Anda di halaman 1dari 10

SKRIPSI

PENGARUH TERAPI GUIDED IMAGERY( IMAJINASI


TERBIMBING) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT
INSOMNIA PADA REMAJA RT 002 RW 007 PAMULANG
BARAT

OLEH :
HESTI SELVIANA
171030100213

SI KEPERAWATAN
STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual.

Sifat khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai

petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang.

Remaja adalah individu yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-

kanak menuju dewasa. Masa remaja selalu disertai dengan perubahan aspek

seperti fisik, psikologis, emosional, dan sosial ( Ali & Ansori, 2012 Dalam

Zahara Raudhatul, 2018)

Remaja adalah kata yang mengandung berbagai kesan dan konotasi

tergantung dari mana dan siapa yang memandangnya. Menurut WHO, remaja

adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang

usia 10-18 tahun. Sedangkan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum

menikah. Jumlah penduduk Indonesia pada 2018 menurut data Perserikatan

Bangsa Bangsa (PBB) mencapai 266,79 juta jiwa. Dengan jumlah tersebut

Indonesia masih berada di urutan keempat sebagai negara dengan populasi


terbesar di dunia berada di bawah Tiongkok, India dan Amerika Serikat.

Populasi Indonesia diprediksi terus mengalami pertumbuhan dan akan

mencapai puncaknya pada 2062 mencapai 324,76 juta jiwa dengan asumsi

medium fertility variant. Angka tersebut menempatan Indonesia berada di

urutan keenam sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar dunia.

Namun, setelah itu jumlah penduduk Indonesia akan mengalami penurunan

seiring rendahnya angka kelahiran serta meningkatnya populasi lanjut usia

hingga akhir abad 21. Ahasil, jumlah penduduk Indonesia akan menjadi

tinggal 306 juta jiwa.

Di dunia diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau

18% dari jumlah penduduk dunia (WHO, 2014). Sedangkan jumlah

kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut Sensus Penduduk 2010

sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk. Berdasarkan

proyeksi penduduk pada tahun 2015 menunjukan bahwa jumlah remaja (usia

10-24 tahun) indonesia mencapai lebih dari 66,0 juta atau 25 % dari jumlah

Penduduk Indonesia 255 juta (Bapenas,BPS, UNFPA 2013). Artinya, 1 dari

setiap 4 orang Penduduk Indonesia adalah remaja. Jumlah yang besar tersebut

di tambah dengan permasalahan meningkatnya jumlah kelahiran di kalangan

remaja (15-19 tahun) dan TRIAD KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja).

Jumlah remaja Indonesia (usia 10 – 24 tahun dan belum menikah) menurut

Sensus Penduduk 2010 sebesar 63 juta jiwa atau sekitar 26 persen dari total

penduduk Indonesia. Meskipun pada SUPAS 2015 persentasenya menurun

menjadi 25 persen, tetapi jumlahnya bertambah menjadi 65 juta jiwa. BPS


memprediksi akan menjadi 69 juta jiwa pada 2035 mendatang. Lebih dari

separuh (53 persen) tinggal di perkotaan.

Namun masih terdapat 22 persen dari 65 juta jiwa remaja Indonesia

yang tidak tamat Sekolah Dasar, dan terdapat 25 persen yang sudah dalam

status bekerja. Pada aspek lain, data hasil pemutakhiran BDKI 2018

menunjukkan bahwa dari total 62 juta keluarga Indonesia saat ini, 2,66 persen

di antaranya dikepalai oleh laki-laki yang berusia di bawah usia 18 tahun.

Terdapat 1 dari 9 anak perempuan Indonesia menikah di bawah usia 18 tahun

(Susenas, 2016).

Tidur adalah suatu proses yang sangat penting bagi manusia, karena

dalan tidur terjadi proses pemulihan, proses ini bermanfaat mengembalikan

kondisi seseorang pada keadaan semula, dengan begitu tubuh yang tadinya

mengalami kelelahan akan menjadi segar kembali. Otak memiliki sejumlah

fungsi, struktur, dan pusat-pusat tidur yang mengatur siklus tidur dan terjaga.

Tubuh pada saat yang sama menghasilkan substansi yang ketika dilepaskan

ke dalam aliran darah akan membuat mengantuk. Proses tersebut jika di ubah

stres, kecemasan, gangguan dan sakit fisik dapat menimbulkan insomnia.

( Ulumuddin, 2011 Dalam Ulfiana N, 2018:1-2). Rata-rata dewasa sehat

membutuhkan waktu 7½ sampai 8 jam untuk tidur setiap malam. Walaupun

demikian, ada beberapa orang yang membutuhkan waktu tidur lebih atau

kurang. Tidur normal dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya usia

(Priyoto, 2015).
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik

secara kualitas maupun kuantitas. Insomnia adalah gejala yang dialami oleh

orang yang mengalami kesulitan kronis untuk tidur, sering terbangun dari

tidur, dan tidur singkat atau tidur nonrestoratif (Ulfiana N, 2018:2) Insomnia

merupakan suatu kondisi yang dicirikan dengan adanya gangguan dalam

jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seseorang individu. Gangguan tidur

dapat mengganggu pertumbuhan emosional, kognitif, dan sosial orang

dewasa. Fakta tersebut menunjukkan menunjukkan besarnya kemungkinan

masalah akademis, emosional, kesehatan dan perilaku pada orang dewasa

dapat dicegah atau diperbaiki secara signifikan melalui intevensi, yaitu

memperbaiki kualitas dan kuantitas tidur. (Nurdin, dkk, 2018).

Seseorang yang mengalami insomnia akan berkurang kuantitas dan

kualitas tidurnya. Gejala insomnia disebabkan oleh adanya gangguan emosi/

ketegangan atau gangguan fisik. Insomnia dapat diakibatkan oleh banyak

faktor misalnya penyakit, lingkungan, kelelahan, stress. Insomnia yang terjadi

dan berkepanjangan dapat mengganggu kesehatan fisik yang menyebabkan

muka pucat dan mata sembab, badan lemes, dan daya tahan tubuh menurun

sehingga mudah terserang penyakit. ( Dwi, 2015).

Wabah sulit tidur atau insomia yang terjadi secara global

mempengaruhi sekitar 150 juta orang di negara berkembang. Sementara itu,

tingkat kesulitan tidur di Asia sudah mendekati angka yang terjadi di negara

maju. Menurut survei yang dilakukan oleh Crampex (produsen pil tidur)

bahwa 86% orang diseluruh dunia mengalami gangguan tidur yaitu insomia
seperti di inggris sendiri, sebanyak sepuluh juta resep obat tidur telah ditulis

setiap tahunnya. Cureresearch 2017 juga melaporkan bahwa 30% penduduk

di dunia umumnya mengalami insomnia kronis. Terdapat 1/4 dari laporan

menyatakan bahwa penduduk di Amerika Serikat (AS) sesekali mendapatkan

tidur yang buruk dan hampir 10% mengalami insomnia kronis (Medikal

Dayli, 2017 Dalam Zahara, dkk, 2018).

Di indonesia sendiri, prevelensi penderita insomia diperkirakan

mencapai 10% yang artinya dari total 238 juta penduduk di indonesia sekitar

23 juta jiwa diantaranya menderita insomnia ( Medicastore 2010, Cable News

Network Indoneisa 2017). Tingginya angka insomnia tersebut, dikaitkan

dengan bertambahnya permasalahan yang terjadi dalam kehidupan, seperti

depresi dan kecemasan pada seseorang (Life & Style, 2017). Nurmiati Amir,

dokter spesialis kejiwaan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mengatakan bahwa insomnia menyerang

10 persen dari total penduduk di Indonesia atau sekitar 28 juta orang. Total

insomnia tersebut 10-15 persennya merupakan gejala insomnia kronis.

(Turana, 2007 Dalam Ulfiana, 2018:2)

Angka kejadian insomnia akan meningkat seiring bertambahnya usia.

Dengan kata lain, gejala insomnia sering terjadi pada orang susah tidur

(insomnia). Nurmiati Amir, dokter spesialis kejiwaan dari Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,

mengatakan bahwa insomnia menyerang 10 persen dari total penduduk di


Indonesia atau sekitar 28 juta orang. Total insomnia tersebut 10-15 persennya

merupakan gejala insomnia kronis. (Turana, 2007 Dalam (Ulfiana N, 2018:3)

Gangguan insomnia akan membuat aktivitas tidur itu memang

penting. Normalnya, seseorang dewasa membutuhkan waktu tidur 7 sampai 8

jam semalam. Walaupun saat usia menua, biasanya para lansia sering kurang

dari jumlah tersebut. Mengutip penelitian para ahli kimia, dr. P. Carbone dari

Amerika Serikat mengungkapkan, dalam sehari produk “sampah” yang

berasal dari seluruh kegiatan otot tubuh (sebagian besar terdiri atas dioksida

dan asam laktat) menumpuk dalam darah dan mempunyai efek toksik pada

saraf, menyebabkan rasa lelah dan mengantuk.

Gangguan tidur dapat diatasi dengan terapi farmakologis dan terapi

non farmakologis. Terapi farmakologis yaitu terapi dengan menggunakan

obat-obatan seperti golongan obat hipnotik, antidepresan, terapi hormone

melatonin dan agonis melatonin, antihistamin, dan pada kasus-kasus

gangguan tidur tertentu seperti sleep apneu yang berat dapat dibantu dengan

pemakaian masker oksigen (continous positive airway pressure) atau

tindakan pembedahan jika disebabkan kelemahan otot atau pernafasan. Terapi

non farmakologis yaitu terapi yang tidak menggunakan obat seperti stimulus

control therapy, paradoxical intention therapy, relaxation therapy, sleep

restriction therapy, temporal control therapy, sleep hygiene.

Terapi non farmakologis yang sering digunakan salah satunya adalah

teknik relaksasi. Teknik relaksasi yang bisa digunakan salah satunya menurut

Black dan Matassarin (1998), yaitu imajinasi terbimbing (guided imagery),


dapat bermanfaat untuk menurunkan kecemasan, kontraksi otot, dan

memfasilitasi tidur. Menurut Potter & Perry (2005) Dalam Deswita, dkk

(2014) juga menyatakan imajinasi terbimbing dapat meningkatkan tidur.

Menurut Vealy (Komarudin 2014:83) Imagery adalah bentuk atau

pengulangan pengalaman yang melibatkan banyak pancaindera dan sebagai

ketiadaan stimulus eksternal. Terapi guided imagery (imajinasi terbimbing)

sebagai upaya menurunkan insomnia pada remaja. Terapi guided imagery

merupakan proses terapi yang menggunakan kekuatan pikiran dengan

mengarahkan tubuh untuk menyembuhkan diri dan memelihara kesehatan.

Guided imagery adalah metode relaksasi untuk mengkhayalkan tempat dan

dan kejadian berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan.

Khayalan tersebut memungkinkan klien memasuki keadaan atau pengalaman

relaksasi (Kaplan & Sadock, 2010 Dalam Novarenta, Affan, 2013:181)

Tujuan dari guided imagery yaitu menimbulkan respon psikofisiologis

yang kuat seperti perubahan dalam fungsi imun (Potter & Perry, 2009 Dalam

Novarenta, Affan, 2013:181). Imagery dapat digunakan untuk terapi yang

bermacam-macam tergantung kondisi dan jumlah peserta. Di antaranya

mengurangi stres dan kecemasan,mengurangi nyeri, mengurangi efek

samping, mengurangi tekanan darah tinggi, mengurangi level gula darah

(diabetes), mengurangi alergi dan gejala pernafasan, mengurangi sakit kepala,

mengurangi nyeri kronis, menurunkan tekanan darah, mengatasi susah tidur,

dan mencegah reaksi alergi. Namun pada umumnya imagery digunakan untuk
peneymbuhan nyeri dan kanker, baik bagi anak-anak/ remaja maupun orang

dewasa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalah

sebagai berikut “ Apakah ada pengaruh metode guided imagery ( imajinasi

terbimbing ) dengan penurunan tingkat insomnia pada remaja Rt 002 Rw 007

Pamulang Barat ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh terapi guided imagery ( imajinasi terbimbing)

dengan penurunan tingkat insomnia pada remaja Rt 002 Rw 007 Pamulang

Barat.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi insomnia sebelum dilakukan terapi guided imagery

(imajinasi terbimbing ) pada remaja Rt 002 Rw 007 Pamulang Barat.

b. Mengidentifikasi insomnia setelah dilakukan terapi guided imagery

(imajinasi terbimbing ) pada remaja Rt 002 Rw 007 Pamulang Barat

c. Menganalisis pengaruh terapi guided imagery ( imajinasi terbimbing)

dengan penurunan tingkat insomnia pada remaja Rt 002 Rw 007

Pamulang Barat.

D. Pertanyaan Penelitian

1. Adakah pengaruh terapi guided imagery ( imajinasi terbimbing) dengan

penurunan tingkat insomnia?


2. Bagaimana insomnia remaja sebelum dilakukan terapi guided imagery?

3. Bagaimana insomnia remaja setelah dilakukan terapi guided imagery?

4. Apakah dampak dari remaja yang sering insomnia?

E. Manfaat penelitian

1. Bagi peneliti

a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penelitian

tentang pengaruh terapi guided imagery ( imajinasi terbimbing) dengan

penurunan tingkat insomnia.

a. Untuk menerapkan ilmu yang telah di dapatkan kepada remaja tentang

terapi guided imagery (imajnasi terbimbing) yang mengalami insomnia.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menambah referensi bagi dosen dan mahasiswa

mengenai pengaruh terapi guided imagery ( imajinasi terbimbing) dengan

penurunan tingkat insomnia.

3. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian sebagai informasi bagi tenaga kesehatan untuk

meningkatkan dan menerapkan ke masyarakat tentang terapi guided

imagery (imajinasi terbimbing) bagi remaja yang mengalami insomnia.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan

untuk peneliti selanjutnya serta sebagai bahan acuan yang ingin meneliti

mengenai terapi guided imagery (imajinasi terbimbing) bagi remaja yang

mengalami insomnia.

Anda mungkin juga menyukai