PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan
makan, aktivitas, maupun kebutuhan dasar lainnya. Setiap individu membutuhkan
istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya. Tidur adalah suatu
keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang
merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan
fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa jumlah tidur
dan istirahat yang cukup,kemampuan untuk berkonsentrasi dan beraktivitas akan
menurun serta meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry, 2003). Tidur adalah status
perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan
menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan aktivitas metabolisme tubuh menurun
(Choppra, 2003), tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis
tubuh, dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal (Wahid, 2007). Pola
istirahat dan tidur yang biasa dari seorang yang masuk rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan lain dengan mudah dipengaruhi oleh penyakit atau rutinitas
pelayanan kesehatan yang tidak dikenal. (Potter & Perry, 2005).
Manusia menggunakan sepertiga waktu dalam hidup untuk tidur. Data
hasil polling tidur di Amerika oleh NSF didapat bahwa ternyata wanita lebih 2
banyak mengalami gangguan tidur dibandingkan dengan laki – laki, yaitu 63% :
54% (National Sleep Foundation, 2007).
Orang Lanjut Usia (Lansia), menurut defenisi World Health Organization
(WHO), adalah orang usia 60 tahun ke atas yang terdiri dari (1) usia lanjut
(elderly) 60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan (3) usia sangat lanjut
(very old) diatas 90 tahun ( Raharja, 2013). Indonesia meupakan salah satu negara
berkembang yang jumlah penduduknya berusia 60 tahun keatas semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
terjadi peningkatan usia harapan hidup (UHH) . Pada tahun 2000 UHH di
Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%) .
Angka ini meningkat menjadi 69,43% tahun pada tahun 2010 (dengan persentase
populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,58% (Kemenkes, 2013). Peningkatan usia
harapan hidup tersebut bisa karena pengaruh kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, terutama dibidang kedokteran. Kualitas hidup
merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan kerena menurut
konstitusi WHO,kesehatan meliputi kesehatan fisik, mental, serta social secara
keseluruhan. Pengukuran kesehatan, serta perawatan kesehatan tidak hanya
ditunjukan oleh perubahan frekuensi dan beratnya penyakit, melainkan juga harus
meliputi kenyamanan hidup yang dapat dinilai melalui peningkatan kualitas hidup
(Pangkahila, 2007).
WHO mengartikan kualitas hidup sebagai persepsi individu mengenai
posisinya dalam kehidupan , dalam konteks kultur dan system nilai dimana
mereka hidup, dan dalam hubungan dengan tujuan , harapan ,standar yang ada, dan
perhatian mereka (Pangkahila, 2007). Sedangkan kualitas hidup lansia merupakan
suatu komponen yang kompleks , mencakup usia harapan hidup, kepuasan dalam
kehidupan,kesehatan psikis dan mental, fungsi kognitif, kesehatan dan fungsi
fisik, pendapatan, kondisi tempat tinggal, dukungan social dan jaringan social
(Sutikno, 2011). Lansia dikatakan memiliki hidup yang berkualitas apabila
mereka memiliki kondisi fungsional yang optimal, sehingga mereka dapat
menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan dan berguna.
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk
dapat berfungsi dengan baik dan merupakan salah satu aspek yang dapat
berpengaruh pada kualitas hidup manusia. Terdapat perbedaan pola tidur pada
lansia dibandingkan dengan usia muda (Prayitno, 2002). Pada kelompok usia
lanjut, kebutuhan tidur akan berkurang dan mereka cenderung lebih mudah
bangun dari tidurnya. Pada usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah 9 jam,
berkurang menjadi 8 jam pada usia 20 tahun, 7 jam pada usia 40 tahun, 6 jam
setengah pada usia 60 tahun dan 6 jam pada usia 80 tahun (Prayitno, 2002).
Dengan bertambahnya jumlah lansia, maka jumlah permasalahan pada
lansia juga akan bertambah. Lebih dari 80% penduduk usia lanjut menderita
penyakit fisik yang mengganggu fungsi mandirinya. Sejumlah 30% pasien yang
menderita sakit fisik tersebut menderita kondisi komorbid psikiatrik, terutama
depresi dan ansietas . Sebagian besar usia lanjut yang menderita penyakit fisik dan
gangguan mental tersebut menderita gangguan tidur (Prayitno, 2002).
Gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% dan yang
paling sering ditemukan adalah insomnia. Gangguan juga terjadi pada dalamnya
tidur sehingga lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungan. Selama tidur
malam, seseorang dewasa muda normal akan terbangun sekitar 2-4 kali. Hal ini
berbeda dengan lansia yang lebih sering terbangun (Amir, 2007).
Indonesia adalah suatu negara berkembang yang memiliki umur harapan
hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup
dan pelayanan kesehatan secara umum. Salah satu tolak ukur kemajuan suatu
bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya (Kosasih dkk,
2004). Indonesia juga termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur
lanjut usia (aging structured population) karena mempunyai jumlah penduduk
lansia ini antara lain disebabkan karena tingkat social ekonomi masyarakat yang
meningkat, kemajuan dibidang pelayanan kesehatan, dan tingkat pengetahuan
masyarakat yang meningkat. Jumlah penduduk pada lansia tahun 2006 sebesar 19
juta jiwa dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksikan
jumlah lansia sebesar 23,9 juta (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun.
Sedangkan, pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta
(11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Efendi, 2009).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis pada tanggal 23 Mei
2016, dari data angket 42 orang lansia, terdapat 37 orang lansia tidak pernah
mendengar tentang posyandu lansia, 40 orang lansia berkeinginan dibentuknya
posyandu lansia, 42 orang lansia menginginkan pemeriksaan dan pengobatan
kesehatan, 10 orang lansia menderita hipertensi, 5 orang mengalami gangguan
pola tidur, 15 orang menderita reumatik, 3 orang lansia menderita sesak nafas, 2
orang menderita penyakit jantung, 5 orang tidak memeriksa kesehatan secara
rutin. 18 orang lansia hanya
melakukan kegiatan rumah tangga setiap hari , 20 orang tidak ikut dalam kegiatan
social, 4 orang berkebun Wawancara dengan kepala lingkungan I, Kelurahan
Sitirejo II dan lansia belum terbentuk posyandu lansia wawancara dengan lansia
mengatakan belum pernah mengikuti posyandu lansia Observasi. Berdasarkan hasil
Observasi saat pengkajian ditemukan 3 orang lansia menerita stroke, tidak
terdapatnya posyandu lansia, dari data angket yang dikumpukan. Tingginya angka
penyakit degenerative (Hipertensi, rematik, jantung, dan diabetes mellitus) yang
diderita oleh lansia, dikarenakan kurangnya pengetahuan lansia tentang pelayanan
kesehatan. Dengan timbulnya berbagai macam penyakit yang diderita oleh lansia
pada daerah sitirejo, kemungkinan untuk gangguan pola tidur pada lansia sering
muncul, khususnya pada penderita rematik, asma.
Menurut data yang di dapat pada lingkungan I sitirejo II sebanyak kurang
lebih 20% lansia mengalami gangguan tidur, mengalami gangguan dikarenakan
berbagai faktor yang terjadi pada lansia , baik dalam kondisi fisik yang menderita
penyakit, faktor lingkungan, stress dan proses menua. Berdasarkan data diatas,
saya tertarik untuk melakukan pengangkatan pada judul saya yaitu “Asuhan
Keperawatan pada Lansia dengan Prioritas Masalah Gangguan Pola Tidur Pada
Ny.B di Lingkungan I Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas”
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memberikan
Asuhan Keperawatan pada Pasien Lansia dengan Masalah Gangguan Pola Tidur
pada Tn A di Lingkungan 1 Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Tn A dengan masalah
gangguan tidur penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian pada Ny.B dengan prioritas masalah kebutuhan
dasar Tidur.
b. Menegakkan diagnosa pada Ny.B dengan prioritas masalah kebutuhan
dasar Tidur.
c. Melakukan intervensi keperawatan pada Ny.B dengan prioritas masalah
kebutuhan dasar Tidur.
d. Melakukan implementasi keperawatan berdasarkan rencana keperawatan
yang sudah dibuat pada Ny.B dengan prioritas masalah kebutuhan dasar
Tidur.
e. Melakukan evaluasi hasil akhir terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada Ny.B dengan prioritas masalah kebutuhan dasar Tidur.
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
memberi asuhan keperawatan kepada lansia untuk meningkatkan
kebutuhan tidur yang mengalami terganggu pola tidurnya.
2. Bagi Pasien dengan Gangguan Pola Tidur
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan Dapat membantu perawat untuk
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah gangguan
tidur di Lingkungan 1 Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas
BAB II
PENGELOLAAN KASUS
3. Pengaturan Tidur
Tidur merupakan aktifitas yang melibatkan susunan saraf pusat ,saraf
perifer , endokrin, kardiovaskuler, respirasi, dan musculoskeletal (Robinson 1993,
dalam Potter ). Tiap kejadian tersebut dapat diidentifikasikan atau direkam dengan
elektroensefalogram (EEG) untuk aktifitas listrik otak, pengukuran tonus otot,
dengan menggunakan elektromiogram (EMG), dan elektrookulogram (EOG)
untuk mengukur pergerakan mata.
Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua
mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak
untuk tidur dan bangun. Reticuler activating system (RAS) di bagian batang otak
atas diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam mempertahankan kewaspadaan dan
kesadaran. RAS memberikan stimulus visual, audiotori, nyeri, dan sensorik raba.
Juga menerima stimulus dari korteks serebri (emosi dan proses pikir).
Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron dalam RAS
melepaskan katekolamin, misalnya neropinefrin. Saat tidur mungkin disebabkan
oleh pelepasan serum serotonin dari sel-sel spesifik di pons dan batang otak
tengah yaitu bulbar synchronizing regional (BSR). Bangun dan tidurnya seseorang
tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak, reseptor
sensorik perifer misalnya bunyi, stimulus cahaya, dan system 8imbic seperti
emosi.
Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup matanya dan
berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS
menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan serum serotonin (Tarwoto &
Wartonah, 2006).
Tahapan Tidur menurut (Tarwoto & Wartonah, 2006)
1. Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM
gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak
tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain : mimpi berkurang, keadaan
istirahat, tekanan darah turun, kecapatan pernapasan menurun, metabolisme
turun, dan gerakan bola mata lambat.
a. Tahapan Tidur NREM
1) NREM Tahap 1
a) Tingkat transisi.
b) Merespons Cahaya.
c) Berlangsung beberapa menit.
d) Mudah terbangun dengan rangsangan.
e) Aktifitas fisik, tanda vital, dan metabolisme menurun.
f) Bila terbangun terasa sedang bermimpi.
2) NREM Tahap 2
a) Periode suara tidur.
b) Mulai relaksasi otot.
c) Berlangsung 10-20 menit.
d) Fungsi Tubuh berlangsung lambat.
e) Dapat dibangunkan dengan mudah.
3) NREM Tahap 3
a) Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak.
b) Sulit dibangunkan.
c) Relakasi otot menyeluruh.
d) Tekanan darah menurun.
e) Berlangsung 15-30 menit.
4) NREM Tahap 4
a) Tidur nyenyak.
b) Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif.
c) Untuk restorasi dan istirahat , tonus otot menurun.
d) Sekresi lambung menurun.
e) Gerak bola mata cepat.
2. Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial.
Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu
gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif . Tidur REM ditndai dengan
mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah bertambah, gerakan mata cepat ( mata
cenderung bergerak bolak-balik), sekresi lambung meningkat, ereksi penis pada
lakilaki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung, dan Pernapasan tidak
teratur sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan
menunjukkan gejala- gejala sebagai berikut :
a. Cenderung Hiperaktif.
b. Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosi labil).
c. Nafsu makan bertambah.
d. Bingung dan Curiga.
Tahapan Tidur REM
a. Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM.
b. Pada orang dewasa normal REM yaitu, 20-25% dari tidur malamnya.
c. Jika individu terbangun pada tidur REM, maka biasanya terjadi mimpi.
d. Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga berperan
dalam belajar, memori, dan adaptasi.
Karakteristik Tidur REM
a. Mata : Cepat, tertutup dan terbuka.
b. Otot- otot : Kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
c. Pernapasan : Tidak teratur, kadanf dengan apnea.
d. Nadi : Cepat dan regular.
e. Tekanan Darah : Meningkat atau Fluktuasi.
f. Sekresi gaster : Meningkat.
g. Metabolisme : Meningkat, temperature tubuh naik.
h. Gelombang otak : EEG aktif.
i. Siklus tidur : Sulit dibangunkan.
4. Siklus Tidur
Secara normal, pada orang dewasa, pola tidur rutin dimulai dengan periode
sebelum tidur, selama seseorang terjaga hanya pada rasa kantuk yang bertahap
berkembang secara teratur. Periode ini secara normal berakhir 10 sampai 30
menit, tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan untuk tertidur, akan
berlangsung satu jam atau lebih (Potter & Perry, 2005).
Ketika seseorang tertidur, biasanya melewati 4 sampai 6 siklus tidur
penuh, tiap siklus terdiri dari 4 tahap dari tidur NREM dan satu periode dari tidur
REM. Pola siklus biasanya berkembang dari tahap 1 menuju tahap 4 NREM,
diikuti kebalikan tahap 4 ke 3, lalu ke 2, diakhiri dengan periode dari tidur REM.
Seseorang biasanya mencapai tidur REM sekitar 90 menit ke siklus tidur (Potter &
Perry, 2005).
Tiap-tiap siklus yang berhasil, tahap 3 dan 4 memendek,dan
memperjangkan periode REM. Tidur REM dapat berakhir sampai 60 menit
selama akhir siklus tidur. Tidak semua orang mengalami kemajuan yang konsisten
menuju ke tahap tidur yang biasa. Sebagai contoh, orang yang tidur dapat
berfluktuasi untuk interval pendek antara NREM tingkat 2,3, dan 4 sebelum
masuk tahap REM. Jumlah waktu yang digunakan tiap tahap bervariasi.
Perubahan tahap ketahap cenderung menemani pergerakan tubuh dan perpindahan
untuk tidur yang dangkal cenderung terjadi tiba-tiba, dengan perpindahan untuk
tidur yang dangkal cenderung terjadi tiba-tiba, dengan perpindahan untuk tidur
nyenyak cenderung bertahap (Closs, 1998 dalam Potter & Perry, 2005)
3. Masalah Keperawatan
1. Gangguan Pola Tidur.
2. Kurang Pengetahuan Tentang Reumatik.
3. Nyeri.
A. Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien Ny.B
yang mengalami masalah gangguan tidur didapatkan hasil sebagai :
1. Tidur adalah, suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa ada rasa stress
emosional, bebas dari kecemasan.
2. Faktor resiko gangguan tidur pada Ny.B meliputi dikarenakan
berhubungan dengan gangguan lingkungan klien, gejala rematik yang
diderita, serta pengetahuan yang kurang mengenai rematik.
3. Tindakan penanganan gangguan pola tidur dilakukan dengan menciptakan
lingkungan yang aman dan nyaman sehingga dapat memicu pola istirahat
dengan baik.
4. Masalah Keperawatan yang ditemukan pada Ny.B adalah gangguan pola
tidur, Nyeri berhubungan dengan gejala rematik, dan Kurangnya
pengetahuan tentang rematik.
5. Dari data yang telah didapat, prioritas masalah utama klien adalah
Gangguan Pola Tidur.
6. Implementasi yang sudah dilakukan pada Ny.B dapat berupa mengatur
pola tidur klien, menjelaskan pentingnya kebutuhan tidur pada klien, serta
menghindari kegiatan yang mengganggu pola tidur sehari-hari.
B. Saran
1. Klien sebaiknya dapat melaksanakan segala bentuk anjuran untuk dapat
memperbaiki pelaksanaan gangguan pola tidur agar pemenuhan kebutuhan
tidur terpenuhi.
2. Keluarga bekerja sama untuk dapat membuat suasana ataupun keadaan
yang memicu ketenangan, agar klien tidak mengalami gangguan tidur.
3. Untuk setiap tindakan asuhan keperawatan yang diberikan, sebaiknya klien
melaksanakannya demi tercapainya asuhan keperawatan yang baik untuk
klien.
DAFTAR PUSTAKA
Maryam Siti.R, dkk (2010) Asuhan Keperawatan Pada Lansia, Trans Info Media
Jakarta
Maryam Siti.R, dkk (2008) Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannnya, Salemba
Medika Jakarta
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC
Hari/ Implementasi
No Dx Evaluasi (SOAP)
Tanggal Keperawatan
sehingga dapat
A:
dengan nyaman untuk
tidur. Masalah Teratasi
4. Mengkaji tanda-tanda P :
vital klien.
TD : 120/80 mmhg Intervensi
RR : 22x/menit dilanjutkan
HR :82x/menit
S : 36 C
5. Mendiskusikan
pentingnya kebutuhan
istirahat tidur untuk
pasien.
Hasil : Klien
mengatakan lebih
sering untuk mengatur
pola tidurnya dengan
baik.
6. Menganjurkan klien
untuk minum air
hangat sebelum tidur.
Hasil : Klien
meminum air hangat
setiap sore.
7. Menganjurkan klien
untuk membuat
suasana lingkungan
nyaman.
Hasil : Tempat tidur
klien dilapisi dengan
tilam yang lembut,
bantal yang bersih.
Hari/
No Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP)
Tanggal
P : Intervensi
Dilanjutkan
5. Menganjurkan klien
untuk membuat Masalah
suasana lingkungan Teratasi
nyaman.
P : Intervensi
Hasil : Keluarga
Dilanjutkan
membuat kondisi
tempat tidur lebih
nyaman dengan
kasur yang lembut,
bantal yang bersih.
A : Masalah
Teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
dengan dengan
memperagakannya, melakukan
mengompres relaksasi, kompres