensi keperawatan

4) Melakukan supervise terhadap asuhan yang didelegasikan

5) Mendokumentasikan tindakan keperawatan

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan komponen terakhir dari proses keperawatan.

Evaluasi merupakan upaya untuk menentukan apakah seluruh proses

sudah berjalan dengan baik atau belum. Apabila hasil tidak mencapai

tujuan maka pelaksanaan tindakan diulang kembali dengan melakukan

berbagai perbaikan. Untuk penilaian keberhasilan tindakan, maka

selanjutnya dilakukan penilaian. Penilaian dilaksanakan dengan

menggunkan metode komunikasi Subjektif Objektif Asesment Planing

(NHS, 2012).
Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskulukeletal. Jakarta: EGC.

Ning, G.Z, Yu, T.Q, Feng, S.Q, Zhow, X.H, Ban, D.X, Liu Y et al. 2011.

Epidemiology of Traumatic Spinal Cord Injury in Tianjin, China. Spinal

Cord.

Price, Sylvia A. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Jakarta: EGC.

Remelda. 2018. Insomnia. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Weishaupt, N, Silasi, G, Colbourne, F, & Foud, K. 2011. Secondary Dmage in

The Spinal Cord After Motor Cortex Injury in Rats. J Neurotrauma

Anda mungkin juga menyukai