BAB I
PENDAHULUAN
Pusat Statistik Jawa Tengah, 2006). Insomnia biasanya timbul sebagai gejala
suatu gangguan lain yang mendasarinya, seperti kecemasan dan depresi atau
gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia. Insomnia yang ringan
tidak perlu diberi obat, tetapi cukup dengan penjaminan kembali. Insomnia
yang berat biasanya merupakan gejala gangguan yang lain atau dapat
merupakan faktor penyebab (misalnya kelemahan badan, tremor,
berkurangnya kosentrasi) atau faktor pencetus karena stres yang
ditimbulkannya (seperti gejala-gejala skizofrenia) mungkin timbul lagi atau
kecemasan. Insomnia pada pagi-pagi sekali (penderita tertidur biasa, tetapi
terbangun pukul 02 atau 03 lalu tidak dapat tidur lagi. Biasanya merupakan
gejala depresi endogenik. Kesukaran untuk memulai tidur biasanya terdapat
pada nerosa (depresi atau cemas). Terdapat juga pasien yang takut tertidur
karena takut mimpi buruk (Maramis, 2005).
BAB II
TINJAUAN TEORI
fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal
pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya.
Umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30
tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam
kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi
sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak, 2009).
Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah,
baik secara biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia
seseorang, maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga
dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher,
2009). Oleh karena itu, perlu perlu membantu individu lansia untuk
menjaga harkat dan otonomi maksimal meskipun dalam keadaan
kehilangan fisik, sosial dan psikologis (Smeltzer, 2001).
kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006, dalam Sagala,
2011).
2.2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan insomnia ini
dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Tindakan Keperawatan
a. Kaji efek samping pengobatan pada pola tidur klien.
b. Pantau pola tidur klien dan catat hubungan faktor-faktor fisik
(misalnya: apnea saat tidur, sumbatan jalan nafas, nyeri /
ketidaknyamanan, dan sering berkemih).
c. Jelaskan pada klien pentingnya tidur adekuat (selama kehamilan,
sakit, stress psikososial).
d. Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari faktor penyebab
(misal : gaya hidup, diet, aktivitas, dan faktor lingkungan).
e. Ajarkan klien dan kelurga dalam teknik relaksasi (pijat/urut
sebelum tidur, mandi air hangat, minum susu hangat).
Menurut Remelda (2008) untuk tindakan keperawatan pada pasien
insomnia dimulai dengan menghilangkan kebiasaan (pindah tempat
tidur, memakai tempat tidur hanya untuk tidur, dll). Jika tidak
berhasil dapat diberikan obat golongan hipnotik (harus konsultasi
dengan psikiater).
2. Tindakan Medis
Menurut Remelda (2008) untuk tindakan medis pada pasien insomnia
yaitu dengan cara pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya :
Benzodiazepin (Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid)
tetapi efek samping dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi
motorik, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan
koordinasi berpikir, mulut kering.
20
2.3.1 Pengkajian
1. Pola tidur, seperti jam berapa klien masuk kamar untuk tidur, jam berapa
biasa bangun tidur, dan keteraturan pota tidur klien;
7. Status emosi dan mental klien. Status emosi dan mental memengaruhi
terhadap kemampuan klien untuk istirahat dan tidur. Perawat perlu
mengkaji mengenai status emosional dan mental klien, misalnya apakah
klien mengalami stres emosional atau ansietas, juga dikaji sumber stres
yang dialami klien.
8. Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku yang timbul
sebagai akibat gangguan istirahat tidur, seperti:
Gejala klinis yang mungkin muncul: perasaan lelah, gelisah, emosi, apetis,
adanya kehitaman di daerah sekitar mata bengkak, konjungtiva merah dan mata
perih, perhatian tidak fokus, sakit kepala.
2. Ciri-ciri diwajah, seperti mata sipit, kelopak mata sembab, mata merah,
semangat
Gangguan pola tidur b/d perubahan siklus, ketidakmampuan mengatasi stres yang
berlebihan
22
1. Data subjektif
c. Klien mengatakan saat terbangun kepalanya pusing dan saat pertama kali
tidur kepala seperti berputar-putar
f. Klien mengatakan butuh waktu 2-4 jam untuk tertidur namun 1-3
kemudian terbangun dn susah untuk tidur kembali
2. Data objektif
d. Terlihat gelisah
Tujuan:
23
Kriteria hasil:
Klien menunjukkan pola tidur dalam batas rentang normal 6 jam dan klien
tampak nyaman.
Intervensi :
kelengkapan, dan kualitas data, teratasi atau tidak masalahnya pasien, serta
pencapaian tujuan dan ketepatan intervensi keperawatan
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Tidur merupakan suatu proses di otak yang dibutuhkan seseorang
untuk dapat berfungsi dengan baik. Insomnia merupakan gangguan tidur
yang paling sering ditemukan. Sekitar 67% lansia mengalami gangguan
tidur. Gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada lansia yaitu
insomnia, gangguan ritmik tidur, dan apnea tidur. Berdasarkan dugaan
etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu,
gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain,
gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang
diinduksi oleh zat. Beberapa kondisi medik umum seperti penyakit
kardiovaskuler, penyakit paru, neurodegenerasi, penyakit endokrin,
kanker, dan penyakit saluran pencernaan, serta penyakit muskuloskeletal
sering menimbulkan gangguan tidur. Gangguan mental seperti depresi,
anksietas, demensia serta delirium dapat pula menimbulkan gangguan
tidur. Pola gangguan tidur pada penderita depresi berbeda dengan yang
tidak menderita depresi; pada depresi terjadi gangguan pada setiap stadium
gangguan tidur. Langkah pertama mengobati gangguan tidur adalah
mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya.
Terapi farmakologik seperti: Nasal continuous positive airway
pressure ditoleransi baik oleh sebagian besar pasien. Metode ini dapat
memperbaiki tidur pasien di malam hari, rasa mengantuk di siang hari, dan
keletihan serta perbaikan fungsi kognitif. Beberapa tindakan bedah seperti
UPP, UAS dan trakeostomi dapat pula dilakukan untuk memperbaiki
apnea tidur obstruktif. Penggunaannya sangat terbatas karena risiko
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.
Benzodiazepin merupakan pilihan utama untuk mengatasi
gangguan tidur; walaupun demikian, lama penggunaannya harus dibatasi
karena penggunaan jangka lama malah dapat menimbulkan masalah tidur
atau dapat menutupi gangguan yang mendasarinya. Efek samping sedasi
26
3.2 SARAN
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang insomnia pada lansia
hendaknya mahasiswa aktif mencari dan membaca refrensi-refrensi dan
banyak bertanya kepada dosen pengajar maupun kepada dosen
pembimbing atau kaka tingkat tentang insomnia yang bayak diderita pada
lansia sehingga mehasiswa bisa mengamplikasikan dan mengunakan
teknik pendokumentasian yang benar yang bisa dipertanggung
jawabkan,dan selalu mengunakan komunikasi terapeutik antar perawat dan
klien sehingga terjalin hubungan yang terapeutik sehinggapeltaaksanaan
asuhan keperawatan dapat berlangsung dengan optimal.