Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi tua atau menua membawa pengaruh serta perubahan menyeluruh

baik fisik, sosial, mental, dan moral spiritual, yang keseluruhannya saling kait

mengait antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Secara umum menua

ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai kemunduran fisik

antara lain: kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis

yang menetap, rambut kepala mulai beruban, gigi mulai lepas, penglihatan dan

pendengaran mulai berkurang, mudah lelah dan mudah jatuh, mudah terserang

penyakit, nafsu makan menurun, penciuman mulai berkurang, gerakan mulai

lamban, dan perubahan pola tidur (Padila, 2013).

Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998

tentang kesejahteraan lanjut usia, yang di maksud dengan lanjut usia (lansia)

adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Pertambahan

jumlah penduduk lansia menggambarkan besarnnya peningkatan umur

harapan hidup, data dari UN- world population prospect, the 2012 revision

pada tahun 2010 – 2015 rata-rata usia harapan hidup di dunia 70 tahun

sedangkan usia harapan hidup di Indonesia 70,7 tahun. Pada tahun 2013

jumlah penduduk dunia sebesar 7,2 milyar orang, jumlah penduduk lansia di

negara berkembang sebeesar 554 juta orang, jumlah penduduk lansia di negara

1
maju sebesar 287 juta orang. Sedangkan persentase pertambahan jumlah

penduduk lansia dari (60+ tahun) di Indonesia dan dunia pada tahun 2013,

2050 dan 2100, nampak adanya kecenderungan peningkatan persentase

jumlah kelompok lansia dibandingkan kelompok usia lainnnya yang cukup

pesat sejak tahun 2013 yaitu 8.9% di Indonesia dan 13.4 % di dunia, tahun

2050 yaitu sebesar 21.4 % di Indonesia dan 25.3 % di dunia dan tahun 2100

yaitu sebesar 41% di Indonesia dan 35.1% di dunia (infodatin Kemenkes RI,

2013).

Data dari badan pusat statistik tahun 2014 Indonesia memiliki jumlah

penduduk lansia sebesar 7,59% dari total jumlah penduduk, yaitu sebesar

19.142.805 orang. Kelompok umur 60-64 tahun sebesar 6.427.616 orang,

umur 65-69 tahun sebesar 4.979.817 orang, umur 70-74 tahun sebesar

3.667.008 orang, dan umur 75+ tahun sebesar 4.068.364 orang. Dengan

sebaran jumlah penduduk lansia paling tinggi berada di provinsi DI

Yogyakarta (13,04%), Jawa timur (10,40%) dan jawa tengah (10,34%). Di

Sulawesi utara jumlah lansia sebesar 8,45% dari total jumlah penduduk, yaitu

sebesar 202.358 orang (Kemenkes RI, 2015). Tahun 2014 di kota Manado

jumlah lansia sebesar 32.434 orang dengan persentase 7,65% dari total jumlah

penduduk (Badan Pusat Statistik,2015).

Terdapat banyak perubahan fisiologis yang normal pada lansia, dimana

perubahan ini bersifat patologis yang dapat membuat lansia lebih rentan

terhadap beberapa penyakit. Salah satu dampak yang menjadi perhatian adalah

pada perubahan pola tidur. Menurut National Sleep Foundation sekitar 67%

2
dari 1508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami

perubahan dalam pola tidurnya dari kondisi normal yaitu adanya gangguan

tidur dan sebanyak 7,3% lansia mengeluh sulit untuk memulai dan

mempertahankan tidurnya. Data di Indonesia menunjukkan kondisi gangguan

tidur dialami sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Masalah tidur lansia

dilaporkan setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% mengalami insomnia

dan sekitar 17% diantaranya mengalami gangguan tidur serius (Boedi, 2009).

Menurunnya kondisi fisik serta mental akan mempengaruhi tingkat

kemandirian pada lansia yaitu dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang di

kenal dengan activity of daily living (ADL) (Padila, 2013). Menurut data

survey awal yang diperoleh peneliti sekitar 2301 orang jumlah total lansia di

wilayah kerja puskesmas wawonasa (7,1% dari total jumlah lansia kota

Manado) pada tahun 2015 dan 455 jumlah lansia di wilayah kelurahan

wawonasa pada tahun 2015. Dari data kunjungan posyandu lansia dan

Puskesmas wawonasa ada sekitar 40 orang lansia tiap bulannya mengeluhkan

tidak bisa tidur dan tidak nyenyak tidur.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut diatas maka dapat

dirumuskan masalah penelitian apakah ada hubungan antara gangguan pola

tidur dengan aktivitas sehari-hari lansia di kelurahan wawonasa wilayah kerja

Puskesmas wawonasa.

3
C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara gangguan

pola tidur dan aktivitas sehari-hari lansia di Kelurahan Wawonasa

wilayah kerja Puskesmas Wawonasa.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi gangguan pola tidur yang di alami lansia di

kelurahan Wawonasa.

b. Mengidentifikasi tingkat kemandirian aktivitas sehari-hari lansia di

kelurahan Wawonasa.

c. Menganalisa hubungan antara gangguan pola tidur dengan aktivitas

sehari-hari lansia di kelurahan Wawonasa

D. Manfaat penelitian

1 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan khususnya

bagi lansia tentang perubahan pola tidur yang terjadi pada lansia serta cara

mengantisipasinya.

2 Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan

posyandu lansia dalam mencapai kesehatan lansia yang mandiri.

3 Bagi Institusi

hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan data referensi

dalam menambah wawasan pengetahuan peserta didik khususnya tentang

4
hubungan gangguan pola tidur dengan aktivitas sehari-hari lansia di

kelurahan Wawonasa wilayah kerja puskesmas Wawonasa.

4 Bagi peneliti

Hasil penelitian ini berguna dalam menambahkan pengalaman belajar bagi

peneliti dan dapat dijadikan sumber informasi bagi peneliti selanjutnya

yang berkaitan dengan gangguan pola tidur dan aktivitas sehari-hari lansia

di kelurahan wawonasa wilayah kerja puskesmas wawonasa.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tidur pada lansia

1. Pengertian Tidur dan Pola tidur

Tidur adalah kondisi organisme yang sedang istirahat secara regular,

berulang dan reversible dalam keadaan mana ambang rangsang terhadap

rangsangan dari luar lebih tinggi jika di bandingkan dengan keadaan

terjaga. Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka

waktu yang relative menetap dan meliputi (1) jadwal jatuh (masuk) tidur

dan bangun, (2) irama tidur, (3) frekuensi tidur dalam sehari, (4)

mempertahankan kondisi tidur, dan (5) kepuasan tidur.(Prayitno, 2002).

Selama tidur, tubuh akan beristirahat dan tidak berespon terhadap

lingkungan akan tetapi, seseorang dapat dibangunkan oleh stimulus

lingkungan seperti : memanggil nama, menyentuh tubuhnya, rangsang

suara, dan lampu. Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah

untuk tidur, diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan

kesehatan dan proses penyembuhan penyakit.

2. Klasifikasi gangguan tidur

a. Gangguan tidur primer

Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan

disebabkan oleh gangguan mental lain, kondisi medik umum, atau zat.

6
Gangguan tidur ini dibagi dua yaitu disomnia dan parasomnia.

Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah, kualitas dan waktu

tidur. Parasomnia dikaitkan dengan perilaku tidur atau peristiwa

fisiologis yang dikaitan dengan tidur, stadium tidur tertentu atau

perpindahan tidur bangun.

Disomnia terdiri dari insomnia primer, hipersomnia primer,

narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan,

gangguan ritmik sirkadium tidur, dan disomnia yang tidak dapat

diklasifikasikan.

Parasomnia terdiri dari gangguan mimpi buruk, gangguan teror

tidur, berjalan saat tidur, dan parasomnia yang tidak dapat

diklasifikasikan.

b. Gangguan tidur terkait gangguan mental lain

Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya

keluhan gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh

gangguan mental lain (sering karena gangguan mood) tetapi tidak

memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai gangguan tidur tersendiri.

Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologik yang mendasari

gangguan mental juga mempengaruhi terjadinya gangguan tidur

bangun.

7
c. Gangguan tidur akibat kondisi medik umum

Gangguan akibat kondisi medik umum yaitu adanya keluhan

gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh

fisiologik langsung kondisi medik umum terhadap siklus tidur bangun.

d. Gangguan tidur akibat zat

Yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang

menggunakan atau menghentikan penggunaan zat (termasuk

medikasi). Penilaian sistemik terhadap seseorang yang mengalami

keluhan tidur seperti ini perlu dilakukan evaluasi bentuk gangguan

tidur yang spesifik, jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur,

pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur, mata

cepat menutup dan terbuka, nadi cepat dan irrreguler, tekanan darah

meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan

metabolisme meningkat, tidur ini penting untuk keseimbangan mental,

emosi, juga berperan dalam belajar, memori dan adaptasi (Alimul,

2006).

3. Tahapan tidur

Fisiologi tidur dapat diterapkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak

selama tidur, dan dapat di rekam dengan electroenchepalografi(EEG).

Untuk merekam otak orang yang sedang tidur, digunakan poligrafi EEG.

Dengan cara ini kita dapat merekam stadium tidur adalah sebagai berikut :

8
a. Stadium jaga (wake) / mengantuk

EEG : pada keadaan rileks dan mata tertutup, gambaran didominasi

oleh gelombang alfa. Tidak ditemukan adanya kumparan tidur dan

kompleks K.

Elektrookulograff (EOG) : gerakan mata berkurang, kadang terdapat

artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak mata.

Elektromiograf (EMG) : kadang-kadang tonus otot meninggi

b. Stadium I

EEG: terdiri dari campuran gelombang alfa, beta dan kadang teta.

Tidak terdapat kumparan tidur, kompleks K atau gelombang delta

EOG : tidak terlihat aktivitas bola mata yang cepat

EMG : tonus otot menurun dibanding stadium wake

c. Stadium II

EEG : terdiri atas gelombang campuran alfa, teta dan delta. Terlihat

adanya kumparan tidur dan kompleks K.

EOG : tidak terdapat aktivitas bola mata yang cepat

EMG : kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-tiba,

menunjukkan bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam keadaan

rileks.

d. Stadium III

EEG : persentase gelombang delta antara 20-50 %, tampak kumparan

tidur.

EOG : tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat

9
EMG : gambaran tonus otot yang jelas dari stadium II

e. Stadium IV

EEG : persentase gelombang delta mencapai lebih dari 50%, tampak

kumapran tidur.

EOG : tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat

EMG : tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya

f. Stadium REM

EEG : terlihat gelombang campuran alfa, beta dan teta. Tidak tampak

gelombang delta, kumparan tidur dan kompleks K

EOG : terlihat gambaran REM yang lebar

EMG : tonus otot sangat rendah, frekuensi nadi tinggi dan ereksi.

Stadium I dan II disebut sebagai tidur ringan, sedangkan stadium III

dan IV sebagai tidur dalam. Stadium I, II, III, dan IV disebut stadium non

REM (NREM). Stadium REM dikatakan sebagai tidur ringan, sehingga

stadium ini juga disebut sebagai paradoxical sleep. Pada stadium REM,

individu mengalami peristiwa mimpi dengan intensitas tinggi sehingga

panca indera ikut terangsang (Prayitno, 2002).

10
Mengantuk

Stadium 1 NREM Stadium 2 NREM Stadium 3 NREM

REM Stadium 4 NREM

Stadium 2 NREM Stadium 3 NREM

Gambar 1: Tahap Tidur (dikutip dari Fundamental of Nursing (Potter and

Perry,2005).

4. Perubahan pola tidur pada usia lanjut

Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan dalam periode tidur

kebutuhan tidur akan berkurang dengan berlanjutnya usia, pada usia 12

tahun kebutuhan tidur sampai 8,5 jam, berkurang menjadi 8 jam pada usia

20 tahun, 7 jam pada usia 40 tahun , 6 jam pada usia 60 tahun atau lebih

(Alimul,2006). Selain itu perubahan juga terjadi pada ritme circardian

yang menghasilkan penigkatkan tidur lebih awal, terbangun lebih awal,

disertai dengan penigkatan bangun yang sering di malam hari. Alasan-

alasan yang juga menyertai terbangunnya lanjut usia pada malam hari

meliputi jalan ke kamar mandi, susah bernapas, kram kaki, dan suara

gaduh. Dengan bertambahnya usia, frekuensi terbangun meningkat dari

1atau 2 sampai 6 kali semalam.

Semakin bertambah usia efisiensi tidur semakin berkurang. Efisiensi

tidur diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding dengan waktu

11
berbaring ditempat tidur. Pada lansia kebutuhan tidur semakin menurun

karena dorongan homeostatic untuk tidur berkurang. Lansia wanita lebih

banyak mengalami insomnia dibanding dengan lansia pria yang banyak

mengalami sleep apnea atau kondisi medis lainnya yang dapat menggangu

tidur. Tidur lansia kurang dalam, lebih sering terbangun, tidur delta

berkurang, dan tidurnya tidak efektif. Mengantuk disiang hari sering

terjadi pada lansia. Keadaan ini dapat mempengaruhi jadwal tidur

bangunnya dimalam hari. Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi

pengurangan pada gelombong lambat, terutama stadium 4 gelombang alfa

menurun, dan meningkatnya frekuensi terbangun dimalam hari atau

meningkatnya fragmentasi tidur karena sering terbangun. Ritmik

circardian tidur bangun lansia juga sering terganggu. Jam biologik lansia

lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju, seringnya terbangun malam

hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang

hari.

Perubahan pola tidur pada lansia banyak disebabkan oleh kemampuan

fisik lansia yang semakin menurun. Kemampuan fisik menurun terkait

oleh kemampuan organ dalam tubuh yang menurun juga seperti jantung,

paru-paru dan ginjal, penurunan tersebut mengakibatkan daya tahan tubuh

dan kekebalan turut berpengaruh. Pada lansia biasanya insomnia lebih

sering menyerang. Hal ini terjadi sebagai efek samping (sekunder) dari

penyakit seperti nyeri sendi, osteoporosis, payah jantung, Parkinson dan

depresi. Jika penyebab utama diatasi dengan sendirinya gangguan tidur

12
akan teratasi. Pada kondisi seperti ini obat tidur bukanlah solusi yang

tepat, lansia amat mudah lelah sehingga tertidur pada siang hari (Narto,

2011).

Adanya perubahan struktur fungsi tidur pada lansia karena proses

penuaan yang berdampak pada peningkatan jumlah jam tidur pada tahap I

& II, penurunan jumlah jam tidur pada tahap III & IV, waktu yang lama

untuk dapat tidur, sulit untuk tidur, sering terbangun pada malam hari,

jumlah total jam tidur berkurang dan mengantuk pada siang hari (Loftis

and Glover, 1993 : Miller, 1995 dalam Karota-Bukit, 2005).

Tabel 1. Perubahan Pola tidur Pada Lanjut Usia

Pola tidur Laporan subjektif Laporan objektif

Lamanya di tempat Meningkat Meningkat


tidur meningkat
Total waktu tidur Menurun Bervariasi
(umumnya menurun)
Ancang-ancang tidur Meningkat Bervariasi
(sleep latency) (umumnya menurun)
Terjaga setelah Meningkat Meningkat
mulai tidur
Tidur singkat pada Meningkat Meningkat
siang hari (daytime
naps)
Efisiensi tidur Menurun Menurun

13
Tabel 2. Perubahan dalam struktur tidur pada usia lanjut

Fase tidur Hasil polisomnografik

Non rapid eye movement (NREM)


Stadium I Meningkat
Stadium II Bervariasi (umumnya menurun)
Stadium III Menurun
Stadium IV Menurun
Rapid eye movement (REM)
Kualitas Menurun
Distribusi Onset lebih awal cenderung kea rah
periode durasi yang sama (bukan
perpanjangan yang proporsif)

5. Kualitas tidur lansia

a. Pengkajian kualitas tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan yang dapat dilihat dari

kemampuan individu dalam mempertahankan tidur dan mendapatkan

kebutuhan tidur yang cukup dari tidur REM dan NREM (Kozier and

Erb, 1987). Kualitas tidur dapat diketahui dengan melakukan

pengkajian yang data subjektif dan data objektif. Data subjektif biasa

individu melaporkan pengalaman tidur yang dialami berkaitan dengan

total waktu tidur, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk tertidur,

frekuensi seringnya terbangun pada malam hari dan waktu bangun di

pagi hari (Craven and Hirnle, 2000). Data objektif berupa pemeriksaan

fisik dan diagnostik, pemeriksaan fisik dapat diobservasi dari

14
penampilan seperti adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu,

dan konjungtiva merah. Dapat dilhat juga dari perilaku dan tingkat

energi individu seperti prilaku iritabel, kurang perhatian, respon

lambat, sering menguap, menarik diri dan bingung, postur tubuh tidak

stabil, tangan tremor dan kurang koordinasi. Dari pemeriksaan

diagnostic dapat dilakukan dengan merekam proses tidur dengan EEG

(elektroenchepalogram), EMG (eltromyogram) dan EOG

(elektrooculogram) (Potter and Perry, 2001).

b. Kualitas tidur pada lansia

Kualitas tidur pada lansia mengalami perubahan seiring dengan

terjadinya perubahan fisik pada sistem saraf yang mempengaruhi

aktivasi dengan sel-sel cerebral. Jumlah saraf mulai menurun yang di

ikuti dengan penurunan efisiensi sistem saraf perifer yang mengalami

degenerasi yang menyebabkan penurunan kecepatan konduksi sensorik

dan motorik. Terjadinya penurunan sensorik seperti kemampuan untuk

melihat pada lansia juga mengurangi sensitivitas terhadap stimulus

eksternal seperti cahaya atau gelap yang mempengaruhi pola tidur

(Stabb and Hodges, 1996). Perubahan tidur pada lansia paling umum

adalah terjadinya peningkatan jumlah waktu di tempat tidur namun

efisiensi tidur kurang, peningkatan waktu latensi tidur, peningkatan

frekuensi terbangun dari tidur dimalam hari (Foreman and Wyke,

1995).

15
6. Berbagai gangguan tidur pada lansia

Klasifikasi oleh Association of sleep disorder pada tahun 1999, gangguan

tidur berat pada lansia terbagi menjadi :

a. Gangguan memulai dan mempertahankan tidur (Disorder of initiating

and maintaining sleep = DIMS).

b. Gangguan mengantuk berlebihan (disorder of excessive somnolence =

DOES).

c. Gangguan siklus tidur – jaga (disorder of the sleep – wake cycle).

d. Perilaku tidur abnormal (abnormal sleep behaviour, parasomnias)

7. Faktor yang mempengaruhi tidur pada lansia.

Menurut Potter dan Perry (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi

tidur antara lain :

 Penyakit fisik

Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur yang lebih

banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan

seseorang kurang tidur bahkan tidak dapat tidur.

 Latihan fisik dan kelelahan

Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Seseorang

dengan kelelahan tingkat menengah dapat tidur nyenyak, sedangkan

pada kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM

lebih pendek.

16
 Stres emosional

Depresi akan menyebabkan gangguan frekuensi tidur. Hal ini

disebabkan oleh kondisi cemas yang meningkatkan norepirefin darah

melalui sistem saraf simpatis dan akan mengurahi tahap REM dan

NREM.

 Obat-obatan dan subtansi

Beberapa jenis obat dan subtansi yang dapat menimbulkan gangguan

tidur yaitu : diuretik, antidepresan, kafein, betabloker, narkotika,

amfetamin.

 Nutrisi

Makanan seperti keju, susu, daging dan ikan tuna dapat mempercepat

tidur.

 Lingkungan

Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk

tidur. Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang untuk

tidur nyenyak dan sebaliknya.

 Motivasi

Motivasi dapat mempengaruhi dan menimbulkan keinginan untuk

tetap bangun dan menahan tidak tidur, sehingga dapat menimbulkan

gangguan proses tidur.

17
8. Penatalaksanaan gangguan tidur

a. Farmakologik

Benzodiazepine merupakan pilihan yang paling sering digunakan

untuk mengatasi gangguan tidur, namun penggunaan dalam jangka

waktu panjang tidak di anjurkan. Karena dapat menyebabkan

penurunan kognitif dan gangguan koordinasi motorik.

b. Non farmakologik

- Hygiene tidur

Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur

merupakan syarat yang mutlak untuk gangguan tidur. Jadwal tidur-

bangun dan latihan fisik sehari-hari yang teratur perlu

dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak nyaman.

Klien di minta untuk menghindari latihan fisik berat sebelum tidur.

Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan

kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan lingkungan ini efektif

untuk memperbaiki tidur.

- Terapi pengontrolan stimulus

Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering

dikaitkan dengan kesulitan memulai dan jatuh tidur.

Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita insomnia:

1. Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk.

2. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

18
3. Jangan menonton TV, membaca, makan, dan menelepon di

tempat tidur.

4. Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena bisa bertambah

frustasi jika tidak bisa tidur.

5. Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun,

pergi ke ruang lain, kerjakan sesuatu yang membuat terjaga,

masuk kamar tidur setelah kantuk dating kembali.

6. Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan

waktu tidur, total tidur, atau hari

7. Menghindari tidur di siang hari

8. Jangan menggunakan stimulant (kopi, rokok,dll) dalam 4-6 jam

sebelum tidur.

- Slepp restriction therapy

Membatasi waktu ditempat tidur dapat membantu

mengkonsolidasi tidur. Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang

terbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur. Misalnya bila klien

mengatakan bahwa hanya tertidur 5 jam dari 8 jam waktu

berbaring maka waktu di tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di

siang hari harus dihindari. Lansia dibolehkan tidur di siang hari

sekitar 30 menit, bila efisiensi tidur lansia mencapai 85% (rata-rata

setelah lima hari), waktu tidurnya boleh di tambahkan 15 menit.

Terapi pembatasan tidur dapat mengurangi frekuensi dan durasi

terbangun di malam hari.

19
- Terapi relaksasi dan biofeedback

Menghipnosis diri sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas

dalam sehingga terjadi keadaan rileks, cukup efektif untuk

memperbaiki tidur. Biofeedback yaitu memberikan umpan balik

perubahan fisiologis yang terjadi setelah relaksasi.

- Terapi apnea tidur obstruktif

Apnea tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari tidur

terlentang, menggunakan perangkat gigi, menurunkan berat badan,

menghindari obat-obat yang menekan jalan napas, menggunakan

stimulansia pernafasan seperti acetazolamide, nasal continuous

positive airway pressure, upper airway surgery (Amir, 2007).

B. Konsep ADL (Activity Daily Living)

1. Definsi

ADL adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari-hari. ADL

merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain

ke toilet, makan, berpakaian (berdandan), mandi, dan berpindah tempat.

(Hardiwinito dan setiabudi, 2005). Sedangkan menurut Brunner & Suddart

(2002), ADL adalah aktifitas perawatan diri yang harus pasien lakukan

setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.

ADL adalah keterampilan dasar dan tugas okupasional yang harus dimiliki

seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri yang dikerjakan

seseorang sehari-harinya dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan

20
dengan perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat

(Sugiarto, 2005).

2. Macam-macam ADL.

a. ADL dasar yaitu keterampilan dasar yang harus dimiliki seseorang

untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum,

toileting, mandi, berhias, dan kemampuan mobilisasi (Sugiarto, 2005).

b. ADL instrumental yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaaan

alat atau benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan

makanan, menggunakan telepon, menulis, mengetik, dan mengelola

uang.

c. ADL vokasional yaitu ADL yang berhubungan dengan pekerjaan

d. ADL nonvokasional yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi dan

mengisi waktu luang.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ADL

Menurut Hardywinoto (2007), kemauan dan kemampuan untuk melakukan

ADL tergantung pada beberapa faktor yaitu :

a. Umur dan status perkembangan

Umur dan status perkembangan seseorang menunjukan kemauan dan

kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap

ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari

b. Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan

partisipasi dalam aktivitas sehari-hari. Bila terjadi terjadi gangguan

21
pada salah sistem tubuh maka akan berpengaruh pada pelaksanaan

aktivitas sehari-hari.

c. Fungsi kognitif

Fungsi kognitif menunjukan proses menerima, mengorganisasikan dan

menginterpretasikan sensor stimulus untuk berpikir dan menyelesaikan

masalah. Proses mental memberikan kontribusi pada fungsi kognitif

,dapat mengganggu dalam proses berpikir logis, dan menghambat

kemandirian dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.

d. Fungsi psikososial

Fungsi psikologi menunjukan kemampuan seseorang untuk mengingat

sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang

realistik. Interaksi intrapersonal dan interpersonal dalam proses ini

apabila mengalami gangguan akan mempengaruhi kemampuan dalam

pemenuhan aktivitas sehari-hari.

e. Tingkat stres

Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam

kebutuhan. Stressor dapat timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat

mengganggu kesimbangan tubuh.

f. Ritme biologi

Irama biologi membantu mahluk hidup mengatur lingkungan fisik

disekitarnya dan membantu homeostatis internal (keseimbangan dalam

tubuh dan lingkungan). Salah satu irama biologi adalah irama

sirkardium yang berjalan pada siklus 24 jam. Perbedaan irama

22
sirkadium membantu aktifitas meliputi tidur, temperature tubuh dan

hormon.

g. Status mental

Status mental menunjukan keadaan intelektual seseorang. Seperti yang

diungkapkan cahya yang dikutip dari baltes, salah satu yang dapat

mempengaruhi ketidakmandirian individu dalam memenuhi

kebutuhannya adalah keterbatsan status mental.

h. Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat salah satunya adalah

posyandu lansia. Lansia yang secara aktif melakukan kunjungan ke

posyandu kualitas hidupnya akan lebih baik daripada lansia yang tidak

aktif ke posyandu (Pujiyono 2009).

C. Konsep Lanjut usia (Lansia)

1. Definisi lansia

Menurut WHO dan Undang-Undang No 13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2,

3,4 tentang kesehatan, usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai

usia ≥ 60 tahun.

2. Karakteristik lansia

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan secara

perlahan-lahan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita

(Contantinedes,1994). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

23
proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan

dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian memang harus diakui

bahwa ada berbagai penyakit yang sering terjadi pada kaum lansia

(Nugroho,2000).

Menurut Budi Ana Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai

berikut :

a. Berusia lebih dari 60 tahun (UU no 13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia).

b. Kebutuhan dan masalah bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,

kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta kondisi adaptif dan

maladaptive.

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

3. Tipe lansia

Tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,

kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya (Nugroho,2000). Tipe

tersebut diantaranya :

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,

sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

24
c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin mentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengeritik dan

banyak menuntut.

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan

melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif dan acuh tak acuh.

4. Perubahan fisiologis pada lansia

Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang

terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain (Padila, 2013) :

a. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang

menetap.

b. Rambut kepala mulai memutih atau beruban

c. Gigi mulai lepas (ompong)

d. Mudah lelah dan mudah jatuh

e. Mudah terserang penyakit

f. Nafsu makan menurun

g. Penciuman mulai berkurang

h. Gerakan mulai lamban dan kurang lincah

i. Pola tidur berubah

25
5. Kebutuhan hidup lansia

Kebutuhan hidup lansia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi

seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan

kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan social seperti

bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka

mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi

pengalaman, memberikan pengarahan untuk hidup yang lebih baik.

Kebutuhan tersebut di perlukan oleh lansia agar dapat mandiri sehingga

dapat melakukan tugas dalam perkembangannya. Kemandirian lansia

dapat dilihat dari kemampuan untuk melakukan aktivitas normal sehari-

hari. Kemandirian lansia tidak hanya diukur dari kemampuan mereka

dalam beradaptasi dan beraktivitas normal sehari-hari, tapi juga dari

kondisi tubuh ataupun kesehatan lansia. Semakin lemah kondisi kesehatan

lansia semakin berkurang pula kemapuannya dalam beraktivitas (Yunita,

2010).

26
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIOANAL

A. Kerangka konsep

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gangguan pola

tidur lansia yaitu total jam tidur dimalam hari, waktu untuk memulai tidur,

frekuensi terbangun dimalam hari, perasaan segar saat bangun pagi,

kedalaman tidur, kepuasan tidur dan mengantuk di siang hari (Karota-Bukit,

2005) dan mengidentifikasi kemampuan lansia dalam melaksanakan aktivitas

sehari-hari yaitu makan, mandi, perawatan diri, berpakaian, Buang air kecil,

buang air besar, penggunaan toilet, transfer, mobilitas, dan naik turun tangga

(Padila, 2013).

Gangguan pola tidur Aktivitas sehari-hari

Gambar 2. Kerangka konsep Penelitian

Ket :

= Diteliti

Variabel bebas : gangguan pola tidur

Variable terikat : aktivitas sehari-hari

27
B. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan yang bermakna antara

gangguan pola tidur dengan aktivitas sehari-hari lansia di kelurahan wawonasa

wilayah kerja puskesmas wawonasa.

C. Definisi operasional

Variable Definisi Parameter Alat ukur Skala Hasil ukur


ukur
Gangguan Suatu keadaan Gangguan pola Kuesioner Ordinal - tidak ada
pola tidur ketidakmampuan tidur meliputi : berdasarkan gangguan
seseorang - Total jam insomnia tidur bila
mendapatkan tidur rating scale jumlah skor <
tidur yang - Kualitas yang telah 10
adekuat, baik tidur dibakukan - ada atau
secara kualitas - Latensi mengalami
maupun tidur gangguan
kuantitas dengan - Frekuensi tidur bila
keadaan tidur bangun di jumlah skor ≥
yang hanya malam hari 10
sebentar atau - Kebiasaan
susah tidur bangun di
pagi hari
- Perasaan
segar saat
bangun
tidur di pagi
hari

28
Aktivitas Keterampilan Aktivitas Observasion Ordinal - Mandiri (skor
sehari- atau kemampuan sehari-hari al kuesioner 13 -17)
hari yang harus lansia meliputi: berdasarkan - Ketergantung
lansia dimiliki lansia - Makan indekz Katz an (skor 0 -
dalam merawat - Mandi yang telah 13)
dirinya secara - Perawatan dibakukan.
mandiri untuk diri Jika Mandiri
memenuhi - Berpakaian =2
perannya - BAK Bergantung
sebagai pribadi, - BAB =1
dlm keluarga - Penggunaan
dan masyarakat toilet
- Berpindah

BAB IV

29
METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

deskriptif analitik dengan metode pendekatan cross sectional. Penelitian cross

sectional merupakan penelitian seksional silang dengan variabel sebab atau

resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian yang di ukur

dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu waktu

(Setiadi, 2007).

B. Waktu dan tempat penelitian

Waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah bulan

oktober 2016. Pembuatan proposal penelitian dimulai pada bulan juli 2016 -

agustus 2016. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengambilan data

penelitian sampai penyelesaian skripsi adalah bulan september 2016 – oktober

2016. Tempat penelitian dilaksanakan di Kelurahan Wawonasa .

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah objek penelitian (Padila, 2013).

Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang berada di Kelurahan

Wawonasa Kecamatan Singkil kota Manado yang berjumlah 445 orang

lansia.

2. Sampel

30
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek penelitian

dan dianggap mewakili populasi (Padila,2013). Menurut Gay dan Dehl

(1996), untuk penelitian deskriptif minimal diambil sampel sebesar 10%

dari populasi. Sementara jika populasinya besar maka minimal diambil

sampel sebesar 20% dari populasi (Arikunto, 2010).

Disini peneliti mengambil sampel sebanyak 20% yaitu sebesar 89

responden, pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara

purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan

peneliti sendiri (Padila, 2013).

D. Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria sampel penelitian terdiri dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

Adapun kriteria inklusi dari penelitian ini sebagai berikut :

a. Lansia berumur 60 tahun keatas

b. Bertempat tinggal di kelurahan Wawonasa

c. Bersedia jadi responden

Kriteria eksklusi penelitian ini sebagai berikut :

a. Lansia sedang sakit

b. Lansia mengalami disorientasi orang, waktu dan tempat

c. Lansia tidak berada ditempat pengambilan data

d. Lansia yang memenuhi kriteria inklusi tidak bersedia menjadi responden

31
E. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah angket / kuesioner.

Lembar kuesioner untuk mengukur gangguan pola tidur dengan menggunakan

insomnia rating scale yang sudah di uji oleh KSPBJ-IRS pada 175 pasien non

psikiatrik pada poliklinik umum untuk keluhan gangguan tidur terdiri 8 item

yang masing-masing menjelaskan tentang pola tidur responden (Aspuah,

2013). Sedangkan alat ukur untuk aktivitas sehari-hari lansia menggunakan

instrument pengkajian indeks Katz sudah terstandarisasi (Padila, 2013)

F. Pengolahan data

1. Editing

Editing merupakan pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah diperoleh

dari responden (Setiadi, 2007). Kegiatan pengecekan pada pengisian

lembar kuesioner apakah jawaban dalam lembar kuesioner sudah lengkap,

jelas dan relevan.

2. Coding

coding merupakan pemberian tanda atau mengklasifikasikan jawaban –

jawaban dari para responden ke dalam kategori tertentu. Kegiatan

mengubah data huruf menjadi data angka sehingga mudah dalam

menganalisa.

Pemberian coding pada penelitian ini meliputi :

a. Gangguan pola tidur

1. Tidak ada gangguan tidur =0

2. Ada atau mengalami gangguan tidur = 1

32
b. Aktivitas sehari-hari lansia

1. Bergantung =0

2. Mandiri =1

c. Karakteristik responden

1. Umur : 60 -64 =0

65-69 =1

>70 =2

2. Jenis kelamin : Laki-laki =0

Perempuan =1

3. Agama : Islam =0

Kristen =1

Hindu =2

Budha =3

4. Tingkat pendidikan : Tidak sekolah =0

SD =1

SMP =2

SMA =3

PT =4

5. Status perkawinan : Belum Menikah = 0

Menikah =1

Duda / Janda =2

33
3. Skoring

Skoring adalah pemberian skor pada masing-masing angket kuesioner.

Dengan ketentuan jawaban yaitu untuk gangguan pola tidur dari 8 item

pertanyaan mendapatkan skor dengan 0,1,2,3,4, atau 5, sesuai yang telah

ditetapkan dalam insomnia rating scale. Untuk aktivitas sehari-hari lansia

sesuai dengan indeks Katz yang telah dibakukan terdiri dari 17 item

pertanyaan dengan skor 0 atau 1

Hasil dari jawaban responden yang telah diberi skor kemudian

dijumlahkan semuanya. Hasil dari total skor di interprestasikan sebagai

berikut : hasil gangguan pola tidur < 10 = tidak mengalami gangguan

tidur, ≥ 10 = ada atau mengalami gangguan tidur. Sedangkan hasil dari

total skor aktivitas sehari-hari lansia 13 – 17 untuk mandiri dan 0 -12

untuk ketergantungan.

4. Entry

Memasukkan data yang telah diskor kedalam computer seperti ke dalam

spread sheet program excel atau kedalam program SPSS (statistical

product and service solutions).

5. Cleaning

Cleaning merupakan tehnik pembersihan data, data-data yang tidak seuai

dengan kebutuhan akan terhapus. Kegiatan pengecekan ulang data yang

sudah di entry apakah terdapat kesalahan atau tidak.

34
G. Analisa data

Data yang dihasilkan dalam penelitian ini mempunyai skala ordinal, maka

analisa data yang digunakan peneliti adalah uji statistic Chi-Square dengan ɑ

= 0,05. Tujuan digunakan Uji Chi-Square adalah untuk menguji perbedaan

proporsi / presentase antara beberapa kelompok data. Dari segi data uji Chi-

Square untuk mengetahui hubungan variabel kategorik dengan variable

kategorik (Hastanto, 2006). Dalam penelitian ini uji Chi-Square untuk

mengetahui hubungan antara gangguan pola tidur dengan aktivitas sehari-hari

lansia. Proses pengujian Chi-Square adalah membandingkan frekuensi yang

terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (ekspetasi). Bila nilai frekuensi

observasi dengan nilai frekuensi ekspetasi sama, maka dikatakan tidak ada

perbedaan yang bermakna (signifikan). Sebaliknya bila nilai frekuensi

observasi dan nilai frekuensi harapan berbeda, maka dikatakan ada perbedaan

yang bermakna (Hastanto, 2006).

H. Etika penelitian

1. Lembar persetujuan (informed consent)

Lembar persetujuan dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan kepada

seluruh responden yang memenuhi kriteria inklusi diteliti, dengan tujuan

agar responden mengerti dan memahami maksud dan tujuan penelitian

serta bisa bekerja sama dengan peneliti.

35
2. Kerahasiaan (confidentialy)

Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik nama

maupun alamat asal subjek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk

menjaga anonimitas dan kerahasiaan subjek (Syahdrajat, 2015).

3. Tanpa nama (anonimity)

Pengisian lembar kuesioner, nama responden tidak perlu dicantumkan

pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup mencantumkan tanda tangan

pada lembar persetujuan sebagai responden, untuk mengetahui

keikutsertaan responden peneliti cukup memberikan kode pada lembar

kuesioner.

4. Keadilan (justice)

Aplikasi keadilan pada penelitian ini dilakukan dengan memberikan

perlakuan yang sama pada lansia yang menjadi responden tanpa

membedakan status social atau ekonominya.

5. Kejujuran (veracity)

Peneliti harus memberikan informasi yang jujur tentang penelitian yang

akan dilakukan kepada responden, sehingga tidak akan menimbulkan rasa

curiga atau cemas bahwa peneliti akan menipu responden.

36
I. Jadwal penelitian

Tabel 3. Jadwal kegiatan penelitian

Kegiatan Juni Juli Agust Sept Okt

2016 2016 2016 2016 2016

Penyusunan proposal XXX

Seminar proposal XXX

Perbaikan proposal XXX

Pengumpulan data XXX

Pengolahan dan analisa data XXX

Ujian skripsi XXX

37
DAFTAR PUSTAKA

Alimul , A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba


Medika
Amir, Nurmiati. 2007. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia, Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran, No 157, 196-206. Diakses di
www.itokindo.org pada tanggal 4 April 2016
Arikunto, Suharsimi.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Yogyakarta: Rineka Cipta
Aspuah , Siti. 2013. Kumpulan Kuesioner dan Instrumen Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta : Badan
Pusat Statistik. Diakses di www.bps.go.id
Boedhi ,R, & Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut. Jakarta : Balai penernit FK UI.
Fadhia ,N,.Ulfiana,E.,Ismono,S R. 2012. Hubungan Fungsi Kognitif dengan
Kemandirian dalam Melakukan Activities of Daily Living (ADL) pada Lansia
di UPT SLU Pasuruan. Jurnal Keperawatan Unair. Diakses di
www.journal.unair.ac.id pada tanggal 4 April 2016
Hardywinoto, Setiabudi. 2007. Panduan gerontology. Jakarta : Pustaka Utama
Hastono , S Priyo & Sabri, Luknis.2011. Statistik Kesehatan. Jakarta :
RajaGrafindo Persada
Karota – Bukit, E. 2005. Jurnal Keperawatan Indonesia Volume 9. Jakarta :
Fakultas Ilmu Keperawatan Indonesia.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia.
Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan. Kemenkes RI. Diakses di
www.depkes.go.id pada tanggal 4 April 2016
Kementerian Kesehatan RI. 2015 Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta
: Kemenkes RI. Diakses di www.depkes.go.id pada tanggal 4 April 2016
Lestari,R., Wihastuti,T A.,Rahayu,B F. 2013. Hubungan Tingkat Kecemasan
dengan Tingkat Kemandirian Activities Of Daily Living (ADL) pada Lanjut
Usia di Panti Werda. Jurnal Keperawatan Indonesia, 1(2), 128-134. Diakses di
www.jurnal.ub.ac.id pada tanggal 4 April 2016

38
Marlina,Y.,Napitupulu, N.2013. Hubungan Aktivitas sehari-hari dan Succesful
Aging Pada Lansia di akses di www.psikologi.ub.ac.id pada tanggal 4 april 2016
Narto , 2001. Pola Tidur Usia Dewasa dan Usia Lanjut. Diakses pada tanggal 4
April 2016 di www.artikelbaru.com
Nugroho, 2010. Keperawatan gerontik dan geriatric. Jakarta : Kedokteran EGC
Nursalam, 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan.
Jakarta : salemba Medika
Padila. 2013. Buku ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha medika
Potter, P.A & Perry, A. G. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep
Proses dan Praktik Edisi 5 Volume 2. Jakarta : EGC
Prayitno, A. 2002. Gangguan Pola Tidur pada Kelompok Lanjut Usia dan
Penatalaksanaanya. Jurnal Kedokteran Trisakti, 21(2), 23-30. Diakses di
www.academia.edu pada tanggal 4 April 2016
Setiadi, 2007. Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta : Graha ilmu
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D. Cetakan ke-
18. Bandung: Alfabeta.
Suyanto. 2011. Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta :
Nuha Medika
Syahdrajat , Tantur. 2015. Panduan Menulis Tugas Akhir Kedokteran dan
Kesehatan. Jakarta : Prenadamedia Group

39

Anda mungkin juga menyukai