Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesatnya kemajuan pembangunan di Indonesia berdampak pada

meningkatnya usia harapan hidup sehingga meningkatkan jumlah lansia. Dalam

hal ini pemerintah agar memperhatikan lebih pada kaum lansia terutama yang

berkaitan dengan masalah kesehatan. Proses menjadi tua pasti dialami oleh

setiap orang dalam kelangsungan kehidupannya. Penuaan dicirikan dengan

kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan metabolisme di sel lainnya. Proses

ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan perubahan komposisi tubuh

(Stockslager & Schaeffer, 2014).

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan jumlah

penduduk yang berusia 60 tahun ke atas semakin meningkat dari tahun ke

tahun. Menurut Negara Indonesia dari tahun 2015 sudah memasuki era

penduduk menua (ageing population) karena jumlah penduduknya yang berusia

60 tahun keatas melebihi angka 7%. Berdasarkan data proyeksi penduduk,

diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di indonesia

(9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun

2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta)

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Khususnya daerah Jawa

Timur kabupaten Malang menurut Badan Pusat Statistik tahun 2017-2020

jumlah lansia 12,25 %, tahun 2018 12,64 %, 2019 13,06 % dan 2020 13,48 %,

sedangkan untuk jumlah penduduk di kabupaten malang pada tahun 2019

1
2

13,74% dari jumlah penduduk (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,

2016).

Lanjut usia merupakan proses menghilangnya secara perlahan-lahan

jaringan untuk melakukan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan dalam hidup

(Priyoto, 2015). Semakin bertambahnya usia, kemungkinan besar seseorang

juga mengalami permasalahan seperti fisik, jiwa, spiritual, dan sosial ekonomi.

Permasalahan yang sangat mendasar pada usia lanjut adalah masalah kesehatan

akibat proses degeneratif (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Lansia merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia, yaitu pada

bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh

setiap individu (Azizah, 2011). Lansia membutuhkan kualitas tidur yang baik

untuk meningkatkan kesehatan dan memulihkan kondisi dari sakit. Kualitas

tidur yang tidak sesuai dengan kebutuhan lansia dapat mengakibatkan

gangguan keseimbangan psikologis dan fisiologis. Penurunan kualitas tidur

merupakan akibat dari gangguan tidur atau kualitas tidur yang tidak cukup.

Lansia yang mengalami gangguan tidur atau insomia bisa berdampak pada

perburukkan dari segi fisiologis atau psikologis yang tidak dapat terkontrol

(Maruti & Marettina, 2015). Menurut National sleep fundation (2010) mencatat

sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun ke atas mengalami

gangguan tidur dan sabanyak 7,3% lansia mengeluh gangguan memulai tidur

dan mempertahankan tidur. Dan menurut Depkes Indonesia 2013 melaporkan

lansia yang mengalami gangguan tidur per tahun sekitar 750 orang, setiap tahun

diperkirakan sekitar 35%-45% orang dewasa melaporkan adanya gangguan

tidur dan sekitar 25% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi

gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 50% (Depkes RI, 2013)
3

Gangguan tidur merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering

dijumpai seseorang terutama pada lansia. Proses penuaan tersebut

menyebabkan penurunan fungsi neurotransmiter yang ditandai dengan

menurunnya distribusi norepinefrin. Gangguan tidur yang sering dialami yaitu

Parasomnia, Hipersomnia, Narkolepsi, Apnea saat tidur, dan deprivasi tidur.

Adanya kualitas tidur yang buruk disebabkan seseorang mengalami gangguan

tidur yaitu insomnia (Wahyudi & Abd, 2016).

Faktor yang mempengaruhi insomia atau susah tidur pada lansia yaitu

faktor biologis dan faktor komorbid. Faktor biologis merupakan perubahan pola

tidur yang terkait dengan usia sleep architecture sedangkan pada faktor komorbid

merupakan faktor sekunder yang terjadi pada lansia yang terdiri dari nyeri

kronik, sesak nafas pada penyakit paru obstruktif kronis, gangguan psikiatri

seperti gangguan cemas dan depresi dan penyakit neurologi (Hanifah, 2018).

Telah dikatakan bahwa keluhan terhadap kualitas tidur sering berkaitan

dengan bertambahnya usia. Pada kelompok lanjut usia (40 tahun) hanya

dijumpai 7% kasus yang mengeluh masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih

dari 5 jam sehari). Hal yang sama dijumpai pada 22% kasus pada kelompok

usia 70 tahun. Demikian pula, kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh

terbangun lebih awal. Selain itu, terdapat 30% kelompok usia 70 tahun yang

banyak terbangun di malam hari (Priyoto, 2015).

Untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia pada umumnya yaitu

dengan memberikan terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi

farmakologi memiliki efek yang cepat namun harus diberikan dan harus

diperhatikan farmakokinetik dan farmakodinamik pada lansia, dengan

pertambahan umur akan terjadi perubahan dalam metabolisme dan eliminasi


4

obat yang berkaitan dengan timbulnya efek samping obat tersebut. Sedangkan

terapi non farmakologis sangat dianjurkan pada lansia untuk mengatasi masalah

kualitas tidur yaitu dengan memberikan terapi komplementer karena efektif

dan aman untuk meningkatkan kualitas tidur (Maruti & Marettina, 2015).

Kekurangan tidur pada lansia memberikan pengaruh terhadap fisik dan

kemampuan kognitif dan juga kualitas hidup. Untuk mengatasi terjadinya

gangguan kualitas tidur terutama pada lansia dapat diatasi dengan terapi

komplementer. Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit

yang dilakukan sebagai pendukung pada pengobatan medis konvensional atau

sebagai pengobatan lain diluar pengobatan medis. Terapi komplementer terdiri

dari beberapa terapi yaitu terapi sentuhan contohnya massage, pijat refleksi dan

akupresur, adapun juga terapi pikiran tubuh contohnya relaksasi progresif,

guided imagery therapy, meditasi, berdoa, terapi musik, terapi humor, hipnotis dan

aromatherapy (Purwanto., 2013)

Tindakan foot massage adalah bagian dari Massage therapy (MT) adalah

suatu teknik yang dapat meningkatkan pergerakan beberapa struktur dari kedua

otot dengan menerapkan kekuatan mekanik ke jaringan. Tindakan massage

dapat meningkatkan relaksasi otot untuk mengurangi stres, tingkat kecemasan,

rasa sakit dan membantu kita untuk meningkatkan kualitas tidur dengan

kecepatan pemulihan. Foot Massage menggambarkan bahwa salah satu metode

yang paling umum pada terapi komplementer. Foot massage berarti sentuhan

yang dapat merangsang oksitosin yang merupakan neurotransmiter di otak

yang berhubungan dengan perilaku seseorang (Afianti & Mardhiyah, 2017).

Tindakan foot massage dapat mengaktifkan aktifitas parasimpatik kemudian

memberikan sinyal neurotransmiter ke otak, organ dalam tubuh, dan sinyal


5

yang dikirim ke otak akan mengalirkan gelombang alfa yang ada didalam otak

(Guyton & Hall, 2014). Foot massage adalah manipulasi jaringan ikat melalui

pukulan, gosokan dan meremas untuk memberikan dampak pada peningkatan

sirkulasi, memperbaiki sifat otot dan memberikan efek relaksasi (Potter &

Perry, 2011)

Menurut Wildan Fahad Al Aziz (2016) dalam judul “pengaruh massage

kaki dan Aromaterapi sereh terhadap penurunan insomnia pada lansia di panti

Wredha Daerah Surakarta” menyatakan bahwa terdapat hasil yang signifikan

dalam menurunkan tingkat insomnia pada lansia dan terapi massage kaki dapat

mengurangi stres, dapat memicu lepasnya endorfin, membuat rasa nyaman

pada lansia yang mengalami gangguan tidur.

Pemberian rendam air hangat pada kaki merupakan terapi

komplementer yang mempunyai efek terapeutik yaitu untuk meningkatkan

kelenturan jaringan otot, mengurangi rasa nyeri dan memberikan pengaruh

pada sistem pembuluh darah, rendam air hangat pada kaki secara ilmiah juga

mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh yang dapat membuat sirkulasi darah

menjadi lancar dan dapat meingkatkan kualitas tidur pada kita khususnya lansia

karena lansia akan merasa rileks setelah melakukan rendam kaki dengan air

hangat (Maruti & Marettina, 2015)

Menurut penelitian dari Evina Dwi Maruti (2015) dalam jurnal

efektivitas Rendam air hangat pada kaki terhadap kualitas tidur menyatakan

bahwa rendam air hangat pada kaki mempunyai efek terapeutik dan dapat

meningkatkan kualitas tidur lansia karena lansia akan merasa rileks setelah

melakukan rendam kaki dengan air hangat selama 15-20 menit yang akan

membuat sirkulasi darah akan menjadi lancar.


6

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “ Studi Literatur Perbedaan Efektivitas Tindakan Foot

Massage dan Pemberian Terapi Rendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap

Kualitas Tidur Lansia”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis

ingin mengetahui perbedaan efektivitas tindakan foot massage dan pemberian

rendam air hangat pada kaki terhadap kualitas tidur lansia ?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan Umum dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan

efektivitas tindakan foot massage dan pemberian rendam air hangat pada kaki

terhadap kualitas tidur lansia ?.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan

intervensi tindakan foot massage dan pemberian rendam kaki dengan

air hangat berdasarkan studi literatur.

2. Menganalisis perbedaan efektivitas tindakan foot massage dan

pemberian air hangat pada kaki terhadap kualitas tidur lansia

berdasarkan studi literatur.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

sumber informasi dan juga diharapkan untuk pengembangan keilmuan


7

dibidang kesehatan terutama dibidang ilmu keperawatan jiwa. Dengan

penelitian ini, dapat diketahui seberapa efektivif tindakan foot massage dan

pemberian rendam air hangat pada kaki terhadap kualitas tidur lansia.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini juga bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan

agar mampun mengembangkan peran perawat dan memberikan

pengetahuan tentang tindakan foot massage dan tindakan pemberian rendam

air hangat pada kaki terhadap kualitas tidur lansia.

1.5 Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini berdasarkan oleh beberapa penelitian

sebelumnya yang mempunyai gambaran tema yang relatif sama, namun

dibedakan dalam pemilihan subjek penelitian dan posisi variabel penelitan.

Penelitan akan dilakukan adalah tentang “perbedaan efektivitas tindakan foot

massage dan pemberian rendam air hangat pada kaki terhadap kualitas tidur

lansia”

1. Penelitian Evida Dwi Maruti dan Nita Marettina (2015) dalam jurnal

yang berjudul “Efektivitas Rendam Air Hangat Pada Kaki Terhadap

Kualitas Tidur Lansia Di Panti Wredha Harapan Ibu Semarang” yang

menggunakan metode penelitian Quasy Eksperimental dengan

rancangan one group pre-post test design sebanyak 40 responden.

Menggunakan teknik sampling dengan metode simple random

sampling yang menggunakan kuesioner kualitas tidur (Pittsburgh Sleep

Quality Index) dan lembar observasi prosedur pelaksanaan rendam


8

pada kaki. Menggunakan analisis Uji Mc Nemar dan variabel penelitian

yaitu Rendam air hangat pada kaki (independen) terhadap kualitas

tidur lansia (dependen). dengan hasil terdapat efektivtas rendam air

hangat pada kaki terhadap kualitas tidur meningkat.

2. Penelitian Yessi Harnani dan Astri Axmalia (2017) dalam jurnal yang

berjudul “Terapi Rendam Kaki Menggunakan Air Hangat Efektif

Menurunkan Tekanan Darah Pada Lanjut Usia” yang menggunakan

metode pendekatan Pre Ekperiment dan pretest dan posttest design

sebanyak 20 orang mengunakan teknik non probbalitity sampling dengan

jenis purposive sampling dengan mengunakan alat ukur penelitian

yaitu tensimeter (Sphymomanometer). Menggunakan analisis Uji

wilcoxon dan variabel penelitian yaitu rendam kaki menggunakan air

hangat (independen) tekanan darah pada lanjut usia (dependen).

dengan hasil yang menyatakan bahwa ada pengaruh rendam kaki

menggunakan air hangat dapat menurunkan tekanan darah pada

lansia.

3. Penelitian Elizabeth Ari Dionesia (2017) dengan jurnal yang berjudul

“Perbedaan Efektivitas Tindakan Massage Dan Pemberian Rendam

Air Hangat Dalam Memenuhi Kualitas Tidur Pada Lansia”.

Menggunakan metode penelitian quasi eksperiment pendekatan two

group comparation pre post design terdapat 80 responden yang mengalami

gangguan tidur. Menggunakan teknik wawancara dan kuesioner The

Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI) dan menggunakan analisis Uji Mc

Nammer. Dengan hasil tidak ada perbedaan efektivitas tindakan


9

massage dan pemberian air hangat dalam memenuhi kualitas tidur

dan memberikan nilai yang signifikan terhadap kualitas tidur lansia.

4. Penelitian Wildan Fahad Al Aziz (2016) dengan penelitian yang

berjudul “Pengaruh Massage Kaki Dan Aromaterapi Sereh Terhadap

Penurunan Insomnia Pada Lansia Di Panti Wredha Daerah

Surakarta” menggunakan metode Quasi Eksperiment dengan pre dan

post dengan kontrol yang terdapat 83 orang dengan teknik sample

random sampling yang menggunakan instrumen lembar observasi

dalam bentuk Insomnia Rating Scale. Dan penelitian ini

menggunakan analisis Uji Paired sample t-test dan Uji independen sample

t-test. Dengan hasil pemberian terapi massage kaki dan aromaterapi

sereh efektif dalam menurunkan tingkat insomnia pada lansia.

Berdasarkan uraian diatas, walaupun telah dilakukan penelitian sebelumnya

yang bekaitan dengan pemberan tindakan foot massage dan pemberian terapi rendam

kaki dengan air hangat, namun terdapat perbedaan dengan variabel yang akan diteliti

dalam penelitian ini. Peneliti berkeinginan untuk mengetahui lebih mendalam

bagaimana tingkat keefektifan pemberian tindakan foot massage dan pemberian terapi

rendam kaki dengan air hangat, dengan demikian makan topik penelitian ini dilakukan

peneliti benar-benar asli.

Anda mungkin juga menyukai