PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang lanjut usia
1. Pengertian Lansia
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek
biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah
penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan
menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang
dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan
fungsi sel, jaringan, serta system organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia dipandang
sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa
kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai
beranggapan kehidupan masa tua seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
keluarga dan masyarakat.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik
yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figure
tubuh yang tidak proporsional (Nugroho,2006)
B. Tinjuan tentang tidur
1. Tidur
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu
terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indera
atau rangsangan yang cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini
tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologi, dan kesehatan.
Tidur merupakan suatu keadaan perilaku individu yang relative tenang disertai
peningkatan ambang rangsangan yang tinggi terhadap stimulus dari luar. Keadaan ini
bersifat teratur, silih berganti dengan keadaan terjaga (bangun), dan mudah dibangunkan
(Hartman).
Tidur menurut gulton (hidayat, 2008) tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana
individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yng sesuai atau juga dapat
dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relative, bukan hanya keadaan penuh
ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang,
dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat
perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar.
2. Kebutuhan tidur pada usia lanjut
Sebagian besar lansia berisiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat beberapa
faktor. Selama penuaan, terjadi perubahan fisik dan mental yang diikuti dengan perubahan
pola tidur yang khas yang membedakan dari orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan
itu mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur siang
.
Kurang tidur berkepanjangan dan sering terjadi dapat mengganggu kesehatan fisik
maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, usia lanjut mmbutuhkan waktu
tidur 6-7 jam perhari (Hidayat, 2008). Walaupun mereka menghabiskan lebih banyak waktu
di tempat tidur, tetapi usia lanjut sering mengeluh terbangun pada malam hari, memiliki
waktu tidur kurang total, mengambil lebih lama tidur, dan mengambil tidur siang lebih
banyak (Kryger et al, 2004). Sebagai contoh seorang lansia yang mengalami artritis
mempunyai kesulitan tidur akibat nyeri sendi. Kecnderungan tidur siang meningkat secara
progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur
dapat terjadi karena seringny terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan jumlah
waktu yang dihabiskan ditempat tidur menurun sejam atau lebih (Perry & Potter).
3. Fisiologi Tidur
Rata-rata dewasa sehat membutuhkan waktu 71/2 sampai 8 jam untuk tidur setiap
malam. Walaupun demikian, ada beberapa orang yang membutuhkan waktu tidur lebih atau
kurang. Tidur normal dipengaruhi oleh beberapa factor, misalnya usia.seseorang yang
berusia muda cenderung tidur lebih banyak bila dibandingkan dengan lansia.
Waktu tidur lansia berkurang berkaitan dengan faktor penuaan. Fisiologi tidur dapat
dilihat melalui gambaran elektrofisiologis sel-sel otak selama tidur. Pemeriksaan
polisomnografi sering dilakukan saat tidur malam hari. Alat tersebut dapat mencatat
aktivitas EEG, elektrookulografi, dan elektromiografi. Elektromiografi perifer berguna
untuk menilai gerakan abnormal saat tidur. Stadium tidur-diukur dengan polisomnografi-
terdiri atas tidur rapid eye movement (REM) dan tidur non-rapid eye movement (NREM).
Tidur REM disebut juga tidur D atau bermimpi karena dihubungkan dengan
bermimpi atau tidur paradoks karena EEG aktif selama fase ini. Tidur NREM disebut juga
tidur ortodoks atau tidur gelombang labat atau tidur S. Kedua stadium ini bergantian dalam
satu siklus yang berlansung antara 70 dan 120 menit. Secara umum ada 4-6 siklus REM-
NREM yang terjadi setiap malam. Periode tidur REM 1 berlansung antara 5-10 menit.
Makin larut malam, periode REM makin panjang. Tidur NREM terdiri atas empat stadium
yaitu stadium 1,2,3,4.
4. Jenis-jenis gangguan tidur
a. Insomnia
Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara
kualitas maupun kuntitas. Seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum cukup
tidur dapat disebut mengalami insomnia (Japardi,2002).
b. Somnambulisme
somnambulisme merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks
mencakup adanya otomatis dan semipurpeseful aksi motorik, seperti membuka pintu,
menutup pintu, duduk di tempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, dan berbicara.
Somnambulisme ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Seseorang yang mengalami somnabulisme mempunyai risiko terjadinya cedera.
c. Enurisis
Enursis adalah kencing yang tidak disengaja (mengompol). Terjadi pada anak-anak
dan remaja, paling banyak terjadi pada laki-laki. Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi
ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan enuresis seperti gangguan pada bladder, stres,
dan toilet training yang kaku. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah enuresis antara
lain : hindari stres, hindari minum banyak sebelum tidur, dan kosongkan kandung kemih
(berkemih dulu) sebelum tidur.
d. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh keinginan yang ta
terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan pula narkolepsi adalah serangan mengantuk yang
mendadak sehingga ia dapat tertidur pada setiap saat dimana serangan tidur (kantuk) dating.
e. Night terrors
Night terrors adalah mimpi buruk . Umumnya terjadi pada anak usia 6 tahun atau
lebih. Setelah tidur beberapa jam, anak tersebut langsung terjaga dan berteriak, pucat dan
ketakutan.
f. Mendengkur
Mendengkur disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan
mulut. Amandel yang membengkak dan adenoid dapat menjadi faktor yang turut
menyebabkan mendengkur. Pangkal lidah yang menyumbat saluran nafas pada lansia. Otot-
otot di bagian belakang mulut mengendur lalu bergetar jika dilewati udara pernafasan.
Berdasarkan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu,
gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur akibat
kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh zat.
1. Gangguan tidur primer
Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh gangguan
mental lain, kondisi medik umum, atau zat. Gangguan tidur ini dibagi dua yaitu disomnia
dan parasomnia.
2. Gangguan tidur yang terkait gangguan mental lain
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya keluhan gangguan
tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain (sering karena gangguan
mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai gangguan tidur tersendiri.
Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologik yang mendasari gangguan mental juga
mempengaruhi terjadinya gangguan tidur-bangun.
3. Gangguan tidur akibat kondisi medic umum
Gangguan akibat kondisi medic umum yaitu adanya keluhan gangguan tidur yang
menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum
terhadap siklus tidur-bangun.
4. Gangguan tidur akibat zat
Yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang menggunakan atau
menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi). Penilaian sistematik terhadap
seseorang yang mengalami keluhan tidur seperti evaluasi bentuk gangguan tidur yang
spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medik umum, dan zat atau medikasi yang
digunakan, perlu dilakukan.
C. Tinjauan tentang kebutuhan tidur
1. Pengertian kebutuhan tidur
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang.
Untuk dapat berfungsi secara optimal, maka setiap orang memerlukan istirahat dan tidur
yang cukup. Tidak terkecuali juga pada orang yang menderita sakit, mereka juga
memerlukan istirahat dan tidur yang memadai. Namun dalam keadaan sakit, pola tidur
seseorang biasanya terganggu, sehingga perawat perlu berupaya untuk mencukupi ataupun
memenuhi kebutuhan tidur tersebut.
Secara jelas tujuan tidur tidak diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk
menjaga keseimbangan mental emosional dan kesehatan. Selama tidur seseorang akan
mengulang (review) kembali kejadian-kejadian sehari-hari, memproses dan menggunakan
untuk masa depan.
Dampak yang terjadi apabila seseorang tidak mampu mencukupi kebutuhan
tidurnya, maka akan menimbulkan perubahan kepribadian dan perilaku seperti : agresif,
menarik diri atau depresi, rasa capai meningkat, gangguan persepsi, halusinasi pendengaran
atau pandangan, bingung dan disorientasi terhadap tempat dan waktu, koordinasi menurun
serta bicara tidak jelas, mudah tersinggung dan tidak rileks ( Norma Risnasari, 2003 ).
2. Tahap tidur
Selama tidur, tanpa di sadari seseorang telah melakukan lima tahapan proses tidur kelima
tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sadar sepenuhnya
Pada saat kita bangun/sadar sepenuhnya, otak mengeluarkan gelombang dengan
frekuensi sangat tinggi yang disebut beta brain waves,
b. Tidur tahap pertama
Pada saat kita mulai mengantuk, otak mengeluarkan alpha brain
waves (sejenis beta brain waves dengan frekuensi sedikit lebih rendah) dan sedikittheta
brain waves. Pada tahap ini, tubuh menjadi rileks dan detak jantung menjadi rendah. Tahap
pertama ini sering kita alami mungkin tambah disadari, ketika kulia dikelas mendengarkan
ceramah atau pada siang yang cerah, tenan dan damai. Tahap pertama ini dapat dikatakan
sebagai “ pintu masuk menuju tidur”.
c. Tidur tahap kedua
Pada tahap ini, kita mengalami pola brain wavesyang disebut sleep
spindles, dan K-Complexes. Hal-hal ini adalah aktivitas mendadak otak, dimana otak
seolah-olah melakukan “auto-off”. Pada tahapan ini kita masih sangat mudah untuk
dibangunkan. Sebagian besar orang yang dibangunkan ketika berada di tahap ini
mengatakan “ saya masih terbangun”.
d. Tidur tahap ketiga dan keempat (tidur lelap)
Pada tahap inilah kita dinyatakan benar-benar tidur. Pada saat ini, otak
mengeluarkan brein waves.Tekanan darah, repirasi dan detak jantung mencapai tahapan
terendah. Pembuluh darah melebar, dan sebagian besar darah yang biasanya tersimpan di
organ pergi untuk memperbaiki otot.
e. Tidur tahap kelima (tidur REM)
Sejauh ini ilmuan belum mengetahui apa tujuan dari tahapan ini. Tahapan ini
dikenal juga sebagai Rapid Eye Movement (REM) sleep, karena pada tahapan ini mata kita
bergerak secara cepat kesegala arah (namun tentunya mata masih berada di dalam rongga
mata). Pada tahapan ini jugalah biasanya kita mengalami mimpi. 95% orang mengalami
mimpi pada tidur REM ini. Keunikan lain dari tidur REM adalah, berbeda dengan tahapan
lain dalam tidur, pada saat ini otak justru mengeluarkan brain waves dengan frekuensi
sangat tinggi, menyerupai pada saat kita sepenuhnya terjaga.
3. Proses tidur
Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata 7 jam, kedua macam tidur yaitu REMS
dan NREMS bergantian selama 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup menjalani tidur
jenis REMS maka eseok harinya akan menunjukkan kecenderungan untuk hiperaktif,
kurang dapat mengendalikan diri dan emosinya, nafsu makan bertambah sedangkan jika
NREMS yang kurang cukup, maka esok harinya keadaan fisik menjadi kurang gesit.
4. Jenis tidur
Tidur terdapat dua jenis yaitu :
1. Tidur Gelombang Lambat/ Nonrapid Eye Movement (NREM) Jenis tidur ini dikenal
dengan tidur dalam, istirahat penuh, dengan gelombang otak yang lebih lambat. Ciri-cirinya
adalah mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah menurun, frekuensi napas
menurun, metabolism turun dan gerakan bola mata lambat.
a. Tahap pertama merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri : rileks,
masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke
samping, frekuensi nadi dan nafas sedikit menurun, dapat bangun segera selama tahap ini
berlansung selama lima menit.
b. Tahap kedua tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan ciri : Mata
umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi nafas menurun, temperature tubuh
menurun, metabolism menurun, berlansung pendek dan berakhir 5 – 10 menit.
c. Tahap ketiga tahap tidur dengan ciri : denyut nadi, frekuensi nafas dan proses tubuh
lainnya lambat, disebabkan oleh dominasi system saraf parasimpatis dan sulit bangun.
d. Tahap keempat tahap tidur dengan ciri : kecepatan jantung dan pernafasan turun, jarang
bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung turun, tonus otot
turun.
2. Tidur Paradoks/ Rapid Eye Movement (REM) Tidur jenis ini dapat berlansung pada tidur
malam selama 5-20 menit, rata-rata 90 menit. Periode pertama terjadi selama 80-100 menit,
namun bila kondisi orang sangat lelah maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini
tidak ada. Ciri-cirinya antara lain :
a. Biasanya di sertai dengan mimpi aktif
b. lebih sulit di bangunkan
c. Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertentu
d. Frekuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak teratur
e. Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
f. Mata cepat tertutup dan cepat terbuka, nadi cepat dan inregular, tekanan darah meningkat
dan fluktuasi, sekresi gaster meningkat, metabolisme meningkat
g. Pada tidur ini sangat peting untuk keseimbangan mental, emosi, dan berperan dalam
belajar, memori dan adptasi.
D. Faktor – faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang
kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Ada pula yang mengalami gangguan. Seseorang bisa
tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :
a. Usia
b. Status Kesehatan
c. Kondisi Fisik
d. Lingkungan
e. Motivasi
f. Stres Psikologis
g. Diet
h. Gaya hiup
i. Jenis Kelamin
BAB III
B. MANFAAT
Pijat akan memberikan pengaruh pada kontraksi dinding kapiler sehingga akan
terjadi vasodilatasi pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Adanya
peningkatan peredaran oksigen dalam darah, pembuangan sampah metabolic akan
berdampak pada munculnya hormone endorphin untuk memberikan efek
kenyamanan ( Jurch, 2009 dalam Wahyuni, 2014)
C. INDIKASI
Indikasi merupakan kondisi tubuh yang dapat memberikan dapak yang baik ketika
diberikan pemijatan. Berikut ini adalah indikasi pijat refleksi kaki sebagai berikut :
a. Kondisi tubuh yang lelah
b. Ketidaknormalan tubh yang terjadi karena pengaruh cuaca atau kerja yang
berlebihan sehingga berakibat pada kekakuan otot dan nyeri sendi serta
gangguan
D. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi merupakan keadaaan dimana menjadi pantangan atau beresiko
terjadi dampak yang merugikan pada tubuh manusia. Beriku adalah kontraindikasi
pijat kaki refleksi sebagai berikut :
a. Klien dalam kondisi terserang penyakit menular
b. Klien dalam kondisi kalsifikasi pembuluh darah arteri
c. Klien dalam kondisi berpenyakit kulit dimana terdapat jejas, luka baru, cedera
akibat kecelakaan atau aktivitas lainnya
d. Klien sedang menderita fraktur dan masih ditemukan bekas cedera maupun luka
dan belum sembuh total
e. Klien sedang menderita tumor ganas/ kanker
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
B. saran
1. Diharapkan kepada pihak panti, khususnya panti werdha gau mabaji kabupaten gowa
untuk melakukan pengkajian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan tidur pada lansia di panti werdha gau
2. Bagi masyarakat, dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan tidru pada lansia dapat memotivasi masyarakat dan para lansia untuk
memperhatikan kondisi dan faktor-faktor yang mengganggu pemenuhan tidur pada lansia.
3. Untuk peneliti selanjutnya agar meneliti lebih luas tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuni, Indah setya. 2014. “Pengaruh Massase Ekstremitas dengan Aroma Terapi
Lavender terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi di Kelurahan
Grendeng Purwokerto”. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu
Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman
Dionysia, Alvionita F.H. 2015. Pemberian Tindakan Masase Kaki dengan Minyak Sereh
Wangi terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Asuhan keperawatan Ny.S dengan
Hipertensi di RuangCEmpaka 2 RSUD Sukoharjo. STIKES Kusuma Husada. Surakarta.
ABSTRAK
Pendahuluan: Kesulitan tidur atau insomnia pada lansia disebabkan oleh kemunduran
atau perubahan – perubahan pada fisik, psikologis, serta sosial yang akan berdampak
pada waktu tidur. Tujuan penelitian: mengetahui pengaruh teknik relaksasi massage
kaki terhadap insomnia pada lansia di posyandu lansia Kelurahan Jombatan
Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang. Metode: Desain penelitian ini adalah pra
eksperimen one group pre test post test desaign. Populasinya Semua lansia di
Posyandu Lansia Kelurahan Jombatan Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang
dengan jumlah sampel 48 orang. Tehnik sampling menggunakan simple random
sampling. Instrumen penelitian menggunakan lembar kuesioner dengan pengolahan
data editing, coding, scoring, tabulating dan analisis menggunakan uji wilcoxon. Hasil
penelitian: insomnia pada lansia sebelum teknik relaksasi massage kaki sebagian
besar (81,2%) sedang sejumlah 39 orang, insomnia pada lansia sesudah teknik
relaksasi massage kaki sebagian besar (83,3%) ringan sejumlah 40 orang. Berdasarkan
uji wilcoxon menunjukkan bahwa nilai signifikansi ( ) = 0,000 < (0,05), sehingga
H1 diterima. Kesimpulan: penelitian ini adalah ada pengaruh teknik relaksasi
massage kaki terhadap insomnia pada lansia di posyandu lansia Kelurahan Jombatan
Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang.
ABSTRACT
PEMBAHASAN
Simpulan
Saran
Abstract
Background: Sleep disorders the elderly in the Panti wredha Dharma Bhakti Kasih
Surakarta can result in impaired immune function, decrease respiratory muscle capacity,
disruption of metabolic system, disruption of central nervous system regulation and
psychological condition of patients impacting on long treatment period. Foot Massage is
one of the complementary therapies that is considered safe and easy to administer and
has the effect of improving circulation, removing the rest of the metabolism, increasing
the range of motion of the joints, reducing the pain, relaxing muscles and providing
comfort to the patient. The purpose of this study is to identify differences inthe effect of
sleep quality score on control and treatment groups. Methods: This quasi experimental
study used a control group and a treatment group where each group performed a pretest
and posttest assessment. The sample size was 40 patients. Sleep quality instrument used
Richard Campbell Sleep Questionnaire (RCSQ). Data were analyzed by paired t test and
unpaired t test. Results: The results showed that there was no significant difference in
sleep quality. while in the treatment group, showed that there was a significant difference
on sleep quality The difference of sleep quality score in control group and treatment
group was significantly. Conclusion: Therefore, it can be concluded that sleep quality
scores in the intervention group were higher than in the control group, thus foot massage
is suggested to be used as evidence- based in hospitals as one of the complementary
therapies that can be used as self-care interventions to help overcome patients with
critical sleepdisorder.
87
Dwi Ariani, Pengaruh Food Massage Terhadap Kualitas 88
diperkirakan akan terus bertambah aman, efektif, dan tanpa efek samping
menjadi sekitar 450.000 jiwa per tahun. seperti terapi komplementer yang
Dengan demikian, jumlah termasuk terapi pengobatan alamiah.
penduduk lansia di Indonesia padatahun Menurut National Institute of
2025 akan bertambah sekitar 34,22 juta Health (NIH), terapi komplementer
jiwa (BPS, 2013). Semakin bertambahnya dikategorikan menjadi 5 yaitu : (1)
umur manusia, akan terjadi proses Biological based practice : Herbal,
penuaan dengan diikuti berbagai vitamin dan suplemen lain, (2)Mind-body
permasalahan kesehatan terutama secara techniques : Meditasi, (3) Manipulative
degeneratif yang berdampak pada and body-based practice : Pijat (massage),
perubahan-perubahan pada diri manusia refleksi (4) Energy therapies : Terapi
baik dari perubahan fisik, kognitif, medan magnet, (5) Ancient medical
perasaan, sosial, dan seksual(Azizah, systems : Obat tradisional chinese,
2011). Perubahan-perubahan tersebut ayurvedic, akupuntur (Suardi, 2011). .
dapat menimbulkan berbagai macam Terapi pijat (massage) merupakan
gangguan, salah satunya adalah gangguan tindakan manipulasi otot-otot dan jaringan
sulit tidur (insomnia). Lansia yang berusia dalam tubuh dengan tekanan, menggosok,
diatas 65 tahun yang tinggal di rumah dan vibrasi atau getaran dengan
mengalami gangguan tidur sebesar 50% menggunakan sentuhan tangan, jari-jari
dan lansia yang tinggal di fasilitas tangan, sikut, kaki, dan alat-alat manual
perawatan jangka panjang sebesar 66%. atau elektrik untuk memperbaiki kondisi
Lansia mengalami penurunan kesehatan (Nurgiwiati, 2015).
efektifitas tidur pada malam hari sebesar Menurut penelitian yang dilakukan
70-80% dibanding dengan usia muda, Aziz (2014), yaitu penelitian untuk
dimana 1 dari 4 lansia yang berusia 60 mencari pengaruh terapi pijat (massage)
tahun atau lebih mengalami gangguan terhadap tingkat insomnia pada lansia,
tidur (Adiyati, 2010). Menurut Widya dari penelitian tersebut didapatkan ada
(2010), insomnia merupakan suatu pengaruh yang signifikan antara terapi
keadaan dimana seseorang sulit untuk pijat (massage) terhadap tingkat insomnia
tidur atau tidak dapat tidur dengan pada lansia.
nyenyak. Berdasarkan hasil survey
Penanganan insomnia dapat pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
dilakukan secara farmakologis dan non pada bulan Januari di Panti Wreda
farmakologis. Penanganan secara Dharma Bakti Kasih Surakarta bahwa
farmakologis seperti obat-obatan hipnotik jumlah lansia yang tinggal saat ini
sedatif seperti Zolpidem, Tradozon, berjumlah 58 Lansia. Hasil wawancara
Lorazepam, Fenobarbital, Diazepam, yang dilakukan peneliti di Panti Wreda
Klonazepam, dan Amitripilin yang akan Dharma Bakti Kasih Surakarta terhadap
memiliki efek samping seperti gangguan 58 lansia didapatkan 25 lansia yang
koordinasi berfikir, gangguan fungsi mengalami gangguan tidur.
mental, amnesia anterograd, Gangguan tidur yang dialami oleh
ketergantungan, dan bersifat racun (Wiria, para lansia tersebut seperti kesulitan untuk
2008). Sedangkan penanganan non tidur, sering terbangun pada malam hari,
farmakologis termasuk penanganan yang dan kesulitan untuk tidur kembali. Upaya
Dwi Ariani, Pengaruh Food Massage Terhadap Kualitas 89
Tabel 5. Distribusi Kualitas Tidur Setelah Tabel 7. Pengaruh foot massage dan
dilakukan Pemijatan dan Perendaman Kaki perendaman kaki terhadap kualitas tidur
Pada Kelompok Intervensi. Pada Kelompok Intervensi dan kelompok
Valid Cumulat kontrol di Panti Wredha Dharma Bhakti
Fre Perce Percent ive
q nt Percent Kasih Surakarta
Baik 9 45.0 45.0 45.0 Kualitas Tidur
Vali 11 55.0 55.0 100.0 Mann-Whitney U 93.500
d Buruk Wilcoxon W 303.500
Tota 20 100.0 100.0 Z -2.933
l Asymp. Sig. (2-tailed) .003
Dari 20 responden (100%) setelah Exact Sig. [2*(1- .003b
tailed
diberikan tindakan Foot Massage Sig.)]
mengalami peningkatan kualitas tidur dari Berdasarkan Tabel 7 diperoleh
20 responden (100%) yang mengalami data hasil uji Wilcocxon dengan
kualitas tidur buruk menjadi 9 (45%) yang probabilitas 0,003 dengan kriteria P <
mengalami kalitas tidur baik dan 11 (55%) 0,05, sehingga terjadi perubahan kualitas
mengalami kualitas tidur buruk. tidur pada Lansia ditunjukkan oleh angka
0.003 < 0,05 yang artinya Ha diterima dan
Ho ditolak.
Dwi Ariani, Pengaruh Food Massage Terhadap Kualitas 91
bahwa pengaruh pemijatan pada kaki Homayonfar (2014) massage pada kaki
terhadap kualitas tidur pada Lansia Di memberi manfaat mengurangi kecemasan,
Panti Wredha Dharma Bakti Kasih stress dan nyeri yang dirasakan oleh
Surakarta ditunjukkan oleh angka angka pasien, sekalipun massage yang diberikan
0,001 < 0,005 yang artinya signifikan. dalam waktu yang pendek dan hanya pada
Secara fisiologi didaerah kaki bagian kaki saja, dapat memberikan
terdapat banyak syaraf terutama di kulit manfaat hati menjadi lebih tenang, stress
yaitu flexus venosus dari rangkaian syaraf berkurang dan peningkatan pada tidur.
ini stimulasi diteruskan ke kornu posterior Dengan demikian intervensi foot massage
kemudian dilanjutkan ke medula spinalis, yang diberikan pada responden di Panti
dari sini diteruskan ke lamina I, II, III Wredha meliputi gerakan sentuhan,
Radiks Dorsalis, selanjutnya ke ventro pijatan serta mengurut kaki bagian bawah
basal talamus dan masuk ke batang otak secara sistemik dan ritmik akan
tepatnya di daerah rafe bagian bawah pons mengurangi ketegangan otot, menciptakan
dan medula disinilah terjadi efek soparifik suasana relaks yang pada akhirnya dapat
(ingin tidur). Banyak cara yang dapat memperbaiki kualitas tidur.
digunakan untuk menanggulangi masalah
tidur. Salah satunya adalah terapi relaksasi KESIMPULAN DAN SARAN
yang termasuk terapi nonfarmakologi. 1. Tingkat kualitas tidur lansia di
Salah satunya adalah terapi pemijatan atau Panti Wreda Dharma Bakti Kasih
terapi relaksasi. Surakarta sebelum dilakukan foot massage
Hal lain yang dapat mempengaruhi dan perendaman kaki dengan air hangat
hasil penelitian seperti kebiasaan semua mengalami kualitas tidur buruk,
mengkonsumsi kafein atau kebiasaan yaitu sejumlah 20 orang.
merokok. Berdasarkan hasil wawancara 2. Tingkat kualitas tidur lansia di
dengan seluruh responden didapatkan data Panti Wreda Dharma Bakti Kasih
bahwa responden tidak mempunyai Surakarta pada kelompok kontrol setelah
kebiasaan merokok ataupun dilakukan perendaman kaki dengan air
mengkonsumsi kafein. Beberapa manfaat hangat hasilnya ada peningkatan tetapi
foot massage menunjukkan bahwa foot tidak signifikan dengan nilai P= 0,27 (
massage merupakan elemen yang mudah >0.005), sedangkan pada kelompok
dan memiliki pengaruh besar. Menurut intervensi setelah dilakukan foot massage
Trisnowiyanto (2012) dengan dan perendaman kaki dengan air hangat,
memberikan massage pada area kaki dapat hasilnya mengalami peningkatan yang
memperlancar sistem peredaran darah, signifikan dengan niali P= 0.001 (<0.005).
karena pijatan memberikan efek 3. Terdapat pengaruh foot massage
kenyamanan, sedatif dan mampu dan rendam air hangat pada kaki terhadap
merangsang sistem syaraf dan peningkatan kualitas tidur.
meningkatkan aktifitas otot, sehingga Penelitian menunjukkan bahwa
pijatan pada kaki dapat mengendurkan pemberian masase dan rendam air hangat
otot-otot yang membuat pasien menjadi dapat menurunkan tingkat insomnia pada
relaks. lansia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan
Menurut Oshvandi, Abdi, acuan lansia untuk dapat lakukan secara
Karampourian, Moghimbaghi, &
Dwi Ariani, Pengaruh Food Massage Terhadap Kualitas 86
DAFTAR RUJUKAN
Adiyati, S. (2010). Pengaruh Aromaterap
Terhadap Insomnia Pada Lansia di
PSTW Unit Budi Luhur Kasongan
Bantul Yogyakarta. Jurnal Kebidanan.
Vol. II. No. 02.
Amir, N. (2007). Ganguan Tidur Pada Lansia,
Diagnosis Dan
Penatalaknsanaan. Cermin Dunia
Kedokteran No. 15: 196-206.
Astuti, N. M. H. (2013). Penatalaksanaan
Insomnia Pada UsiaLanjut.
Bagian/SMF Psikiatri Fakutas
Kedokteran Universitas
Udayana/Rumah Sakit Pusat Sanglah
Depasar.
Aziz, M. T. (2014). Pengaruh Terapi Pijat
(Massage) Terhadap Tingkat Insomnia
Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial
Pucang Gading Semarang.
Azizah, M. L. (2011). Keperawatan Lanjut
Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Abstrak
Gangguan tidur pasien kritis di ruang Intensive Care Unit dapat mengakibatkan terganggunya
fungsi kekebalan tubuh, menurunkan kemampuan otot inspirasi pernafasan, terganggunya sistem
metabolisme, terganggunya regulasi sistem saraf pusat dan kondisi psikologis pasien yang
berdampak terhadap waktu perawatan berkepanjangan. Foot Massage merupakan salah satu
terapi komplementer yang aman dan mudah diberikan dan mempunyai efek meningkatkan
sirkulasi, mengeluarkan sisa metabolisme, meningkatkan rentang gerak sendi, mengurangi rasa
sakit, merelaksasikan otot dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Tujuan penelitian ini
teridentifikasinya perbedaan pengaruh skor kualitas tidur pada kelompok kontrol dan perlakuan.
Penelitian quasi eksperimental ini menggunakan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
dengan masing-masing kelompok dilakukan penilaian pretest dan postest. Jumlah sampel
sebanyak 24 pasien. Instrumen kualitas tidur menggunakan Richard Campbell Sleep
Quationare (RCSQ). Data dianalisis dengan uji t berpasangan dan uji t tidak berpasangan. Hasil
penelitian menunjukan pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang bermakna rerata
skor kualitas tidur (p = 0,150), sedangkan pada kelompok perlakuan, terdapat perbedaan yang
bermakna rerata skor kualitas tidur (p=0,002). Adapun selisih skor kualitas tidur pada kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan terdapat perbedaan secara bermakna (p= 0,026). Simpulan
penelitian ini skor kualitas tidur pada kelompok intervensi lebih tinggi daripada kelompok
kontrol, sehingga disarankan foot massage dijadikan evidence based di rumah sakit sebagai salah
satu terapi komplementer yang dapat dijadikan intervensi mandiri keperawatan untuk
membantu mengatasi gangguan tidur pasien kritis.
Abstract
Sleep disorders of critical patients in the Intensive Care Unit can result in impaired immune
function, decrease respiratory muscle capacity, disruption of metabolic system, disruption of
central nervous system regulation and psychological condition of patients impacting on long
treatment period. Foot Massage is one of the complementary therapies that is considered safe
and easy to administer and has the effect of improving circulation, removing the rest of the
metabolism, increasing the range of motion of the joints, reducing the pain, relaxing muscles
and providing comfort to the patient. The purpose of this study is to identify differences in the
effect of sleep quality score on control and treatment groups. This quasi experimental study used
a control group and a treatment group where each group performed a pretest and posttest
assessment. The sample size was 24 patients. Sleep quality instrument used Richard Campbell
Sleep Questionnaire (RCSQ). Data were analyzed by paired t test and unpaired t test. The
results showed that there was no significant difference in sleep quality score (p = 0,150), while
in the treatment group, showed that there was a significant difference on sleep quality score (p
= 0,002). The difference of sleep quality score in control group and treatment group was
significantly different (p = 0,026). Therefore, it can be concluded that sleep quality scores in
the intervention group were higher than in the control group, thus foot massage is suggested to
be used as evidence-based in hospitals as one of the complementary therapies that can be used
as self-care interventions to help overcome patients with critical sleep disorder.
Keywords: Foot massage, ICU, sleep disorder.
Jika dalam satu malam seseorang melewati konvensional yang direkomendasikan oleh
hari tanpa tidur maka terjadi penurunan penyelenggara kesehatan, seperti
kemampuan otak, perubahan perilaku yang akupunktur, teknik pijatan pada tubuh, mind
paling terlihat adalah meningkatnya body techniques, pijat, dan metode lain yang
kecenderungan untuk jatuh tertidur, bahkan dapat membantu meringankan gejala dan
ketika orang tersebut berjuang untuk tetap meningkatkan fisik serta mental. Selain itu,
terjaga. Sebaliknya, jika pada malam pijatan kaki selama 10 menit dapat
berikutnya kekurangan tidur dimodifikasi dan memberikan efek yang baik pada tubuh
mengembalikan waktu tidur seperti biasanya (Deng & Cassileth, 2005; Potter & Perry,
maka yang terjadi memicu pemanjangan tidur 2011).
malam hari, peningkatan tidur gelombang Penanganan gangguan tidur pasien di ICU
lambat, dan peningkatan tidur REM (Drouot dapat diatasi dengan mengatur sistem
& Quentin, 2015). pencahayaan, dengan tingkat pencahayaan
Gangguan tidur di ICU disebabkan oleh lingkungan yang tepat dalam membantu
banyak faktor, diantaranya lingkungan, pasien menimbulkan perasaan tenang dan
kebisingan, pencahayaan, kegiatan perawat, nyaman (Engwall, Fridh, Johansson,
penyakit yang diderita, tindakan keperawatan, Bergbom & Lindhal, 2015). Cara lain yang
terapi obat, dan ventilasi mekanik (Weinhouse digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur
& Schwab, 2006; Talwar, Liman, Greenberg, dapat dilakukan dengan cara memodifikasi
Feinsilver, & Vijayan, 2008). lingkungan yaitu menurunkan suara
Untuk mendapatkan kualitas tidur yang percakapan staf, menurunkan pencahayaan,
memadai, pasien bisa mendapatkan mengatur kegiatan rutin perawatan dimalam
pengobatan baik farmakologi maupun non hari (Hardin, 2009).
farmakologi. Penggunaan obat-obatan pada Massage therapy (MT) adalah suatu
pasien di ICU diketahui memiliki dampak teknik yang dapat meningkatkan pergerakan
yang dapat mengganggu pada tidur dan pola beberapa struktur dari kedua otot dan jaringan
sirkadian, dimana ketika malam hari subkutan, dengan menerapkan kekuatan
mengalami penurunan kualitas tidur. Beberapa mekanik ke jaringan. Pergerakan ini dapat
hal yang mengakibatkan gangguan tidur pada meningkatkan aliran getah bening dan aliran
pasien di ICU diantaranya lingkungan, obat- balik vena, mengurangi pembengkakan dan
obatan, penggunaan ventilator, penyakit yang memobilisasi serat otot, tendon dengan kulit.
diderita oleh pasien (Hardin, 2009). Pada Dengan demikian, massage therapy dapat
pasien kritis yang menjalani perawatan di digunakan untuk meningkatkan relaksasi otot
ruang ICU dan mengalami gangguan tidur, untuk mengurangi rasa sakit, stres, dan
umumnya digunakan sedasi untuk kecemasan yang membantu pasien
meminimalkan kegelisahan dan nyeri yang meningkatkan kualitas tidur dan kecepatan
dapat mengganggu kebutuhan tidur pasien pemulihan. Selain itu, massage therapy dapat
tersebut. meningkatkan pergerakan pasien dan
Penanganan gangguan tidur pada pasien pemulihan setelah operasi, yang
kritis dengan farmakoterapi menurut Asnis, memungkinkan pasien untuk melakukan
Thomas, dan Henderson (2016) dan Food aktivitas sehari-hari (Anderson & Cutshall,
and Drug Administration (FDA) sejak tahun 2007). Massage tidak hanya mengurangi
2005 menyetujui penggunaan semua hipnotik emosi, gugup, tapi juga mempertahankan
tanpa membatasi durasinya, diantaranya keseimbangan yang baik dari saraf vagus dan
adalah benzodiazepin, nonbenzodiazepine, simpatik. Hal ini baik untuk mencegah stres
ramelteon, sinequan dosis rendah, dan dengan mengurangi kecemasan (Zhou,
suvorexant. Pada umumnya yang digunakan Zhang, & Li, 2013)
di ICU adalah golongan benzodiazepin, Dari beberapa penelitian menggambarkan
diantaranya lorazepam, midazolam, dan bahwa foot massage adalah salah satu metode
diazepam (Oldham & Pisani, 2015). yang paling umum dari terapi komplementer.
Terapi lain yang digunakan adalah terapi Terapi pijat dan refleksi merupakan
komplementer, yang merupakan terapi pendekatan terapi manual yang digunakan
tambahan umtuk membantu terapi untuk memfasilitasi penyembuhan,
kesehatan, dan dapat digunakan oleh perawat denyut nadi, kelelahan, dan suasana hati
di hampir setiap pelayan perawatan (Kaur, setelah intervensi tersebut dilakukan. Pada
Kaur, & Bhardwaj, 2012). tindakan foot massage berarti sentuhannya
Mekanisme foot massage yang dilakukan dapat merangsang oksitosin yang merupakan
pada kaki bagian bawah selama 10 menit neurotransmiter di otak yang berhubungan
dimulai dari pemijatan pada kaki yang dengan perilaku seseorang, dengan kata lain
diakhiri pada telapak kaki diawali dengan sentuhan merangsang produksi hormon yang
memberikan gosokan pada permukaan menyebabkan perasaan aman dan
punggungkaki,dimanagosokanyangberulang menurunkan stres serta kecemasan (Mac
menimbulkan peningkatan suhu diarea Donald, 2010 & Zak, 2012).
gosokan yang mengaktifkan sensor syaraf Foot Massage adalah manipulasi jaringan
kaki sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh ikat melalui pukulan, gosokan atau meremas
darah dan getah bening yang mempengaruhi untuk memberikan dampak pada peningkatan
aliran darah meningkat, sirkulasi darah sirkulasi, memperbaiki sifat otot dan
menjadi lancar (Aditya, Sukarendra & Putu, memberikan efek relaksasi (Potter & Perry,
2013). Foot massage mengaktifkan aktifitas 2011).
parasimpatik kemudian memberikan sinyal Menurut Puthusseril (2006), foot massage
neurotransmiter ke otak, organ dalam tubuh, mampu memberikan efek relaksasi yang
dan bioelektrik ke seluruh tubuh. Sinyal yang mendalam, mengurangi kecemasan,
di kirim ke otak akan mengalirkan gelombang mengurangi rasa sakit, ketidaknyamanan
alfa yang ada di dalam otak (Guyton, 2014). secara fisik, dan meningkatkan tidur pada
Impuls saraf yang dihasilkan saat melakukan seseseorang. Foot massage dapat
foot massage diteruskan menuju hipotalamus memberikan efek untuk mengurangi rasa
untuk menghasilkan Corticotropin Releasing nyeri karena pijatan yang diberikan
Factor (CRF). CRF merangsang kelenjar menghasilkan stimulus yang lebih cepat
pituitary untuk meningkatkan produksi sampai ke otak dibandingkan dengan rasa
Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga sakit yang dirasakan, sehingga meningkatan
medulla adrenal memproduksi endorfin. sekresi serotonin dan dopamin. Sedangkan
Endorfin yang disekresikan ke dalam efek pijatan merangsang pengeluaran
peredaran darah dapat mempengaruhi endorfin, sehingga membuat tubuh terasa
suasana hati menjadi rileks (Ganong, 2008). rileks karena aktifitas saraf simpatis menurun
Menurut Aziz (2014) Gelombang alfa (Field, Hernandez-Reif, Diego, & Fraser,
akan membantu stres seseorang, sehingga 2007; Gunnarsdottir & Jonsdottir, 2007).
stress akan hilang dan menjadikan orang Morton dan Fonatin (2009) menunjukkan
tersebut merasa rileks dan membantu bahwa penanganan gangguan tidur saat ini
kontraksi otot untuk mengeluarkan zat kimia bisa menggunakan terapi nonfarmakologi.
otak (neurotransmitter) menstimulasi RAS Perawat dituntut agar dapat memberikan
(Reticular Activating System) untuk perawatan nonfarmakologi yang tidak
melepaskan seperti hormone serotin, memiliki pengaruh negatif dan dapat
asetilkolin dan endorphine yang dapat melengkapi terapi farmakologi yang selama
memberikan rasa nyaman dan merelaksasi. ini sudah diberikan dalam perawatan pasien.
Kemudian rasa rileks dan perasaan nyaman Untuk kondisi pasien di ruang ICU
yang dirasakan dapat menurunkan produksi intervensi foot massage menjadi pilihan
kortisol dalam darah sehingga memberikan karena kaki mudah diakses tanpa memerlukan
keseimbangan emosi, ketegangan pikiran reposisi dari pasien dan juga massage pada
serta meningkatkan kualitas tidur (Azis, kaki, selain merangsang sirkulasi dapat
2014). menurunkan edema dan latihan pasif
Kaur, Kaur, dan Bhardwaj (2012) untuk sendinya, serta melalui intervensi ini
menyatakan bahwa foot massage yang perawat dapat memberikan rasa nyaman dan
dilakukan selama 5 menit pada pasien sakit kesejahteraan bagi pasien (Puthuseril, 2006;
kritis dapat memberikan efek meningkatkan Prapti, Petpichetchian & Chongcharoen,
relaksasi karena adanya perubahan pada 2012). Tindakan foot massage memiliki
tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, pertimbangan biaya rendah, kemungkinan
komplikasi yang sedikit dan prosedur yang pasien yang dirawat diruang ICU RSUP. Dr.
mudah sehingga foot massage dianjurkan Hasan Sadikin Bandung. Sedangkan sampel
untuk perbaikan kualitas tidur (Oshvandi, penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria
Abdi1, Karampourian, Moghimbaghi & penelitian, kriteria inklusi: a). Kesadaran
Homayonfar, 2014). kompos mentis, b). Kooperatif, komunikatif
Upaya memperbaiki kualitas tidur dengan dan ada kontak mata, c). Hemodinamik stabil
menggunakan Foot Massage di ruang ICU sistolik 100-130 mmHg, diastolik 60-100
dimana secara kultur budaya massage dapat mmHg dan MAP >65 mmHg tanpa
diterima, dan foot massage aman diberikan menggunakan golongan inotropik dan support
pada pasien di ruang ICU, selain tidak perlu seperti: dobutamin, dopamin, epineprin dan
merubah posisi pasien, massage ini dapat norepineprin, d). Skala nyeri ringan dan
memberikan rasa aman karena kehadiran sedang (skala 1–10), e). Responden yang
perawat yang kontak langsung skin to skin menggunakan ventilator mode spontan
terhadap pasien, sehingga hal tersebut ataupun yang tidak menggunakan ventilator
melandasi penulis untuk melakukan dan kriteria Ekslusi: a). Responden tidak
penelitian tentang pengaruh foot massage menggunakan analgetik narkotik dan sedatif,
terhadap kualitas tidur pada pasien di ruang b). Responden yang mengalami fraktur,
ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. trauma, atau luka pada kaki, c). Responden
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dalam kondisi gelisah, d). Responden yang
pengaruh foot massage terhadap kualitas mempunyai manifestasi gejala trombosis
tidur pasien di ruang ICU RSUP Dr. Hasan vena dalam.
Sadikin Bandung. Besar Sampel pada penelitian ini Mengacu
pada penelitian yang dilakukan oleh
Oshvandi, Abdi, Karampurian, Homayonfar
Metode Penelitian (2014), maka besar sampel untuk tiap
kelompok adalah 11,5 dibulatkan menjadi 12
Rancangan penelitian yang digunakan dalam responden sedikitnya jumlah sampel untuk
penelitian ini adalah Quasi Experiment setiap kelompok. Dengan demikian maka
dengan pendekatan Pretest and Posttest besar sampel yang dipakai dalam penelitian
Control Group Design. Metode quasi ini adalah 24 responden, dengan uraian 12
experiment merupakan metode penelitian responden untuk kelompok intervensi dan 12
eksperimen dengan menggunakan kelompok responden untuk kelompok kontrol.
kontrol. Pada rancangan ini responden Penelitian ini dilaksanakan di ruang
penelitian dibagi secara acak menjadi dua Intensive Care Unit (ICU) RSUP Dr. Hasan
kelompok. Satu kelompok adalah kelompok Sadikin Bandung. Peneliti memilih rumah
perlakuan, sedangkan kelompok lain adalah sakit ini sebagai tempat penelitian
kelompok kontrol sebagai penguat (Dharma, dikarenakan Rumah Sakit Umum Pusat Jawa
2011). Barat merupakan rumah sakit rujukan tipe A
Pada rancangan ini sebelum peneliti terbesar di Jawa Barat dan memiliki fasilitas
melakukan intervensi pada semua kelompok atau ruang perawatan intensif dewasa
dilakukan pengukuran awal (pretest) untuk tersendiri. Ruang perawatan yang dipakai
mengetahui kualitas tidur awal responden penelitian adalah ruang perawatan General
sebelum diberikan intervensi. Selanjutnya Intensive Care Unit (GICU) lantai 2.
pada kelompok intervensi dilakukan foot Pengukuran pretest dilakukan pada pagi
massage sesuai dengan langkah-langkah hari jam 07.00 WIB, selanjutnya foot massage
yang telah direncanakan, sedangkan pada dilakukan pada malam hari menjelang pasien
kelompok kontrol tidak dilakukan foot tidur jam 19.00-21.00 WIB selama dua hari
massage. Setelah intervensi diberikan berturut-turut. Foot massage diberikan
dilakukan pengukuran akhir (posttest) pada selama 10 menit pada masing-masing bagian
semua kelompok untuk menentukan efek foot kaki sehingga total lama perlakuan 20 menit.
massage terhadap kualitas tidur pada Analisis uji homogenitas pada penelitian ini
responden (Dharma, 2011). berdasarkan usia, jenis kelamin, lama hari
Populasi dalam penelitian ini adalah rawat, riwayat gangguan tidur, nyeri, tingkat