Anda di halaman 1dari 50

Bab i

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang
terjadi selama periode tertentu. Jika seseorang memperoleh periode tidur yang cukup,
mereka merasa tenaganya telah pulih, hal ini diyakini bahwa tidur memberikan waktu untuk
perbaikan dan penyembuhan system tubuh untuk periode keterjagaan yang berikutnya (
Potter & Perry, 2005 ). Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan
reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat dibangunkan kembali
dengan indera atau rangsangan yang cukup.
Tidur sebagai kebutuhan dasar manusia sangat dipengaruhi oleh barbagai macam
faktor yang berakibat timbulnya gangguan pemenuhan tidur pada seseorang. WHO (1998)
mengemukakan ada 4 (empat) factor yang mempengaruhi tidur, yaitu : faktor fisik,
psikologis, gaya hidup dan lingkungan. Seorang pasien dengan gangguan pernafasan dapat
pula mengalami kesulitan untuk tidur. Kesulitan untuk tidur ini dapat disebabkan karena
struktur fungsi pernafasan sedang terganggu misalnya penyempitan (konstriksi) pada
pasien asma. Pengalaman klinik menunjukkan terdapat interaksi yang berarti antara
gangguan fungsi pernafasan dan tidur. Tidur dapat menyebabkan semakin buruknya
keadaan fungsi pernafasan dan sebaliknya, perubahan fungsi pernafasan juga akan
menimbulkan gangguan pola tidur (Antariksa, 1997 dikutip dari perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 1997).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan salah satu petugas Puskesmas
Tanggul yang menangani program posyandu lansia menyatakan bahwa lansia jarang
mengeluhkan gejala-gejala gangguan tidur. Hasil wawancara yang dilakukan dengan lansia
yang berusaha lebih dari 55 tahun, didapatkan data bahwa hanya 5 dari 20 lansia yang
mengeluhkan sering terbangun di malam hari karena ingin buang air kecil dan mengantuk
berlebihan di siang hari. Lima belas lansia lainnya menyatakan bahwa kualitas tidur mereka
baik, tidur nyenyak saat malam hari, dan tidak merasakan kantuk berlebihan di siang hari.
Hasil yang berbeda didapatkan di wilayah kerja Puskesmas Jenggawah. Hasil studi
pendahuluan pada lansia dengan usia lebih dari 55 tahun di wilayah Kerja Puskesmas
Jenggawah didapatkan data bahwa 16 dari 20 lansia mengeluhkan seringkali terbangun di
malam hari dan merasa mengantuk di siang hari, terbangun karena ingin buang air kecil,
serta terbangun karena merasakan lingkungan yang panas. 16 lansia tersebut tinggal di
wilayah Desa Wonojati yang merupakan desa dengan jumlah lansia terbesar di Kecamatan
Wonojati yang merupakan desa dengan jumlah lansia terbesar di Kecamatan Jenggawah
yaitu 85 jiwa yang tersebar dalam empat dusun.
Menurut Dra. Ny. Jos Masdani, psikolog dari Universitas Indonesia, kedewasaan
dibagi menjadi 4 bagian, yaitu ; Fase iuventus (usia 25-40 tahun), Fase verilitas (usia 40-
50 tahun), Fase prasenium (usia 55-65 tahun), dan Fase senium (usia 65 tahun hingga tutup
usia).
Dengan bertambahnya usia juga terdapat penurunan dalam periode tidur. Jam tidur
pada fase iuventus bisa mencapai 7 - 8 jam, fase verilitas berkurang menjadi 7 jam , fase
presenium dan senium jam tidur semakin berkurang yaitu 6 jam
Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbidilitas yang signifikan.
Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan
disiang hari, gangguan atensi dan memori mood depresi sering terjatuh, penggunaan
hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup, Angka kematian, angka sakit
jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau
kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang yang lama tidurnya antar 7-
8 jam per hari.
Jenis kelamin merupakan status gender dari seseorang yaitu laki-laki dan
perempuan. Menurut (Rawlins, 2001) wanita secara psikologis memiliki mekanisme
koping yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki dalam mengatasi suatu masalah.
Dengan adanya gangguan secara fisik maupun secara psikologis tersebut maka wanita akan
mengalami suatu kecemasan, jika kecemasan itu berlanjut maka akan mengalami suatu
kecemasan, jika kecemasan itu berlanjut maka akan mengakibatkan seseorang lansia lebih
sering mengalami kejadian insomnia dibandingkan dengan laki-laki.
Lingkungan fisik dimana seseorang secara signifikan mempengaruhi
kemampuan untuk memulai tahap tidur. Ventilasi yang baik sangat penting untuk tidur
nyenyak. Ukuran dan kenyamanan dan posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur.
Jika seseorang biasanya tidur dengan individu lain, maka tidur sendiri akan sering
menyebabkan terjaga. Di sisi lain, tidur dengan teman tidur yang gelisah atau mendengkur
dapat mengganggu tidur (Potter dan Perry, 2009).
Tidur penting untuk kesejahteraan fisik dan mental, mencegah kelelahan fisik dan
mental. Seseorang yang sedang sakit apabila mengalami kurang tidur dapat memperpanjang
waktu pemulihan dari sakit (hudak & Gallo, 1997). Bila seseorang tidak mampu memenuhi
kebutuhan tidur yang cukup akan mengalami masalah fisik dan mental, diantaranya :
perasaan capek, kurang konsentrasi, daya ingat berkurang, kurang mampu mengambil
keputusan, mudah tersinggung dan tidak rileks, mual, pusing serta meningkatkan risiko
kecelakaan (Prihardjo, 1996, WHO, 1998). Individu yang dirawat di Rumah Sakit sering
mengalami gangguan pemenuhan tidur, sering terjaga waktu tidur maupun bangun terlalu
dini (Black, 1997).
I
Sakit dapat memengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang dapat
memperbesar kebutuhan tidur seperti penyakit yang disebabkan oleh infeksi, terutama
infeksi limpa. Infeksi limpa berkaitan dengan keletihan, sehingga penderitanya
membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasinya. Banyak juga keadaan sakit
yang menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur.
Menurut National Sleep Foundation (2007) sekitar 67% dari 1.508 lansia di
Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3 %
lansia mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Di Indonesia,
gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Insomnia merupakan
gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20% - 50%
lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang
serius, padahal tidur diperlukan pasien dalam proses penyembuhan penyakitnya.
Gangguan tidur biasa terjadi pada masyarakat umum baik yang masih muda maupun
yang sudah lansia, insomnia merupakan gangguan yang sering terjadi. Masyarakat yang
mengalami insomnia dan berusaha mencari bantuan untuk mengatasi masalah ini mencapai
hingga 30%. Perilaku lain termasuk rasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari, sulit
tidur pada waktu tidur yang diinginkan, dan biasanya pada malam hari mengalami mimpi
buruk. Kelainan ini lebih sering terjadi pada lansia (Stuart dan Sundeen, 1998). Sebagian
besar lanjut usia yang menderita stres mengalami gangguan tidur. Stres yang dialami oleh
lansia dapat mempengaruhi kebutuhan waktu untuk tidur. Semakin tinggi tingkat stres pada
lansia maka kebutuhan waktu untuk tidur juga akan berkurang (Rafknowledge, 2004).
Setiap permasalahan kehidupan yang menimpa pada diri seseorang (stresor psikososial)
dapat mengakibatkan gangguan fungsi/faal organ tubuh, reaksi yang dialami oleh tubuh ini
dikatakan stres (Yosep, 2007). Stres yang terjadi pada lansia berhubungan dengan kematian
pasangan, status sosial ekonomi rendah, penyakit fisik yang menyertai, isolasi sosial dan
spiritual. Perubahan kedudukan, pensiun, serta menurunnya kondisi fisik dan mental juga
dapat mengakibatkan stres pada lansia (Nugroho, 2000).
Di Indonesia, gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun.
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun
diperkirakan sekitar 20% - 50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17%
mengalami gangguan tidur yang serius.
Data akurat insomnia di Sulawesi Selatan belum ada, sebagaimana data insomnia
untuk seluruh indonesia hanya berdasarkan perkiraan, sekitar 10 – 11,7 % dari jumlah
penduduk (Dinkes,2013).
Adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan tidur pada
lansia. Lansia yang tinggal dipanti werdha mempunyai lingkungan kehidupan yang berbeda
dengan lansia yang tinggal dirumah sendiri atau bersama keluarga. Sikap masyarakat atau
lingkungan sekitar terhadap lansia serta pendekatan terhadap mereka banyak
mempengaruhi harga diri dan tingkat kesehatan mereka. Berdasarkan hal diatas maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia yang tinggal di Panti Werdha.
B. Rumusan Masalah
.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin terhadap terjadinya pemenuhan kebutuhan
tidur pada lansia.
b. Untuk mengetahui hubungan lingkungan terhadap terjadinya pemenuhan kebutuhan tidur
pada lansia.
c. Untuk mengetahui hubungan kodisi fisik dengan pemenuhan kebutuhan tidur pada
lansia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang lanjut usia
1. Pengertian Lansia
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek
biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah
penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan
menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang
dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan
fungsi sel, jaringan, serta system organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia dipandang
sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa
kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai
beranggapan kehidupan masa tua seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
keluarga dan masyarakat.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik
yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figure
tubuh yang tidak proporsional (Nugroho,2006)
B. Tinjuan tentang tidur
1. Tidur
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu
terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indera
atau rangsangan yang cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini
tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologi, dan kesehatan.
Tidur merupakan suatu keadaan perilaku individu yang relative tenang disertai
peningkatan ambang rangsangan yang tinggi terhadap stimulus dari luar. Keadaan ini
bersifat teratur, silih berganti dengan keadaan terjaga (bangun), dan mudah dibangunkan
(Hartman).
Tidur menurut gulton (hidayat, 2008) tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana
individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yng sesuai atau juga dapat
dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relative, bukan hanya keadaan penuh
ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang,
dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat
perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar.
2. Kebutuhan tidur pada usia lanjut
Sebagian besar lansia berisiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat beberapa
faktor. Selama penuaan, terjadi perubahan fisik dan mental yang diikuti dengan perubahan
pola tidur yang khas yang membedakan dari orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan
itu mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur siang
.
Kurang tidur berkepanjangan dan sering terjadi dapat mengganggu kesehatan fisik
maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, usia lanjut mmbutuhkan waktu
tidur 6-7 jam perhari (Hidayat, 2008). Walaupun mereka menghabiskan lebih banyak waktu
di tempat tidur, tetapi usia lanjut sering mengeluh terbangun pada malam hari, memiliki
waktu tidur kurang total, mengambil lebih lama tidur, dan mengambil tidur siang lebih
banyak (Kryger et al, 2004). Sebagai contoh seorang lansia yang mengalami artritis
mempunyai kesulitan tidur akibat nyeri sendi. Kecnderungan tidur siang meningkat secara
progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur
dapat terjadi karena seringny terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan jumlah
waktu yang dihabiskan ditempat tidur menurun sejam atau lebih (Perry & Potter).
3. Fisiologi Tidur
Rata-rata dewasa sehat membutuhkan waktu 71/2 sampai 8 jam untuk tidur setiap
malam. Walaupun demikian, ada beberapa orang yang membutuhkan waktu tidur lebih atau
kurang. Tidur normal dipengaruhi oleh beberapa factor, misalnya usia.seseorang yang
berusia muda cenderung tidur lebih banyak bila dibandingkan dengan lansia.
Waktu tidur lansia berkurang berkaitan dengan faktor penuaan. Fisiologi tidur dapat
dilihat melalui gambaran elektrofisiologis sel-sel otak selama tidur. Pemeriksaan
polisomnografi sering dilakukan saat tidur malam hari. Alat tersebut dapat mencatat
aktivitas EEG, elektrookulografi, dan elektromiografi. Elektromiografi perifer berguna
untuk menilai gerakan abnormal saat tidur. Stadium tidur-diukur dengan polisomnografi-
terdiri atas tidur rapid eye movement (REM) dan tidur non-rapid eye movement (NREM).
Tidur REM disebut juga tidur D atau bermimpi karena dihubungkan dengan
bermimpi atau tidur paradoks karena EEG aktif selama fase ini. Tidur NREM disebut juga
tidur ortodoks atau tidur gelombang labat atau tidur S. Kedua stadium ini bergantian dalam
satu siklus yang berlansung antara 70 dan 120 menit. Secara umum ada 4-6 siklus REM-
NREM yang terjadi setiap malam. Periode tidur REM 1 berlansung antara 5-10 menit.
Makin larut malam, periode REM makin panjang. Tidur NREM terdiri atas empat stadium
yaitu stadium 1,2,3,4.
4. Jenis-jenis gangguan tidur
a. Insomnia
Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara
kualitas maupun kuntitas. Seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum cukup
tidur dapat disebut mengalami insomnia (Japardi,2002).

b. Somnambulisme
somnambulisme merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks
mencakup adanya otomatis dan semipurpeseful aksi motorik, seperti membuka pintu,
menutup pintu, duduk di tempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, dan berbicara.
Somnambulisme ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Seseorang yang mengalami somnabulisme mempunyai risiko terjadinya cedera.
c. Enurisis
Enursis adalah kencing yang tidak disengaja (mengompol). Terjadi pada anak-anak
dan remaja, paling banyak terjadi pada laki-laki. Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi
ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan enuresis seperti gangguan pada bladder, stres,
dan toilet training yang kaku. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah enuresis antara
lain : hindari stres, hindari minum banyak sebelum tidur, dan kosongkan kandung kemih
(berkemih dulu) sebelum tidur.
d. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh keinginan yang ta
terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan pula narkolepsi adalah serangan mengantuk yang
mendadak sehingga ia dapat tertidur pada setiap saat dimana serangan tidur (kantuk) dating.

e. Night terrors
Night terrors adalah mimpi buruk . Umumnya terjadi pada anak usia 6 tahun atau
lebih. Setelah tidur beberapa jam, anak tersebut langsung terjaga dan berteriak, pucat dan
ketakutan.
f. Mendengkur
Mendengkur disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan
mulut. Amandel yang membengkak dan adenoid dapat menjadi faktor yang turut
menyebabkan mendengkur. Pangkal lidah yang menyumbat saluran nafas pada lansia. Otot-
otot di bagian belakang mulut mengendur lalu bergetar jika dilewati udara pernafasan.
Berdasarkan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu,
gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur akibat
kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh zat.
1. Gangguan tidur primer
Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh gangguan
mental lain, kondisi medik umum, atau zat. Gangguan tidur ini dibagi dua yaitu disomnia
dan parasomnia.
2. Gangguan tidur yang terkait gangguan mental lain
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya keluhan gangguan
tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain (sering karena gangguan
mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai gangguan tidur tersendiri.
Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologik yang mendasari gangguan mental juga
mempengaruhi terjadinya gangguan tidur-bangun.
3. Gangguan tidur akibat kondisi medic umum
Gangguan akibat kondisi medic umum yaitu adanya keluhan gangguan tidur yang
menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum
terhadap siklus tidur-bangun.
4. Gangguan tidur akibat zat
Yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang menggunakan atau
menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi). Penilaian sistematik terhadap
seseorang yang mengalami keluhan tidur seperti evaluasi bentuk gangguan tidur yang
spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medik umum, dan zat atau medikasi yang
digunakan, perlu dilakukan.
C. Tinjauan tentang kebutuhan tidur
1. Pengertian kebutuhan tidur
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang.
Untuk dapat berfungsi secara optimal, maka setiap orang memerlukan istirahat dan tidur
yang cukup. Tidak terkecuali juga pada orang yang menderita sakit, mereka juga
memerlukan istirahat dan tidur yang memadai. Namun dalam keadaan sakit, pola tidur
seseorang biasanya terganggu, sehingga perawat perlu berupaya untuk mencukupi ataupun
memenuhi kebutuhan tidur tersebut.
Secara jelas tujuan tidur tidak diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk
menjaga keseimbangan mental emosional dan kesehatan. Selama tidur seseorang akan
mengulang (review) kembali kejadian-kejadian sehari-hari, memproses dan menggunakan
untuk masa depan.
Dampak yang terjadi apabila seseorang tidak mampu mencukupi kebutuhan
tidurnya, maka akan menimbulkan perubahan kepribadian dan perilaku seperti : agresif,
menarik diri atau depresi, rasa capai meningkat, gangguan persepsi, halusinasi pendengaran
atau pandangan, bingung dan disorientasi terhadap tempat dan waktu, koordinasi menurun
serta bicara tidak jelas, mudah tersinggung dan tidak rileks ( Norma Risnasari, 2003 ).

2. Tahap tidur
Selama tidur, tanpa di sadari seseorang telah melakukan lima tahapan proses tidur kelima
tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sadar sepenuhnya
Pada saat kita bangun/sadar sepenuhnya, otak mengeluarkan gelombang dengan
frekuensi sangat tinggi yang disebut beta brain waves,
b. Tidur tahap pertama
Pada saat kita mulai mengantuk, otak mengeluarkan alpha brain
waves (sejenis beta brain waves dengan frekuensi sedikit lebih rendah) dan sedikittheta
brain waves. Pada tahap ini, tubuh menjadi rileks dan detak jantung menjadi rendah. Tahap
pertama ini sering kita alami mungkin tambah disadari, ketika kulia dikelas mendengarkan
ceramah atau pada siang yang cerah, tenan dan damai. Tahap pertama ini dapat dikatakan
sebagai “ pintu masuk menuju tidur”.
c. Tidur tahap kedua
Pada tahap ini, kita mengalami pola brain wavesyang disebut sleep
spindles, dan K-Complexes. Hal-hal ini adalah aktivitas mendadak otak, dimana otak
seolah-olah melakukan “auto-off”. Pada tahapan ini kita masih sangat mudah untuk
dibangunkan. Sebagian besar orang yang dibangunkan ketika berada di tahap ini
mengatakan “ saya masih terbangun”.
d. Tidur tahap ketiga dan keempat (tidur lelap)
Pada tahap inilah kita dinyatakan benar-benar tidur. Pada saat ini, otak
mengeluarkan brein waves.Tekanan darah, repirasi dan detak jantung mencapai tahapan
terendah. Pembuluh darah melebar, dan sebagian besar darah yang biasanya tersimpan di
organ pergi untuk memperbaiki otot.
e. Tidur tahap kelima (tidur REM)
Sejauh ini ilmuan belum mengetahui apa tujuan dari tahapan ini. Tahapan ini
dikenal juga sebagai Rapid Eye Movement (REM) sleep, karena pada tahapan ini mata kita
bergerak secara cepat kesegala arah (namun tentunya mata masih berada di dalam rongga
mata). Pada tahapan ini jugalah biasanya kita mengalami mimpi. 95% orang mengalami
mimpi pada tidur REM ini. Keunikan lain dari tidur REM adalah, berbeda dengan tahapan
lain dalam tidur, pada saat ini otak justru mengeluarkan brain waves dengan frekuensi
sangat tinggi, menyerupai pada saat kita sepenuhnya terjaga.
3. Proses tidur
Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata 7 jam, kedua macam tidur yaitu REMS
dan NREMS bergantian selama 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup menjalani tidur
jenis REMS maka eseok harinya akan menunjukkan kecenderungan untuk hiperaktif,
kurang dapat mengendalikan diri dan emosinya, nafsu makan bertambah sedangkan jika
NREMS yang kurang cukup, maka esok harinya keadaan fisik menjadi kurang gesit.
4. Jenis tidur
Tidur terdapat dua jenis yaitu :
1. Tidur Gelombang Lambat/ Nonrapid Eye Movement (NREM) Jenis tidur ini dikenal
dengan tidur dalam, istirahat penuh, dengan gelombang otak yang lebih lambat. Ciri-cirinya
adalah mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah menurun, frekuensi napas
menurun, metabolism turun dan gerakan bola mata lambat.
a. Tahap pertama merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri : rileks,
masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke
samping, frekuensi nadi dan nafas sedikit menurun, dapat bangun segera selama tahap ini
berlansung selama lima menit.
b. Tahap kedua tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan ciri : Mata
umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi nafas menurun, temperature tubuh
menurun, metabolism menurun, berlansung pendek dan berakhir 5 – 10 menit.
c. Tahap ketiga tahap tidur dengan ciri : denyut nadi, frekuensi nafas dan proses tubuh
lainnya lambat, disebabkan oleh dominasi system saraf parasimpatis dan sulit bangun.
d. Tahap keempat tahap tidur dengan ciri : kecepatan jantung dan pernafasan turun, jarang
bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung turun, tonus otot
turun.
2. Tidur Paradoks/ Rapid Eye Movement (REM) Tidur jenis ini dapat berlansung pada tidur
malam selama 5-20 menit, rata-rata 90 menit. Periode pertama terjadi selama 80-100 menit,
namun bila kondisi orang sangat lelah maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini
tidak ada. Ciri-cirinya antara lain :
a. Biasanya di sertai dengan mimpi aktif
b. lebih sulit di bangunkan
c. Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertentu
d. Frekuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak teratur
e. Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
f. Mata cepat tertutup dan cepat terbuka, nadi cepat dan inregular, tekanan darah meningkat
dan fluktuasi, sekresi gaster meningkat, metabolisme meningkat
g. Pada tidur ini sangat peting untuk keseimbangan mental, emosi, dan berperan dalam
belajar, memori dan adptasi.
D. Faktor – faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang
kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Ada pula yang mengalami gangguan. Seseorang bisa
tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :
a. Usia

b. Status Kesehatan

c. Kondisi Fisik
d. Lingkungan
e. Motivasi

f. Stres Psikologis
g. Diet

h. Gaya hiup

i. Jenis Kelamin

BAB III

PIJAT KAKI REFLEKSI


A. DEFINISI
Foot Massage terdiri atas dua suku kata yaitu “foot” dan “massage”. Kata
“foot “ dalam bahasa inggris adalah kaki, sedangkan massage dalam bahasa inggris
adalah pijat. Dalam bahasa arab “mash” berarti memberikan penekanan yang
lembut. Massage adalah bentuk manipulasi yang dilakukan oleh manusia untuk
memberikan sentuhan pada bagian tubuh yang sakit. Massage adalah bentuk upaya
pencegahan dalam melakukan perawatan kesehatan dan berfungsi untuk
meningkatkan semangat hidup, mengurangi rasa letih, dan penyembuhan tubuh non
farmakologis dengan cara pemijatan titik titik tertentu pada tubuh (Namikoshi,
2006).
Menurut Pamungkas (2010) pijat kaki refleksiologi adalah suatu bentuk
pengobatan dengan adopsi ketahanan dan kekuatan dari tubuh sendiri, dengan
memijat pada area yang sudah dipetakan sesuai dengan letak zona terapi. Pijat
refleksi kaki juga didefinisikan sebagai bentuk pengobatan suatu penyakit untuk
memperlancar sistem peredaran tubuh melalui titik-titik saraf tertentu yang
menghubungkan organ tubuh manusia (Gillanders, 2005). Hal ini dikarenakan pada
area telapak kaki mempunyai titik-titik saraf tertentu dengan organ tubuh manusia.
Mekanisme kerja pijat refleksi kaki yaitu merangsang relaksasi pada area yang
berkaitan dengan persarafan kaki yang telah dipijat (Wijayakusuma, 2006)

B. MANFAAT
Pijat akan memberikan pengaruh pada kontraksi dinding kapiler sehingga akan
terjadi vasodilatasi pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Adanya
peningkatan peredaran oksigen dalam darah, pembuangan sampah metabolic akan
berdampak pada munculnya hormone endorphin untuk memberikan efek
kenyamanan ( Jurch, 2009 dalam Wahyuni, 2014)

C. INDIKASI
Indikasi merupakan kondisi tubuh yang dapat memberikan dapak yang baik ketika
diberikan pemijatan. Berikut ini adalah indikasi pijat refleksi kaki sebagai berikut :
a. Kondisi tubuh yang lelah
b. Ketidaknormalan tubh yang terjadi karena pengaruh cuaca atau kerja yang
berlebihan sehingga berakibat pada kekakuan otot dan nyeri sendi serta
gangguan
D. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi merupakan keadaaan dimana menjadi pantangan atau beresiko
terjadi dampak yang merugikan pada tubuh manusia. Beriku adalah kontraindikasi
pijat kaki refleksi sebagai berikut :
a. Klien dalam kondisi terserang penyakit menular
b. Klien dalam kondisi kalsifikasi pembuluh darah arteri
c. Klien dalam kondisi berpenyakit kulit dimana terdapat jejas, luka baru, cedera
akibat kecelakaan atau aktivitas lainnya
d. Klien sedang menderita fraktur dan masih ditemukan bekas cedera maupun luka
dan belum sembuh total
e. Klien sedang menderita tumor ganas/ kanker

E. TITIK REFLEKSI KAKI


Letak titik refleksi pada tersebar di semua bagian kaki. Beberapa area terdiri atas
telapak kaki (bagian bawah kaki), bagian lateral kaki, dan punggung kaki. Kedua
kaki berhubungan dengan mekanisme peredaran darah yang menuju organ tubuh
manusia
1. Titik Refleksi pada telapak kaki (bagian bawah kaki)
Titik refleksi yang berlokasi pada kaki bagian bawah berkaitan dengan semua
organ tubuh manusia. Area titik refleksi pada telapak kaki ini terdiri dari bagian
bawah jari-jari kaki, bagian depan, bagian tengah dan bagian belakang
a) Bagian bawah jari-jari kaki berkaitan dengan otak, dahi, hidung, leher,
mata, dan telinga
b) Bagian depan berkaitan dengan trapezius, bahu, kelenjar paratiroid,
kelenjar tiroid, dan paru-paru
c) Bagian tengah berkaitan dengan limpa, pancreas, kelenjar adrenalin,
ginjal, jantung, usus 12 jari, usus besar, dan lambung
d) Bagian Belakang berkaitan dengan saluran kemih, kandung kemih, usus
kecil, anus, rektum, kelenjar reproduksi, dan insomnia
2. Titik refleksi pada lateral kaki (bagian samping dalam kaki)
Titik refleksi pada area depan berkaitan dengan hidung, kelenjar tiroid, leher,
dan punggung. Pada area belakang titik refleksi berkaitan dengan kelangkang,
pinggang, vesika urinaria, femur, kelenjar getah bening, prostat, rahim, sternum,
dan anus
3. Titik Refleksi pada punggung kaki
Titik refleksi yang terdapat pada punggung telapak kaki bagian depan berkaitan
dengan organ kesimbangan, diafragma, dada, rahang, amandel, saluran
pernafasan, dan kelenjar getah bening. Pada bagian belakang dan lateral
berkaitan dengan lulut, pinggul, sendi siku, tulang belikat, sternum, dan indung
telu/ testis.

F. LANGKAH-LANGKAH FOOT MASSAGE


1. Penggunaan minyak atau hand-body untuk mencegah lecet pada kulit saat
dilakukan pemijatan
2. Teknik pemijatan dilakukan dengan sentakan-sentakan yang berirama teratur
bertujuan untuk meningkatkan peredaran aliran darah (Tairas,2007)
3. Pemijatan dengan ibu digunakan pada area kulit yang lunak dengan
pengecualian kuku. Pada area kulit yang tebal pada telapak kaki dapat
memanfaatkan tongkat kayu ( Tairas, 2007)
4. Pijatan yang diberikan cukup keras (kecual pada area sentrarefleks ) (Tairas,
2007)
5. Waktu yang diperlukan untuk pemijatan sekitae 5 menit. Jika klien menderita
sakit yang parah maka pada area refleksinya paling lama 10 menit
6. Setelah pemijatan tidak disarankan klien segera mandi karena akan berefek
badan gemetar kedinginan (Tairas, 2007)
7. Menyediakan tempat yang tenang dan nyaman
8. Menggunakan baju yang tidak membatasi pada area pemijatan
9. Effleurage (gerakan dengan mengusap ringan dan menenangkan saat mengawali
dan mengakhiri pijat untuk memeratakan minyak dan menghangatkan otot
10. Posisi klien saat pemijatan adalah berbaring denganmenutup bagian kaki dengan
handuk besar dari pinggang dan kaki

BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan
B. saran
1. Diharapkan kepada pihak panti, khususnya panti werdha gau mabaji kabupaten gowa
untuk melakukan pengkajian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan tidur pada lansia di panti werdha gau
2. Bagi masyarakat, dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan tidru pada lansia dapat memotivasi masyarakat dan para lansia untuk
memperhatikan kondisi dan faktor-faktor yang mengganggu pemenuhan tidur pada lansia.
3. Untuk peneliti selanjutnya agar meneliti lebih luas tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Wahyuni, Indah setya. 2014. “Pengaruh Massase Ekstremitas dengan Aroma Terapi
Lavender terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi di Kelurahan
Grendeng Purwokerto”. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu
Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman
Dionysia, Alvionita F.H. 2015. Pemberian Tindakan Masase Kaki dengan Minyak Sereh
Wangi terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Asuhan keperawatan Ny.S dengan
Hipertensi di RuangCEmpaka 2 RSUD Sukoharjo. STIKES Kusuma Husada. Surakarta.

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI MASSAGE KAKI


TERHADAP INSOMNIA PADA LANSIA
(Studi di Posyandu Lansia Kelurahan Jombatan Kecamatan Jombang
Kabupaten Jombang)

Niluh Dede Ayu Mayangsari * Endang Y ** Nining Mustika N ***

ABSTRAK

Pendahuluan: Kesulitan tidur atau insomnia pada lansia disebabkan oleh kemunduran
atau perubahan – perubahan pada fisik, psikologis, serta sosial yang akan berdampak
pada waktu tidur. Tujuan penelitian: mengetahui pengaruh teknik relaksasi massage
kaki terhadap insomnia pada lansia di posyandu lansia Kelurahan Jombatan
Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang. Metode: Desain penelitian ini adalah pra
eksperimen one group pre test post test desaign. Populasinya Semua lansia di
Posyandu Lansia Kelurahan Jombatan Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang
dengan jumlah sampel 48 orang. Tehnik sampling menggunakan simple random
sampling. Instrumen penelitian menggunakan lembar kuesioner dengan pengolahan
data editing, coding, scoring, tabulating dan analisis menggunakan uji wilcoxon. Hasil
penelitian: insomnia pada lansia sebelum teknik relaksasi massage kaki sebagian
besar (81,2%) sedang sejumlah 39 orang, insomnia pada lansia sesudah teknik
relaksasi massage kaki sebagian besar (83,3%) ringan sejumlah 40 orang. Berdasarkan
uji wilcoxon menunjukkan bahwa nilai signifikansi ( ) = 0,000 < (0,05), sehingga
H1 diterima. Kesimpulan: penelitian ini adalah ada pengaruh teknik relaksasi
massage kaki terhadap insomnia pada lansia di posyandu lansia Kelurahan Jombatan
Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang.

Kata Kunci : Terapi relaksasi massage kaki, Insomnia, Lansia


INFLUENCE OF FOOT MASSAGE RELAXATION TECHNIQUES
AGAINST INSOMNIA IN THE ELDERLY

(Studies in the Elderly Wards Jombatan Posyandu


subdistrict of Jombang Regency of Jombang)

ABSTRACT

Preliminary: Difficulty sleeping or insomnia in the elderly is caused by the decline or


changes in the physical, psychological, and social that will affect the time of sleep.
Purpose: The purpose of this research is to know the influence of foot massage
relaxation techniques against insomnia in elderly elderly at posyandu Village
Jombatan sub-district of Jombang Ticino. Method: The design of this research is the
pre experimental one group pre test post test desaign. The population is all of the
elderly in Elderly Wards Jombatan Posyandu subdistrict of Jombang Regency of
Jombang to the amount of sample 48 people. Sampling techniques using simple random
sampling. Research using questionnaires sheet instrument with data processing,
coding, editing, tabulating and scoring analysis using the wilcoxon test. Results: of
research of insomnia in elderly foot massage relaxation techniques before the majority
(81,2%) were a number of 39 people, insomnia in the elderly after the foot massage
relaxation techniques most (83,3%) light a number of 40 people. Based on a test of
wilcoxon significance value indicating that ( ) = 0,000 < (0,05), so that the H1 is
accepted. Conclusion: The conclusion from this study is there is the influence of foot
massage relaxation techniques against insomnia in elderly elderly at posyandu Village
Jombatan sub-district of Jombang Ticino.
Keywords: Relaxation therapy massage legs, Insomnia, Elderly

PENDAHULUAN memori dan konsentrasi dan lesu yang


mengganggu banyak aspek fungsi di
Kesulitan tidur atau insomnia pada siang hari (Ghaddafi M, 2013). Lansia
lansia disebabkan kemunduran atau yang beresiko mengalami gangguan pola
perubahan perubahan pada fisik, tidur
psikologis, serta sosial yang akan
berdampak pada waktu tidur. Insomnia
atau gangguan tidur adalah salah satu
gangguan yang terjadi pada lanjut usia
atau lansia (Potter & Perry, 2010).

Berdasarkan Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorders-IV
(DSMIV), sekitar 20-49% populasi
dewasa di Amerika Serikat pernah
mengalami gejala insomnia dan
diperkirakan 10-20% di antaranya
mengalami insomnia kronis. Data yang
dikumpulkan juga menyimpulkan
bahwa wanita memiliki resiko 1,5 kali
lebih tinggi untuk mengalami insomnia
dibandingkan dengan pria (Pramana,
2016). Semakin lanjut seseorang, makin
banyak terjadi insomnia. National Sleep
Foundation sekitar 67% dari 1,508
orang lansia di Amerika usia 65 tahun ke
atas melaporkan mengalami ganguan
tidur/insomnia (Gafur, 2015). Survey
epidemiologi di Indonesia 2015
pravelensi kejadian insomnia lansia
49% atau 9.3 juta lansia (Fransiska,
2015) Prevalensi Insomnia di Indonesia
pada lansia cukup tinggi, yaitu sebesar
67%. Penuaan dapat mengubah pola
tidur seseorang (Sayekti, 2016).

Berdasarkan studi pendahuluan pada


tanggal 27 Maret di Posyandu Lansia
Kelurahan Jombatan Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang dari 10
responden diketahui bahwa terdapat 7
responden atau lansia yang mengalami
gangguan tidur atau insomnia dan 3
orang tidak mengalami gangguan tidur
atau insomnia.

Gangguan tidur yang terkait seperti


kelelahan, cepat marah, penurunan
yang disebabkan beberapa faktor sereh. Masase pada kaki dan diakhiri
seperti misalnya perubahan pola sosial, masase pada telapak kaki akan
pensiunan, pasangan hidup atau teman
dekat, penggunaan obat-obatan,
penyakit yang dialami lansia,
gangguan mood, ansietas, kepercayaan
untuk tidur, kematian, dan perasaan
yang negatif merupakan indikator
terjadinya insomnia (Galea, 2008).
Lansia yang tidak mampu mengatasi
insomnia dapat menimbulkan dampak
dalam kesehariannya meliputi : (1)
Masalah kesehatan: menurunya daya
tahan tubuh untuk menangkal virus
dan penyakit karena penurunan
produksi cytokines sehingga lebih
rentan terhadap sakit. (2) Masalah
Psikologis: kurang tidur jenis REMS
tidak dapat mengendalikan diri,
meningkatnya kandungan ghrelin
menyebabkan nafsu makan bertambah,
menyebabkan amygdale (bagian otak
yang bertugas memproses emosi)
menjadi lebih aktif dan prefrontal
cortex (bagian otak depan) menjadi
kurang aktif sehingga menyebabkan
lansia lebih emosional (mudah marah),
rasa kantuk yang berlebihan, bingung,
disorientasi, gangguan memori dan
penurunan motivasi.
(3) Masalah Social: kurang dapat
menjalin hubungan interpersonal
dengan baik, sering salah dalam hal
berkomunikasi, malas keluar kamar
atau rumah, kurang dapat bekerja
dengan baik dan produktivitas
menurun (Joni, 2009).

Penanganan insomnia dapat dilakukan


terapi farmakologi dan non
farmakologi, penanganan secara
farmakologi seperti obat-obatan
seperti Antihistamin, Amitripilin,
Tradozon, Klonazepam, dan Zolpidem
(Bain,2006). Sedangkan secara non
farmakologi terapi pijat atau massage
(manipulative and body based
practice), dengan menggunakan obat
tradisional (ancient medical system)
(Suardi, 2011). Pengobatan non
farmakologi sering digunakan karena
lebih aman dan lebih efektif sampai
dilakukan pengobatan tradisional
meliputi masase dan aromaterapi
merangsang dan dapat menyegarkan editing, coding, scoring, tabulating dan
bagian kaki sehingga dapat memulihkan analisis menggunakan uji wilcoxon.
kembali sistem keseimbangan dan
membantu relaksasi. Teknik pemijatan
di titik tertentu dapat menghilangkan
HASIL PENELITIAN
sumbatan dalam darah, serta energi
dalam tubuh akan kembali lancar
Tabel 1 Distribusi Frekuensi responden
(Pamungkas, 2010). Terapi masase kaki
berdasarkan jenis kelamin
adalah terapi merambatkan ibu jari kaki
pada satu titik, teknik menekan dan No Jenis Frekuens Persentase
kelamin i (%)
menahan. Rangsangan-rangsangan 1 Laki-laki 18 37,5
berupa tekanan

pada tangan dan kaki dapat a2 Perempu 30 62,5


memancarkan
gelombang-gelombang relaksasi ke n
seluruh tubuh, terapi ini dapat di berikan Total 48 100.0
selama 2x seminggu dalam 3 minggu Sumber : Data primer 2018
selama 30 menit (Wahyuni, 2014). Pada
pengobatan non farmakologi ini lebih Berdasarkan tabel 1 menunjukkan
aman dan lebih ekonomis, karena tidak bahwa sebagian besar dari responden
ada obat, tindakan pembedahan serta berjenis kelamin perempuan sejumlah
alat – alat kedokteran yang tidak 30 orang (62,5%).
digunakan. Metode ini dirasa lebih
aman untuk digunakan karena kecilnya Tabel 2 Distribusi Frekuensi responden
efek samping yang ditimbulkan (Galea, berdasarkan pekerjaan
2008).

Berdasarkan uraian di atas peneliti Frekuen Persentas


tertarik No Pekerjaan

untuk melakukan penelitian Jombatan Kecamatan Jombang


tentang Pengaruh Teknik Kabupaten Jombang yang berjumlah 53
Relaksasi Massage Kaki Terhadap orang dan jumlah sampel 48 orang.
Insomnia Pada Lansia Tehnik sampling menggunakan simple
di Posyandu LansiaKelurahan random sampling.
Jombatan Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang. Tujuan Variabel independen dalam penelitian ini
penelitian untuk adalah teknik relaksasi massage kaki dan
menganalisis pengaruh variabel dependen adalah insomnia pada
teknik relaksasi massage kaki lansia. Instrumen penelitian
terhadap insomnia pada lansia di menggunakan lembar kuesioner dengan
posyandu lansia Kelurahan Jombatan pengolahan data
Kecamatan Jombang Kabupaten
Jombang.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah pra


eksperimen one group pre test post test
desaign. Populasinya adalah Semua
lansia di Posyandu Lansia Kelurahan
si e (%)
1 Tani 5 10.4
2 Rumah tangga 43 89.6
Total 48 100.0
Sumber : Data primer 2018

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan


bahwa hampir seluruh dari responden
menjadi ibu rumah tangga sejumlah 43
orang (89,6%).

Tabel 3 Distribusi Frekuensi


responden berdasarkan pola makan
No Pola Makan Frekuensi Persentase
(%)
1 ≥ 3 kali sehari 48 100.0
2 < 3 kali sehari 0 0
Total 48 100.0

Sumber : Data primer 2018

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan


bahwa seluruh responden pola makan
sejumlah ≥ 3 kali sehari sejumlah 48
orang (100%).

Tabel 4 Distribusi Frekuensi


responden berdasarkan kebiasaan
merokok
N Frekuen Persenta Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa
Merok s s
o

o k i e (%) hampir seluruhnya


1 Ya 4 8.3 responden mendapatkan
2 Tidak 44 91.7 sumber informasi dari petugas
Total 48 100.0 kesehatan sejumlah 32 orang (84,2%).
Sumber : Data primer 2018
Data khusus
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan
bahwa hampir seluruhnya responden Tabel 8 Distribusi frekuensi responden
tidak merokok sejumlah 44 orang berdasarkan insomnia pada lansia
(91,7%). sebelum teknik relaksasi massage kaki
Tabel 5 Distribusi Frekuensi responden di Posyandu lansia Kelurahan Jombatan
berdasarkan Alkohol dan obat-obatan Kecamatan

Jombang Kabupaten Jombang bulan Mei


No Alkohol dan Frekuensi Persentase
obat-obatan (%) 2018
Tidak Persentase
1 menghinda 13 27.1 No Pre test Frekuensi
ri
Menghinda (%)
ri 1 Berat 9 18.8
minum 35 72.9 2 Sedang 39 81.2
2 alkohol 3 Ringan 0 0
atau

obat terlarang Total 48 100.0


Total 48 100.0 Sumber : Data primer 2018
Sumber : Data primer 2018
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya responden 39
bahwa sebagian besar responden orang (81,2%) sebelum dilakukan
menghindari minum alkohol atau obat teknik relaksasi massage kaki
terlarang sejumlah 35 orang (72.9%). mengalami insomnia sedang.

Tabel 6 Distribusi Frekuensi responden Tabel 9 Distribusi frekuensi responden


berdasarkan informasi berdasarkan insomnia pada lansia
Persentas sesudah teknik relaksasi massage kaki di
No Informasi Frekuensi
e (%) Posyandu lansia Kelurahan Jombatan
1 Pernah 38 79.2 Kecamatan Jombang Kabupaten
2 Tidak pernah 10 20.8 Jombang bulan Mei 2018
Total 48 100.0
No Post test Frekuensi Persentase
Sumber : Data primer 2018
(%)
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan 1 Berat 0 0
bahwa hampir seluruhnya responden 2 Sedan 8 16.7
pernah mendapatkan informasi g
sejumlah 38 orang (79,2%). 3 Ringan 40 83.3
Total 48 100.0
Tabel 7 Distribusi Frekuensi responden Sumber : Data primer 2018
berdasarkan sumber informasi
Berdasarkan tabel 9 menunjukkan
bahwa hampir seluruhnya responden 40
orang
relaksasiSumber Frekuen Persentase (83,3%) sesudah dilakukan teknik
No
Informasi si (%) massage kaki mengalami insomnia
ringan.
Petugas
1 kesehata 32 84.2
n Tabel 10 Tabulasi silang pengaruh teknik

Majalah 2 5.3 relaksasi massage kaki terhadap


2
3 Radio/TV 4 10.5 insomnia pada lansia di Posyandu lansia
4 Total 38 100.0 Kelurahan Jombatan Kecamatan
Sumber : Data primer 2018 Jombang Kabupaten Jombang bulan
Mei 2018
Relaksasi massage kaki Berdasarkan hasil tabulasi kuesioner
Pre didapatkan hasil rata-rata tertinggi pada
Insomnia
% Post %
test test parameter lama tidur yaitu kurang dari 4

Berat 18. jam 30 menit sejumlah 2.45, menurut


9 0 0
8 pendapat peneliti bahwa rata-rata lansia
Sedang 81. sebelum diberi terapi massage kaki
39 8 16.7
2 banyak yang mengalami kurang tidur.
Berdasarkan
Ringan 0 0 40 83.3 rumah tangga kurang dalam melakukan
Total 48 100.0 48 100.0 aktifitas sehari-hari sehingga membuat
Uji wilcoxon = (0,000) hidupnya kurang bisa bergaul dengan
Sumber : Data primer 2018 teman-teman yang sama-sama
bekerja, sehingga bisa membuat
Berdasarkan tabel 10 menunjukkan responden mengalami insomnia karena
bahwa dari 48 responden insomnia pada banyak nya pikiran yang dihadapinya.
lansia sebelum teknik relaksasi massage
kaki hampir seluruh adalah sedang
sejumlah 39 responden (81,2%) dan
insomnia pada lansia sesudah teknik
relaksasi massage kaki hampir seluruh
adalah ringan sejumlah 40 responden
(83,3%).

Hasil uji statistik wilcoxon diperoleh


angka signifikan atau nilai probabilitas
(0,000) jauh lebih rendah standart
signifikan dari 0,05 atau (p < ), H1
diterima yang berarti ada pengaruh
teknik relaksasi massage kaki terhadap
insomnia pada lansia di Posyandu lansia
Kelurahan Jombatan Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang.

PEMBAHASAN

Insomnia pada lansia sebelum teknik


relaksasi massage kaki

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan


bahwa hampir seluruhnya responden 39
orang (81,2%) sebelum dilakukan
teknik relaksasi massage kaki
mengalami insomnia sedang.

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan


bahwa hampir seluruh dari responden
menjadi ibu rumah tangga sejumlah 43
orang (89,6%). Menurut peneliti
responden yang bekerja sebagai ibu
tabel 3 menunjukkan bahwa seluruh
responden pola makan sejumlah ≥ 3
kali sehari sejumlah 48 orang (100%).

Menurut peneliti responden yang pola


makannya lebih dari 3 kali sehari akan
mudah kenyang dan cukup nutrisi
sehingga mudah untuk tidur dan pada
akhirnya bisa mengobati penyakit
insomnia pada lansia. Selain itu
dengan pola makan yang cukup
menunjukkan bahwa lansia sudah
tercukupi dalam hal kebutuhan pokok
sehingga bisa berfikir tenang dan bisa
membuat tidur menjadi nyaman.

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan


bahwa hampir seluruhnya responden
tidak merokok sejumlah 44 orang
(91,7%). Menurut peneliti responden
yang tidak merokok menunjukkan
bahwa lansia masih menjaga
kesehatan, lansia yang tidak merokok
akan membuat lansia mudah untuk
tidur dan tidak mengalami insomnia.
Selain itu didalam rokok mengandung
nikotin yang tinggi bisa menyebabkan
responden susah tidur dan akhirnya
terjadi insomnia.

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan


bahwa sebagian besar responden
menghindari minum alkohol atau obat
terlarang sejumlah 35 orang (72.9%).
Menurut peneliti sebelum dilakukan
teknik relaksasi massage kaki sebagian
besar 39 responden (81,2%)
mengalami insomnia sedang yang
disebabkan oleh gangguan psikologis
yang terjadi pada lansia seperti
kebanyakan pikiran diikuti perasaan
cemas, khawatir, serta lingkungan
yang tidak mendukung sehingga
pikiran lansia berfokus pada satu hal
saja sehingga mereka sulit untuk
mengawali tidurnya. Insomnia
merupakan gejala atau kelainan dalam
tidur yang berupa sulit untuk tertidur
atau mempertahankan tidurnya
walaupun berkesempatan untuk itu.
Insomnia bukan
merupakan suatu penyakit, akan tetapi nyaman yang dirasakan sehingga
gejala yang memiliki penyebab seperti memberikan keseimbangan emosi,
halnya kelainan emosional, fisik dan ketegangan pikiran serta meningkatkan
pemakaian obat – obatan, pola tidur kualitas tidur.
tidak teratur, pola hidup tidak sehat,
bahkan kadang adanya permasalahan
psikologi sehingga menyebabkan stres
yang berkepanjangan (Nugroho, 2008).

Kondisi fisik dan psikologis responden


seiring dengan terjadinya proses
penuaan berdampak pada terjadinya
insomnia pada lansia. Dengan adanya
gangguan tidur, para lansia tidak dapat
mengembalikan kondisi tubuhnya
dengan baik sehingga mengakibatkan
kondisi mudah marah, kelelahan,
pusing, cemas dan stres. Berkurangnya
kemampuan daptasi lansia terhadap
perubahan-perubahan merupakan hal
yang normal pada lansia. Perubahan-
perubahan ini bersamaan dengan
perubahan fisik dan lain (Arysta et al,
2013).

Insomnia pada lansia sesudah teknik


relaksasi massage kaki

Berdasarkan tabel 9 menunjukkan


bahwa hampir seluruhnya responden 40
orang (83,3%) sesudah dilakukan teknik
relaksasi massage kaki mengalami
insomnia ringan.

Menurut peneliti insomnia berat


sebelum dilakukan teknik relaksasi
massage kaki berjumlah 9 responden
(18,8%) setelah dilakukan terapi
massage kaki terdapat penurunan
menjadi (0%), insomnia sedang
sebelum dilakukan teknik relaksasi
massage kaki berjumlah 39 responden
(81,2%) setelah dilakukan teknik
relaksasi massage kaki terdapat
penurunan menjadi
8 responden (16,7%), insomnia ringan
sebelum dilakukan teknik relaksasi
massage kaki berjumlah 0% setelah
dilakukan teknik massage kaki menjadi
40 responden (83,3%). Manfaat dari
massage kaki dapat membantu
mengoptimalkan kesehatan tubuh dan
menimbulkan rasa rileks dan perasaan
Berdasarkan jurnal Riko Setyawan sedang sejumlah 39 responden (81,2%)
(2017) Massage merupakan suatu dan insomnia pada lansia sesudah teknik
teknik yang dapat memperlancar relaksasi massage
peredaran darah, memberikan rasa
rileks pada tubuh, menghilangkan stres,
menghilangkan rasa lelah dan letih
sehingga dapat membuat kualitas tidur
meningkat, dengan melakukan tekanan
pada titik tertentu. Ketika jaringan otot
kontraksi saat massage akan membuat
sistem syaraf disekitar area dimassage
juga ikut tertekan dan jaringan otot
rileks maka saraf juga akan teregang,
sehingga meningkatkan aktivitas
parasimpatis untuk mengeluarkan
neurotransmitter seperti hormon
endorphin, serotonin, asetikolin.
Melalui respon yang dihasilkan oleh
otak peningkatan level serotonindapat
mengurangi efek psikis dari stres dan
mengurangi efek psiko seperti
hipertensi, hormon yang dikeluarkan
medula adrenal pada massa stress yaitu
norepineprin dan epineprin yang
dilepaskan oleh kelenjar adrenal dalam
darah dapat meningkatkan respon
“fight and fight” (Olney, 2005).
Pengeluaran endorfin mengakibatkan
meningkatnya kadar endorfin dalam
tubuh. Peningkatan hormon endorfin
merangsang produksi hormon dopamin
dan hormon serotonin. Hormon
dopamin yang meningkat
menyebabkan kecemasan berkurang
sedangkan hormon serotonin yang
meningkat dapat mengurangi insomnia
pada lansia (Arisanti, 2012).

Berdasarkan hasil tabulasi kuesioner


didapatkan hasil rata-rata terendah
pada parameter bangun pada waktu
biasanya sejumlah 0,54, menurut
pendapat peneliti bahwa rata-rata
lansia sesudah diberi terapi massage
kaki bangun sudah normal kembali
atau seperti biasanya.

Pengaruh teknik relaksasi massage


kaki terhadap insomnia pada lansia

Berdasarkan tabel 10 menunjukkan


bahwa dari 48 responden insomnia
pada lansia sebelum teknik relaksasi
massage kaki hampir seluruh adalah
kaki hampir seluruh adalah ringan terapi masase kaki dan aroma terapi sereh
sejumlah 40 responden (83,3%). efektif dalam menurunkan tingkat
insomnia pada lansia ditunjukkan dengan
Hasil uji statistik wilcoxon diperoleh Hasil uji paired sample t-test insomnia
angka signifikan atau nilai probabilitas pre test dan post
(0,000) jauh lebih rendah standart
signifikan dari 0,05 atau (p < ), H1
diterima yang berarti ada pengaruh
teknik relaksasi massage kaki terhadap
insomnia pada lansia di Posyandu lansia
Kelurahan Jombatan Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang.

Menurut peneliti setelah dilakukan


terapi relaksasi massage kaki para lansia
yang sebelumnya mengalami insomnia
berat atau sedang akan menurun
menjadi insomnia ringan, hal ini
dikarenakan massage kaki memiliki
banyak manfaat positif bagi tubuh kita.
Massage kaki dapat membantu
mengoptimalkan kesehatan tubuh dan
menimbulkan rasa rileks serta perasaaan
nyaman yang dirasakan dapat
menurunkan produksi kortisol dalam
darah sehingga memberikan
keseimbangan emosi, ketenangan
pikiran sehingga para lansia kualitas
tidurnya bisa meningkat.

Setelah dilakukan relaksasi massage


kaki insomnia berat menjadi insomnia
ringan sejumlah 1 orang, insomnia berat
menjadi insomnia sedang sejumlah 8
orang, insomnia sedang menjadi
insomnia ringan sejumlah 39 orang.

Berdasarkan jurnal Wildan Fahad Al


Azis. (2016). Pengaruh Masase Kaki
Dan Aromaterapi Sereh Terhadap
Penurunan Insomnia Pada Lansia Di
Panti Wredha Daerah Surakarta,
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan ada pengaruh masase kaki
dan aroma terapi sereh terhadap
penurunan insomnia pada lansia di Panti
Wredha Dharma Bhakti Pajang
Surakarta yaitu pre test kelompok
kontrol dengan kelompok ekseperimen
sebesar t hitung 1,639 (p-value = 0,112).
Dan post test kelompok ekseperimen
dan kelompok kontrol sebesar t hitung
3,919 (p-value = 0,001). Pemberian
test kelompok eksperimen diperoleh dengan teknik relaksasi massage
sebesar thitung sebesar 7,544 (p-value kaki.
= 0,000) dan hasil uji insomnia pre test
dan post test kelompok kontrol
diperoleh nilai t hitung sebesar 1,740
(p-value = 0,104)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Insomnia pada lansia di Posyandu


lansia Kelurahan Jombatan
Kecamatan Jombang Kabupaten
Jombang sebelum dilakukan teknik
relaksasi massage kaki sebagian
besar adalah sedang
2. Insomnia pada lansia di Posyandu
lansia Kelurahan Jombatan
Kecamatan Jombang Kabupaten
Jombang sesudah dilakukan teknik
relaksasi massage kaki sebagian
besar adalah ringan.
3. Ada Pengaruh teknik relaksasi
massage kaki terhadap insomnia
pada lansia di Posyandu lansia
Kelurahan Jombatan Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang.

Saran

1. Bagi keluarga lansia


Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menambah wawasan bagi
keluarga lansia yang mengalami
insomnia untuk segera melakukan
teknik relaksasi massage agar
insomnia berkurang.
2. Bagi petugas kesehatan
Diharapkan bagi petugas kesehatan
khususnya kader posyandu sebagai
salah satu terapi komplementer
untuk mengatasi insomnia terutama
bagi lansia.
3. Peneliti selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti
selanjutnya untuk melakukan
penelitian lebih lanjut yang
berhubungan dengan insomnia pada
lansia dan mencari variabel lain
seperti stroke agar dapat diturunkan
KEPUSTAKAAN

Arysta et al, 2013. Gangguan tidur pada para


lansia.
http://digilib.unila.ac.id/6613/15.p df.
Diakses 15/03/2018. Diakses
15/03/2018

Azis, 2014. Pengaruh Terapi pijat (Massage)


Terhadap Tingkat Insomnia Pada
Lansia
http://eprints.ums.ac.id/44707/1.
Diakses 15/03/2018

Departemen Kesehatan RI. 2010.


Pengelompokkan lansia.
http://digilib.unila.ac.id/6613/15.p df.
Diakses 15/03/2018. Diakses
15/03/2018

Ghaddafi, 2013. Tatalaksana Insomnia Non-


Farmakologi.
http://download.portalgaruda.org/a
rticle. Diakses 15/03/2018

Joni, 2009. Dampak insomnia pada lansia.


http://digilib.unimus.ac.id/downloa d.
Diakses 15/03/2018

Nugroho, 2008. Keperawatan Gerontik Dan


Geriatrik. Jakarta: EGC.

Pamungkas, 2010 . Masase pada kaki.


http://eprints.ums.ac.id/44707/1.
Diakses 12/03/2018

Galea, M. 2008. Data Insomnia.


http://eprints.ums.ac.id/44707/1.
Diakses 15/03/2018

PENGARUH FOOD MASSAGE TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA


LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI KASIH SURAKARTA

Dwi Ariani, Suryanti


Poltekkes Kemenkes Surakarta Jurusan Keperawatan

Abstract
Background: Sleep disorders the elderly in the Panti wredha Dharma Bhakti Kasih
Surakarta can result in impaired immune function, decrease respiratory muscle capacity,
disruption of metabolic system, disruption of central nervous system regulation and
psychological condition of patients impacting on long treatment period. Foot Massage is
one of the complementary therapies that is considered safe and easy to administer and
has the effect of improving circulation, removing the rest of the metabolism, increasing
the range of motion of the joints, reducing the pain, relaxing muscles and providing
comfort to the patient. The purpose of this study is to identify differences inthe effect of
sleep quality score on control and treatment groups. Methods: This quasi experimental
study used a control group and a treatment group where each group performed a pretest
and posttest assessment. The sample size was 40 patients. Sleep quality instrument used
Richard Campbell Sleep Questionnaire (RCSQ). Data were analyzed by paired t test and
unpaired t test. Results: The results showed that there was no significant difference in
sleep quality. while in the treatment group, showed that there was a significant difference
on sleep quality The difference of sleep quality score in control group and treatment
group was significantly. Conclusion: Therefore, it can be concluded that sleep quality
scores in the intervention group were higher than in the control group, thus foot massage
is suggested to be used as evidence- based in hospitals as one of the complementary
therapies that can be used as self-care interventions to help overcome patients with
critical sleepdisorder.

Keywords: Foot massage, Sleep disorder, Elderly

PENDAHULUAN Word Health Organization (WHO)


Lanjut usia adalah kelanjutan dari mengatakan populasi lansia yang berusia
usia dewasa yang merupakan proses alami diatas 60 tahun diperkirakan menjadi dua
yang sudah ditentukan oleh Tuhan Yang kali lipat dari 11% pada tahun 2000 dan
Maha Esa (Nugroho, 2008). Akibatnya akan bertambah menjadi 22% tahun 2050.
jumlah lanjut usia semakin bertambah dan Pada tahun 2000 penduduk lansia
cenderung lebih cepat dan pesat populasinya berjumlah 605 juta jiwa dan
(Nugroho, 2006). Sistem tubuh pada akan bertambah menjadi 2 miliar pada
lanjut usia akan mengalami penurunan tahun 2050 (WHO, 2012). Berdasarkan
diberbagai aspek baik biologis, fisiologis, hasil Susenas tahun 2013, jumlah lansia di
psikososial, maupun spiritual yang Indonesia telah mencapai 20,40 juta orang
merupakan suatu proses penuaan (Stanley atau sekitar 8,05% dari total penduduk
& Beare, 2006). Indonesia. Jumlah penduduk di Indonesia

87
Dwi Ariani, Pengaruh Food Massage Terhadap Kualitas 88

diperkirakan akan terus bertambah aman, efektif, dan tanpa efek samping
menjadi sekitar 450.000 jiwa per tahun. seperti terapi komplementer yang
Dengan demikian, jumlah termasuk terapi pengobatan alamiah.
penduduk lansia di Indonesia padatahun Menurut National Institute of
2025 akan bertambah sekitar 34,22 juta Health (NIH), terapi komplementer
jiwa (BPS, 2013). Semakin bertambahnya dikategorikan menjadi 5 yaitu : (1)
umur manusia, akan terjadi proses Biological based practice : Herbal,
penuaan dengan diikuti berbagai vitamin dan suplemen lain, (2)Mind-body
permasalahan kesehatan terutama secara techniques : Meditasi, (3) Manipulative
degeneratif yang berdampak pada and body-based practice : Pijat (massage),
perubahan-perubahan pada diri manusia refleksi (4) Energy therapies : Terapi
baik dari perubahan fisik, kognitif, medan magnet, (5) Ancient medical
perasaan, sosial, dan seksual(Azizah, systems : Obat tradisional chinese,
2011). Perubahan-perubahan tersebut ayurvedic, akupuntur (Suardi, 2011). .
dapat menimbulkan berbagai macam Terapi pijat (massage) merupakan
gangguan, salah satunya adalah gangguan tindakan manipulasi otot-otot dan jaringan
sulit tidur (insomnia). Lansia yang berusia dalam tubuh dengan tekanan, menggosok,
diatas 65 tahun yang tinggal di rumah dan vibrasi atau getaran dengan
mengalami gangguan tidur sebesar 50% menggunakan sentuhan tangan, jari-jari
dan lansia yang tinggal di fasilitas tangan, sikut, kaki, dan alat-alat manual
perawatan jangka panjang sebesar 66%. atau elektrik untuk memperbaiki kondisi
Lansia mengalami penurunan kesehatan (Nurgiwiati, 2015).
efektifitas tidur pada malam hari sebesar Menurut penelitian yang dilakukan
70-80% dibanding dengan usia muda, Aziz (2014), yaitu penelitian untuk
dimana 1 dari 4 lansia yang berusia 60 mencari pengaruh terapi pijat (massage)
tahun atau lebih mengalami gangguan terhadap tingkat insomnia pada lansia,
tidur (Adiyati, 2010). Menurut Widya dari penelitian tersebut didapatkan ada
(2010), insomnia merupakan suatu pengaruh yang signifikan antara terapi
keadaan dimana seseorang sulit untuk pijat (massage) terhadap tingkat insomnia
tidur atau tidak dapat tidur dengan pada lansia.
nyenyak. Berdasarkan hasil survey
Penanganan insomnia dapat pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
dilakukan secara farmakologis dan non pada bulan Januari di Panti Wreda
farmakologis. Penanganan secara Dharma Bakti Kasih Surakarta bahwa
farmakologis seperti obat-obatan hipnotik jumlah lansia yang tinggal saat ini
sedatif seperti Zolpidem, Tradozon, berjumlah 58 Lansia. Hasil wawancara
Lorazepam, Fenobarbital, Diazepam, yang dilakukan peneliti di Panti Wreda
Klonazepam, dan Amitripilin yang akan Dharma Bakti Kasih Surakarta terhadap
memiliki efek samping seperti gangguan 58 lansia didapatkan 25 lansia yang
koordinasi berfikir, gangguan fungsi mengalami gangguan tidur.
mental, amnesia anterograd, Gangguan tidur yang dialami oleh
ketergantungan, dan bersifat racun (Wiria, para lansia tersebut seperti kesulitan untuk
2008). Sedangkan penanganan non tidur, sering terbangun pada malam hari,
farmakologis termasuk penanganan yang dan kesulitan untuk tidur kembali. Upaya
Dwi Ariani, Pengaruh Food Massage Terhadap Kualitas 89

yang dilakukan oleh petugas kesehatan HASIL PENELITIAN


tersebut dalam menangani gangguan tidur Distribusi Kualitas Tidur Sebelum
adalah dengan pemberian obat tidur atau dan sesudah dilakukan Perendaman Kaki
terapi farmakologis, sedangkan pemberian Pada Kelompok Kontrol di Panti Wredha
terapi farmakologis dalam waktu lama Dharma Bakti Kasih Surakarta
dapat memberikan efek yang tidak baik
bagi kesehatan lansia yaitu seperti Tabel 1. Distribusi Kualitas Tidur
gangguan koordinasi berpikir, gangguan Sebelum dilakukan Perendaman Kaki
fungsi mental, amnesia anterograd, Pada Kelompok kontrol di Panti Wredha
ketergantungan dan bersifat racun. Dharma Bakti Kasih Surakarta.
Petugas kesehatan tersebut belum pernah Freque Perce Valid Cumulati
memberikan pengobatan secara non ncy nt Percent v
e Percent
farmakologis seperti masase kaki. ValidBuruk 20 100.0 100.0 100.0
Berdasarkan latar belakang diatas, masase Dari 20 responden sebelum
dapat menurunkan insomnia pada lansia, dilakukan rendam, kaki mengalami
maka peneliti tertarik untuk melakukan kualitas tidur buruk sebanyak 20
penelitian tentang : Pengaruh Foot responden.
Massage kaki terhadap kualitas tidur
pada lansia di Panti Wredha Dharma Bakti Tabel 2. Distribusi Kualitas Tidur
Kasih Surakarta . Sesudah dilakukan Perendaman Kaki Pada
Kelompok kontrol di Panti Wredha
METODE PENELITIAN Dharma Bakti Kasih Surakarta.
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Frequen Perce Valid Cumulativ
Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta cy nt Percent e
Percent
pada bulan Mei – Juli 2018. Responden Baik 6 30.0 30.0 30.0
diminta ntk berpartisipasi dalam penelitian Vali Buruk 14 70.0 70.0 100.0
ini serta bersedia menandatangani d
Total 20 100.0 100.0
Informmed consent. Responden merpakan Dari 20 responden setelah
Lansia dengan Total Sample. Kemdian diberikan tindakan remdam kaki
dilakkan ramdomisasi sederhana dibagi 2 mengalami peningkatan kualitas tidur,
kelompok masing-masing terpilih 20 dari 20 responden yang mengalami
responden. Pada kelompok satu kualitas tidur buruk menajadi 6 yang
(intervensi) diberi tindakan dengan Foot mengalami kualitas tidur baik dan 14
Massage (pemijatan) pada kaki dengan mengalami kualitas tidur buruk.
rendam air hangat pada kaki sedangkan
kelompok satunya (kontrol) diberi Tabel 3. Pengaruh Perendaman Kaki
tindakan remdam kaki dengan air hangat. terhadap Kualitas tidur lansia di Panti
Selama penelitian berlangsung responden Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta
tidak ada yang droup out, sehingga semua Potest_Kontrol
responden dapat mengikuti penelitian -
sampai akhir. Pretest_Kontro
l
Z -2.214b
Asymp. Sig. (2-tailed) .027
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive
ranks.
Dwi Ariani, Pengaruh Food Massage Terhadap Kualitas 90

Tidak ada pengaruh perendaman Tabel 6. Pengaruh Pemijatan dan


Kaki terhadap kualitas tidur pada lansia di Perendaman Kaki terhadap Kualitas tidur
Panti Wredha Dharma Bakti Kasih lansia di Panti Wredha Dharma Bakti
Surakarta di tunjukkan oleh angka 0,027 > Kasih Surakarta.
0,005 yang artinya tidak signifikan. Postest_Intervensi -
Distribusi Kualitas Tidur Sebelum Pretest_Intervensi
dan sesudah dilakukan Pemijatan dan Z -3.225b
Perendaman Kaki Pada Kelompok Asymp. Sig. (2- .001
Intervensi di Panti Wredha Dharma Bakti tailed)
Kasih Surakarta Ada pengaruh foot massage
(pemijatan) dan perendaman Kaki
erhadap
t kualitas tidur lansia di Panti
Tabel. 4. Distribusi Kualitas Tidur Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta di
Sebelum dilakukan Pemijatan dan
unjukkan
t oleh angka 0,001 < 0,005 yang
Perendaman Kaki Pada Kelompok
Intervensi. artinya signifikan.
Valid Cumulative Hasil uji Wilcocxon terhadap
Frequency Percent Percent Percent k
Dari 20 20
Valid Buruk 100.0
responden 100.0
(100%) 100.0 Iualitas tidur pada pada Kelompok
sebelum diberikan tindakan Foot Massage ntervensi dan Kelompok Kontrol pada
Semua mengalami kualitas tidur yang Lansia di Panti Wredha Dharma Bakti
buruk. Kasih Surakarta.

Tabel 5. Distribusi Kualitas Tidur Setelah Tabel 7. Pengaruh foot massage dan
dilakukan Pemijatan dan Perendaman Kaki perendaman kaki terhadap kualitas tidur
Pada Kelompok Intervensi. Pada Kelompok Intervensi dan kelompok
Valid Cumulat kontrol di Panti Wredha Dharma Bhakti
Fre Perce Percent ive
q nt Percent Kasih Surakarta
Baik 9 45.0 45.0 45.0 Kualitas Tidur
Vali 11 55.0 55.0 100.0 Mann-Whitney U 93.500
d Buruk Wilcoxon W 303.500
Tota 20 100.0 100.0 Z -2.933
l Asymp. Sig. (2-tailed) .003
Dari 20 responden (100%) setelah Exact Sig. [2*(1- .003b
tailed
diberikan tindakan Foot Massage Sig.)]
mengalami peningkatan kualitas tidur dari Berdasarkan Tabel 7 diperoleh
20 responden (100%) yang mengalami data hasil uji Wilcocxon dengan
kualitas tidur buruk menjadi 9 (45%) yang probabilitas 0,003 dengan kriteria P <
mengalami kalitas tidur baik dan 11 (55%) 0,05, sehingga terjadi perubahan kualitas
mengalami kualitas tidur buruk. tidur pada Lansia ditunjukkan oleh angka
0.003 < 0,05 yang artinya Ha diterima dan
Ho ditolak.
Dwi Ariani, Pengaruh Food Massage Terhadap Kualitas 91

PEMBAHASAN arthritis. Kecenderungan untuk tidur siang


Kualitas Tidur sebelum dan kelihatannya meningkat secara progresif
sesudah dilakukan perendaman kaki pada dengan bertambahnya usia. Peningkatan
kelompok kontrol di Panti Wredha waktu tidur di siang hari dapat terjadi
Dharma Bakti Kasih Surakarta. Dari hasil karena seringnya terbangun pada malam
penelitian didapatkan bahwa 20 orang hari (Potter & Perry, 2005)
(100%) dari total responden mengalami Kualitas Tidur sebelum dan
kualitas tidur buruk sebelum melakukan sesudah dilakukan pemijatan ( Foot
terapi perendaman dengan air hangat pada Massage) dan perendaman kaki pada
kaki, dan 6 orang (30%) diantaranya kelompok Intervensi di Panti Wredha
sudah memiliki kualitas tidur baik setelah Dharma Bakti Kasih Surakarta.
melakukan terapi air hangat, dan 14 Hasil penelitian menunjukkan
orang(70%) masih memiliki kualitas tidur bahwa pemijatan kaki mempengaruhi
buruk. Gangguan tidur merupakan kualitas tidur pada lansia. Dari hasil
keadaan terputusnya tidur yang mana pola penelitian didapatkan bahwa 20 orang
tidur-bangun berubah dari pola (100%) dari total responden mengalami
kebiasaannya, hal ini menyebabkan kualitas tidur buruk. Penyebab responden
penurunan kuantitas dan kualitas tidur. masih memiliki kualitas tidur buruk yaitu
Gangguan tidur yang dialami oleh cemas, masih memiliki durasi tidur <5
respoden antara lain bangun tidur ditengah jam, latensi tidur yang lama, gangguan
malam atau bangun terlalu cepat, pergi ke tidur, sering menguap atau mengantuk.
kamar mandi dimalam hari, dan merasa Latensi tidur adalah durasi mulai dari
pegal-pegal. berangkat tidur sampai tertidur.
Berdasarkan hasil analisa menurut Seseorang dengan kualitas tidur
Wilcoxon Signed Rank test bahwa yang baik menghabiskan ≤ 15 menit sejak
pengaruh perendaman kaki terhadap orang tersebut dapat memasuki tahap tidur
kualitas tidur pada Lansia Di Panti selanjutnya secara lengkap dan cepat.
Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta Setelah dilalukan pemijatan pada kaki, 9
ditunjukkan oleh angka angka 0,027 > orang (45%) diantaranya sudah memiliki
0,005 yang artinya tidak signifikan. kualitas tidur baik dan 11 orang (55%)
Penelitian ini menandakan bahwa tidak masih memiliki kualitas tidur buruk.
adanya pengaruh terapi perendaman Penelitian ini menandakan bahwa ada
dengan air hangat terhadap kualitas tidur pengaruh terapi pemijatan terhadap
pada lansia, karena jumlah lansia yang kualitas tidur pada lansia, karena jumlah
mengalami kualitas tidur buruk sudah lansia yang mengalami kualitas tidur
berkurang, tetapi jika kita lihat Kualitas buruk sudah berkurang.
tidur lansia didapatkan dari kualitas tidur Kualitas tidur lansia didapatkan
subyektif, latensi tidur, durasi tidur, dari kualitas tidur subyektif, latensi tidur,
efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur durasi tidur, efisiensi kebiasaan tidur,
dan penggunaan obat tidur. Keluhan gangguan tidur, penggunaan obat tidur,
mengenai kesulitan tidur pada waktu gangguan aktivitas di siang hari
malam hari seringkali terjadi diantara usia menunjukkan perubahanan yang
lanjut, biasanya akibat keberadaan signifikan. Berdasarkan hasil analisa
penyakit kronik yang lain misalnya menurut Wilcoxon Signed Rank test
Dwi Ariani, Pengaruh Food Massage Terhadap Kualitas 92

bahwa pengaruh pemijatan pada kaki Homayonfar (2014) massage pada kaki
terhadap kualitas tidur pada Lansia Di memberi manfaat mengurangi kecemasan,
Panti Wredha Dharma Bakti Kasih stress dan nyeri yang dirasakan oleh
Surakarta ditunjukkan oleh angka angka pasien, sekalipun massage yang diberikan
0,001 < 0,005 yang artinya signifikan. dalam waktu yang pendek dan hanya pada
Secara fisiologi didaerah kaki bagian kaki saja, dapat memberikan
terdapat banyak syaraf terutama di kulit manfaat hati menjadi lebih tenang, stress
yaitu flexus venosus dari rangkaian syaraf berkurang dan peningkatan pada tidur.
ini stimulasi diteruskan ke kornu posterior Dengan demikian intervensi foot massage
kemudian dilanjutkan ke medula spinalis, yang diberikan pada responden di Panti
dari sini diteruskan ke lamina I, II, III Wredha meliputi gerakan sentuhan,
Radiks Dorsalis, selanjutnya ke ventro pijatan serta mengurut kaki bagian bawah
basal talamus dan masuk ke batang otak secara sistemik dan ritmik akan
tepatnya di daerah rafe bagian bawah pons mengurangi ketegangan otot, menciptakan
dan medula disinilah terjadi efek soparifik suasana relaks yang pada akhirnya dapat
(ingin tidur). Banyak cara yang dapat memperbaiki kualitas tidur.
digunakan untuk menanggulangi masalah
tidur. Salah satunya adalah terapi relaksasi KESIMPULAN DAN SARAN
yang termasuk terapi nonfarmakologi. 1. Tingkat kualitas tidur lansia di
Salah satunya adalah terapi pemijatan atau Panti Wreda Dharma Bakti Kasih
terapi relaksasi. Surakarta sebelum dilakukan foot massage
Hal lain yang dapat mempengaruhi dan perendaman kaki dengan air hangat
hasil penelitian seperti kebiasaan semua mengalami kualitas tidur buruk,
mengkonsumsi kafein atau kebiasaan yaitu sejumlah 20 orang.
merokok. Berdasarkan hasil wawancara 2. Tingkat kualitas tidur lansia di
dengan seluruh responden didapatkan data Panti Wreda Dharma Bakti Kasih
bahwa responden tidak mempunyai Surakarta pada kelompok kontrol setelah
kebiasaan merokok ataupun dilakukan perendaman kaki dengan air
mengkonsumsi kafein. Beberapa manfaat hangat hasilnya ada peningkatan tetapi
foot massage menunjukkan bahwa foot tidak signifikan dengan nilai P= 0,27 (
massage merupakan elemen yang mudah >0.005), sedangkan pada kelompok
dan memiliki pengaruh besar. Menurut intervensi setelah dilakukan foot massage
Trisnowiyanto (2012) dengan dan perendaman kaki dengan air hangat,
memberikan massage pada area kaki dapat hasilnya mengalami peningkatan yang
memperlancar sistem peredaran darah, signifikan dengan niali P= 0.001 (<0.005).
karena pijatan memberikan efek 3. Terdapat pengaruh foot massage
kenyamanan, sedatif dan mampu dan rendam air hangat pada kaki terhadap
merangsang sistem syaraf dan peningkatan kualitas tidur.
meningkatkan aktifitas otot, sehingga Penelitian menunjukkan bahwa
pijatan pada kaki dapat mengendurkan pemberian masase dan rendam air hangat
otot-otot yang membuat pasien menjadi dapat menurunkan tingkat insomnia pada
relaks. lansia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan
Menurut Oshvandi, Abdi, acuan lansia untuk dapat lakukan secara
Karampourian, Moghimbaghi, &
Dwi Ariani, Pengaruh Food Massage Terhadap Kualitas 86

mandiri ketika mereka mengalami


kesulitan tidur.
Pengurus panti hendaknya menyediakan
sarana dan prasarana yang dapat mendukung
upaya penurunan tingkat insomnia pada lansia.
Penurunan tingkat insomnia lansia berarti
bahwa kualitas tidur lansia meningkat sehingga
kesehatan lansia lebih meningkat.
Penelitian selanjutnya dapat
menggunakan penelitian ini sebagai acuan
untuk melakukan penelitian lanjutan, misalnya
dengan menggunakan intervensi lainnya atau
mencari faktor-faktor apakah yang
berhubungan dengan penurunan tingkat
insomnia lansia.

DAFTAR RUJUKAN
Adiyati, S. (2010). Pengaruh Aromaterap
Terhadap Insomnia Pada Lansia di
PSTW Unit Budi Luhur Kasongan
Bantul Yogyakarta. Jurnal Kebidanan.
Vol. II. No. 02.
Amir, N. (2007). Ganguan Tidur Pada Lansia,
Diagnosis Dan
Penatalaknsanaan. Cermin Dunia
Kedokteran No. 15: 196-206.
Astuti, N. M. H. (2013). Penatalaksanaan
Insomnia Pada UsiaLanjut.
Bagian/SMF Psikiatri Fakutas
Kedokteran Universitas
Udayana/Rumah Sakit Pusat Sanglah
Depasar.
Aziz, M. T. (2014). Pengaruh Terapi Pijat
(Massage) Terhadap Tingkat Insomnia
Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial
Pucang Gading Semarang.
Azizah, M. L. (2011). Keperawatan Lanjut
Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas Tidur Pasien di Ruang ICU

Nurlaily Afianti1, Ai Mardhiyah2


1RS Hasan Sadikin, 2Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Email: nurlaily.afianti@gmail.com

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 86


Dwi Ariani, Pengaruh Food Massage Terhadap Kualitas 87

Abstrak
Gangguan tidur pasien kritis di ruang Intensive Care Unit dapat mengakibatkan terganggunya
fungsi kekebalan tubuh, menurunkan kemampuan otot inspirasi pernafasan, terganggunya sistem
metabolisme, terganggunya regulasi sistem saraf pusat dan kondisi psikologis pasien yang
berdampak terhadap waktu perawatan berkepanjangan. Foot Massage merupakan salah satu
terapi komplementer yang aman dan mudah diberikan dan mempunyai efek meningkatkan
sirkulasi, mengeluarkan sisa metabolisme, meningkatkan rentang gerak sendi, mengurangi rasa
sakit, merelaksasikan otot dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Tujuan penelitian ini
teridentifikasinya perbedaan pengaruh skor kualitas tidur pada kelompok kontrol dan perlakuan.
Penelitian quasi eksperimental ini menggunakan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
dengan masing-masing kelompok dilakukan penilaian pretest dan postest. Jumlah sampel
sebanyak 24 pasien. Instrumen kualitas tidur menggunakan Richard Campbell Sleep
Quationare (RCSQ). Data dianalisis dengan uji t berpasangan dan uji t tidak berpasangan. Hasil
penelitian menunjukan pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang bermakna rerata
skor kualitas tidur (p = 0,150), sedangkan pada kelompok perlakuan, terdapat perbedaan yang
bermakna rerata skor kualitas tidur (p=0,002). Adapun selisih skor kualitas tidur pada kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan terdapat perbedaan secara bermakna (p= 0,026). Simpulan
penelitian ini skor kualitas tidur pada kelompok intervensi lebih tinggi daripada kelompok
kontrol, sehingga disarankan foot massage dijadikan evidence based di rumah sakit sebagai salah
satu terapi komplementer yang dapat dijadikan intervensi mandiri keperawatan untuk
membantu mengatasi gangguan tidur pasien kritis.

Kata kunci: Foot massage, ICU, kualitas tidur.

The effect of Foot Massage on Sleep Quality of in ICU Rooms’ Patients

Abstract
Sleep disorders of critical patients in the Intensive Care Unit can result in impaired immune
function, decrease respiratory muscle capacity, disruption of metabolic system, disruption of
central nervous system regulation and psychological condition of patients impacting on long
treatment period. Foot Massage is one of the complementary therapies that is considered safe
and easy to administer and has the effect of improving circulation, removing the rest of the
metabolism, increasing the range of motion of the joints, reducing the pain, relaxing muscles
and providing comfort to the patient. The purpose of this study is to identify differences in the
effect of sleep quality score on control and treatment groups. This quasi experimental study used
a control group and a treatment group where each group performed a pretest and posttest
assessment. The sample size was 24 patients. Sleep quality instrument used Richard Campbell
Sleep Questionnaire (RCSQ). Data were analyzed by paired t test and unpaired t test. The
results showed that there was no significant difference in sleep quality score (p = 0,150), while
in the treatment group, showed that there was a significant difference on sleep quality score (p
= 0,002). The difference of sleep quality score in control group and treatment group was
significantly different (p = 0,026). Therefore, it can be concluded that sleep quality scores in
the intervention group were higher than in the control group, thus foot massage is suggested to
be used as evidence-based in hospitals as one of the complementary therapies that can be used
as self-care interventions to help overcome patients with critical sleep disorder.
Keywords: Foot massage, ICU, sleep disorder.

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 87


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

pada kardiovaskular yaitu penyakit jantung


Pendahuluan koroner dan stroke, pada pernafasan dapat
mengakibatkan hiperkapnia hingga
Pasien yang dirawat di ruang Intensive Care hipoventilasi, gangguan metabolik yang
Unit (ICU), merupakan pasien-pasien yang terjadi terhadap toleransi glukosa, pelepasan
mengalami gangguan fungsi tubuh yang dapat insulin, sekresi hormon pertumbuhan dan
mengancam kehidupannya, dengan kondisi kortisol, pengaturan nafsu makan oleh leptin
tidak stabil, sangat rentan terhadap serangan dan gerlin, dan mempengaruhi kualitas tidur.
ataupun stresor, dan juga berbagai macam Pengaruh yang terjadi pada sistem imun
masalah karena biasanya pasien mengalami dapat meningkatkan resiko infeksi karena
gangguan lebih dari satu sistem di tubuhnya perubahan pada fungsi sel limfosit, sel
serta kondisi pasien sendiri yang sulit untuk polinuklear sel-sel pembunuh alami, dan
diprediksi (Alspach, 2006). Pasien dengan inflamasi sitokonin (seperti IL-1, IL-6 dan
kondisi tersebut disebut juga dengan pasien TNF) hal ini dapat menyebabkan dampak
kritis. kerusakan organ dan peningkatan mordibitas
Ruang perawatan intensif merupakan (Romero-Bermejo, 2014).
bagian dari rumah sakit, dengan staf khusus Tidur merupakan salah satu kebutuhan
dan peralatan khusus, ditujukan untuk dasar manusia dimana kepentingannya sama
observasi dan terapi pasien penyakit kritis dengan kebutuhan dasar lainnya. Tidur yang
yang dapat mengancam jiwa apabila tidak berkualitas baik dapat meningkatkan
mendapatkan intervensi medis. Pasien kritis kesejahteraan psikologis dan sangat penting
biasanya mengalami gangguan pada multi untuk penyembuhan dan kelangsungan hidup
sistem yang melibatkan gangguan pada organ pasien dengan penyakit kritis (Richard, Crow,
pernapasan, kardiovaskuler dan neurologi Codhill, & Turnock, 2007; Kozier, Erb,
(Robertson & Al-Haddads, 2013). Berman, & Snyder, 2010).
Berdasarkan definisi tersebut maka pasien Menurut National Hearth, Lung and
yang dirawat diruang intensif adalah pasien Blood Institute (2011), tidur memberikan
– pasien dengan kondisi kritis, penyakit istirahat yang dibutuhkan oleh jantung dan
yang kompleks dan rentan terhadap berbagai sistem vaskuler. Selama tidur non-REM,
stressor. detak jantung dan tekanan darah semakin
Pasien yang dirawat di ruang ICU lambat begitu juga ketika masuk kedalam
mengalami perubahan pada tidurnya dimana kondisi tidur lebih dalam.
pasien yang mengalami sakit kritis mengalami Kualitas tidur tidak selalu berhubungan
jam tidur singkat sehingga membuat pasien dengan kuantitas tidur dimana kualitas tidur
mengalami kesulitan pencapaian REM dan dikaitkan dengan sesuatu yang dirasakan
tidur yang dalam, mengakibatkan pasien secara subjektif yaitu kemudahan pasien
mudah terbangun (Weinhouse & Schwab, untuk tidur, kemampuan memelihara tidur,
2006). Pada pasien yang mengalami total waktu tidur, bangun tidur diawal. Selain
perawatan di ruang ICU banyak pasien yang itu, beberapa hal yang dilaporkan terkait
memiliki pengalaman gangguan tidur, dengan kualitas tidur diantaranya perasaan
penyebabnya diantaranya akibat kebisingan, gelisah di malam hari, perasaan cemas dan
intervensi yang diberikan serta pengobatan tegang, membutuhkan ketenangan saat
(Elliott, McKinley, Cistulli & Fien, 2013). mencoba untuk tidur. Kualitas tidur yang baik
Pasiensakitkritismenunjukkanfragmentasi berhubungan dengan berbagai hasil positif
tidur dimana efek yang ditimbulkan akan seperti kesehatan yang lebih baik, kurang
memengaruhi fungsi kekebalan tubuh, sistem kantuk di siang hari, kesejahteraan yang lebih
metabolisme, regulasi sistem saraf pusat, dan besar dan fungsi psikologis yang lebih baik.
kondisi psikologis. Sehingga tidur penting Kualitas tidur yang buruk salah satunya
untuk proses pemulihan homeostasis integral menggambarkan gejala insomnia kronis
(Weinhouse & Schwab, 2006). (Harvey, Stinson, Whitaker, Moskovitz &
Masalah gangguan tidur pada pasien kritis Virk, 2008).
dapat menyebabkan konsekuensi serius. Seseorang yang mengalami kurang tidur
Konsekuensi dari kualitas tidur yang buruk memiliki banyak konsekuensi neurobiologis.
diantaranya meningkatkan gangguan

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 88


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

Jika dalam satu malam seseorang melewati konvensional yang direkomendasikan oleh
hari tanpa tidur maka terjadi penurunan penyelenggara kesehatan, seperti
kemampuan otak, perubahan perilaku yang akupunktur, teknik pijatan pada tubuh, mind
paling terlihat adalah meningkatnya body techniques, pijat, dan metode lain yang
kecenderungan untuk jatuh tertidur, bahkan dapat membantu meringankan gejala dan
ketika orang tersebut berjuang untuk tetap meningkatkan fisik serta mental. Selain itu,
terjaga. Sebaliknya, jika pada malam pijatan kaki selama 10 menit dapat
berikutnya kekurangan tidur dimodifikasi dan memberikan efek yang baik pada tubuh
mengembalikan waktu tidur seperti biasanya (Deng & Cassileth, 2005; Potter & Perry,
maka yang terjadi memicu pemanjangan tidur 2011).
malam hari, peningkatan tidur gelombang Penanganan gangguan tidur pasien di ICU
lambat, dan peningkatan tidur REM (Drouot dapat diatasi dengan mengatur sistem
& Quentin, 2015). pencahayaan, dengan tingkat pencahayaan
Gangguan tidur di ICU disebabkan oleh lingkungan yang tepat dalam membantu
banyak faktor, diantaranya lingkungan, pasien menimbulkan perasaan tenang dan
kebisingan, pencahayaan, kegiatan perawat, nyaman (Engwall, Fridh, Johansson,
penyakit yang diderita, tindakan keperawatan, Bergbom & Lindhal, 2015). Cara lain yang
terapi obat, dan ventilasi mekanik (Weinhouse digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur
& Schwab, 2006; Talwar, Liman, Greenberg, dapat dilakukan dengan cara memodifikasi
Feinsilver, & Vijayan, 2008). lingkungan yaitu menurunkan suara
Untuk mendapatkan kualitas tidur yang percakapan staf, menurunkan pencahayaan,
memadai, pasien bisa mendapatkan mengatur kegiatan rutin perawatan dimalam
pengobatan baik farmakologi maupun non hari (Hardin, 2009).
farmakologi. Penggunaan obat-obatan pada Massage therapy (MT) adalah suatu
pasien di ICU diketahui memiliki dampak teknik yang dapat meningkatkan pergerakan
yang dapat mengganggu pada tidur dan pola beberapa struktur dari kedua otot dan jaringan
sirkadian, dimana ketika malam hari subkutan, dengan menerapkan kekuatan
mengalami penurunan kualitas tidur. Beberapa mekanik ke jaringan. Pergerakan ini dapat
hal yang mengakibatkan gangguan tidur pada meningkatkan aliran getah bening dan aliran
pasien di ICU diantaranya lingkungan, obat- balik vena, mengurangi pembengkakan dan
obatan, penggunaan ventilator, penyakit yang memobilisasi serat otot, tendon dengan kulit.
diderita oleh pasien (Hardin, 2009). Pada Dengan demikian, massage therapy dapat
pasien kritis yang menjalani perawatan di digunakan untuk meningkatkan relaksasi otot
ruang ICU dan mengalami gangguan tidur, untuk mengurangi rasa sakit, stres, dan
umumnya digunakan sedasi untuk kecemasan yang membantu pasien
meminimalkan kegelisahan dan nyeri yang meningkatkan kualitas tidur dan kecepatan
dapat mengganggu kebutuhan tidur pasien pemulihan. Selain itu, massage therapy dapat
tersebut. meningkatkan pergerakan pasien dan
Penanganan gangguan tidur pada pasien pemulihan setelah operasi, yang
kritis dengan farmakoterapi menurut Asnis, memungkinkan pasien untuk melakukan
Thomas, dan Henderson (2016) dan Food aktivitas sehari-hari (Anderson & Cutshall,
and Drug Administration (FDA) sejak tahun 2007). Massage tidak hanya mengurangi
2005 menyetujui penggunaan semua hipnotik emosi, gugup, tapi juga mempertahankan
tanpa membatasi durasinya, diantaranya keseimbangan yang baik dari saraf vagus dan
adalah benzodiazepin, nonbenzodiazepine, simpatik. Hal ini baik untuk mencegah stres
ramelteon, sinequan dosis rendah, dan dengan mengurangi kecemasan (Zhou,
suvorexant. Pada umumnya yang digunakan Zhang, & Li, 2013)
di ICU adalah golongan benzodiazepin, Dari beberapa penelitian menggambarkan
diantaranya lorazepam, midazolam, dan bahwa foot massage adalah salah satu metode
diazepam (Oldham & Pisani, 2015). yang paling umum dari terapi komplementer.
Terapi lain yang digunakan adalah terapi Terapi pijat dan refleksi merupakan
komplementer, yang merupakan terapi pendekatan terapi manual yang digunakan
tambahan umtuk membantu terapi untuk memfasilitasi penyembuhan,

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 89


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

kesehatan, dan dapat digunakan oleh perawat denyut nadi, kelelahan, dan suasana hati
di hampir setiap pelayan perawatan (Kaur, setelah intervensi tersebut dilakukan. Pada
Kaur, & Bhardwaj, 2012). tindakan foot massage berarti sentuhannya
Mekanisme foot massage yang dilakukan dapat merangsang oksitosin yang merupakan
pada kaki bagian bawah selama 10 menit neurotransmiter di otak yang berhubungan
dimulai dari pemijatan pada kaki yang dengan perilaku seseorang, dengan kata lain
diakhiri pada telapak kaki diawali dengan sentuhan merangsang produksi hormon yang
memberikan gosokan pada permukaan menyebabkan perasaan aman dan
punggungkaki,dimanagosokanyangberulang menurunkan stres serta kecemasan (Mac
menimbulkan peningkatan suhu diarea Donald, 2010 & Zak, 2012).
gosokan yang mengaktifkan sensor syaraf Foot Massage adalah manipulasi jaringan
kaki sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh ikat melalui pukulan, gosokan atau meremas
darah dan getah bening yang mempengaruhi untuk memberikan dampak pada peningkatan
aliran darah meningkat, sirkulasi darah sirkulasi, memperbaiki sifat otot dan
menjadi lancar (Aditya, Sukarendra & Putu, memberikan efek relaksasi (Potter & Perry,
2013). Foot massage mengaktifkan aktifitas 2011).
parasimpatik kemudian memberikan sinyal Menurut Puthusseril (2006), foot massage
neurotransmiter ke otak, organ dalam tubuh, mampu memberikan efek relaksasi yang
dan bioelektrik ke seluruh tubuh. Sinyal yang mendalam, mengurangi kecemasan,
di kirim ke otak akan mengalirkan gelombang mengurangi rasa sakit, ketidaknyamanan
alfa yang ada di dalam otak (Guyton, 2014). secara fisik, dan meningkatkan tidur pada
Impuls saraf yang dihasilkan saat melakukan seseseorang. Foot massage dapat
foot massage diteruskan menuju hipotalamus memberikan efek untuk mengurangi rasa
untuk menghasilkan Corticotropin Releasing nyeri karena pijatan yang diberikan
Factor (CRF). CRF merangsang kelenjar menghasilkan stimulus yang lebih cepat
pituitary untuk meningkatkan produksi sampai ke otak dibandingkan dengan rasa
Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga sakit yang dirasakan, sehingga meningkatan
medulla adrenal memproduksi endorfin. sekresi serotonin dan dopamin. Sedangkan
Endorfin yang disekresikan ke dalam efek pijatan merangsang pengeluaran
peredaran darah dapat mempengaruhi endorfin, sehingga membuat tubuh terasa
suasana hati menjadi rileks (Ganong, 2008). rileks karena aktifitas saraf simpatis menurun
Menurut Aziz (2014) Gelombang alfa (Field, Hernandez-Reif, Diego, & Fraser,
akan membantu stres seseorang, sehingga 2007; Gunnarsdottir & Jonsdottir, 2007).
stress akan hilang dan menjadikan orang Morton dan Fonatin (2009) menunjukkan
tersebut merasa rileks dan membantu bahwa penanganan gangguan tidur saat ini
kontraksi otot untuk mengeluarkan zat kimia bisa menggunakan terapi nonfarmakologi.
otak (neurotransmitter) menstimulasi RAS Perawat dituntut agar dapat memberikan
(Reticular Activating System) untuk perawatan nonfarmakologi yang tidak
melepaskan seperti hormone serotin, memiliki pengaruh negatif dan dapat
asetilkolin dan endorphine yang dapat melengkapi terapi farmakologi yang selama
memberikan rasa nyaman dan merelaksasi. ini sudah diberikan dalam perawatan pasien.
Kemudian rasa rileks dan perasaan nyaman Untuk kondisi pasien di ruang ICU
yang dirasakan dapat menurunkan produksi intervensi foot massage menjadi pilihan
kortisol dalam darah sehingga memberikan karena kaki mudah diakses tanpa memerlukan
keseimbangan emosi, ketegangan pikiran reposisi dari pasien dan juga massage pada
serta meningkatkan kualitas tidur (Azis, kaki, selain merangsang sirkulasi dapat
2014). menurunkan edema dan latihan pasif
Kaur, Kaur, dan Bhardwaj (2012) untuk sendinya, serta melalui intervensi ini
menyatakan bahwa foot massage yang perawat dapat memberikan rasa nyaman dan
dilakukan selama 5 menit pada pasien sakit kesejahteraan bagi pasien (Puthuseril, 2006;
kritis dapat memberikan efek meningkatkan Prapti, Petpichetchian & Chongcharoen,
relaksasi karena adanya perubahan pada 2012). Tindakan foot massage memiliki
tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, pertimbangan biaya rendah, kemungkinan

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 90


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

komplikasi yang sedikit dan prosedur yang pasien yang dirawat diruang ICU RSUP. Dr.
mudah sehingga foot massage dianjurkan Hasan Sadikin Bandung. Sedangkan sampel
untuk perbaikan kualitas tidur (Oshvandi, penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria
Abdi1, Karampourian, Moghimbaghi & penelitian, kriteria inklusi: a). Kesadaran
Homayonfar, 2014). kompos mentis, b). Kooperatif, komunikatif
Upaya memperbaiki kualitas tidur dengan dan ada kontak mata, c). Hemodinamik stabil
menggunakan Foot Massage di ruang ICU sistolik 100-130 mmHg, diastolik 60-100
dimana secara kultur budaya massage dapat mmHg dan MAP >65 mmHg tanpa
diterima, dan foot massage aman diberikan menggunakan golongan inotropik dan support
pada pasien di ruang ICU, selain tidak perlu seperti: dobutamin, dopamin, epineprin dan
merubah posisi pasien, massage ini dapat norepineprin, d). Skala nyeri ringan dan
memberikan rasa aman karena kehadiran sedang (skala 1–10), e). Responden yang
perawat yang kontak langsung skin to skin menggunakan ventilator mode spontan
terhadap pasien, sehingga hal tersebut ataupun yang tidak menggunakan ventilator
melandasi penulis untuk melakukan dan kriteria Ekslusi: a). Responden tidak
penelitian tentang pengaruh foot massage menggunakan analgetik narkotik dan sedatif,
terhadap kualitas tidur pada pasien di ruang b). Responden yang mengalami fraktur,
ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. trauma, atau luka pada kaki, c). Responden
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dalam kondisi gelisah, d). Responden yang
pengaruh foot massage terhadap kualitas mempunyai manifestasi gejala trombosis
tidur pasien di ruang ICU RSUP Dr. Hasan vena dalam.
Sadikin Bandung. Besar Sampel pada penelitian ini Mengacu
pada penelitian yang dilakukan oleh
Oshvandi, Abdi, Karampurian, Homayonfar
Metode Penelitian (2014), maka besar sampel untuk tiap
kelompok adalah 11,5 dibulatkan menjadi 12
Rancangan penelitian yang digunakan dalam responden sedikitnya jumlah sampel untuk
penelitian ini adalah Quasi Experiment setiap kelompok. Dengan demikian maka
dengan pendekatan Pretest and Posttest besar sampel yang dipakai dalam penelitian
Control Group Design. Metode quasi ini adalah 24 responden, dengan uraian 12
experiment merupakan metode penelitian responden untuk kelompok intervensi dan 12
eksperimen dengan menggunakan kelompok responden untuk kelompok kontrol.
kontrol. Pada rancangan ini responden Penelitian ini dilaksanakan di ruang
penelitian dibagi secara acak menjadi dua Intensive Care Unit (ICU) RSUP Dr. Hasan
kelompok. Satu kelompok adalah kelompok Sadikin Bandung. Peneliti memilih rumah
perlakuan, sedangkan kelompok lain adalah sakit ini sebagai tempat penelitian
kelompok kontrol sebagai penguat (Dharma, dikarenakan Rumah Sakit Umum Pusat Jawa
2011). Barat merupakan rumah sakit rujukan tipe A
Pada rancangan ini sebelum peneliti terbesar di Jawa Barat dan memiliki fasilitas
melakukan intervensi pada semua kelompok atau ruang perawatan intensif dewasa
dilakukan pengukuran awal (pretest) untuk tersendiri. Ruang perawatan yang dipakai
mengetahui kualitas tidur awal responden penelitian adalah ruang perawatan General
sebelum diberikan intervensi. Selanjutnya Intensive Care Unit (GICU) lantai 2.
pada kelompok intervensi dilakukan foot Pengukuran pretest dilakukan pada pagi
massage sesuai dengan langkah-langkah hari jam 07.00 WIB, selanjutnya foot massage
yang telah direncanakan, sedangkan pada dilakukan pada malam hari menjelang pasien
kelompok kontrol tidak dilakukan foot tidur jam 19.00-21.00 WIB selama dua hari
massage. Setelah intervensi diberikan berturut-turut. Foot massage diberikan
dilakukan pengukuran akhir (posttest) pada selama 10 menit pada masing-masing bagian
semua kelompok untuk menentukan efek foot kaki sehingga total lama perlakuan 20 menit.
massage terhadap kualitas tidur pada Analisis uji homogenitas pada penelitian ini
responden (Dharma, 2011). berdasarkan usia, jenis kelamin, lama hari
Populasi dalam penelitian ini adalah rawat, riwayat gangguan tidur, nyeri, tingkat

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 91


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

kecemasan, dan kebutuhan oksigen saat Uji homogenitas dilakukan dengan


dilakukan penelitian. Diketahui data sebagian menggunakan uji tindependent (umur), uji Chi
besar usia responden penelitian pada dua Squere (jenis kelamin, nyeri, oksigenasi, dan
kelompok kontrol dan intervensi sebesar uji Fisher’s exact (lama hari rawat, riwayat
45,83% berada dalam rentang usia dewasa gangguan tidur, dan tingkat kecemasan)
awal 18-40 tahun, dimana jumlah responden didapatkan bahwa seluruh karekteristik
laki-laki lebih banyak dari perempuan yaitu responden pada penelitian ini homogen atau
54,16%. Selama penelitian didapatkan data tidak memiliki perbedaan dengan nilai
mayoritas pasien dirawat di ruang ICU signifikasi nilai p > 0,05. Instrumen yang
dengan lama hari rawat pasien di ruang ICU digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
< 7 hari sebanyak 75%. Berkaitan dengan isian yang berisi data sosial demografi, data
riwayat gangguan tidur hampir sebagian klinis responden, protokol perlakuan foot
besar pasien (87,5%) mengalami gangguan massage, dan kuesioner penilain kualitas
tidur, hal ini ditunjang dengan tingkat nyeri tidur menggunakan richard campbell sleep
yang dirasakan pasien 50% nyeri dengan questionnaire (RSCQ).
intensitas nyeri sedang dan sebanyak 62,5% Foot massage merupakan teknik dimana
pasien ICU mengalami tingkat kecemasan kedua kaki menerima beberapa teknik di
sedang. Bantuan oksigenasi yang digunakan berbagai posisi, dengan memijat lembut dan
pasien di ICU bervariasi, selama penelitian berirama untuk mendapatkan respon relaksasi
terdapat sebanyak 37,49% pasien terpasang (Puthusseril, 2006). Adapun langkah-langkah
ventilator. penatalaksanaan foot massage yang dilakukan

No Metode Langkah-langkah Foot Massage


1 Dengan menggunakan bagian tumit telapak tangan
peneliti, peneliti menggosok dan memijat telapak kaki
pasien secara perlahan dari arah dalam ke arah sisi luar
kaki pada bagian terluas kaki kanan selama 15 detik.

2 Dengan menggunakan tumit telapak tangan peneliti di


bagian yang sempit dari kaki kanan, peneliti menggosok dan
memijat secara perlahan bagian telapak kaki pasien dari arah
dalam ke sisi luar kaki selama 15 detik.

3 Pegang semua jari-jari kaki oleh tangan kanan, dan tangan


kiri menopang tumit pasien, kemudian peneliti memutar
pergelangan kaki tiga kali searah jarum jam dan tiga kali ke
arah berlawanan arah jarum jam selama 15 detik.

4 Tahan kaki di posisi yang menunjukkan ujung jari kaki


mengarah keluar (menghadap peneliti), gerakan maju dan
mundur tiga kali selama 15 detik. Untuk mengetahui
fleksibilitas.

5 Tahan kaki di area yang lebih luas bagian atas dengan


JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 92
Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien
menggunakan seluruh jari (ibu jari di telapak kaki dan
empat jari di punggung kaki) dari kedua belah bagian
kemudian kaki digerakkan ke sisi depan dan ke belakang
tiga kali selama 15 detik.

6 Tangan kiri menopang kaki kemudian tangan kanan memutardan


memijat masing-masing jari kaki sebanyak tiga kali di kedua arah, untuk
memeriksa ketegangan (15 detik).

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 93


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

7 Pegang kaki kanan dengan kuat dengan menggunakan tangan


kanan pada bagian punggung kaki sampai ke bawah jari-jari
kaki dan tangan kiri yang menopang tumit. genggam bagian
punggung kaki berikan pijatan lembut selama 15 detik.

8 Posisi tangan berganti, tangan kanan menopang tumit dan


tangan kiri yang menggenggang punggung kaki sampai bawah
jari kaki kemudian di pijat dengan lembut selama 15 detik.

9 Pegang kaki dengan lembut tapi kuat dengan tangan kanan


seseorang di bagian punggung kaki hingga ke bawah jari-jari
kaki dan gunakan tangan kiri umtuk menopang di tumit dan
pergelangan kaki dan berikan tekanan lembut selama 15 detik.

10 Menopang tumit menggunakan tangan kiri dan dengan


menggunakan tangan kanan untuk memutar setiap searah
jarum jam kaki dan berlawanan arah jarum jam serta
menerapkan tekanan lembut selama 15 detik.

11 Menopang tumit dengan menggunakan tangan kiri dan


memberikan tekanan dan pijatan dengan tangan kanan pada
bagian sela-sela jari bagian dalam dengan gerakan ke atas dan
ke bawah gerakan lembut selama 15 detik.

12 Tangan kanan memegang jari kaki dan tangan kiri


memberikan tekanan ke arah kaki bagian bawah kaki
menggunakan tumit tangan dengan memberikan tekanan
lembut selama 15 detik

responden pada penelitian ini homogen atau tidak


pada pasien adalah sebagai berikut: memiliki perbedaan dengan nilai signifikasi p value
> 0,05.
Skor yang didapatkan dari pengukuran sebagai
Hasil Penelitian indikator kualitas tidur saat pretest dan posttest.
Peneliti menggunakan uji t berpasangan (t
Berdasarkan uji homogenitas dengan dependent) untuk melihat perbedaan rerata skor
menggunakan uji t independent (umur), Uji kualitas tidur pada kelompok kontrol.
Chi Squere (jenis kelamin, nyeri, oksigenasi)
dan Uji Fisher’s exact (lama hari rawat,
riwayat gangguan tidur, tingkat kecemasan)
didapatkan bahwa seluruh karakteristik
JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 94
Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien
Berdasarkan tabel 2 diketahui
bahwa nilai p = 0,150 (p value > 0,05).
Nilai ini menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang bermakna rerata skor
kualitas tidur pada kelompok kontrol.
Berikut ini adalah perbedaan rerata
skor kualitas tidur pada kelompok
intervensi (foot massage menjelang
tidur) pada pengukuran saat pretest
dan posttest. Analisis yang digunakan
adalah uji t-dependent.
Berdasarkan tabel 3 diketahui
bahwa nilai significancy 0,002
(p<0,05) hal tersebut menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan skor
kualitas tidur yang bermakna pada
kelompok intervensi sebelum dan
sesudah diberikan intervensi foot
massage menjelang tidur selama 2 hari
berturut-turut dengan lama pemijatan
masing-masing kaki 10 menit. Hasil
tersebut menunjukkan skor kualitas
tidur lebih tinggi setelah diberikan
perlakuan

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 95


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

foot massage. independent dengan varians sama dengan


Berikut ini merupakan distribusi hasil sebagai berikut;
perbedaan rerata skor kualitas tidur pada Berdasarkan data dari tabel 4 terlihat
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. bahwa terdapat perbedaan secara bermakna
Sebelumnya dilakukan uji homogenitas selisih rerata skor kualitas tidur pada
varians melalui uji Levene diketahui data kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
homogen (sig 0,365) maka untuk mengetahui Analisis yang digunakan adalah uji t tidak
perbedaan kualitas tidur pada kelompok berpasangan (t independent) hasil uji ini
kontrol dan intervensi menggunakan uji t memiliki nilai signifikan 0,026 (p<0,05).

dari keluarga, kebisingan ruangan oleh suara


alat-alat medis dan komunikasi antar tenaga
kesehatan.
Pembahasan Hal ini ditunjang penjelasan Elliott,
McKinley, Cistuli dan Fien (2013) bahwa
Hasil penelitian kualitas tidur pada pasien yang mengalami perawatan di ruang
kelompok kontrol di tampilkan pada tabel 2, ICU mengalami gangguan tidur dimana
memiliki nilai skor awal kualitas tidur mereka memiliki kualitas tidur yang kurang
responden 49,76 dan skor kualitas tidur baik, penyebabnya bisa karena kebisingan,
posttest 52,49. Pada kelompok tersebut skor tingkat pencahayaan, tindakan pelayanan
kualitas tidur mengalami peningkatan sebesar medis, pengobatan serta intervensi
2,73, setelah melalui uji t berpasangan (t keperawatan. Menurut Gabor et al (2003)
dependent) mendapatkan nilai p = 0,150 (p kegiatan perawatan bagi pasien meliputi,
value > 0,05), hal ini menunjukan tidak kunjungan perawatan, penilaian tanda- tanda
terdapat perbedaan rerata skor kualitas tidur vital dan pemberian obat-obatan yang
yang bermakna pada kelompok kontrol. diberikan saat jam tidur. Sekitar 20% dari
Tidak terdapatnya perbedaan yang tindakan keperawatan mengakibatkan pasien
bermakna pada kelompok kontrol mungkin terbangun. Selain itu juga tidak jarang pasien
saja dipengaruhi oleh sebagian besar terganggu tidurnya akibat perawat yang
responden kelompok kontrol mengalami memberikan tindakan keperawatan serta
tingkat kecemasan sedang dan adanya riwayat monitoring yang dilakukan setiap jamnya,
gangguan tidur selama perawatan di ruang walaupun peralatan ICU canggih, sehingga
ICU. Kemungkinan pula gangguan tidur mengurangi manipulasi tangan terhadap
disebabkan karena kecemasan. Kecemasan pasien yang sedang tidur (Pulak & Jensen,
karena kondisi penyakit yang dialami, 2014).
sebagian besar responden yang dirawat Sejalan dengan hasil penelitian yang
diruang ICU tidak hanya memiliki satu dilakukan oleh Oshvandi, Abdil,
diagnosa tetapi memiliki 2 atau > 2 diagnosa
klinis, gangguan tidur pada kelompok kontrol
kemungkinan pula disebabkan rasa terisolasi

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 96


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

Karampourian, Monghimbaghi dan Berdasarkan tabel 4, Adanya perbedaan


Homayonfar (2014) bahwa pada kualitas yang bermakna pada kelompok kontrol dan
tidur kelompok kontrol tidak mengalami intervensi melalui uji t independent
perbedaan yang bermakna (p>0,05) pada mendapatkan hasil p=0,026 (p<0,05).
pengukuran pretest dan posttest. Penelitian Penelitian ini dianggap bermakna dengan
Kashani (2014) menunjukkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara foot massage menjelang tidur terhadap
antara nilai rata-rata dari kualitas tidur pretest peningkatan skor kualitas tidur pada
dan posttest pada kelompok kontrol (p> 0,05). kelompok intervensi di Ruang ICU RSUP Dr.
Berdasarkan tabel 3, Adanya perbedaan Hasan Sadikin Bandung.
pada kelompok intervensi sebelum dan Penelitian ini sejalan dengan penelitian
sesudah intervensi, diketahui bahwa nilai Kaur, Kaur, Bhardwaj (2012), intervensi foot
significancy 0,002 (p<0,05) hal tersebut massage berpengaruh terhadap penurunan
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan denyut jantung ke arah normal dari responden
secara bermakna skor kualitas tidur pada yang diamatinya pada kelompok intervensi
kelompok intervensi sebelum dan sesudah menunjukkan rata-rata denyut jantung dan
diberikan intervensi foot massage. Adanya respirasi menurun. Pada pasien yang
perbedaan ini dipengaruhi oleh pemberian mendapatkan intervensi massage ditemukan
foot massage. penurunan tekanan darah sistolik hasilnya
Pemberian foot massage yang dimulai dari berdampak pada pengaktifan sisitem saraf
pemijatan kaki dan diakhiri dengan pemijatan parasimpatis yang akan mengakibatkan
telapak kaki merespon sensor syaraf kaki yang penurunan respon fisiologis sehingga pasien
kemudian pijatan pada kaki ini meningkatkan merasa lebih santai (Cambon, Dexheimer,
neurotransmiter serotonin dan dopamin yang Coe, 2006 ; Kaye, Kaye, Swinford, Baluch,
rangsangannya diteruskan ke hipotalamus Bawcom, Lambert, 2008).
dan menghasilkan Cortocotropin Releasing Rasa sakit yang dirasakan oleh pasien
Factor (CRF) yang merangsang kelenjar dapat dikurangi dengan menggunakan
pituary untuk meningkatkan produksi massage dimana rangsangan pijitan mampu
Proopioidmelanocortin (POMC) dan mencapai otak lebih cepat dari rasa sakit itu
merangsang medula adrenal meningkatkan sendiri dampaknya terjadi peningkatan
sekresi endorfin yang mengaktifkan serotonin, dopamin dan penurunan substansi
parasimpatik sehingga terjadi vasodilatasi P serta peningkatan produksi endorfin selama
pada pembuluh serta memperlancar aliran pemijatan yang menghasilkan efek relaksasi
darah sehingga membantu otot-otot yang dan peningkatan tidur (Field, Hernandez-
tegang menjadi relaks sehingga RAS Reif, Diego, Fraser, 2007).
terstimulasi untuk melepaskan serotonin dan Beberapa manfaat foot massage
membantu munculnya rangsangan tidur serta menunjukkan bahwa foot massage merupakan
meningkatkan kualitas tidur seseorang elemen yang mudah dan memiliki pengaruh
(Aditya, Sukarendra & Putu, 2013;Guyton, besar. Menurut Trisnowiyanto (2012) dengan
2014; Aziz, 2014; Pisani, Friese, Gehlbach, memberikan massage pada area kaki dapat
Schwab,Weiunhouse & Jones, 2015). memperlancar sistem peredaran darah, karena
Pemilihan foot massage sebagai intervensi pijatan memberikan efek kenyamanan,
yang digunakan pada pasien kritis sedatif dan mampu merangsang sistem syaraf
dikarenakan kaki mudah diakses, pasien tidak dan meningkatkan aktifitas otot, sehingga
perlu dilakukan reposisi sehingga tidak akan pijatan pada kaki dapat mengendurkan otot-
mempengaruhi peralatan yang digunakan otot yang membuat pasien menjadi relaks.
oleh pasien, mampu merangsang sirkulasi Menurut Oshvandi, Abdi, Karampourian,
peredaran darah yang dapat membuat Moghimbaghi, & Homayonfar (2014)
suasana hati pasien menjadi nyaman, relaks, massage pada kaki memberi manfaat
dan memiliki pengaruh yang positif sehingga mengurangi kecemasan, stress dan nyeri yang
akan mempengaruhi kualitas tidur pasien dirasakan oleh pasien, sekalipun massage
(Oshvandi, Abdil, Karampourian, yang diberikan dalam waktu yang pendek dan
Monghimbaghi, Homayonfar, 2014). hanya pada bagian kaki saja, dapat

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 97


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

memberikan manfaat hati menjadi lebih NUR.0000270014.97457.d5.


tenang, stress berkurang dan peningkatan Asnis, G.M., Thomas, M., & Henderson,
pada tidur. M.A. (2016). Pharmacotherapy treatment
Dengan demikian intervensi foot massage options for insomnia: A primer for clinicians.
yang diberikan pada responden di ruang ICU International Journal of Molecular Sciences,
meliputi gerakan sentuhan, pijatan serta 17(1), 50.
mengurut kaki bagian bawah secara sistemik
dan ritmik akan mengurangi ketegangan otot, Azis, M.T. (2014). Pengaruh terapi pijat
menciptakan suasana relaks yang pada (massage) terhadap tingkat insomnia pada
akhirnya dapat memperbaiki kualitas tidur lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang
pasien. Gading Semarang. Jurnal keperawatan.

Badawi. (2009). Melawan dan Mencegah


Simpulan Diabetes : Panduan Hidup Sehat Tanpa
Diabetes. Yogyakarta : Araska.
Simpulan dalam penelitian ini adalah tidak
adanya perbedaan rerata skor kualitas tidur
pada kelompok kontrol tetapi terdapat Deng,G.,&Cassileth,B.R.(2005). Integrative
perbedaan secara bermakna pada kelompok oncology: Complementary therapies for pain,
perlakuan. Foot massage memiliki pengaruh anxiety and mood disturbance, CA career.
positif terhadap kualitas tidur pasien di Ruang Journal Clinic, 55, 10–16.
ICU, haliniditunjukkandenganmeningkatnya
skor kualitas tidur pada kelompok intervensi Dharma, K.K. (2011). Metodologi penelitian
setelah mendapatkan perlakuan foot massage keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.
secara signifikan dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Hal tersebut didukung Drouot, X., & Quentin, S. (2015). Sleep
oleh adanya perbedaan yang signifikan skor neurobiology and critical care illness. Critical
awal pretest antara kelompok kontrol dan Care the Clinic, 31, 379–391.
kelompok intervensi dimana kelompok
intervensi memiliki skor kualitas tidur lebih Elliott, R.M., McKinley, S.M., & Eagerm
rendah dari skor kualitas tidur kelompok D. (2010). A pilot study of sound levels in an
kontrol hal inilah yang menunjukkan bahwa Australian Adult General Intensive Care
foot massage memiliki pengaruh yang kuat Unit. Noise Health, 12(46), 26–36.
dalam membatu memperbaiki kualitas tidur
pasien di ruang ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Engwalla, M., Fridha, I., Johansson, L.,
Bandung. Bergbom, I., & Lindahl, B. (2015). Lighting,
sleep and circadian rhythm: An intervention
study in the intensive care unit. Intensive and
Daftar Pustaka Critical Care Nursing, 31, 325-335.
Aditya, Sukarendra, & Putu. (2013). Pengaruh
pijat refleksi terhadap insomnia pada lansia di Field, T., Hernandez-Reif, M., Diego, M., &
Desa Leyengan Kecamatan Ungaran Timur Fraser, M. (2007). Lower back pain and sleep
Kabupaten Semarang. Jurnal Keperawatan. disturbance are reduced following massage
therapy. Journal Bodywork & Movement
Therapies, 11(2), 141-5.
Alspach, J.G. (2006). Core curiculum for
critical care nursing (6th Edition). Missouri
Sounders Elsevier. Ganong, W. F. (2008). Buku ajar fisiologi
kedokteran (Edisi 22). Jakarta: EGC.
Anderson, P.G., & Cutshall, A.M. (2007).
Massage therapy - A comfort intervention for Gunnarsdottir, T.J., & Jonsdottir, H. (2007). Does the
cardiac surgery patients. Clinical Nurse experimental design capture the effects of
Specialist, 21, 161-5. doi:10.1097/01. complementary therapy? A study using reflexology

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 98


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien
for patients undergoing coronary artery bypass
graft surgery. Journal clinic Nursing, 16(4),
777-85.

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 99


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 10


0
Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 10


1

Anda mungkin juga menyukai