Anda di halaman 1dari 35

Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa

Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

INSOMNIA

Oleh:
Andreas Tedi S. K. K 0910015001
Marini Tandarto
0910015036
Radhiyana Putri
0910015031
Pembimbing
dr. Denny Jeffry Rotinsulu, Sp.KJ
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2014

Tutorial

LEMBAR PENGESAHAN

INSOMNIA
Tutorial Kasus
Diajukan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik
pada Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Disusun oleh:
Andreas Tedi S.K.K 0910015001
Marini Tandarto
0910015036
Radhiyana Putri
0910015031
Dipresentasikan pada 18 Desember 2014
Pembimbing
dr. Denny Jeffry Rotinsulu, Sp.KJ
Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Samarinda
2014

DAFTAR ISI

Contents
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................5
PENDAHULUAN.............................................................................................5
1.1.

Latar Belakang.....................................................................................5

BAB II...............................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................7
2.1.
2.2.
2.3.

Definisi.................................................................................................7
Epidemiologi........................................................................................8
Fisiologi Tidur......................................................................................9

2.3.1.
2.3.2.
2.3.3.
2.3.4.
2.3.5.
2.4.
2.5.
2.6.
2.7.
2.8.
2.9.
2.10.
2.11.
2.12.
2.13.
2.14.
2.15.

Definisi Tidur.................................................................................9
Tahap dan Siklus Tidur..................................................................9
Mekanisme Tidur dan Bangun.....................................................12
Definisi Kualitas Tidur................................................................14
Metode Pengukuran Kualitas Tidur.............................................15

Etiologi Insomnia...............................................................................15
Patofisiologi Gangguan Tidur............................................................17
Klasifikasi Insomnia..........................................................................18
Tanda dan Gejala Klinis.....................................................................22
Pemeriksaan Fisik..............................................................................24
Pemeriksaan Penunjang.....................................................................25
Diagnosis........................................................................................28
Diagnosis Banding.........................................................................29
Komplikasi atau Penyulit...............................................................29
Terapi..............................................................................................30
Prognosis........................................................................................32
Algoritme.......................................................................................32

BAB III............................................................................................................34
KESIMPULAN...............................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................34

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan tidur ataupun kesulitan dalam tidur dewasa ini cukup banyak
diderita oleh banyak orang. Gangguan ini paling tidak pernah diderita oleh seseorang
paling tidak sekali dalam hidupnya ataupun ada yang menderita hampir sepanjang
hidupnya dan hal yang inilah yang dapat mempengaruhi kwalitas hidup seseorang.
Seseorang yang terganggu dalam tidurnya akan dapat terjadi bermacam-macam
gangguan seperti hilang semangat, kesulitan dalam berkonsentrasi, selalu merasa
mengantuk dan gelisah, mudah marah atau temperamental menjadi tinggi, tekanan darah
menjadi tinggi dari biasanya/normal sampai berujung pada terjadinya penyakit-penyakit
tertentu yang bersifat kronis.1, 2
Insomnia atau kesulitan tidur atau gangguan dalam tidur sebenarnya bukan suatu
penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti
kelainan emosional,kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Sulit tidur sering terjadi,
baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan
gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan. Kadang
seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah. Dengan bertambahnya
usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga berubah, dimana stadium 4
menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan pada semua stadium lebih
banyak terjaga. Perubahan ini, walaupun normal, sering membuat orang tua berfikir
bahwa mereka tidak cukup tidur.1
Insomnia atau gangguan tidur terjadi pada hampir 30-50% dari seluruh populasi
didunia. Dari kesemuanya itu sekitar 10% mengalami insomnia kronis, yaitu gangguan
tidur yang terjadi sudah lama pada seseorang selama kurang lebih 3 minggu lebih
namun tidak terlalu mempengaruhi keadaan seseorang tersebut. Insomnia kebanyakkan
terjadi pada usia dewasa dan semakin meningkat frekuensinya seiring bertambahnya
usia dan terjadi kebanyakkan pada wanita dibanding pria. Anak-anakpun dapat terjadi
insomnia namun kebanyakkan insomnia yang terjadi pada anak-anak banyak

disebabkan oleh faktor organic ketimbang orang dewasa yang lebih banyak disebabkan
oleh faktor anorganik.1, 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk
tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut
biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun. Insomnia sering disebabkan oleh
adanya suatu penyakit atau akibat adanya permasalahan psikologis.3 Dalam hal ini,
bantuan medis atau psikologis akan diperlukan.
Menurut Oxford American Handbook of Neurology, Insomnia adalah keadaan
yang ditandai oleh adanya kesulitan tidur, mempertahankan tidur (sering terbangun
dengan kesulitan untuk kembali tidur), atau bangun lebih awal, disertai dengan
gangguan fungsi siang hari (kelelahan, lekas marah, dan kurangnya perhatian).1 Tidur
pada insomnia digambarkan sebagai tidur yang pendek dan tidak memadai, mudah
terganggu, berkualitas buruk, tidak memuaskan, atau non-restorative. Pada anak-anak,
insomnia dapat muncul sebagai resistensi tidur atau kurangnya kemampuan untuk tidur
secara independen. Kebanyakan peneliti mengartikan insomnia sebagai keterlambatan
tidur 30 menit atau lebih, waktu bangun setelah onset tidur 30 menit atau lebih, efisiensi
tidur kurang dari 85%, atau waktu tidur total kurang dari 6 hingga 6,5 jam, terjadi
setidaknya 3 kali seminggu.2
Dalam beberapa literature lain insomnia adalah gejala-gejala yang meliputi:
1. Mempunyai masalah dalam tidur
2. Sering bangun pada malam hari dan kesulitan untuk tidur kembali.
3. Bangun terlalu pagi hari.
4. Merasakan seperti tidak puas dalam tidur.1, 4
Insomnia bisa menjadi suatu masalah yang berat bila dapat menimbulkan
gangguan dalam kehidupan seseorang. Kurang tidur menyebabkan seseorang selalu
menjadi mengantuk pada siang harinya, kurang tenaga untuk melakukan pekerjaan
sehari-hari dan terkadang seseorang menjadi mudah emosional. Akut insomnia adalah

salah satu yang dapat menimbulkan gangguan dalam kwalitas hidup seseorang. Akut
insomnia dapat terjadi biasanya bila seseorang mengalami stress berat atau setelah
mengalami trauma tertentu baik itu trauma yang bersifat fisik maupun trauma batin dan
biasanya berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Akut insomnia ini dapat
terjadi sewaktu-waktu dan dapat hilang sendiri. Sedangkan kronik insomnia adalah bila
gangguan tidur terjadi selama kurang lebih 3 malam berturut-turut selama seminggu
dalam kurun waktu 1 bulan. Kronik insomnia biasanya diawali dari akut insomnia dan
biasanya sulit disembuhkan.3,5
2.2. Epidemiologi

Jajak Pendapat Tidur di Amerika yang dilakukan oleh National Sleep


Foundations pada tahun 2002, menunjukkan 58% dari orang dewasa di AS mengalami
gejala insomnia pada beberapa malam dalam seminggu atau lebih. Meskipun insomnia
merupakan masalah tidur yang paling umum di antara sekitar setengah orang dewasa
yang lebih tua (48%), mereka cenderung sering mengalami gejala insomnia dari pada
rekan-rekan muda mereka (45% vs 62%) dan gejalanya lebih cenderung berhubungan
dengan kondisi medis.3
Insomnia merupakan kondisi umum yang mempengaruhi hampir semua usia dan
strata sosial ekonomi. Kebanyakan studi epidemiologi menyebutkan prevalensi
insomnia intermiten sekitar 30% sampai 40% dari populasi umum dan insomnia kronis
sekitar 10% sampai 15%.3 Insomnia berkorelasi positif dengan usia dan berkorelasi
negatif dengan pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan.
Selain itu, pada wanita sekitar dua kali lebih mengeluh insomnia.6 Satu alasan
yang mempengaruhi hal ini adalah adanya perubahan hormone pada siklus haid yang
mempengaruhi siklus tidur. Selama perimenopause seorang wanita dapat mengalami
gangguan dalam tidur dan kesulitan dalam tidur. Seorang wanita tersebut dapat
mengalami rasa panas pada wajah dan dapat mengalami keringat malam yang dapat
mengganggu tidur seorang wanita. Selama kehamilan seorang wanita dapat mengalami
perubahan hormone, fisik dan emosional yang dapat mengganggu tidur seorang wanita.
Wanita hamil terutama pada trimester ketiga dapat menyebabkan rasa tidak enak, keram

pada kaki dan sering pergi ke kamar mandi yang semuanya itu dapat menyebabkan
gangguan tidur.3
Prevalensi insomnia lebih besar di antara pengguna narkoba dan alkohol, di
rumah sakit atau orang-orang dilembagakan, dan pada individu dengan gangguan medis
atau neurologis yang mendasari. Tampaknya ada korelasi yang kuat antara insomnia dan
gangguan kejiwaan. Banyak pasien dengan insomnia memiliki patologi psikiatri yang
mendasari. Stressor yang dihadapi meningkatkan risiko terjadinya insomnia.2
2.3. Fisiologi Tidur
2.3.1.Definisi Tidur

Tidur adalah keadaan dimana terjadi perubahan kesadaran atau


ketidaksadaran parsial dimana seorang individu dapat dibangunkan 20. Tidur juga
dapat diartikan sebagai periode istirahat untuk tubuh dan pikiran, yang selama
masa ini kemauan dan kesadaran ditangguhkan sebagian atau seluruhnya dan
fungsi-fungsi

tubuh

sebagian

dihentikan.

Selain

itu,tidur

juga

telah

dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai dengan posisi tak
bergerak yang khas dan sensitivitas reversibel yang menurun, tapi siaga terhadap
rangsangan dari luar 16.
2.3.2.Tahap dan Siklus Tidur

Selama malam hari, seseorang melalui dua stadium tidur yang saling
bergantian, yaitu tidur paradoksikal atau tidur Rapid Eye Movement(REM) dan
tidur gelombang lambat atau tidur Non-Rapid Eye Movement(NREM).
Keseluruhan tidur yang terjadi ialah tidur gelombang lambat yang dialami pada
jam pertama tidur setelah bangun selama berjam-jam sedangkan tidur
paradoksikal terjadi pada 25% dari waktu tidur yang berulang secara periodic
setiap 90 menit. Tipe tidur ini umumnya disertai dengan mimpi 17.
Tidur NREM terdiri dari 4 tahap yaitu :
1.

Tahap 1 adalah tahap transisi antara keadaan bangun (terjaga) dan


tidur, yang dalam keadaaan normal berlangsung antara 1-7 menit,
Dalam tahap ini, orang ini dalam keadaan relaksasi dengan mata

tertutup dan pikiran yang belum tidur sepenuhnya. Apabila orang ini
dibangunkan pada tahap ini, maka mereka akan mengatakan bahwa
2.

mereka belum tertidur.


Tahap 2 atau tidur ringan adalah tahap pertama orang dalam keadaan

3.

benar-benar tertidur.
Tahap 3 adalah periode tidur dalam yang sedang. Suhu tubuh dan
tekanan darah menurun, dan menjadi sulit untuk membangunkan
orang pada tahap ini. Tahap ini berlangsung kira-kira 20 menit
setelah tertidur.
Tahap 4 adalah level terdalam dari tidur. Meskipun metabolisme otak

4.

menurun secara significant dan suhu tubuh menurun sedikit pada


tahap ini, kebanyakan refleks masih terjadi, dan hanya terjadi sedikit
penurunan tonus otot
dibangunkan,

hanya

20

. Pada tahap ini orang akan sangat sulit

suara

yang

sangat

keras

yang

dapt

membangunkan orang tersebut .Apabila pada tahap keempat orang


ini dibangunkan, maka orang tersebut akan terlihat grogi dan bingung
15

Tahap

ditandai

dengan

aktivitas

theta

pada

EEG

(electroencephalogram). Aktivitas theta adalah aktivitas EEG dgn frekuensi 3,57,5 Hz yang terjadi secara intermitten selama tahap awal tidur NREM dan tidur
REM. Setelah kira-kira 10 menit, maka akan memasuki tahap 2 tidur NREM
yang ditandai dengan aktivitas theta, sleep spindles dan K kompleks. Sleep
spindles adalah gelombang pendek dengan frekuensi 12-14 Hz yang
berlangsung sekitar dua hingga lima kali per menit yang ditemukan selama
tahap 1 hingga tahap 4 tidur NREM. Sleep spindles ini diyakini merepresentasi
aktifitas dari mekanisme yang terlibat menjaga orang agar tetap dalam keadaan
tertidur. K kompleks adalah gelombang tajam, tejadi secara tiba-tiba, terjadi
kira-kira satu kali dalam semenit, biasanya dipicu oleh suara bising, dan hanya
terdapat pada tahap kedua tidur NREM dan tidak ditemukan pada tahap tidur
lainnya.

10

Tahap tidur ketiga dan keempat ditandai oleh aktivitas delta


beramplitudo tinggi serta berfrekuensi lebih kecil dari 3,5 Hz. Perbedaan tahap
ketiga dan keempat tidur NREM hanya ditentukan dari jumlah gelombang
delta, pada tahap ketiga, aktifitas delta yang ditemukan sekitar 20-50 persen,
sedangkan pada tahap keempat lebih dari 50 persen. Oleh karena ditemukan
gelombang delta pada tahap ketiga dan keempat tidur NREM, maka tahap
ketiga dan keempat inilah yang sering disebut sebagai tidur gelombang lambat
15

.
Setelah tahap keempat tidur NREM, maka tidur akan memasuki tahap

tidur REM, demikian yang akan terus berlangsung secara bergantian dan terusmenerus sepanjang tidur berlangsung, Satu siklus berlangsung selama 90 menit,
dengan tidur REM hanya berlangsung sekitar 20-30 menit saja. Normalnya
tidur REM harus didahului oleh tidur gelombang lambat.
Gambaran EEG tidur REM mirip dengan gambaran EEG tahap 1 tidur
NREM, hanya saja selain terdiri dari aktifitas theta seperti pada tahap 1 tidur
NREM, pada tidur REM juga dijumpai adanya aktivitas beta pada EEG.
Aktifitas beta adalah aktifitas listrik iregular 13-30 Hz yang direkam dari otak,
yang biasanya dijumpai pada keadaan sadar(awake). Apabila orang sudah
memasuki tidur REM, orang tersebut bahkan sudah tidak berespon terhadap
suara bising terhadapnya, tetapi dapat dengan mudah dibangunkan dengan
rangsangan yang bermakna, seperti memanggil nama orang tersebut. Dan,
ketika orang tersebut bangun, akan terlihat dalam keadaan waspada dan sadar
sepenuhnya 15.
Tidur REM, ditandai dengan hilangnya ketegangan otot batang tubuh,
dan EEG desinkronisasi (cepat dan gelombang tidak teratur). Aktivitas serebral
(misalnya, konsumsi oksigen, aliran darah, dan perangsangan neural)
meningkat pada banyak struktur otak, dan secara umun terjadi peningkatan
pada aktivitas sistem saraf otonom (misalnya pada tekanan darah, denyut nadi
dan pernafasan). Selain itu, selalu dijumpai juga ereksi klitoris atau penis
dengan tingkatan tertentu, serta ditemukan juga pergerakan bola mata secara

11

cepat dengan kondisi mata tertutup( bola mata di bawah kelopak mata). Juga
ditemukan korelasi yang sangat kuat antara tidur REM dengan mimpi 18.
Fungsi dari tidur gelombang lambat adalah untuk memberi waktu
kepada otak untuk beristirahat, sedangkan fungsi dari tidur REM adalah untuk
perkembangan otak dan proses pembelajaran

15

. Tidur adalah proses aktif,

bukan sekedar tidak terjaga. Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang
selama tidur. Selama stadium-stadium tidur tertentu, penyerapan oksigen oleh
otak bahkan meningkat melebihi tingkat terjaga normal. Siklus tidur-jaga
adalah variasi siklis normal dalam kesadaran mengenai keadaan sekitar.
Berbeda dengan keadaan terjaga, orang yang sedang tidur tidak secara sadar
waspada akan dunia luar, tetapi tetap memiliki pengalaman kesadaran dalam
batin seperti mimpi. Selain itu, mereka dapat dibangunkan oleh rangsangan
eksternal, misalnya bunyi alarm 19.
2.3.3.Mekanisme Tidur dan Bangun

Pengaturan tidur dan bangun diatur oleh beberapa mekanisme, antara


lain:
1) Kontrol sistem kimia dari tidur
Sebuah neurotransmitter nukleosida, adenosine, mempunyai peranan
yang penting dalam pengaturan tidur. Nutrien utama dari otak adalah glukosa,
yang diangkut oleh darah ke otak. Suplai darah yang cukup biasanya akan
memberikan jumlah glukosa yang cukup, tetapi bila beberapa daerah di otak
menjadi lebih aktif, sel-sel yang berada pada bagian itu akan mengkonsumsi
glukosa lebih cepat daripada yang disuplai darah.
Pada kasus demikian, nutrient glukosa yang kekurangan ini akan disuplai
oleh astrosit dengan cara memecah glikogen yang terdapat pada astrosit tersebut.
Metabolisme dari glikogen akan meningkatkan level adenosine, sebuah
neuromodulator yang mempunyai efek inhibisi. Akumulasi dari adenosine akan
meningkatkan aktivitas delta pada saat tidur pada malam berikutnya. Setelah itu
sel di daerah otak itu akan beristirahat,dan astrosit akan memperbaharui stok
glikogennya. Oleh karena itu, jelas bahwa adenosine berpengaruh terhadap tidur.

12

Cafeine (adenosine antagonist) yang terdapat pada kopi akan menghambat


adenosine sehingga akan mengilangkan efek tidur dan meningkatkan keadaan
tejaga 15.
2) Kontrol sistem saraf dari keadaan bangun
Ada sedikit lima sistem neuron berbeda yang penting dalam mengatur
keadaan bangun (terjaga) yaitu : sitem asetilkolinergik dari area peribrachial
pons dan basal forebrain, sistem noradrenergik dari locus coeruleus, sistem
serotonergik

dari

raphe

nuclei,

neuron

histaminergic

dari

nukleus

tuberomammilary dan sistem hipocretinergik dari lateral hipotalamus 15.


Tidur tipe gelombang lambat terjadi ketika neuron di ventrolateral
preoptic area (VLPA) aktif. Neuron-neuron ini menginhibisi neuron-neuron
histaminergic dari nukleus tuberomammilary, neuron noradrenergik dari locus
coeruleus, dan neuron-neuron serotonergik dari raphe nuclei. Sedangkan, VLPA
diinhibisi oleh area yang merangsang keadaan bangun d\i otak, sehingga akan
terjadi hubungan timbal balik (flip-flop) yang akan membuat kita sadar atau
jatuh tertidur.
Akumulasi dari adenosine juga dapat menginisiasi tidur dengan cara
menghambat

neuron-neuron

acetilkolinergik

di

basal

forebrain

dan

mengaktifkan neuron-neuron VLPA. Adenosine juga terbukti menghambat


sistem hipocretinergik yang berfungsi menbuat orang dalam keadaan terjaga 15.
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur juga dipengaruhi oleh beberapa
hormone seperti Adrenal Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormone
(GH) dan Luteneizing Hormone (LH). Hormon-hormone ini secara teratur
disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini
ssecara terus menerus mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter serotonin,
histamine, noradrenaline yang sangat berpengaruh mengatur siklus bangun dan
tidur.
2.3.4.Definisi Kualitas Tidur

13

Kualitas tidur merupakan fenomena yang sangat kompleks yang


melibatkan berbagai domain, antara lain, penilaian terhadap lama waktu tidur,
gangguan tidur, masa laten tidur, disfungsi tidur pada siang hari, efisiensi tidur,
kualitas tidur, penggunaan obat tidur. Jadi apabila salah satu dari ketujuh domain
tersebut terganggu maka akan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas
tidur 14.
Pada penilaian terhadap lama waktu tidur yang dinilai adalah waktu dari
tidur yang sebenarnya yang dialami seseorang pada malam hari. Penilaian ini
dibedakan dengan waktu yang dihabiskan di ranjang. Pada penilaian terhadap
gangguan tidur dinilai apakah seseorang terbangun tidur pada tengah malam atau
bangun pagi terlalu cepat, bangun untuk pergi ke kamar mandi, sulit bernafas
secara nyaman, batuk atau mendengkur keras, merasa kedinginan, merasa
kepanasan, mengalami mimpi buruk, merasa sakit, dan alasan lain yang
mengganggu tidur 14 .
Penilaian terhadap masa laten tidur dinilai berapa menit yang dihabiskan
seseorang di tempat tidur sebelum akhirnya dapat tertidur dan apakah orang
tersebut tidak dapat tidur selama 30 menit. Selanjutnya, penilaian terhadap
disfungsi tidur pada siang hari dinilai apakah selama sebulan yang lalu, seberapa
sering timbul masalah yang mengganggu anda tetap terjaga sadar saat
mengendarai kendaraan, makan, dan beraktifitas sosial, serta dinilai juga berapa
banyak

masalah

yang

membuat

seseorang

tidak

antusias

untuk

menyelesaikannya dalam sebulan.


Pada penilaian terhadap efisiensi tidur dinilai waktu seseorang biasanya
mulai tidur pada malam hari selama sebulan,dan waktu seseorang biasanya
bangun pada pagi hari selama sebulan, serta dinilai juga waktu seseorang tertidur
pulas pada malam hari selama sebulan. Pada penilaian terhadap kualitas tidur
dinilai bagaimana seseorang menilai rata-rata kualitas tidurnya. Penilaian
terhadap penggunaan kualitas tidur hanya ditujukan pada penilaian seberapa
sering seseorang mengkonsumsi obat-obat untuk membantu tidur dalam sebulan
yang lalu. 14

14

2.3.5.Metode Pengukuran Kualitas Tidur

Pengukuran kualitas tidur dapat dilakukan menggunakan kuesioner


Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI terdiri dari 19 pertanyaan yang
dijawab sendiri dan 5 pertanyaan yang dijawab oleh teman sekamar (hanya
pertanyaan yang dijawab sendiri yang digunakan dalam penilaian) 14.
PSQI menghasilkan tujuh skor yang berkorenspondensi dengan domaindomain kualitas tidur. Skor setiap komponen dimulai dari 0 (tidak sulit) sampai
3 (sangat sulit). Skor dari setiap komponen akan dijumlahkan untuk
mendapatkan skor total (antara 0-21). Bila skor total dari PSQI >5, maka
kualitas tidur dari pasien adalah buruk, demikian sebaliknya. Dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner PSQI, dibutuhkan waktu 5-10 menit untuk
menyelesaikannya. PSQI ini sendiri telah divalidasi oleh University of
Pittsburgh dengan sensitivitas 89.6% dan spesifisitas 86.5%. Reliabilitas dari
kuesioner ini juga telah diuji dengan nilai cronbachs alpha sebesar 0.83. 14
2.4. Etiologi Insomnia

Penyebab insomnia meliputi gangguan tidur primer, gangguan tidur lain,


gangguan irama sirkadian tidur-bangun, penyakit medis, neurologi, psikiatri, gangguan
perilaku, dan penggunaan obat atau akibat withdrawal. Untuk mengidentifikasi pencetus
spesifik mungkin sulit ketika insomnia telah terjadi selama bertahun-tahun.
Diperkirakan bahwa insomnia psychophysiologic bertanggung jawab terhadap 15%
kasus insomnia kronis. Penyebab spesifik lain insomnia kronis termasuk restless legs
syndrome (12% dari kasus) serta penggunaan alkohol atau penyalahgunaan obat (12%
dari kasus).2
Episode insomnia sementara umumnya terkait dengan pemicu yang dapat
diidentifikasi. Insomnia kronis mungkin lebih heterogen dalam etiologi. Untuk
kenyamanan konseptual, insomnia kronis dapat digolongkan sebagai primer atau
komorbid. Insomnia primer dianggap independen dari gangguan lain, sementara
insomnia komorbid diperkirakan berkembang dengan beberapa kontribusi dari kondisi
yang bersamaan terjadi.7

15

Spielman mengembangkan model yang menunjukkan bahwa episode insomnia


merupakan hasil interaksi dari faktor predisposisi, presipitasi, dan perpetuasi (3Ps) dari
waktu ke waktu. Bahkan ketika tidak memiliki keluhan tidur saat ini, pada individu
tertentu beresiko lebih besar untuk mengalami insomnia akibat faktor predisposisi yang
mendasarinya. Faktor predisposisi tidak memulai episode insomnia, tetapi hanya
membuat lebih mungkin terjadi dengan menyebabkan seorang individu lebih dekat ke
ambang batas insomnia ketika gejala gangguan tidur menjadi signifikan secara klinis.
Faktor presipitasi baik satu atau lebih, harus ada untuk mencapai ambang ini. Begitu
seseorang menderita insomnia, mungkin akan mengalami kekhawatiran berlebihan
tentang tidur dan efek dari tidak cukup tidur. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan dan
ketegangan ketika mendekati waktu tidur atau jika terbangun di malam hari. Faktor
perpetuasi ini dapat memperlama insomnia sehingga berkembang menjadi kondisi
kronis. 7
Tabel 1 Faktor Yang Menyebabkan dan Mempertahankan Insomnia2
Faktor
Faktor
Predisposisi

Kecenderungan

Contoh
genetik, kepribadian,

hyperarousal

fisiologis (misalnya, ketegangan otot meningkat, suhu tubuh,


tingkat metabolisme dan denyut jantung, dan pergeseran EEG ke
frekuensi yang lebih cepat saat onset tidur dan selama tidur
NREM), psikologis (misalnya, kecenderungan untuk berpikir,
agitasi, kegelisahan, atau kewaspadaan), dan preferensi waktu

Faktor

tidur-bangun.
Peristiwa stres, perubahan kebiasaan, perubahan mendadak

Presipitasi

dalam jadwal tidur-bangun, gangguan lingkungan, penggunaan


obat atau withdrawal, penggunaan narkoba, atau gangguan medis,

Faktor

neurologis, psikiatri atau tidur primer.


Kebersihan tidur yang buruk, jadwal tidur-bangun tidak

Perpetuasi

teratur, kafein atau konsumsi alkohol, kekhawatiran yang sedang


berlangsung, kecemasan atau harapan yang tidak realistis tentang
tidur, dan perilaku tidur-bangun maladaptive.

16

Kondisi komorbid mempunyai peran yang penting pada sebagian besar kasus
insomnia dan sangat umum di kalangan orang dewasa yang lebih tua. Perkembangan
insomnia lebih mungkin pada gangguan primer tertentu (misalnya, sakit akut dan
kronis, kanker, dan gangguan mood) dibandingkan dengan orang lain (misalnya, asma
atau refluks gastroesophageal). Selain itu, pasien dengan riwayat insomnia dengan
segala penyebabnya mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami gangguan
tidur.2
2.5. Patofisiologi Gangguan Tidur

Patofisiologi insomnia dapat disimpulkan sebagai keadaan psikofisiologis dari


hiperarousal. Hal ini telah ditunjukkan secara obyektif pada area otak, vegetatif, dan
aktifitas endokrin. Dalam model hiperarousal fisiologis, tingkat kewaspadaan yang lebih
tinggi sepanjang hari dan malam hari membuat pasien sulit tidur. Secara keseluruhan,
studi menunjukkan hiperaktivitas dari 2 cabang sistem respons terhadap stress (CRHACTH-cortisol dan simpatis) dan perubahan laju sekresi sitokin proinflamasi (IL-6 dan
TNF ). Hal ini tampaknya merupakan dasar fisiologis dari keluhan klinis yang umum
pada pasien dengan insmomnia kronis yang tidak dapat tidur pada siang hari dan
tampak kelelahan.8
Vgontzas dkk meneliti hubungan kortisol dan sitokin dengan karakteristik tidurbangun pada populasi individu dengan gangguan tidur, termasuk penderita insomnia
kronis. Mereka menemukan pergeseran faktor sekresi IL-6 dan TNF- dari malam ke
siang pada kelompok insomnia kronis dan menduga bahwa hal ini mungkin
menjelaskan kelelahan siang hari dan penurunan kinerja. Temuan hipersekresi kortisol
selama 24 jam pada penderita insomnia bisa membantu menjelaskan kesulitan tertidur
pada malam hari.7
Sebuah studi awal meneliti keadaan fisiologis yang berkorelasi dengan
insomnia, mencatat peningkatan aktivasi pada pasien insomnia sebelum onset tidur dan
selama tidur, sebagaimana dibuktikan dengan adanya peningkatan detak jantung,
ketahanan kulit basal, suhu tubuh inti dan vasokonstriksi phasic. Pada penderita
insomnia juga ditemukan adanya peningkatan laju metabolisme tubuh secara

17

keseluruhan bila dibandingkan dengan individu dengan tidur normal. Penderita


insomnia juga memiliki skor yang lebih tinggi dari tidur normal pada kuesioner
hiperarousal dan bahkan saat siang hari ketika mengeluh kelelahan, penderita insomnia
masih membutuhkan waktu yang lebih lama untuk tidur. Pada pemeriksaan positron
emisi tomografi (PET), Penderita insomnia memiliki metabolisme glukosa otak global
yang lebih besar dibandingkan dengan individu normal kontrol saat tidur dan terjaga.
Pengamatan dengan MRI menemukan volume hipokampus bilateral berkurang
pada pasien insomnia dibandingkan individu normal. Sebuah studi SPECT menemukan
aliran darah yang lebih rendah di daerah basal ganglia selama tidur pada penderita
insomnia primer. Pada EEG, penderita insomnia menunjukkan aktivitas beta yang tinggi
dan aktivitas delta yang rendah. Dari perspektif endokrin, penderita insomnia, seperti
pasien dengan gangguan depresi mayor, menunjukkan hiperaktifitas kortikotropinreleasing faktor dan peran disfungsi hipotalamus-hipofisis-adrenal axis (HPA). 7,9
2.6. Klasifikasi Insomnia

Insomnia dibagi berdasarkan


1. Durasi, yaitu akut (transien: hanya berlangsung beberapa hari atau shortterm:
berlangsung hingga 3 sampai 4 minggu) dan kronis (bertahan untuk lebih dari 1
sampai 3 bulan).
2. Keparahan yaitu ringan, sedang, atau berat menurut kriteria International
Classification of Sleep Disorders (ICSD 1).
3. Profil temporal berupa gangguan onset tidur, pemeliharaan tidur, terminal, atau
tidur nonrestorative.2
Tabel 2 Klasifikasi Innsomnia berdasarkan Keparahan 2

18

Tabel 3 Klasifikasi Innsomnia berdasarkan Profil Temporal 2

4. Etiologi insomnia dibedakan menjadi :


Insomnia primer
Insomnia primer tidak memiliki faktor etiologi yang jelas atau tidak
terkait dengan kondisi

medis lainnya. Ini mungkin terkait dengan

ciri kepribadian tertentu dan coping mechanism.

Insomnia sekunder atau komorbid.


Insomnia sekunder merupakan insomnia yang berhubungan dengan
kondisi komorbid baik

medis,

neurologis,

atau

gangguan

kejiwaan, atau penggunaan obat atau efek withdrawal 8


The International Classification of Sleep Disorders, 2nd Edition (ICSD-2)
mengidentifikasi insomnia sebagai salah satu dari delapan kategori utama gangguan
tidur dan pada kelompok ini, membuat daftar dua belas gangguan insomnia spesifik.
Keluhan insomnia juga dapat terjadi pada hubungan dengan gangguan komorbid atau
kategori gangguan tidur lain, seperti gangguan tidur terkait pernapasan, gangguan tidur
ritme sirkadian, dan tidur terkait gangguan gerak.10
Tabel 4 Diagnosa Insomnia berdasarkan ICSD-2 10

19

Adapun yang termasuk ke dalam insomnia primer meliputi adjustment (acute)


insomnia, psychophysiological insomnia, paradoks insomnia, idiopathic insomnia, dan
inadequate sleep hygiene.10
Tabel Jenis Insomnia berdasar ICSD-2 10,11
insomnia

akibat

stressor,

seperti

gangguan

Adjusment

psikososial, fisik, atau lingkungan. Gangguan tidur memiliki

(acute) insomnia

durasi yang relatif singkat (hari-minggu) dan diharapkan


sembuh ketika stressor sudah tidak ada.
Ditandai oleh tingginya arousal. Arousal mungkin
fisiologis, kognitif atau emosional dan ditandai oleh

Psycho
physiological

ketegangan otot, racing toughts, atau peningkatan kesadaran

Insomnia

tinggi tentang kesulitan tidur dan konsekuensinya, yang

lingkungan. Individu biasanya memiliki kekhawatiran yang


mengarah ke "lingkaran setan" dari arousal, tidur yang buruk,

Paradoks

dan frustrasi.
Ditandai oleh insomnia yang parah yang melebihi

Insomnia

bukti obyektif gangguan tidur dan tidak sepadan dengan


tingkat defisit siang hari yang dilaporkan. Meskipun terbaik
didiagnosis dengan polysomnography dan self-reports,
insomnia paradoks dapat didiagnosis berdasarkan gejala

20

klinis saja.
Ditandai

oleh

keluhan

insomnia

terus-menerus

Idiopathic

dengan onset berbahaya selama masa bayi atau kanak-kanak

Insomnia

awal. Insomnia idiopatik tidak berhubungan dengan faktor


pencetus atau faktor perpetuasi
Insomnia yang berhubungan dengan tidur secara sadar
atau kegiatan yang tidak konsisten dengan kualitas tidur yang
baik dan kewaspadaan siang hari. Praktek-praktek dan
kegiatan biasanya menghasilkan peningkatan arousal atau

Inadequate Sleep

secara langsung mengganggu tidur, dan mungkin termasuk

Hygiene

penjadwalan tidur tidak teratur, penggunaan alkohol, kafein,


atau nikotin, atau terlibat dalam perilaku non-tidur di
lingkungan tidur. Beberapa unsur kebersihan tidur yang
buruk dapat mencirikan individu dengan gangguan insomnia

Insomnia due to
Mental Disorder

lainnya.
Kurang lebih 80% pasien dengan gangguan mental
mengeluh gangguan tidur. Diagnosa yang mendasari meliputi
depresi, mania, cemas, atau skizofrenia.
Kafein yang tersering. Alkohol

dan

nikotin

mengganggu tidur, meskipun kenyataanya digunakan untuk


Insomnia due to
Drug
Or Substance

memicu

tidur.

Antidepresan,

simpatomimetik,

dan

glukokortikoid juga menyebabkan insomnia. Insomnia


rebound yang berat dapat disebabkan oleh penarikan akut
agen hypnosis, terutama penggunaan benzodiazepine dosis

Insomnia due to
Medical
Condition

tinggi dengan half-life pendek.


Asma, cardiac ischemia,
dyspneu,
menopause,

cystic

gastroesophageal

fibrosis,
reflux,

nocturnal

hyperthyroidism,
CKD,

cirrhosis.

Neurologis: dementia, epilepsy, Parkinson, dan migraine.

2.7. Tanda dan Gejala Klinis

21

COPD,

paroxysmal

Anamnesa pasien dengan insomnia meliputi evaluasi terhadap :


1. Keluhan Umum
Pasien dengan insomnia dapat mengeluh sulit tidur, sering terjaga,
kesulitan untuk kembali tidur, bangun terlalu dini di pagi hari, atau tidur yang
tidak merasa tenang, menyegarkan, atau restoratif. Meskipun pasien mungkin
mengeluh hanya satu jenis gejala, kebanyakan beberapa jenis gejala terjadi
secara bersamaan. Komponen utama meliputi karakteristik jenis keluhan, durasi
(bulan, tahun, seumur hidup), frekuensi (malam per minggu atau beberapa kali
per malam), tingkat keparahan gangguan malam hari dan keluhan di siang hari,
intensitas (progresif, intermiten, tanpa henti), faktor-faktor yang menambah atau
mengurangi gejala dan identifikasi faktor presipitasi, faktor perpetuasi, dan
terapi sebelumnya.10
2. Kondisi Pre-Tidur
Pasien dengan insomnia dapat mengembangkan perilaku yang malah
memperberat insomnia mereka. Perilaku ini dapat dimulai sebagai strategi untuk
memerangi masalah tidur, seperti menghabiskan lebih banyak waktu di tempat
tidur. Pasien dapat melaporkan sensasi menjadi lebih sadar akan lingkungan
daripada orang lain dan menjadi lebih waspada dan cemas ketika mendekati
waktu tidur. Karakterisasi lingkungan tidur (sofa/tempat tidur, terang/gelap,
tenang/bising, suhu kamar, sendirian/dengan pasangan, TV nyala/mati), serta
keadaan pikiran pasien (mengantuk vs terjaga, santai vs cemas) sangat
membantu dalam memahami faktor-faktor yang dapat memfasilitasi atau
memperpanjang onset tidur atau terbangun setelah tidur.10
3. Jadwal Tidur-Bangun
Dalam mengevaluasi gejala yang berhubungan dengan tidur, dokter harus
mempertimbangkan tidak hanya gejala umum pasien, tetapi juga range,
variabilitas hari ke hari termasuk pada kondisi tertentu misalnya menstruasi, dan
evolusi dari waktu ke waktu, variabel tidur-bangun seperti waktu untuk jatuh
tertidur (latensi tidur), jumlah terjaga, waktu bangun setelah onset tidur, durasi
tidur, dan tidur siang dapat diukur secara retrospektif selama penilaian klinis.

22

Pola tidur pada waktu yang tidak biasa mungkin membantu dalam
mengidentifikasi gangguan irama sirkadian.10
4. Gejala nokturnal
Pasien dan pasanganya juga dapat membantu untuk mengidentifikasi
nocturnal signs, gejala dan perilaku terkait dengan pernapasan yang
berhubungan dengan gangguan tidur (mendengkur, terengah-engah, batuk),
gangguan tidur terkait gerakan (menendang, gelisah), parasomnia (perilaku atau
suara) dan komorbiditas medis atau gangguan neurologis (refluks, palpitasi,
kejang, sakit kepala). Sensasi fisik dan emosi lainnya terkait dengan terjaga
(seperti nyeri, cemas gelisah, frustrasi, kesedihan) dapat menyebabkan insomnia
dan juga harus dievaluasi.10
5. Kegiatan dan Fungsi siang hari
Kegiatan dan perilaku siang hari dapat memberikan petunjuk mengenai
penyebab dan konsekuensi dari insomnia. Tidur (frekuensi/hari, kali, sukarela
/sukarela), kerja (waktu kerja, jenis pekerjaan seperti mengemudi atau dengan
konsekuensi yang berbahaya dan cacat), gaya hidup (kurang gerak/aktif, jompo,
paparan cahaya, latihan), disfungsi siang hari (kualitas hidup, suasana hati,
disfungsi kognitif), dan eksaserbasi gangguan komorbid harus dievaluasi secara
mendalam. Konsekuensi umum siang hari meliputi:
a) Kelelahan dan mengantuk. Perasaan kelelahan (energi rendah, kelelahan
fisik) lebih umum daripada gejala mengantuk pada pasien dengan
insomnia

kronis. Adanya

keluhan

mengantuk

yang

signifikan

mengindikasikan perlunya mencari gangguan tidur potensial lainnya.


b) Gangguan suasana hati dan kesulitan kognitif. Keluhan mudah marah,
depresi kehilangan minat, ringan dan kecemasan gejala umum di antara
pasien insomnia. Pasien dengan insomnia kronis sering mengeluh
inefisiensi

mental,

kesulitan

mengingat,

kesulitan

memusatkan

perhatian, dan kesulitan dengan tugas mental yang kompleks.


c) Kualitas hidup. lekas marah dan kelelahan yang berhubungan dengan
insomnia dapat menyebabkan kesulitan interpersonal pada pasien
insomnia atau menghindari aktivitas tersebut. Masalah tidur dan bangun
mungkin mengakibatkan pembatasan kegiatan siang hari, termasuk

23

kegiatan sosial, olahraga, atau bekerja. Kurangnya kegiatan reguler


siang hari dan latihan pada gilirannya berkontribusi terhadap insomnia.
d) Eksaserbasi kondisi komorbiditas. Kondisi komorbiditas dapat
menyebabkan atau meningkatkan kesulitan tidur. Demikian juga, tidur
yang buruk dapat memperburuk kondisi komorbid.10
2.8. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik biasanya normal pada pasien insomnia dan hanya sedikit
berkontribusi terhadap penilaian keparahan dan penyebabnya, kecuali pada minoritas
dengan gangguan neurologis yang mendasari. Insomnia kronis tidak dikaitkan dengan
hasil dari pemeriksaan fisik dan status mental. Namun demikian, pemeriksaan tersebut
mungkin dapat menyediakan informasi mengenai kondisi komorbid dan diagnosa
banding. Pemeriksaan fisik seharusnya mengevaluasi secara spesifik mengenai faktor
resiko dari sleep apnea (obesitas, peningkatan sirkumferensi leher, restriksi saluran
napas atas) dan kondisi medis komorbid yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada
gangguan pulmonalis, kardiovaskuler, reumatologis, neurologis, endokrin (seperti
tiroid), dan sistem gastrointestinal. Pemeriksaan status mental seharusnya fokus
terhadap suasana perasaan, kecemasan, memori, konsentrasi, dan derajat kewaspadaan
atau tertidur.10
Dokter harus menilai kondisi fisik pasien yang berkontribusi terhadap kesulitan
memulai atau mempertahankan tidur. Adanya bukti dari saluran napas atas yang penuh,
lidah besar, mandibula kecil, tonsil besar, atau turbinat yang membesar dapat
menunjukkan adanya sleep disorder breathing yang sering menyebabkan fragmentasi
tidur dan berkontribusi terhadap sleep maintanance insomnia. Tanda-tanda fisik
neuropati kompresif, seperti distribusi dermatomal dari dysesthesia sensorik atau
kelemahan ekstremitas, dapat menjelaskan bahwa nyeri ekstremitas dapat mengganggu
tidur.7
2.9. Pemeriksaan Penunjang

24

Tes laboratorium, polysimnography, dan actigraphy tidak secara rutin


diindikasikan untuk evaluasi insomnia, tetapi mungkin sesuai untuk individu dengan
gejala dan tanda spesifik dari gangguan tidur atau medis komorbid.
1. Kuesioner Insomnia
Kuesioner adalah alat ukur untuk membantu menyelesaikan penilaian yang
tepat dari masalah pasien, karena dapat memperkuat diagnosis awal yang dilakukan
setelah wawancara klinis dan pemeriksaan status mental. Kuesioner insomnia tidak
mengarah untuk skrining massal. Oleh karena itu, tidak layak untuk menggunakan
kuesioner secara rutin untuk tujuan klinis dan karena tidak pernah mengganti
wawancara klinis. Namun, kuisioner berguna untuk memandu wawancara dan untuk
mendukung penilaian klinis. Kuiosioner juga menjadi alat yang penting dalam
bidang penelitian klinis, serta memeriksa efek dari intervensi terapeutik yang
berbeda.
Beberapa kuesioner yang mungkin berguna untuk insomnia adalah:
a) Insomnia Severity Index (ISI)
Kuesioner yang singkat dan sederhana ini terdiri dari tujuh bagian, yang
pertama menilai keparahan dari insomnia (dibagi menjadi tiga jenis),
sedangkan sisanya digunakan untuk mengukur kepuasan tidur, gangguan
dalam fungsi siang hari dan persepsi masalah tidur oleh orang lain. 8
b) Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
Kuesioner yang menganalisis faktor yang menentukan kualitas tidur yang
berbeda, yang dikelompokkan ke dalam tujuh komponen, yaitu kualitas,
latensi onset tidur, durasi, efisiensi, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan
disfungsi siang hari. Hal ini dapat membimbing dokter pada bagian yang
paling terkena dampak dari tidur. Pada titik cut-off, kuesioner ini memiliki
sensitivitas 88,63% dan spesifisitas 74,99%.8
c) Pre-Sleep Arousal Scale (PSAS)
Kuesioner yang dibagi menjadi dua sub-kuesioner, yaitu somatik dan kognitif.
Hal ini berguna untuk mengidentifikasi fitur kognitif yang terkait dengan tidur

25

dan dapat membantu dalam skrining atau mendeteksi orang dengan tidur yang
terganggu. 8
d) Epworth Sleepiness Scale (ESS)
Kuesioner yang terdiri atas 9 bagian, yang menyediakan informasi tentang rasa
mengantuk pasien selama siang hari.8
2. Buku Harian Tidur
Buku harian tidur yang ditulis lebih dari 1 sampai 2 minggu dapat
membantu melacak pola tidur-bangun pasien. Informasi termasuk waktu aktual
tidur-bangun, durasi waktu di tempat tidur, dan variabilitas hari-hari dalam
waktu tidur-bangun dapat diperoleh dari buku harian.6 Catatan harian ini
sebaiknya ditulis sebelum dan selama program pengobatan aktif dan dalam
kasusrelapse atau reevaluasi jangka panjang (setiap 6 bulan).10
3. Polysomnography
Polysomnography tidak secara rutin digunakan dalam evaluasi insomnia,
tanggung jawab diagnosis terletak pada wawancara pasien. Kasus tertentu mungkin
berlaku ketika polysomnography dibenarkan. Kasus tersebut termasuk kecurigaan tidur
yang berhubungan dengan gangguan pernapasan atau gangguan gerakan tungkai
periodik, diagnosis awal tidak pasti, kegagalan pengobatan, dan arousal mengarah ke
perilaku kekerasan.9

Gambar 1 Polysomnography
4. Actigraphy
Actigraphy adalah arloji berisi sensor gerak yang mencatat dan menyimpan
informasi tentang aktivitas motorik kasar. Tidak seperti polysimnography, yang
mengevaluasi tidur berdasarkan EEG, EMG, dan EOG (electrooculography), actigraphy

26

menentukan keadaan tidur-bangun hanya dengan gerakan pergelangan tangan.


Akibatnya, keadaan tidur dan bangun selama periode tidur yang dimaksudkan dapat
diperkirakan, tetapi actigraphy tidak memberikan informasi tentang tingkatan tidur.7
Actigraphy membantu menggambarkan pola aktivitas-istirahat dan
mungkin mempunyai kegunaan sebagai ukuran objektif ketika digunakan
bersamaan dengan diari tidur-bangun dan wawancara formal. Bagi pasien
insomnia, actigraphy dapat menyediakan informasi mengenai irama sikardian
dan pola tidur. Keuntungan utama dari actigraphy adalah kesesuaian untuk
merekam data tidur-bangun terus-menerus selama jangka waktu yang lama di
lingkungan kebiasaan tidur pasien. Dibandingkan dengan polysomnography,
actigraphy pada pasien insomnia memiliki hasil yang bervariasi. Ditemukan
hasil yang melebih-lebihkan dan meremehkan waktu tidur total. Studi lain
menemukan bahwa actigraphy divalidasi dengan baik oleh polysomnography
sehubungan dengan jumlah terbangun, waktu bangun setelah onset tidur, waktu
tidur total, dan efisiensi tidur. Actigraphy juga dapat digunakan untuk
mendeteksi perubahan dalam pengobatan tidur. Bila menggunakan actigraphy,
peningkatan durasi perekaman lebih dari 7 hari dapat meningkatkan keandalan
estimasi waktu tidur. Actigraphy disarankan digunakan untuk setidaknya tiga
kali periode 24-jam berturut-turut.7,9
2.10.

Diagnosis

Pada dasarnya diagnosis insomnia ditegakkan melalui :


1. Anamnesis.
Memperoleh riwayat klinis yang lengkap dari pasien, pasangan,
orang tua, atau pengasuh adalah langkah pertama dan paling penting dalam
diagnosis insomnia. Onset, durasi, jenis insomnia, gejala malam, dan siang
hari harus diperoleh. Meninjau riwayat medis pasien masa lalu (termasuk
riwayat psikiatri), riwayat keluarga, dan sosial bersama dengan pengobatan
saat ini, dan alergi juga dapat membantu menemukan penyebab insomnia
yang mendasari.
2. Pemeriksaan Fisik.

27

Pemeriksaan fisik umum perlu dilakukan, tetapi sering diabaikan


oleh banyak dokter yang mengobati insomnia. Pemeriksaan fisik yang
komprehensif sering dapat memberi petunjuk mengenai etiologi yang
mendasari insomnia.
3. Catatan harian tidur, kuesioner, Actigraphy, dan polysomnography.1,7
Kriteria diagnosis insomnia primer dari American Academy of Sleep Medicine
dan American Psychiatric Association meliputi:
1. Keluhan dalam memulai atau mempertahankan tidur, dan/atau tidur yang
nonrestorative atau buruk dalam segi kualitas;
2. Durasi keluhan tidur minimal 1 bulan
3. Keluhan penurunan yang signifikan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau
harian.
Walaupun kriteria ini tidak termasuk frekuensi kejadian, kriteria
frekuensi 3 malam per minggu umumnya digunakan.12
Tabel 5 Kriteria Diagnosis Insomnia (ICSD-2) 10

2.11.Diagnosis Banding

Diagnosa banding yang mungkin, antara lain :


1. Gangguan psikiatri (depresi, cemas)

28

2. Gangguan tidur lainnya. Paling sering meliputi gangguan tidur terkait


pernapasan (misalnya, apnea tidur obstruktif), gangguan gerak (misalnya,
restleg syndrome atau gerakan ekstremitas periodik selama tidur)
3. Gangguan irama sikardian
Parasomnia1
2.12.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Komplikasi atau Penyulit

Komplikasi insomnia mungkin termasuk:


Penurunan kinerja pada pekerjaan atau di sekolah
Memperlambat waktu reaksi saat mengemudi dan resiko kecelakaan lebih tinggi
Masalah psikiatri, seperti depresi atau kecemasan
Overweight atau obesitas
Penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh
Peningkatan risiko dan tingkat keparahan penyakit jangka panjang, seperti
hipertensi, penyakit jantung dan diabetes.10

2.13.

Terapi

Tujuan primer terapi insomnia meliputi peningkatan kualitas dan/atau waktu


tidur, mengurangi distress, dan perbaikan terhadap gangguan fungsi di siang hari yang
berhubungan dengan insomnia seperti perbaikan energi, gangguan memori atau
perhatian, disfungsi kognitif, kelelahan, atau gejala somatik.10
Terapi insomnia melibatkan terapi nonfarmakologis dan farmakologis, antara
lain :
1. Pendidikan tentang kebersihan tidur yang lebih baik
2. Pengobatan gangguan psikiatri yang mendasari
3. Tepat waktu mengkonsumi obat yang digunakan untuk mengobati gangguan
medis
4. Terapi perilaku (behavioral therapy)
5. Farmakoterapi1
Terapi fisiologis dan perilaku merupakan terapi yang direkomendasikan pada
insomnia primer dan komorbid kronis. Terapi ini efektif pada semua usia termasuk
lansia dan pengguna agen hipnotik kronis. Terapi ini sebaiknya dijadikan intervensi
awal ketika kondisi memungkinkan. Pendekatan awal sebaiknya meliputi sedikitnya
satu dari terapi perilaku seperti stimulus control therapy atau relaxation therapy, atau
combination of cognitive therapy, stimulus control therapy, sleep restriction therapy

29

with or without relaxation therapy yang dikenal sebagai cognitive behavioural therapy
for insomnia (CBT-I). Terapi lain yang sering antara lain sleep restriction, paradoxical
intention, and biofeedback therapy.10
Tabel 6 Terapi Perilaku dan Kognitif Insomnia 10

Untuk pasien dengan insomnia primer, ketika farmakoterapi digunakan sendiri


atau dalam kombinasi terapi, urutan umum medikasi yang direkomendasikan adalah:
1. Agonis reseptor benzodiazepine short-intermediate acting (BZD atau BzRAs
terbaru) atau Ramelteon, contoh obat-obat ini termasuk zolpidem, eszopiclone,
zaleplon, dan temazepam
2. Alternatif BzRA short-intermediate acting atau Ramelteon jika agen awal tidak
berhasil
3. Antidepresan, terutama bila digunakan bersama dengan pengobatan komorbid
depresi atau kecemasan. Contoh obat ini meliputi trazodone, amitriptyline,
doksepin, dan mirtazapine
4. Gabungan BzRA atau Ramelteon dan antidepresan
5. Agen sedative lainnya meliputi obat anti-epilepsi(gabapentin, tiagabine) dan
antipsikotik atipikal (quetiapine dan olanzapine).10
Idealnya, terlepas dari jenis terapi penilaian klinis ulang harus dilakukan setiap
beberapa minggu dan setiap bulan sampai insomnia stabil atau sembuh, dan kemudian
setiap 6 bulan, karena tingkat relaps yang tinggi untuk insomnia.
Tabel 7 Terapi Farmakologis Insomnia 10

30

2.14.

Prognosis

Insomnia primer adalah kondisi kronis dan mudah kambuh. Kemungkinan


konsekuensi termasuk berkurangnya kualitas hidup dan peningkatan risiko kecelakaan
karena rasa mengantuk di siang hari. Individu dengan insomnia primer mungkin berada
pada risiko lebih besar ketergantungan pada obat hipnotis, depresi, demensia, jatuh, dan
lebih mungkin memerlukan perawatan perumahan. Bahkan dengan terapi, beberapa
pasien mungkin tetap mengalami kesulitan tidur intermiten. Untuk alasan ini,
pendidikan pasien tentang perilaku yang tepat dan coping skills untuk mengatasi
episode insomnia residual dan mengurangi kronisitas insomnia sangatlah penting. 13
2.15.

31

Algoritme

32

BAB III
KESIMPULAN
Insomnia merupakan gangguan kesulitan tidur pada seseorang. Gangguan
tersebut dapat terjadi ketika awal, pertengahan tidur maupun ketika bangun tidur.
Insomnia ditandai dengan sulitnya tidur di malam hari, mengantuk dan lelah di siang
hari. Penyebab gangguan ini adalah didominasi oleh kondisi psikologis penderita yang
lemah. Meskipun banyak faktor lain yang juga berpengaruh. Untuk mengatasi masalah
ini secara umum penderita harus mampu menciptakan suasana kenyamanan dalam diri
sendiri.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Gilman, S. and Manji, H. 2007. Oxford American Handbook of Neurology.


Oxford University Press.
2. Lee-Chiong Jr., T. 2008. Sleep Medicine: Essentials and Review. Oxford
University Press.
3. www.insomnia.medicineNet.com. Definition of insomnia. diakses tanggal 6-082010 jam 12.34S
4. Marjdono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Edisi ke-11. Dian
Rakyat:Jakarta ; 1988 ; P. 183-92Sd
5. http//www.wikipedia.org./wiki/insomnia. Epidemiologi of Insomnia. Diakses
tanggal 6.08-2010 jam 12.43A
6. Schenck,Carlos
H.
Mahowald,Mark.Sack,Robert.2003.Assesment

and

Management of Insomnia. JAMA Vol 289.Frg


7. Kushida, C. A. 2009. Handbook of Sleep Disorders. 2nd ed. Informa Healthcare
USA, Inc : New York.
8. Geiser, G. A. et al. 2009. Clinical Practice Guidelines for the Management of
Patients with Insomnia in Primary Care. Ministry of Science and Innovation :
Madrid.
9. Mai, E. and Buysse, D, J. 2009. Insomnia: Prevalence, Impact, Pathogenesis,
Differential Diagnosis, and Evaluation. American Psychiatric Association. Focus
7:491-498.
10. Schutte-Rodin S; Broch L; Buysse D; Dorsey C; Sateia M. 2008. Clinical
Guideline for The Evaluation and Management of Chronic Insomnia in Adults. J
Clin Sleep Med. 4(5):487-504.
11. Kasper, Dennis et al. 2005. Harrisons Principles of Internal Medicine.16th
Ed.Mc-Graw Hill.
12. Okun, M. L, et al. Physchometric Evaluation of The Insomnia Symptom
Questionaire: a Self Report Measure to Identify Chronic Insomnia. J Clin Sleep
Med. 5(1):41-51.
13. Montgomery, P. and Lily, J. 2007. Insomnia in Elderly. British Medical Journal.
Clinical Evidence.10:2302.

34

14. Buysse, D., Reynolds, C. F., Monk, T.H., Berman, S. R., Kupfer, D. J., 1989.
The Pittsburgh Sleep Quality Index: A New Instrument for Psychiatric Practice
and Research. Psychiatric Research, 28 (2) : 193-213.
15. Carlson, N.R., 2005. Foundations of Psysiological psychology. 6th ed. Pearson
Education,Inc , 230-256
16. Dorland, W.A., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta:20062007, 2006-2008.
17. Guyton, A.C., Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology 11th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc, 305-307
18. Pinel, J., 2009. Biopsikologi. Edisi 7. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 434-465.
19. Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC,
136-140
20. Tortora, G.J. & Derrickson, B. 2009. Principle of Anatomy and Physiology.12 th
ed. John Wiley & Sons: USA, 590-593

35

Anda mungkin juga menyukai