Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut usia merupakan proses penuaan serta perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau menggantikan dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi atau
kerusakan. Lansia adalah individu berusia 60 tahun dimana memiliki tanda-
tanda penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi yang terus
menerus secara alamiah (Junita., 2020:117)

Dalam waktu hampir lima dekade,persentase lansia di indonesia


meningkat sekitar dua kali lipat (1971-2020), yakni menjadi 9,92% (26 juta-
an) dimana lansia perempuan sekitar satu persen lebih banyak dibandingkan
lansia laki-laki 10,43% berbanding 9,42%. Dari seluruh lansia yang ada di
Indonesia,lansia muda (60-69 tahun) jauh mendominasi dengan besaran
yang mencapai 64-29%, selanjutnya diikuti oleh lansia madya (70-79 tahun)
dan lansia tua (80-95 tahun) dengan besaran masing-masing 27,23% dan
8,49%. (BPS 2020)

Kesehatan seorang di usia lanjut merupakan cerminaan dari proses


kehidupan yang dijalani selama rentang kehidupannya. Pendekatan siklus
hidup ini akan mengkaitkan gaya hidup seseorang dan kemampuan
beradaptasi dengan perubahan sesuai pertambahan usia disepanjang siklus
kehidupannya. Dengan kata lain, kondisi kesehatan lansia saat ini
merupakan pengaruh dari gaya hidup mereka di masa lalu. Pada tahun 2020,
hampir separuh lansia indonesia mengalami keluhan kesehatan, baik fisik
maupun psikis 48,14%. Sementara itu, persentase lansia yang mengalami
sakit, besarannya hampir mencapai seperempat lansia yang ada di indonesia
24,35%. Pada umumnya, penyakit yang dialami para lansia merupakan
penyakit tidak menular yang bersifat degeneratif atau disebabkan oleh faktor
usia misalnya penyakit jantung, diabetes militus, rematik, hipertensi dan
cedera (Kemenkes RI, 2019).
Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dengan
masalah kesehatan yag dialami oleh orang dewasa, contoh masalah
kesehatan yang sering dialami oleh lansia yaitu immobility (imobilitas),
inkontinensia, depresi, malnutrisi, menurunnya kekebalan tubuh, dan
gangguan tidur atau insomnia. (Sari & Leonard, 2018:122). Insomnia
merupakan suatu keadaan seseorang yang mengalami sulit untuk tidur atau
tidur sering terbangun dimalam hari atau terbangun dipagi hari. Insomnia
diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu insomnia dengan gejala susah untuk
tertidur dan insomnia yang ditandai dengan sering atau gampang terbangun
dari tidur. (Maisharoh & Purwito, 2020:139)

Menurut National sleep Foundation, kejadian insomnia di seluruh dunia


mencapai 67% dari 1.508 orang di Asia Tenggara dan di dapatkan 50%
penduduk Amerika Serikat pernah mengalami sulit tidur dan 12%
mengatakan sulit tidur. Prevelensi sulit tidur (insomnia) pada lansia di
Amerika adalah 36% untuk laki-laki dan 54% pada wanita dan di Hongkong
terdapat 10% pada usia lanjut. (Lydia Susanti, 2018:952).

 Prevelensi insomnia di Indonesia pada lansia masih tergolong tinggi yaitu


sekitar 67%. Angka ini diperoleh dari populasi yang beusia diatas 65 tahun.
Menurut jenis kelamin, didapatkan bahwa insomnia dialami oleh perempuan
sebesar 78,1% pada usia 60-74 tahun. (Erwani & Nofriandi, 2017:124) 

Tingginya angka insomnia pada lansia dapat menyebabkan berbagai


dampak yang ditimbulkan. Dampak dari insomnia pada lansia antara lain
dapat mengakibatkan gangguan fungsi mental, stress dan depresi, sakit
kepala, kecelakan, kecenderungan untuk bunuh diri. Efek fisik yang di
sebabkan oleh insomnia pada lansia adalah berupa kelelahan, nyeri otot,
penglihatan menjadi kabur, dan konsentrasi berkurang atau tidak fokus,
dengan adanya gangguan tidur (insomnia) dapat menyebabkan tidak
terpenuhinya kualitas tidur pada lansia (Sari & Leonard, 2018:117)

Lansia dapat mengalami insomnia akibat tingkat stres, stres yang terjadi
pada lansia berhubungan dengan kematian pasangan, masalah keluarga
status sosial ekonomi, penyakit yang diderita oleh lansia, pensiun, serta
menurunya kondisi fisik dan mental juga dapat mengakibatkan stress pada
lansia.(Buanasari, 2019)

Faktor eksternal yang menyebabkan gangguan pola tidur pada lansia


meliputi gaya hidup dan lingkungan. Suara bising dan stimulus lingkungan
lainnya dapat mengganggu tidur lansia,ruangan yang terlau hangat atau
dingin juga sering kali menyebabkan lansia gelisa. (Hartono,2019:2).

Gangguan tidur pada lansia sebagaimana diungkapkan oleh ( Dewi


Kusumawati, 2021:229) banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya yaitu kebiasaan minum yang berkafein , dari kebiasaan minum yang
berkafein ini tidak jarang akan muncul efek samping yang dapat merugikan
para lansia yaitu sulit tidur.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ke-Hsin Chuch (2017), didapatkan


bahwa lansia perempuan di Taiwan yang mengkonsumsi alkohol memiliki
kualitas tidur yang buruk. Kebiasaan merokok juga dapat menyebabkan
insomnia pada lansia, pengaruh nikotin dalam rokok dapat membuat
seseorang menjadi pecandu atau ketergantungan pada rokok dan dapat
menimbulkan berbagai akibat terhadap tubuh salah satunya adalah insomnia.
Hasil Susenas 2020 menunjukan bahwa 23,55% lansia merokok dengan
intensitas merokok yang berbeda-beda. Intensitas merokok mencerminkan
seberapa akut kebiasaan merokok. Lansia yang merokok setiap hari tentu
jauh lebih beresiko terkena penyakit dari pada yang tidak setiap hari (
Maimun Tharida, Nanda Desreza, Thursina, 2020: 113).

Dari berbagai permasalahn insomnia pada lansia tersebut maka


diperlukan penanganan atau sikap yang tepat untuk mengatasinya dengan
tindakan farmakologi maupun nonfarmakologi. Farmakologi yaitu dengan
pemberian obat tidur dari golongan benzodiazeoin, kloralhidrat, dan
promethazine (penergen). Non farmakologi yaitu dengan cara hindari dan
minimalkan penggunaan minum yang berkafein, alkohol, merokok sebelum
tidur, serta stres yang berlebihan yang dapat mengganggu tidur.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan didesa Bongopini


terdapat lansia yang berumur 60-65 tahun sebanyak 68 orang, 66-70 tahun
sebanyak 35 orang, 71-75 tahun sebanyak 17 orang, 76-80 tahun sebanyak
16 orang, dan 81-90 tahun sebanyak 4 orang. Dari hasil wawancara yang
dilakukan dengan 15 orang lansia, 3 orang lansia yang mengalami insomnia
karena gaya hidup seperti kebiasaan merokok, dan mengkonsumsi kopi
dimalam hari, 3 orang lansia juga mengeluhkan susah tidur karena stres
memikirkan masalah ekonomi yang semakin menurun, dan 4 orang lansia
stres memikirkan penyakit yang dideritanya, dan 5 orang lansia lainnya
menyatakan bahwa kualitas tidur mereka baik, tidur nyenyak dimalam hari,
dan tidak merasakam kantuk berlebihan dimalam hari.

Dalam Al-Qur’an  Allah telah banyak memberikan perihal tidur,


sebagaimana dalam firmannya yang berbunyi dalam surah Al-FurqanAyat47
:

‫اروَّ َج َع َل ُس َبا ًتا وَّ ال َّن ْو َم لِ َباسًا الَّ ْي َل َل ُك ُم َج َع َل الَّ ِذيْ َوه َُو‬ ُ ‫ُن‬
َ ‫ش ْورً اال َّن َه‬
Yang artinya : Dan Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai)
pakaian, dan tidur untu kistirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangkit
berusaha.
Ayat diatas menjelaskan bahwa: Dan di antara bukti-bukti keesaan Allah
dan kekuasaanNya adalah bahwa Dia-lah sendiri yang menjadikan untuk
kamu sekalian malam dengan kegelapannya sebagai pakaia nyang menutupi
diri kamu, dan menjadikan tidur sebagai pakaian yang menutupi diri kamu,
dan menjadikan tidur sebagai pemutusan kakegiatan kamu sehingga kamu
dapat beristirahat guna memulihkan tenaga, dan Dia juga menjadikan siang
untuk bertebaran antara lain berusaha mencari rezeki.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Hubungan Tingkat Stres dan Gaya Hidup
dengan kejadian insomnia pada lansia di desa Bongopini Kecamatan
Tilongkabila Kabupaten Bone Bolango”.
1.2 Identifikasi Masalah
1.) Pada tahun 2020, hampir separuh lansia indonesia mengalami keluhan
kesehatan, baik fisik maupun psikis 48,14%. Sementara itu, persentase
lansia yang mengalami sakit, besarannya hampir mencapai seperempat
lansia yang ada di indonesia 24,35%.
2.) Menurut National sleep Foundation, kejadian insomnia di seluruh dunia
mencapai 67% dari 1.508 orang di Asia Tenggara dan di dapatkan 50%
penduduk Amerika Serikat pernah mengalami sulit tidur dan 12%
mengatakan sulit tidur. Prevelensi sulit tidur (insomnia) pada lansia di
Amerika adalah 36% untuk laki-laki dan 54% pada wanita dan di
Hongkong terdapat 10% pada usia lanjut. (Lydia Susanti, 2018:952).
3.) Prevelensi insomnia di Indonesia pada lansia masih tergolong tinggi yaitu
sekitar 67%. Angka ini diperoleh dari populasi yang berusia diatas 65
tahun. Menurut jenis kelamin, didapatkan bahwa insomnia dialami oleh
perempuan sebesar 78,1% pada usia 60-74 tahun . (Erwani & Nofriandi, 2
017:124)
4.) Tingginya angka insomnia pada lansia dapat menyebabkan berbagai
dampak yang ditimbulkan. Dampak dari insomnia pada lansia antara lain
dapat mengakibatkan gangguan fungsi mental, stress dan depresi, sakit
kepala, kecelakan, kecenderungan untuk bunuh diri. (Sari & Leonard,
2018:117)
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas maka rumusan masalah yang akan diteliti
ini adalah Apa saja “Hubungan Tingkat Stres dan Gaya Hidup dengan
kejadian insomnia pada lansia?”
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi insmonia pada lansia di desa Bongopini"
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden ( Usia, Jenis Kelamin,
Pendidikan, status pernikahan. Tempat tinggal, Pekerjaan dan
Penyakit)
2. Untuk mengidentifikasikan hubungan tingkat stres dengan kejadian
insomnia pada lansia di Desa Bongopini.
3. Untuk mengidentifikasi hubungan gaya hidup dengan kejadian
insomnia pada lansia di Desa Bongopini
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat menambah  pengetahuan, 
pengalaman, dan wawasan ilmiah, serta bahan penerapan ilmu metode 
penelitian, khususnya mengenai hubungan tingkat stress dan gaya hidup
dengan kejadian insomnia pada lansia.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan perawat
khususnya dalam hal perawatan gerontik mengenai hubungan tingkat
stres dan gaya hidup dengan kejadian insomnia pada lansia.
2. Bagi Instansi
Manfaat yang bisa diperoleh bagi instansi kesehatan adalah data
dan hasil yang diperoleh dapat dijadikan sumber informasi dan
masukan untuk optimalisasi program pencegahan dan penanganan
gangguan tidur pada lansia. Data yang didapatkan di masyarakat
terkait dengan kualitas tidur yang buruk pada lansia dapat dijadikan
masukan pada instansi kesehatan setempat bahwa kebutuhan tidur
pada lansia juga penting untuk dipenuhi selain kebutuhan dasar lansia
lainnya
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini bisa menjadiin formasi untuk meningkatkan
pengetahuan dalam dukungan yang diberikan keluarga terhadap
lansia penderita insomnia. Pengetahuan tersebut dapat menjadi dasar
bagi masyarakat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
lansia.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain
sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut,
teruama yang terkait dengan penanganan insomnia pada lansia yang
disebabkan oleh stress dan dari gaya hidup.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Konsep Lansia
1.) Definisi Lansia
Lansia adalah individu berusia 60 tahun dimana memiliki tanda
tanda penurunan fungsi biologis,psikologis,social,dan ekonomi yang
terus menerus secara alamiah. (Sari & Leonard, 2018:121)
2.) Batasan-batasan Lansia
Batasan lanjut usia dapat ditinjau dari aspek biologi, sosial, dan usia
atau batasan usia. Yaitu :
a. Aspek Biologi
Lansia di tinjau dari aspek biologi adalah orang/individu yang telah
menjalani proses penuaan (menurunnya daya tahan fisik yang
ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap serangan
berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian). Hal ini
disebabkan sering meningkatnya usia terjadi perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
b. Aspek Sosial
Dari sudut pandang sosial, lansia merupakan kelompok sosial
tersendiri. Di Negara Barat, lansia menduduki strata sosial di bawah
kaum muda. Bagi masyarakat tradisional asia, lansia menduduki kelas
sosial yang tinggi yang harus di hormati oleh masyarakat.
c. Aspek Umur
Dari kedua aspek di atas, pendekatan umur adalah yang paling
memungkinkan untuk mendefinisikan lansia secara tepat. Menurut
WHO dalam bukunya (aspiani 2014) mengelompokan usia lanjut usia
atas tiga kelompok yaitu : Usia lanjut yang berumur 60-74 tahun,usia
tua yang berumur 75-89 tahun,dan usia sangat tua yang berumur >90
tahun.
3.) Klasifikasi Lansia
Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut
1. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.
2. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.
3. Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.
4. Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
5. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90
tahun.
     Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :
1. Pra lansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau
lebih dengan masalah kesehatan
4. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau
jasa
5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan oranglain.
4.) Karakeristik Lansia
Menurut pusat data dan informasi, kementrian kesehatan RI
(2016), karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok
berikut ini :
1) Jenis Kelamin
Lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin perempuan.Artinya, ini
menunjukan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah
perempuan.
2) Status perkawinan
Penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar
berstatus kawin 60% dan cerai mati 37%
3) Living arrangement
Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukan perban
dingan banyaknya orang tidak produktif (umur <15 tahun dan >65
tahun) dengan orang berusia produktif (umur 15-64 tahun). Angka
tersebut menjadi cermin besarnya beban ekonomi yang harus
ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia
nonproduktif.
4) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang digunakan
untuk mengukur derajat kesehatan penduduk.Angka kesakitan bisa
menjadi indikator kesehatan negatif. Artinya, semakin rendah angka
kesakitan menunjukan derajat kesehatan penduduk yang semakin
baik

5.) Ciri-ciri Lansia


Menurut Depkes RI (2016:12), Ciri-ciri lansia adalah sebagai
berikut :
1. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian dating dari factor fisik dan
factor psikologis sehingga motivasi memiliki peran yang penting
dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki
motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia
yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada
lansia akan lebih lama terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan di perkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negative
tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada
orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
3. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran pada lansia sebaiknya di lakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan.Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di
masyarakat sebagai ketua RW sebaiknya masyarakat tidak
memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga
dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian dari lansia
menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga
sering tidak di libatkan untuk pengambilan keputusan karena di
anggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia
menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan
memiliki harga diri yang rendah.
6.) Proses Penuaan
Penuaan terjadi baik secara fisiologis dan patologis. Bila
seseorang telah mengalami penuaan fisiologis,mereka tua dalam
keadaan sehat (health aging). Penuaan sesuai dengan kronologis
seperti usia,dipengaruhi oleh factor endogen,perubahan dimulai dari
sel jaringan organ system pada tubuh. (Oktaviani.J, 2018)
Penuaan banyak dipengaruhi oleh factor-faktor seperti factor
eksogen,yaitu berupa lingkungan,social budaya,gaya hidup disebut
penuaan sekunder. Penuaan itu tidak sesuai dengan kronologis usia
dan patologis. Factor eksogen juga dapat mempengaruhi factor
endogen,sehingga dikenal dengan factor resiko. Factor resiko
tersebut yang menyebabkan terjadinya penuaan patologis
(Oktaviani.J, 2018:10)
Proses penuaan adalah proses dimana umur seseorang
bertambah dan mengalami perubahan. Semakin bertambahnya umur
maka fungsi organ juga mengalami penurunan.Banyak factor yang
dapat mempengaruhi terjadinya penuaan yang dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu faktor genetik yang melibatkan perbaikan DNA,
respon terhadap stres dan pertahanan terhadap
antioksidan.Selanjutnya faktor lingkungan meliputi pemasukan kalori,
berbagai macam penyakit dan stres dari luar, misalnya radiasi atau
bahan-bahan kimiawi. Kedua faktor tersebut akan mempengaruhi
aktivitas metabolisme sel yang menyebabkan stres oksidasi sehingga
terjadinya kerusakan sel dan terjadinya proses penuaan (Sunaryo,
et.al, 2016). Semakin bertambahnya umur maka semakin sulit pula
mendapatkan kualitas dan kuantitas tidur yang efektif. Seiring
bertambahnya usia, pada lansia akan mengalami perubahan fisik,
fisiologis, psikologis. Salah satu perubahan fisik lansia adalah
perubahan pola tidur.( Erwani & Nofriandi, 2017:124)
7.) Teori Penuaan
Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu :
a.) Teori genetic dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua adalah terprogram secara genetic
untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sbagai akibat dari
perubahan biokimia yang deprogram oleh molekul-molekul/DNA
dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi sehingga
terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.
b.) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Didalam proses metabolisme tubuh akan diproduksi zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi emah dan sakit.
c.) Teori “immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh.
d.) Teori stress
Menua menjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal kelebihan usaha dan stress
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
e.) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi ,oksigen,
bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal
bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat berregenerasi.
f.) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau using reaksi kimianya menyebabkan
katan yang kuat khususnya jaringan olagen. Ikatan ini datpat
menyebabkan kurangnya elastic,kekacauan,dan hilangnya fungsi.
8.) Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia
Berikut ini merupakan beberapa perubahan yang terjadi pada
lansia menurut Aspiani (2014).
A.) Perubahan fisiologi pada lansia :
1.) Perubahan system kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, tekanan darah meningkat.
2.) Perubahan system pernapasan
Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas silia, paru-paru kehilangan elastisitas, alveoli
ukurannya melebar dan jumlahnya berkurang, kemampuan batuk
berkurang.
3.) Perubahan system persyarafan
Berat otak menurun 10-20%, lambat dalam merespon dan
waktu, mengecilna saraf panca indera, kurang sensitif terhadap
sentuhan.
4.) Perubahan system gastrointestinal
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esophagus
melebar, lambung: rasa lapar menurun, peristaltic lemah, fungsi
absorbsi melemah dan liver makin mengecil dan menurun.
5.) Perubahan system urinaria
Fungsi ginjal menurun, otot otot vesika urinaria lemah, kap
asitas nya menurun.
6.) Perubahan system endokrin
Produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi
parathyroid dan sekresinya tidak berubah, menurunnya aktivitas
tiroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate).
7.) Perubahan system indera
a) Sistem Pendengaran
Presbiakuisis (gangguan pendengaran), membrane
timpani menjadi atropi, terjadinya pengumpulan serumen,
pendengaran menurun.
b) Sistem Penglihatan
Hilangnya respon terhadap sinar, lensa keruh, daya
adaptasi terhadap kegelapan. Lebih lambat dan susah melihat
dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapang pandang.
c) Sistem Perabaan
Indera peraba mengalami penurunan.
d) Sistem pengecap dan penghidu
Rasa yang tumpul menyebabkan kesukaan terhadap
makanan yang asin dan banyak berbumbu, penciuman menurun.
8.) Perubahan system integumen
Kulit mengkerut atau keriput, permukaan kulit kasar dan
bersisik, menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme
proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis berwarna
kelabu, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku menjadi pudar,
kurang bercahaya.
9.) Perubahan system musculoskeletal
Tulang kehilangan density (cairan) makin rapuh dan
osteoporosis, kifosis, discus intervertebralis menipis dan menjadi
pendek, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon
mengerut dan mengalami sclerosis.
10.) Perubahan system reproduksi
Pada perempuan frekuensi sexual intercourse cenderung
menurun secara bertahap, menciutnya ovary dan uterus, atrofi
payudara, selaput lendir vagina menurun, produksi estrogen dan
progesterone oleh ovarium menurun saat menopause. Pada laki-
laki penurunan produksi spermatozoa, dorongan seksual menetap
sampai usia di atas 70 tahun. Dorongan dan aktivitas seksual
berkurang tetapi tidak hilang sama sekali.
B.) Perubahan psikososial pada lansia
1) Pensiun
Nilai seseorang diukur oleh produktivitas dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaannya. Jika seseorang
pensiun, maka akan mengalami kehilangan-kehilangan antara
lain;
a.) Kehilangan finansial (pendapatan berkurang).
b.) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan semua fasilitas).
c.) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
d.) Kehilangan pekerjaan/kegiatan
2) Merasakan atau sadar terhadap kematian.
3) Perubahan cara hidup (memasuki rumah perawatan, bergerak
lebih sempit).
4) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya
hidup meningkat dan penghasilan yang sulit, biaya pengobatan
bertambah.
5) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan.
6) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
7) Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman-teman dan keluarga.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.

C.) Perubahan spiritual


Agama atau kepercayaan makin berintegrasi dalam
kehidupan. Lansia semakin teratur dalam kegiatan
beribadah.Lansia cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep
dan realitas  kehidupan Azizah dalam Zulmi (2016).
D.) Perubahan pola tidur dan istirahat
Penurunan aliran darah dan perubahan dalam mekanisme
neurotransmitter dan sinapsis memainkan peran penting dalam
perubahan tidur dan terjaga yang dikaitkan dengan faktor
pertambahan usia. Faktor ekstrinsik seperti pensiun juga dapat
menyebabkan perubahan yang tiba-tiba pada kebutuhan untuk
beraktivitas dan kebutuhan energi sehari-hari serta mengarah
perubahan pola tidur.Keadaan sosial dan psikologis yang terkait
dengan faktor predisposisi terjadinya depresi pada lansia,
kemudian mempengaruhi pola tidur lansia. Pola tidur dapat
dipengaruhi oleh lingkungan, dan bukan sepenuhnya dipengaruhi
oleh penuaan.
2.1.2 Konsep Insomnia
1.) Definisi Insomnia
Insomnia merupakan ketidakpuasan tidur secara kualitatif maupun
kuantitatif yang berhubungan dengan kesulitan memulai tidur,kesulitan
mempertahankan tidur,sering terbangun atau masalah kembali tidur
setelah terbangun atau ketidakmampuan untuk tidur kembali. (Misharoh &
Purwito, 2020:139)

Insomnia adalah kondisi yang menggambarkan dimana seseorang


kesulitan untuk tidur.Kondisi ini bisa meliputi kesulitan tidur, masalah
tidur, sering terbangun di malam hari, dan bangun terlalu pagi. Kondisi ini
mengakibatkan perasaan tidak segar pada siang hari dan kesulitan dalam
melakukan aktivitas sehari – hari dan tidak tercukupinya kebutuhan tidur
yang baik (Sugiyanto, 2021:192)

2.) Aspek-aspek insomnia


Maslim (dalam dewi,2014) mengemukakan bahwa aspek-aspek
insomnia terdiri dari :
a.) Aspek fisik,dengan gejala-gejala sebagai berikut :
1.) Merasa lelah saat terbangun tidur dan tidak mersakan kesegaran
2.) Sakit kepala di pagi hari
3.) Mata memerah dan kadan terdapat lingkar hitam di kelpak mata
4.) Mengantuk disiang hari
b.) Aspek mental dengan gejala sebagai berikut :
1.) Keluhan adanya kesulitan tidur,mempertahankan tidur atau kualitas
tidur yang buruk
2.) Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur
menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi
fungsi dalam social dan pekerjaan
3.) Kesulitan dalam berkosentrasi
3.) Jenis-jenis insomnia
Insomnia terdiri atas dua jenis yaitu insomnia primer dan insomnia
sekunder.
1. Insomnia primer
Insomnia yang belum di ketahui pasti penyebabnya dan akan sulit
untuk di obati sehingga biasanya berlangsung dalam jangka waktu
lama dan kronik. Orang yang mengalami insomnia primer sering
mengeluhkan sulit untuk jatuh tertidur dan terbangun berkali-kali
pada malam hari, namun bentuk dari keluhan kesulitan tidur dapat
bervariasi yaitu selain mnegeluh sulit jatuh tertidur seseorang juga
biasanya mengeluh sulit mempertahankan tidur atau tidak merasa
segar walaupun telah tidur lama. Selain itu karena berlangsung lama
maka terjadi komplikasi depresi dan kecemasan yang membuat
insomnia semakin parah.
2. Insomnia sekunder
Insomnia sekunder merupakan insomnia yang di sebabkan oleh
gangguan lain misalnya gangguan fisik atau gangguan kejiwaan.
Masalah yang bisa menimbulkan insomnia sekunder yaitu penyakit
medis, obat-obatan, kebiasan merokok, minum alcohol dan kafein
atau gangguan tidur lain. Pengobatan pada insomnia sekunder akan
mudah di lakukan yaitu dengan mengatasi langsung penyebabnya.
4.) Etiologi Insomnia
Orang-orang yang memiliki gangguan tidur dapat mengalami
irama tidur yang terbalik yakni mereka tertidur bukan pada saatnya tidur
dan justru bangun pada waktu seharusnya mereka tidur. Kadang-
kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas
tidur. Berikut adalah beberapa hal yang dapat menjadi penyebab
insomnia:

1. Stres situasional
2. Jet lag (kantuk pada siang hari, sulit tidur pada malam hari)
3. Penyakit
4. Penggunaan hipnotik berlebihan (obat tidur)
5. Kebiasaan tidur yang buruk
5.) Patofisiologi
Tidur merupakan suatu ritme biologis yang bekerja 24 jam yang
bertujuan untuk mengembalikan stamina untuk kembali beraktivitas. Tidur
dan terbangun di atur oleh batang otak, thalamus, hypothalamus dan
beberapa neurohormon dan neurotransmitter juga di hubungkan dengan
tidur. Hasil yang di produksi oleh mekanisme serebral dalam batang otak
yaitu serotonin. Serotonin ini merupakan neurotransmitter yang berperan
sangat penting dalam menginduksi rasa kantuk, juga sebagai mendula
kerja otak (Ii & Teori, 2014:11).

Dalam tubuh serotonin di ubah menjadi melatonin yang


merupakan hormone katekolamin yang di produksi secara alami oleh
tubuh. Adanya lesi pada pusat pengatur tidur di hypothalamus juga dapat
mengakibatkan keadaan siaga tidur. Katekolamin yang di lepaskan akan
menghasilkan hormone norepineprin yang akan merangsang otak untuk
melakukan peningkatan aktivitas.

Stres juga merupakan salah satu factor pemicu, di mana dalam


keadaan stress atau cemas, kadar hormone katekolamin akan meningkat
dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik sehingga
seseorang akan terus terjaga. (Perry dalam iswari & wahyuni, 2019:11).

6.) Komplikasi Insomnia


Komplikasi akibat dari insomnia dapat mempengaruhi fungsi otak
yang tepat. Otak menggunakan tidur sebagai proses aktif di mana pada
saat seseorang tidur otak akan melatih semua sel saraf dengan
melewatkan sinyal aktivitas listrik melalui semua sel saraf. Ketika sel saraf
otak tidak mendapatkan jumlah tidur yang cukup maka kerja fungsi dalam
hal menyimpan atau mengambil informasi dan kemampuan untuk
mentoleransi situasi stres dan berfungsi pada tingkat yang lebih tinggi
dapat terganggu dan tidak optimal.
7.) Tipe Insomnia
Tipe Insomnia ada tiga,yaitu insomnia transient (insomnia
sementara),insomnia jangka pendek,dan insomnia kronis. Berikut uraian
dan penjelasannya.(Hartono, 2019:1)
1.) Insomnia Transient (Insomnia sementara)
Ini merupakan insomnia yang berlangsung beberapa malam dan
biasanya berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang
berlangsung sementara. Kondisi ini biasanya menimbulkan stress dan
dapat dikenali dengan mudah oleh penderita yang bersangkutan.
2.) Insomnia jangka pendek
Ini adalah insomnia yang terjadi dalam jangka pendek. Gangguan
tidur ini terjadi dalam waktu 2-3 minggu.kondisi ini akan menyerang
orang-orang yang sedang mengalami stress, berada dilingkungan
yang selalu ramai dan bising, berada dilingkungan yang mengalami
perubahan suhu ekstrim, masalah perubahan jadwal kerja yang
drastic,maupun efek samping dari pengobatan
3.) Insomnia kronis
Kondisi ini merupakan gangguan tidur yang dialami hamper setiap
malam selama satu bulan atau lebih. Salah stu penyebab insomnia
kronis adalah depresi, gangguan fisik seperti arthritis (infeksi sendi),
gangguan ginjal, gagal jantug, sleep apnea (sesak nafas saat
tidur),sindrom restess legs (kelemahan kaki), Parkinson (gangguan
fungsi syaraf), dan hyperthyroidism (hormone tiroid yang meningkat).
Selain itu, insomnia kronis juga disebabkan oleh perilaku penderita
dengan adanya kebiasaan buruk, seperti penyalahgunaan kafein,
alcohol, dan substansi lainnya.
8.) Dampak Insomnia bagi Kesehatan
Adapun dampak insomnia bagi kesehatan menurut (Sumirta & Laraswati,
2017:2) antara lain :
a. Gangguan fungsi mental
Insomnia dapat mempengaruhi konsentrasi dan memori dan dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan tugas sehari-
hari.
b. Stres dan depresi
Insomnia meningkatkan aktivitas hormon dan jalur di otak yang
menyebabkan stres, dan perubahan pola tidur telah terbukti secara
signifikan mempengaruhi suasana hati.Insomnia terus menerus dapat
menjadi tanda kegelisahan dan depresi.
c. Sakit kepala
Sakit kepala yang terjadi pada malam hari atau dini hari mungkin
berhubungan dengan insomnia.
d. Penyakit jantung
Sebuah studi menunjukkan bahwa orang dengan insomnia kronis
mengalami tanda-tanda aktivitas jantung dan sistem saraf yang dapat
menempatkan mereka pada risiko penyakit jantung.
e. Kecelakaan
Penelitian telah menunjukkan bahwa insomnia memainkan peran
utama dalam kecelakaan mobil.Setiap tahun, lebih dari 100.000
kecelakaan mobil di jalan raya disebabkan oleh kantuk atau insomnia.
f. Kematian dini
Insomnia yang dipicu kelainan genetik Fatal Familial Insomnia
bisa memicu dampak yang benar-benar fatal, yakni kematian. Kelainan
bawaan yang dicirikan dengan susah tidur ini mempengaruhi fungsi otak
hingga kehilangan memori dan sulit mengendalikan gerakan. Pasien bisa
meninggal karena kelelahan parah setelah berbulan-bulan tidak bisa tidur
nyenyak, ditambah tremor atau gemetaran seluruh badan.
g. Kecenderungan untuk bunuh diri
Sebuah penelitian pada remaja mengungkap, kebiasaan
tidur larut malam berhubungan dengan peningkatan risiko depresi
sebesar 24 % dan kecenderungan bunuh diri sebanyak 20 %. Bukan itu
saja, insomnia ataususah tidur juga banyak dikaitkan dengan peningkatan
risiko paranoia atau ketakutan berlebihan serta gangguan jiwa bipolar.
h. Darah tinggi dan penyakit kronis lainnya
Para ilmuwan di Henry Ford Center of Sleep Disorder membuktika
n, makin lama waktu yang dibutuhkan sejak berbaring hingga terlelap bisa
berarti semakin tinggi pula risiko kematian hipertensi atau tekanan darah
tinggi. Demikian juga yang tidurnya tidak nyenyak, makin sering
terbangun di tengah malam risiko hipertensi juga makin meningkat.Selain
hipertensi, berbagai penyakit kronis lainnya juga sering dikaitkan dengan
riwayat insomnia.Di antaranya yang masih berkaitan dengan hipertensi
adalah serangan jantung, lalu diabetes, obesitas dan kanker payudara.
i. Perilaku aneh saat tidur
Penderitaan yang menyertai insomnia tidak berhenti pada usaha
keras dan mati-matian saat mau tidur saja. Begitu jatuh tertidur, berbagai
gangguan perilaku saat tidur bisa muncul sebagai akibat dari kurang tidur
pada malam-malam sebelumnya.Mulai dari ngelindur (sleep talking), SMS
sambil tidur (sleep texting), hingga berhubungan seks tanpa sadar sambil
tidur atau dikenal dengan istilah seksomnia.
j. Gangguan pendengaran
Memang tidak banyak orang yang jadi tuli hanya karena insomnia
atau susah tidur. Namun bagi yang memiliki riwayat tinnitus atau telinga
berdenging, kurang tidur akibat gangguan insomnia bisa memperburuk
kondisi itu dan jika tidak diatasi bukan mungkin bisa berakhir jadi tuli
permanen.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dampak insomnia


bagi kesehatan yaitu gangguan fungsi mental, stres dan depresi, sakit
kepala, penyakit jantung, kecelakaan, kematian dini, kecenderungan
untuk bunuh diri, darah tinggi dan penyakit kronis lainnya, perilaku aneh
saat tidur, gangguan pendengaran.Faktor Faktor yang menyebabkan
Insomnia Pada Lansia

9.) Penatalaksanaan insomnia


Penanganan insomnia penting dilakukan untuk menghindari dampak yang
akan dapat membuat kerugian,penanganan insomnia antara lain.
1.) Edukasi Kesehatan
Edukasi kesehatan meliputi pemberian informasi mengenai insomnia
seperti etiologi dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi
insomnia. Informasi yang diperoleh akan memperbaiki kesalahpahaman
mengenai siklus tidur, masalah, dan langkah-langkah terapi.
2.) Edukai Sleep hygiene
Edukasi sleep hygiene meliputi pergi ke tempat tidur anya bila
mengantuk,indari tidur sekejap disiang hari, bangun pada waktu yang
sama setiap hari,hentikan obat yang bekerja pada system saraf pusat
(kafein, nikotin, alcohol. stimulant) mempertahnkan kondisi tidur yang
menyenangkan (tentang suhu, ventilasi, kebisingan, cahaya) melakukan
rutinitas relaksasi malam, seperti relaksasi otot progresif atau meditasi,
maka pada waktu yang teratur setiap hari hindarimakan dalam jumlah
besar sebelum tidur, hindari stimulus malam hari, gantikan televise atau
radio atau bacaan santai, dan dapatkan kebugaran fiik dengan program
olahraga yang riajin dan berharap dipagi hari.
3.) Terapi psikologis
Cognitive Beavioral Therapy (CBT) merupaan gabungan terapi kognitif
dan perlaku.Tujuan utama dari teknik perilaku untuk pengbatab insomnia
adalah untuk merubah perilaku berkaitan dengan tidur yang merupkan
factor yang memperbuuk gangguan tidur. Factor-faktor ini mungkin
karena kebiasaan tidur yang buruk (terlalu)
lama ditempat tidur). Pola tidur bangun yang tidak teratur, atau hiperaktivit
as psikofiiologis, sedangkan teknik kognitif ditujukan untuk
mengidentifikasi dan menganilisis pemikiran dan keyakinan yang salah
yang berkaitan dengan tidur atau konsekuensi dariinsomnia.
4.) Terapi farmakolgis
Prinsip dasar dari terapi pengobatan insomnia yaitu, jangan
menggunakan obat hpnotik sebagi satu-satunya terapi, pengobatan harus
dikombinasikan dengan terapi non farmakologis pemberian obat golongan
hipnotik dimulai dengan dosis yang rendah, selanjutnya di naikkan
perlahan-lahan sesuai kebutuhan, khususnya pada orang tua. Hindari
penggunaan benzodiazepine jangka panjang. Hati-hati pengunaan obat
golongan hpnotik dan benzodiazepine pada seseorang dengan riwayat
peyalahgunaan atau ketergantungan obat. Monitor untuk melihat apakah
ada toleransi obat,ketergantungan obat atau penghentian penggunaan
obat,memberikan edukasi efek penggunaan obat hipnotik yaitu mual dan
kecelakaan saat mengemudi atau bekerja. Khususnya golongan obat
jangka panjang,melakukan tapering obat secara perlahan untuk
menghindari penghentian obat dan terjadi rebound fenomena.
10.) Tanda dan Gejala Insomnia
Serangan insomnia sementara dapat berupa kantuk dan
gangguan kinerja psikomotor, dapat di katakan mirip dengan kurang
tidur.Sementara, efek insomnia kronis bervariasi sesuai dengan
penyebabnya. 15 tanda dan gejala umum insomnia sebagai berikut:

 Adanya gangguan tidur yang bervariasi dari ringan sampai parah


 Sulit jatuh dalam fase tidur
 Sering terbangun di malam hari
 Saat terbangun sulit untuk tidur kembali
 Terbangun terlalu pagi
 Terbangun terlalu cepat
 Tidur yang tidak memulihkan
 Pikiran seolah di penuhi berbagai hal
 Selalu kelelahan di siang hari
 Penat
 Mengantuk
 Sulit berkonsentrasi
 Lekas marah/emosi
 Merasa tak pernah mendapat tidur yang cukup
 Sering sakit/nyeri kepala
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Insomnia pada lansia
Penyebab insomnia hampir sama dengan hal-hak yang
mempengaruhi mekanisme tidur. Factor-faktor yang mempengaruhi
insomnia dapat meliputi beberapa factor yaitu factor psikologis,problem
psikiatri, factor penyakit fisik, factor lngkungan actor gaya hidup, dan
factor tidur siang berlebih (Siregar,2014)
1.) Faktor Jenis Kelamin
Wanita lebih cenderung menderita insomnia disbanding pria
(Siregar,2014). Bahkan menurut penelitian yang dilakukan Dr.Penland
daru US Departmen of Agriculture, Amerika Serikat, jumah wanita
pengidap insomnia sampai 2 kali lipat dari pria (Siregar,2014)
2.) Faktor Usia
Usia ikut berpengaruh terhadap insomnia dimana pola tidur
seseorang akan mengalami perubahan mengikuti proses kehidupannya.
Semakin beragam egiatan dan aktivitas yang dilakukan,maka akan
mengurangi jam istirah. Bahkan,tidur terkadang diabaikan untuk
memaksimalkan aktivitas yang dilakukan. Hal ini juga didorong karena
adanya dorongan homestatik yang memicu berkuragnya waktu tidur.
Pada usia lanjut,gangguan tidur cenderung mucul dalam bentuk kesulitan
tidur dan sering terbangun pada fase pertengahan tidur. Pola tidur pada
lansia cendrung berubah-ubah. Hal ini berlangsung karena kemampuan
fisik yang semakin menurun. Pada intinya,gelombang otak berubah
sesuai dengan pertambhan usia. Seperti sebelumnya, kondisi terjaga
pada orang tua akan meningkat.
5.) Repon terhadap Penyakit
Factor penyakit dan nyeri yang diderita oleh lansia merupakan factor
penting yang dapat mempengaruhi insomnia pada lansia. Hal ini
dikarenakan setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan
fisik, atau masalah suasana hati dapat menyebabkan masalah tidur
seperti kesulitan tidur atau kesulitan untuk tetap tertidur. (Hartono,
2019:3)
3.) Faktor tingkat stres
Faktor psikologi yang menjadi penyebab insomnia yaitu seperti
terjadinya stres yang berkepanjangan, biasanya stres diakibatkan tingkat
tuntutan yang tinggi atau keinginan yang tidak tercapai, berita-berita
buruk atau kegagalan. Stres sering menjadi pemicu insomnia transient
Penanganan insomnia jenis ini yang harus diselesaikan terlebih dahulu
adalah masalah yang membuat stres, setelah masalahnya diselesaikan,
biasanya insomnia akan sembuh dengan sendirinya. Lansia yang sudah
ditinggal pasangannya dapat mempengaruhi keadaan psikologis mereka
sehingga dapat berdampak pada perubahan pola tidur(Rahman, 2016).
A.) Gejala Stres
Gejala stres berbeda pada setiap orang karena pengalaman stres
bersifat pribadi. Berikut beberapa gejala stres :
a. Gejala Fisik
Gejala stres secara fisik, meliputi: sakit kepala, pusing, dan pening; tidur
tidk teratur, insomnia (sulit tidur), tidur melantur, bangun terlalu awal;
sakit punggung terutama dibagian bawah; sulit buang air besar, sembelit;
gatal-gatal pada kulit; urat tegang-tegang terutama pada leher dan bahu;
terganggu pencernaanya, tekanan darah tinggi atau serangan jantung,
berkeringat banyak, tidak selera makan, lelah atau kehilangan energi.
b. Gejala Emosional
Gejala emosional tersebut antara lain: gelisah atau cemas, sedih,
depresi, mudah menangis, merana jiwa dan hati, suasana hati berubah-
ubah, mudah marah, terlalu peka dan mudah tersinggung dan merasa
sudah tidak ada lagi harapan sama sekali.
c. Gejala Kognitif
Gejala kognitif ini misalnya: sulit berkonsentrasi atau memusatkan pikiran
sulit membuat keputusan, mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat
menurun, sering melamun, pikirn dipenuhi oleh satu pikiran saja,
kehilangan rasa humor yang sehat, produktivitas atau prestasi menurun,
mutu kerja rendah, dan bertambah jumlah keliru.(Ulum, 2018:18)
B.) Tingkatan stres
Menurut (Arista, 2017) Tingkatan stres yang dibagi menjadi tiga bagian
menurut Psychology Foundation antara lain :
a. Stres ringan
Biasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebaliknya stres sedang
dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stres ringan
umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya, lupa, ketiduran,
kemacetan, dikritik, situasi ini biasanya berakhir dalam beberapa jam.
Situasi ini nampaknya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika
dihadapkan terus-menerus.
b. Stres sedang
Terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari, contohnya
kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebihan,
mengharapkan sesuatu, atau anggota keluarga yang pergi dalam
waktu lama.
c. Stres berat
Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu
sampai beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak
harmonis, kesulitan financial dan penyakit fisik yang lama (Ramaita,
2010).

C.) Faktor-faktor Penyebab Stres


1. Faktor Internal Yaitu, stressor yang berasal dari dalam diri individu
sendiri. Ada beberapa hal yang merupakan stressor internal antara
lain: (Sunaryo, 2004)
a. Kepribadian
Seseorang dengan Tipe A memiliki ciri-ciri sebagai berikut: agresif,
ambisius, senang bersaing, senang menyelesaikan pekerjaan dan
kebiasaan berlomba dengan waktu. Pada waktu-waktu tertentu,
mereka mampu menunjukkan kemampuan dan keefisienan
mereka. Namun, bila dihadapkan dalam kondisi stressful, mereka
tidak mampu lagi untuk mengendalikan diri dan kebingungan.
Seseorang dengan Tipe B memiliki ciri-ciri yang berlawanan
dengan Tipe A, yaitu : easygoing, tidak suka berkompetisi dan
tenang.
b. Kognitif
Kognitif juga dapat menjelaskan bagaimana jalannya seseorang
dapat mengalami stres. Stres secara khusus dapat mempengaruhi
individu secara pribadi dalam menerima dan menginterpretasikan
suatu masalah.
2. Faktor Eksternal Yaitu, stressor yang berasal dari luar diri individu.
Beberapa stressor eksternal, antara lain: 48
a. Faktor rumah tangga (stress in the family)
Stres dalam keluarga didefenisikan sebagai tekanan yang dapat
merusak atau mengubah sistem dalam keluarga. Pengaruh stres
ini terhadap keluarga yaitu mengurangi keharmonisan dan
merupakan sumber dari berbagai masalah.
b. Faktor lingkungan (environmental stress)
Lingkungan adalah tempat yang mengarah pada hal di sekeliling
kita, ruang fisik yang dapat dirasakan dan tempat kita berperilaku.
Byrne dan Clare (dalam Rice, 1992) mengemukakan pengertian
stres lingkungan sebagai suatu kondisi sikap seseorang terhadap
aspek-aspek tertentu dari lingkungan.
c. Faktor sosial (social source of stress)
Perubahan sosial dapat dilihat dari perubahan gaya hidup (life-style
changes), nilai-nilai dan tradisi-tradisi lama yang telah bergeser.
Perubahan-perubahan yang terjadi meliputi aborsi, kebebasan
homoseksual, pernikahan yang kemudian membuat keluarga,
masyarakat dan pemerintahan terpengaruh untuk mengikuti
perubahan-perubahan tersebut.
4.) Faktor Gaya Hidup
1.) Definisi Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan suatu gambaram “keseluruhan diri seseorang”
yang berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini menunjukan rupa
keseluruhan pola perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari
(Rahmayani,2016).
Gaya hidup merupakan factor yang berperan penting terhadap
kejadian beberapa penyakit kronik seperti hipertensi. Perubahan gaya
hidup ini tidak lepas darai bergesernya kebiasaan masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari baik dipedesaan atau di perkotaan
kecenderungan untuk kurang melakukan aktivitas fisik, kebiasaan
merokok, kebiasaan minum alcohol, mengkonsumsi makanan siap
saji dan berlemak tinggi ( Ridwn & Nurwanti,2013)
2.) Macam-macam gaya Hidup
gaya hidup yang tidak sehat juga dapat memicu munculnya
insomnia kebiasaan mengkonsumsi alkohol, rokok, makanan atau
minuman yang mengandung kafein, atau obat penurun berat bedan
sebelum tidur akan membuat tubuh tetap terjaga, akibatnya tidur
semakin sulit didapatkan. Gaya hidup yang dapat memicu terjadinya
insomnia antara lain:
a. Merokok
Gaya hidup yang biasa merokok menjadi salah satu resiko
terjadinya insomnia karena kandungan beberapa zat yang ada
dalam rokok tersebut. Perilaku merokok merupakan segala
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang, dimana hal tersebut dapat
di pengaruhi oleh factor internal dan eksternal ( Indriani,2014).
Kairupan, J. A., (2016), menyatakan bahwa perokok lebih
cenderung melaporkan beberapa keluhan seperti kesulitan untuk
tertidur, keluhan terhadap perasaan mengantuk di siang hari, dan
asupan kafein harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok nonperokok. Pada konsentrasi yang rendah, nikotin
memiliki efek bifasik pada tidur, yaitu dapat menimbulkan relaksasi
dan sedasi. Pada konsentrasi yang tinggi, nikotin justru dapat
menghambat tidur. Menurut (Mas,2013) menghirup nikotin 3mg
atau dalam jumah sekecil sekalipun dapat menyempitkan
pembuluh darah dan meningkatkan denyut jantung dan berakibat
pada system saraf pusat
b. Mengkonsumsi kafein
Kafein merupakan zat yang dapat mengatasi kelelahan dan
meningkatkan konsentrasi serta menggembirakan suasana hati
(Sheps 2005 dalamRustiana, 2014)
Konsumsi kafein normal adalah 200-400 mg/hari, apabila
mengkonsumsi lebih dari 400 mg/hari maka dapat dikategorikan
sebagai konsumsi kafein berlebih. Selain efek positif yang dapat di
kafein juga memiliki efek positif apabila menkonsumsi berlebihan.
Namun kafein dalam jumlah tertinggi terdapat dalam biji kopi.
Jumlah kafein dalam kopi berbeda tergantung dari jenis minuman
kopi.Kopi memiliki dampak positif bagi para penikmatnya seperti
memberikan energy untuk menghindari rasa mengantuk,
memberikan energy semangat pada saat beraktivitas, kopi juga
dapat meningkatkan konsentrasi saat beaktivitas ( samsara, 2012).
Adapun dampak negative dari konsumsi kopi bila dikonsumsi
dalam dosis tinggi, kopi dapat meningkatkan tekanan darah tinggi,
detak jantung lebih cepat, melemahkan daya tahan tubuh.karena
efek kafein dalam tubuh dapat menyerap mineral dan vitamin yang
dipelukan oleh tubuh. Mengkonsumsi secara berlebihan dapat
menimbulkan insomnia atau susah tidur.karena kandungan kopi
dapat menghambat reseptor adenosine cenderung memiliki
kebiasaan tidur yang tidak sehat yang berdampak buruk bagi
kesehatan. ( Selly Oktaria,2019)
c. Pola makan
Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang
meliputi jumlah makan, frekuensi dan jenis atau macam makanan.
Penentuan konsumsi pola makan harus memperhatikan nilai gisi
makanan dan kecukupan zat gizi yang di anjurkan (Aisyah, 2016).
Sedangkan menurut kemenkes RI (2018), pola makanan adalah
susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan
makanan rata-rata perorang perhari, yang umum dikonsumsi
masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Pola makan yang baik
mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan, dan
sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan
kebutuhan. Pola makan yang baik dan jenis makanan yang
beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber
zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi
seseorang, sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan
memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan dari penyakit.
Factor yang mempengaruhi pola makan diantaranya ketersediaan
waktu, pengaruh teman, jumlah uang yag tersedia dan factor
kesukaan serta pengetahuan dan pendidikan giiszi ( Aisyah,2016)
(Dewi Kusumawati, 2021), menyatakan bahwa makan
besar, berat, dan berbumbu pada makan malam dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses pencernaan. Hal ini dapat
mengganggu tidur. Alergi terhadap makanan juga dapat
menyebabkan insomnia. Hauri & Linde (1990, dalam Potter &
Perry, 2012), menyatakan bahwa makanan yang seringkali
menyebabkan alergi meliputi jagung, gandum, kacang-kacangan,
coklat, telur, ikan laut, ragi, pewarna makanan, dan susu.
Perbaikan tidur yang normal memerlukan waktu sampai dua
minggu jika makanan tertentu yang menyebabkan masalah telah
dihilangkan.
6.) Faktor Lingkungan
Iingkungan memegang peranan besar terhadap terjadinya
insomnia seseorang (Hartono, 2019:1). Penyebab ini terkait dengan
lingkungan ketika tidur. Bisa seperti suara dengkuran pasangan, suasana
pencahayaan dikamar, tempat tidur yang kurang nyaman, lingkungan
yang rebut,dan lain-lain (Siregar,2012) atau seperti lingkungan lintasan
peawat terbang,lintasan kereta api,pabrik dengan mesin-mesin yang terus
beroperasi sepanjang malam atau suara TV yang keras dan suara
kendaraan yang lalu lalang dijalan juga dapat menjadi penyebab sulit tidur
(Susilo dan Wulandari,2012). Lingkungan yang selalu penuh dengan
ketegangan,pertengkaran,dan situasi berisik yang terus menerus juga
dapat mempengaruhi pla tidur seseorang. Perubahan lngkungan juga
dapat menyebabkan terjadinya insomnia. Contohnya orang yang semula
tinggal didaerah panas,kemudian tinggal didaerah dingin. Perubahan
suhu tersebut akan mempengaruhi pola tidurnya.
7.) Faktor tidur siang yang berlebihan.
Tidur siang bagi sebagian orang memang diperlukan, tapi dalam
batas dan keperluan yang sewajarnya. Gunakan waktu di siang hari untuk
berkerja dan melakukan aktivitas, sehingga ketika malam sudah tidak ada
pekerjaan dan aktivitas, ketika siang hari tubuh digunakan untuk
beraktivitas dan bekerja, pada malam hari tubuh akan merasa lelah dan
akan mempermudah untuk tidur
2.2 penelitian relevan

Nama Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


peneliti/T
ahun
Ajeng W “Faktor- Hasil dari penelitia Persamaan Perbedaan
ahyu faktor yang n ini dari peneliti dari
Ningsih, mempengar adalah Penelitian i ini yaitu penelitian
Dodik uhi kejadian ni menggunakan p sama-sama ini adalah
Arso insomnia enelitian metode d menggunaka jumlah
Wibowo/ pada lansia ekriptif kuantitatif. n metode responden
2018 di Posyand Adapun jumlah deskriptif pada
u Lansia responden pada kuatitatif.dan penelitian
Wilayah penelitian ini instrument ini hanya 18
kerja UPTD adalah yang sedangkan
Puskesmas sebanyak 18 respo digunakan pada
Puncu nden , adalah sama- peneliti 58
Kabupaten Tehnik sampling da sama responden
Kediri lam penelitian men kuesioner
ggunakan teknik pu
rposive sampling, i
nstrument yang dig
unakan adalah Kue
sioner.
Hasan “Faktor- Pengambilan Sama-sama Penelitian
Basri faktor yang sampel dalam menggunaka ini
Nasution memengaru penelitian ini n instrument mengguana
/2016 hi insomnia menggunakan total kuesioner kan total
pada lansia sampling dilakukan sampling
di dengan mengambil sedangkan
Saman Hud sampel atau peneliti
i Kelurahan responden yang yang akan
Estate kebetulan ada di Di diteliti
Kecamatan Samanhudi menggunak
Binjai Kelurahan Estate an
selatan” Kecamatan Binjai purposive
Selatan. sebanyak sampling.
30 orang. Dalam
penelitian ini
peneliti
menggunakan
pengumpulan data
kuisioner/angket
dengan skala
Guttman
Erwani Faktor- Jenis penelitian Sama-sama Perbedaan
dan faktor yang yang digunakan menggunkan dari
Nofriandi berhubunga yaitu analitik a Uji Chi- penelitian
/2016 n dengan dengan desain square,dan ini adalah
insomnia cross sectional desain cross jumlah
pada lansia Dengan jumlah sectional sampel
di sampel 67 Orang pada
Puskesmas dan populasi penelitian
Belimbing sebanyak 806 ini
Padang” orang. Data berjumlah
dianalisis 67
mengunakan sedangkan
analisis univariat pada
dan bivariat denga peneliti 58
n menggunakan uji sampel.
Chi-square nilai p
≤0,05.
2.2 Kerangka Teori

Batasan Lansia, Klasifikasi Lansia, Karakteristik Lansia, Ciri-ciri Lansia, 
Perkembangan Lansia, Perubahan pada lansia,dan Proses penuaan

1. Aspek
Insomnia
Lansia 2. Jenis-jenis
Insomnia
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Komplikasi
Insomnia
Insomnia
6. Tipe
Insomnia
7. Dampak
Faktor Yaang Insomnia
mempengaruhi 8. Penatalaksan
Insomnia pada lansia aan Insomnia

a. Faktor internal a. Faktor


1. Usia eksternal
2. Jenis kelamin 1.) Lingkungan
3. Respon Terhadap 2.) Gaya hidup
Penyaki
4. Tingkat stres

Gambar 2.1 Bagian Kerangka Teori

Sumber : Sari dan Leonard 2018,Oktaviani 2018,Patel 2018,Susilo dan


Wulandari 2012.

2.3 Kerangka Konsep


Kerangka Konsep dalam penelitian sebagai berikut :

Variabel Bebas/Independen Variabel Terikat/Dependen

Tingkat Stres

Lingkungan Insomnia

Gaya Hidup

Keterangan :

= Variabel Independen
  = Variabel Dependen
= Pengaruh

Gambar 2.2 Bagian Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis
a.) Hipotesis Kerja
1.) Terdapat pengaruh pada factor tingkat stress terhadap insomnia pada
lansia
2.) Terdapat pengaruh pada factor lingkungan terhadap insomnia pada lansia
3.) Terdapat factor pada Gaya hidup terhadap insomnia pada lansia
b.) Hipotesis Nol
1.) Tidak terdapat pengaruh pada factor tingkat stress terhadap insomnia
pada lansia
2.) Tidak terdapat pengaruh pada factor lingkungan terhadap insomnia pada
lansia
3.) Tidak terdapat pengaruh pada factor gaya hidup terhadap insomnia pada
lansia

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan JenisPenelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat


deskriptif analtik dengan rancangan penelitian cross-sectional. Penelitian
cross-sectional adalah jenispenelitian yang menekan kan waktu
pengukuran atau observasi data antara variabell dependen dan
independen hanya satu kali pada satu waktu penelitian.Variabel
dependen dan variable independen dinilai secara simultan pada satu
waktu penelitian sehingga tidak ada tindak lanjut, Nursalam (2016). Pada
penelitian ini, peneliti ingin mengetahui Hubungan tingkat stress dan gaya
hidup dengan kejadian insomnia pada lansia di Desa Bongopini.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Bongopini Kecamatan Tilongkabila.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat stress dan
gaya hidup dengan kejadian insomnia pada lansia. Adapun waktu
penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2021.
3.3 Sumber Data
Data atau informasi yang menjadi bahan baku penelitian untuk diolah
merupakan data yang berwujud data primer dan data sekunder. Berkaitan
dengan itu, maka dalam penelitian ini data-data yang diperolehdari 2
sumber yaitu :
a. Data primer
Data primer diperoleh melalui penyebaran lembar kuisioner. Kuisioner
sendiri adalah seperangkat pertanyaan yang disusun logis, sistematis
tentang konsep yang menerangkan tentang variabel-variabel yang diteliti.
Penyebaran kuisioner kepada responden penelitian bertujuan untuk
mengetahui karakteristik responden, tingkat stress dan gaya hidup pada
lansia yang insomnia
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh melalui data lansia yang ada di desa
Bongopini dan hasil dari kuisioner.

3.4 Penentuan Variabel Penelitian


3.4.1 Variabel Independent (Bebas)
Variabel Bebas/ Independen adalah stimulus aktivitas yang
dimanipulasi oleh penelitian unttuk menciptakan suatu dampak
(Nursalam, 2016:39 ). Adapun variabel independen dari penelitian ini
adalah Tingkat stress dan gaya hidup.
3.4.2 Variabel Dependen (Terikat)
Variabel Terikat/Dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas (Nursalam, 2016::39). Adapun variabel dependen dari
penelitian ini adalah insomnia pada lansia.
3.4.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang
diteliti, atau tentang apa yang telah diukur oleh variabel yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2012).

Variabel Definisi indikator Alat ukur Hasil skala


Operasional ukur
Variabel Segala
bebas/ sesuatu yang
independe dapat
n mempengaruhi
terjadinya
masalah
kesehatan
khususnya
insomnia pada
lansia

Stres adalah a. Sumb Kuesione Ringan Ordin


1. Tingka gangguan er r2 bila nilai al
t Stres pada tubuh b. Gejal hasil
dan pikiran a score :
pada lansia c. Peng 1-33
yang angan Sedang
disebabkan d. stabili bila nilai
oleh tas hasil
perubahan dan score :
tuntutan 34-54
kehidupan, Berat
yang bila nilai
dipengaruhi hasil
oleh score :
lingkungan 56-66
maupun
penampilan
individu di
dalam
lingkungan
2. Gaya Perilaku yang Kuesione Baik bila ordina
Hidup dilakukan dan r2 nilai hasil l
dapat score :
berpengaruh 11
pada Buruk
kenyamanan bila nilai
tidur lansia. hasil
score :
44
3. Lingku Kondisi sekitar 1. Suhu Kuesione Ringan
ngan yang dapat terlalu r bila
mempengaruhi hanga 2 skor : 0-
kenyamanan t 9
tidur lansia 2. Suhu Sedang
terlalu bila
dingin skor :
3. Suara 10-18
bising Berat
4. Keny bila
aman skor :
an 19-27
kamar Sangat
tidur berat bila
5. Peng skor :
gunaa 28-36
n
lampu
ketika
tidur
Variabel
terikat/
dependen
1. Insom Hasil 1. Kesulitan Kuesione 1. Skor Interv
nia pengukuran untuk r 1 IRS 11- al
terhadap berat memulai (Insomni 19 :
ringannya tidur tidur a Rating tidak
yang di derita/ 2. Tiba-tiba scale) ada
di alami lansia terbangu keluh
berdasarkan n pada an
kualitas dan malam inso
kuantitas tidur hari mnia
yang di alami 3. Bisa 2. Skor
yang di ukur terbangu 20-
dengan n lebih 27 :
berdasarkan awal/dini inso
alat ukur hari mnia
KSPBJ-IRS 4. Merasa ringa
mengantu n
k di siang 3. 28-
hari 36
5. Sakit inso
kepala mia
pada berat
siang hari 4. Skor
6. Merasa 37-
kurang 44
puas sang
dalam at
tidur berar
7. Merasa
kurang t
nyaman/g
elisah
saat tidur
8. Mendapat
mimpi
buruk
9. Badan
terasa
lemah,
letih,
kurang
tenaga
setelah
tidur
10. Jadwal
jam tidur
sampai
bangun
tidur tidak
teratur
11. Tidur
selama 6
jam
semalam

3.5 Populasi Dan Sampel


3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalahsemua laisa di Desa Bongopini
Kecamatan Tilongkabila Kabupaten Bone Bolango. Data dari desa
Bongopini menyatakan bahwa terdapat 140 lansia yang tersebar didalam
empat dusun di Desa Bongopini.
3.5.2 Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi yang telah memenuhi persyaratan
yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling.
Penetapan sampel dalam penelitian ini berdasarkan teori Arikunto 2014)
bahwa Pengambilan sampel jika subjeknya kurang dari 100 orang
sebaiknya di ambil semua, namun jika subjeknya besar atau lebih dari
100 orang dapat di ambil 10-15% atau 20-25% atau lebih. Rumus yang
digunakan yaitu :

Rumus penarikan sampel yaitu :


n=25% x N
n= 25% 140
n = 35 orang
Keterangan :
N= Besar populasi/jumlah populasi
n= Jumlah sampel/ukuran sampel
Berdasarkan perhitungan yang diperoleh, maka jumlah sampel
sebesar 35 responden. Untuk menentukan sampel pada masing-masing
dusun dilakukan fraksi sampel untuk setiap dusun yaitu dengan rumus :

Jumlah Lansia per dusun


Fraksi sampel dalam dusun ¿ x jumlah sampel
jumlah populasi
Proses pengambilan sampel pada penelitian dapat dilihat pada table
berikut :

Tabel Proses Pengambilan sampel


No Dusun Jumlah Jumlah sampel
1. I 21 21
¿ x 35=5
140
2. II 29 29
¿ x 35=7
140
3 III 57
57
¿ x 35=15
4 IV 33 140
33
¿ x 35=8
140
Jumlah 140 35

Tekhnik pengambilan sampel yang akan diambil berdasarkan dua


kriteria, yaitu :
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Responden tinggal di Desa Bongopini
2. Responden yang memilki umur dari 60 tahun atau lebih
3. Responden yang mengeluhkan masalah tidur
4. Responden yang memiliki insomnia
5. Responden yang tidak menderita demensia
b. Kriteria Ekslusif
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Responden yang nomaden atau berpindah tempat tinggal dari
Desa Bongopini
2. Tidak bersedia menjadi responden
3.6 Teknik Pengumpulan data
3.6.1 Sumber Data
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini berupa variabel dependen dan
independen yang diperoleh dari hasil wawancara kuisioner tentang
factor-faktor yang mempengaruhi insomnia pada lansia di Desa
Bongopini.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak
langsung oleh peneliti. Peneliti mendapatkan jumlah data lansia di
Kabupaten Bone bolango melalui Dinas Kesehatan. Data jumlah
lansia di Desa Bongopini kecamatan Tilongkabila kabupaten
bonebolango didapatkan peneliti melalui Kantor Desa Bongopini.
Data sekunder tersebut digunakan untuk menentukan besarnya
populasi penelitian.
3.6.2 Proses Pengumpulan data
Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
wawancara terstruktur dengan pedoman kuesioner 1 dan 2. Peneliti
setelah mendapatkan persetujuan peneleitian, maka peneliti selanjutnya
melakukan pendekatan dan koordinasi dengan petugas kesehatan yang
menangani program posyandu lansia di desa Bongopini. Prosedur
pengumpulan data dimulai dengan mendata nama-nama lansia yang ada
di masing-masing dusun tempat tinggal tersebut dimasukan oleh peneliti
dalam lembar monitoring. Lembar monitoring digunakan untuk
memudahkan peneliti dalam melakukan pengumpulan data dilapangan.
Peneiti kemudian melakukan pengambilan data dengan
berkunjung kerumah setiap lansia yang terpilih sebagai sampel. Peneliti
menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian serta memberikan lembar
informed consent. Lansia yang bersedia menandatangani informed
consent kemudian di wawancarai dengan pedoman kuesioner 1. Apabila
hasil ukur kuesioner 1 adalah insomnia pada lansia,maka peneliti akan
melanjutkan wawancara dengan menggunakan pedoman kuesioner 2.
Waktu, tempat dan hasil pengambilan data dicatat dalam lembar
monitoring yang dibuat oleh peneliti.
3.6.3 Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini mengguanakan


lembar identitas dan lembar kuesioner, dilembar identitas terdapat
identitas responden digunakan untuk mencatat identitas responden
meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan,
pekerjaan, tempat tinggal dan penyakit yang di derita untuk
mengganggambarkan karakteristik responden.

Sedangkan lembar kuesioner di gunakan untuk mencatat hasil


dari masing-masing pertanyaan tiap variabel yang terdiri dari : Tingkat
stress, lingkungan, dan gaya hidup.
Adapun kuesioner yang dilakukan oleh peneliti di adopsi dari
penelitian. Berikut kuesioner dalam penelitian ini :
a. Instrument yang digunakan untuk mengukur kejadian insomnia pada
lansia alat ukur studi psikiatri Biologi Jakarta-Insomnia Rating Scale
(KSPBJ-IRS). Kuesioner terdiri dari 11 pertanyaan, alat ukur ini
mengguanakan skala interval yaitu jawaban diberi 1, 2, 3, dan 4.
Dimana jumlah total dapat di kategorikna sebagai berikut :
Ringan bila skor : 11-19
Sedang bila skor : 20-27
Berat bila skor : 28-36
Sangat berat bila skor : 37-44
b. Instrument yang digunakan untuk mengukur stress lansia adalah
kuesioner pengukur stress. Kuesioner ini terdiri dari 20 pertanyaan.
Alat ukur ini menggunakan skala ordinal setiap pertanyaan diberi
skor :
1= tidak pernah
2= jarang
3= sering
4= selalu

       Dimana jumlah total dapat di kategorikan sebagai berikut :

Ringan bila skor 1-33

Sedang bila skor 34-64

Berat bila skor 65-98

Sangat berat bila skor 99-132

Semakin tinggi skor semakin tinggi tingkat yang di alami

c. Instrument yang digunakan untuk mengukur gaya hidup adalah


Kuesinoer gaya hidup yang di adobsi dari penelitian ….2014 .
kuesioner ini terdiri dari 11 pertanyaan. Alat ukur ini menggunakan
skala ordinal setiap pertanyaan diberi skor
1= tidak pernah
2= jarang
3= sering
4= selalu

     Dimana jumlah total dapat di kategorikan sebagai berikut :


Ringan bila skor 11-19
Sedang bila skor 20-27
Berat bila skor 28-36
Sangat berat bila skor 37-44
Semakin tinggi skor maka semakin buruk gaya hidup yang
dialami.
d. Instrument yang digunakan untuk mengukur lingkungan adalah
kuesioner lingkungan yang di adopsi dari peneltian Irwina Angelina
Silvanasari 2015. Kuesioner ini terdiri dari 9 pertanyaan. Alat ukur ini
menggunakan skala ordinal setiap pertanyaan di beri skor
1= Tidak pernah
2= jarang
3= sering
4= selalu

Dimana jumlah total dapat di kategorikan sebagi berikut :

Ringan bila skor 1-9

Sedang bila skor = 10-18

Berat bila skor = 19-27

Sangat berat bila skor = 28-36

Semakin tingggi skor makan semkin buruk lingkungan yang di


alami.

3.7 Teknik Analisa Data


3.7.1 Teknik pengolahan data
Proses pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program
SPSS dengan 4 tahap yaitu :

1. Editing / memeriksa
Editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan untuk
diteliti kelengkapan, kejelasan makna jawaban, konsistensi maupun
kesalahan antar jawaban pada kuesioner.
2. Coding / memberi tanda kode
Coding adalah memberikan kode-kode untuk memudahkan proses
pengolahan data. Setelah kuesioner di edit maka dilakukan
pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat
atau huruf menjadi angka.
3. Processing / entri data
Processing adalah memasukkan data untuk di olah menggunakan
komputer.Jawaban dari masing-masing responden yang dalam
bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam “software”
komputer.
4. Cleaning / pembersihan data
Pada tahap ini apabila semua data dari setiap sumber atau
responden selesai dimasukkan, perlu pengecekan kembali untuk
melihat adanya kemungkinan terjadi kesalahan kode, ketidakpastian
data dan banyak lagi, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi
3.7.2 Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisa yang digunakan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing
variabel, baik variabel bebas dan variabel terikat serta karakteristik
responden Notoatmodjo, (2018). Analisa yang dilakukan pada tiap
variabel dari hasil penelitian yaitu dengan cara membuat table
distribusi pada tiap frekuensi variabel dengan menggunakan rumus :
f
P= x 100 %
n

Keterangan :
P : Persentase
f : jumlah
n : jumlah item observasi

b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independent dan variabel dependen.terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi. Dimana untuk mengetahui
adanya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
tergantung dengan menggunakan uji statistic dengan tingkat
kemaknaan (α) : 0,05 uji statistic yang digunakan adalah Chi-square.
3.8 Pengecekan Keabsahan
Uji keabsahan data kuantitatif menggunakan uji validitas dan uji
reabilitas, yang digunakan untuk menguji daftar pertanyaan untuk melihat
pertanyaan dalam kuesioner yang diisi responden sudah layak atau
belum yang digunakan untuk mengambil data.
a. Uji Validitas
Uji validitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui
kelayakan butir pernyataan dalam mendefinisikan variabel.Tehnik
pengujian dalam penelitian ini menggunakan r hitung. Hasil r hitung dari
output SPSS dalam setiap pernyataan kita bandingkan dengan r tabel
df=n-2 dan menghitung taraf signifikan 5% atau 0,05.
Untuk menganalisis kevalidan setiap butir kuesioner yaitu dengan
melihat r tabel dimana jumlah responden (n) dalam penelitian ini
berjumlah 35 orang, maka r tabel dalam penelitian ini sebesar 0.334. jika
nilai r hitung lebih besar dari r tabel maka item tersebut valid, sebaliknya
jika nilai r hitung lebih kecil dari r tabel maka item tersebut tidak valid.
Selanjutnya dengan menghitung taraf signifikan (sig.2-tailed). Jika nilai
signifikan kurang dari 0.05 maka item tersebut valid, sebaliknya jika
signifikan lebih dari 0.05 dikatakan tidak valid.
b. Uji reliabitas
Uji reabilitas digunakan untuk mengukur kestabilan dan konsistensi
responden dalam menjawab pernyataan dalam kuesioner. Untuk menguji
reabilitas pada penelitian ini menggunakan cronbach’s alpha dengan nilai
alpha 0.60, jika nilai alpha lebih besar dari hasil output maka dikatakan
reliable. Sebaliknya jika nilai alpha lebih kecil dari hasil output maka
dinyatakan tidak reliable.
3.9 Tahapan Penelitian
1. Permohonan izin observasi awal di Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Gorontalo
2. Pengumpulan data awal di Kantor Desa Bongopini
3. Penyusunan proposal penelitian
4. Permohonan izin penelitian di Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Gorontalo
5. Peneliti mengajukan surat permohonan izin untuk melakukan penelitian Di
Desa Bongopini
6. Peneliti memperkenalkan diri kepada calon responden, menyampaikan
informasi penelitian, menjelaskan tujuan penelitian dan prosedur
penelitian, serta meminta kesediaan calon responden untuk berpartisipasi
sebagai responden dalam penelitian.
7. Responden yang bersedia berpartisipasi sebagai responden diminta
mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan, dan apabila responden tidak
dapat mengisi sendiri akan dibantu oleh peneliti.
8. Peneliti melakukan pengumpulan data melalui kuesioner.
9. Data yang terkumpul dicek kembali untuk melihat kelengkapan data,
selanjutnya diolah dan dianalisis sesuai tujuan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Arista, M. P. (2017). Hubungan Tingkat stres dengan Kejadian Dysmenorrea


pada Remaja Putri di MAN 1 Kota Madium. Doctoral Dissertation.

Buanasari, A. (2019). Gambaran tingkat stres pada lansia. 7.

Faridah, U., Kusumawati, D., Rahayu, S., & Wahab, D. (2021). DENGAN
GEJALA GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA. 228–241.

Hartono, D., Februanti, S., & Cahyati, A. (2019). Penyakit Fisik dan Lingkungan
terhadap Insomnia bagi Lanjut Usia. 13(1), 1–4.

Badan Pusat Statistik, (2020)., Statistik Penduduk Lanjut Usia., Jakarta: BPS

Indonesia, U. U. (2020). Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 6


No. 2 Oktober 2020 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X.
6(2), 1112–1126.

Junita, E., Virgo, G., & Putri, A. D. (2020). JURNAL NERS Research & Learning
in Nursing Science PENGARUH PEMBERIAN AROMA TERAPI
LAVENDER TERHADAP INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA KOTO TUO
WILAYAH KERJA PUSKESMAS 2 XIII KOTO KAMPAR. 4, 116–121.

Maisharoh, R., & Purwito, D. (2020). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Faktor-


Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Insomnia Pada Lansia Di Wilayah
Kerja Puskesmas Patikraja Kabupaten Banyumas. September.

Oktaviani.J. (2018). Pengaruh Hipertensi terhadap lansia. Sereal Untuk, 51(1),


51.

Padang, P. K., Kelamin, J., & Hidup, G. (2017). FAKTOR – FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN INSOMNIA PADA. 1, 123–132.

Lydia Susanti, (2013). Artikel Penelitian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Kejadian Insomnia di Poliklinik Saraf RS DR . M . Djamil Padang. 4(3), 951–
956.

Prodi, S., Stikes, K., Pertiwi, B., & Raya, L. (2021). ANALISA KEJADIAN
INSOMNIA PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA Sugiyanto. 6(2), 2–7.

Sari, D., & Leonard, D. (2018). Pengaruh Aroma Terapi Lavender Terhadap
Kualitas Tidur Lansia Di Wisma Cinta Kasih. Jurnal Endurance, 3(1), 121.
https://doi.org/10.22216/jen.v3i1.2433

Sumirta, I. N., & Laraswati, A. I. (2017). Faktor Yang Menyebabkan Gangguan


Tidur (Insomnia) Pada Lansia. Politeknik Kesehatan Denpasar, 1–10.

Ulum, M. C. (2018). Stress Dalam Penyusunan Skripsi Pada Mahasiswa


Semsester Viii S1 Keperawatan Stikes Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan “ Insan Cendekia Medika ” Jombang.

Arikunto. 2010. Prosedur penelitian. Jakarta: EGC

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika.
Nursalam. (2020). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 5. Jakarta :
Salemba Medika
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka
Cipta

Anda mungkin juga menyukai