Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
INSOMNIA
Oleh:
Andreas Tedi S. K. K 0910015001
Marini Tandarto
0910015036
Radhiyana Putri
0910015031
Pembimbing
dr. Denny Jeffry Rotinsulu, Sp.KJ
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2014
Tutorial
LEMBAR PENGESAHAN
INSOMNIA
Tutorial Kasus
Diajukan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik
pada Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Disusun oleh:
Andreas Tedi S.K.K 0910015001
Marini Tandarto
0910015036
Radhiyana Putri
0910015031
Dipresentasikan pada 18 Desember 2014
Pembimbing
dr. Denny Jeffry Rotinsulu, Sp.KJ
Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Samarinda
2014
DAFTAR ISI
Contents
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................5
PENDAHULUAN.............................................................................................5
1.1.
Latar Belakang.....................................................................................5
BAB II...............................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................7
2.1.
2.2.
2.3.
Definisi.................................................................................................7
Epidemiologi........................................................................................8
Fisiologi Tidur......................................................................................9
2.3.1.
2.3.2.
2.3.3.
2.3.4.
2.3.5.
2.4.
2.5.
2.6.
2.7.
2.8.
2.9.
2.10.
2.11.
2.12.
2.13.
2.14.
2.15.
Definisi Tidur.................................................................................9
Tahap dan Siklus Tidur..................................................................9
Mekanisme Tidur dan Bangun.....................................................12
Definisi Kualitas Tidur................................................................14
Metode Pengukuran Kualitas Tidur.............................................15
Etiologi Insomnia...............................................................................15
Patofisiologi Gangguan Tidur............................................................17
Klasifikasi Insomnia..........................................................................18
Tanda dan Gejala Klinis.....................................................................22
Pemeriksaan Fisik..............................................................................24
Pemeriksaan Penunjang.....................................................................25
Diagnosis........................................................................................28
Diagnosis Banding.........................................................................29
Komplikasi atau Penyulit...............................................................29
Terapi..............................................................................................30
Prognosis........................................................................................32
Algoritme.......................................................................................32
BAB III............................................................................................................34
KESIMPULAN...............................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan tidur ataupun kesulitan dalam tidur dewasa ini cukup banyak
diderita oleh banyak orang. Gangguan ini paling tidak pernah diderita oleh seseorang
paling tidak sekali dalam hidupnya ataupun ada yang menderita hampir sepanjang
hidupnya dan hal yang inilah yang dapat mempengaruhi kwalitas hidup seseorang.
Seseorang yang terganggu dalam tidurnya akan dapat terjadi bermacam-macam
gangguan seperti hilang semangat, kesulitan dalam berkonsentrasi, selalu merasa
mengantuk dan gelisah, mudah marah atau temperamental menjadi tinggi, tekanan darah
menjadi tinggi dari biasanya/normal sampai berujung pada terjadinya penyakit-penyakit
tertentu yang bersifat kronis.1, 2
Insomnia atau kesulitan tidur atau gangguan dalam tidur sebenarnya bukan suatu
penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti
kelainan emosional,kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Sulit tidur sering terjadi,
baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan
gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan. Kadang
seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah. Dengan bertambahnya
usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga berubah, dimana stadium 4
menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan pada semua stadium lebih
banyak terjaga. Perubahan ini, walaupun normal, sering membuat orang tua berfikir
bahwa mereka tidak cukup tidur.1
Insomnia atau gangguan tidur terjadi pada hampir 30-50% dari seluruh populasi
didunia. Dari kesemuanya itu sekitar 10% mengalami insomnia kronis, yaitu gangguan
tidur yang terjadi sudah lama pada seseorang selama kurang lebih 3 minggu lebih
namun tidak terlalu mempengaruhi keadaan seseorang tersebut. Insomnia kebanyakkan
terjadi pada usia dewasa dan semakin meningkat frekuensinya seiring bertambahnya
usia dan terjadi kebanyakkan pada wanita dibanding pria. Anak-anakpun dapat terjadi
insomnia namun kebanyakkan insomnia yang terjadi pada anak-anak banyak
disebabkan oleh faktor organic ketimbang orang dewasa yang lebih banyak disebabkan
oleh faktor anorganik.1, 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk
tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut
biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun. Insomnia sering disebabkan oleh
adanya suatu penyakit atau akibat adanya permasalahan psikologis.3 Dalam hal ini,
bantuan medis atau psikologis akan diperlukan.
Menurut Oxford American Handbook of Neurology, Insomnia adalah keadaan
yang ditandai oleh adanya kesulitan tidur, mempertahankan tidur (sering terbangun
dengan kesulitan untuk kembali tidur), atau bangun lebih awal, disertai dengan
gangguan fungsi siang hari (kelelahan, lekas marah, dan kurangnya perhatian).1 Tidur
pada insomnia digambarkan sebagai tidur yang pendek dan tidak memadai, mudah
terganggu, berkualitas buruk, tidak memuaskan, atau non-restorative. Pada anak-anak,
insomnia dapat muncul sebagai resistensi tidur atau kurangnya kemampuan untuk tidur
secara independen. Kebanyakan peneliti mengartikan insomnia sebagai keterlambatan
tidur 30 menit atau lebih, waktu bangun setelah onset tidur 30 menit atau lebih, efisiensi
tidur kurang dari 85%, atau waktu tidur total kurang dari 6 hingga 6,5 jam, terjadi
setidaknya 3 kali seminggu.2
Dalam beberapa literature lain insomnia adalah gejala-gejala yang meliputi:
1. Mempunyai masalah dalam tidur
2. Sering bangun pada malam hari dan kesulitan untuk tidur kembali.
3. Bangun terlalu pagi hari.
4. Merasakan seperti tidak puas dalam tidur.1, 4
Insomnia bisa menjadi suatu masalah yang berat bila dapat menimbulkan
gangguan dalam kehidupan seseorang. Kurang tidur menyebabkan seseorang selalu
menjadi mengantuk pada siang harinya, kurang tenaga untuk melakukan pekerjaan
sehari-hari dan terkadang seseorang menjadi mudah emosional. Akut insomnia adalah
salah satu yang dapat menimbulkan gangguan dalam kwalitas hidup seseorang. Akut
insomnia dapat terjadi biasanya bila seseorang mengalami stress berat atau setelah
mengalami trauma tertentu baik itu trauma yang bersifat fisik maupun trauma batin dan
biasanya berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Akut insomnia ini dapat
terjadi sewaktu-waktu dan dapat hilang sendiri. Sedangkan kronik insomnia adalah bila
gangguan tidur terjadi selama kurang lebih 3 malam berturut-turut selama seminggu
dalam kurun waktu 1 bulan. Kronik insomnia biasanya diawali dari akut insomnia dan
biasanya sulit disembuhkan.3,5
2.2. Epidemiologi
pada kaki dan sering pergi ke kamar mandi yang semuanya itu dapat menyebabkan
gangguan tidur.3
Prevalensi insomnia lebih besar di antara pengguna narkoba dan alkohol, di
rumah sakit atau orang-orang dilembagakan, dan pada individu dengan gangguan medis
atau neurologis yang mendasari. Tampaknya ada korelasi yang kuat antara insomnia dan
gangguan kejiwaan. Banyak pasien dengan insomnia memiliki patologi psikiatri yang
mendasari. Stressor yang dihadapi meningkatkan risiko terjadinya insomnia.2
2.3. Fisiologi Tidur
2.3.1.Definisi Tidur
tubuh
sebagian
dihentikan.
Selain
itu,tidur
juga
telah
dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai dengan posisi tak
bergerak yang khas dan sensitivitas reversibel yang menurun, tapi siaga terhadap
rangsangan dari luar 16.
2.3.2.Tahap dan Siklus Tidur
Selama malam hari, seseorang melalui dua stadium tidur yang saling
bergantian, yaitu tidur paradoksikal atau tidur Rapid Eye Movement(REM) dan
tidur gelombang lambat atau tidur Non-Rapid Eye Movement(NREM).
Keseluruhan tidur yang terjadi ialah tidur gelombang lambat yang dialami pada
jam pertama tidur setelah bangun selama berjam-jam sedangkan tidur
paradoksikal terjadi pada 25% dari waktu tidur yang berulang secara periodic
setiap 90 menit. Tipe tidur ini umumnya disertai dengan mimpi 17.
Tidur NREM terdiri dari 4 tahap yaitu :
1.
tertutup dan pikiran yang belum tidur sepenuhnya. Apabila orang ini
dibangunkan pada tahap ini, maka mereka akan mengatakan bahwa
2.
3.
benar-benar tertidur.
Tahap 3 adalah periode tidur dalam yang sedang. Suhu tubuh dan
tekanan darah menurun, dan menjadi sulit untuk membangunkan
orang pada tahap ini. Tahap ini berlangsung kira-kira 20 menit
setelah tertidur.
Tahap 4 adalah level terdalam dari tidur. Meskipun metabolisme otak
4.
hanya
20
suara
yang
sangat
keras
yang
dapt
Tahap
ditandai
dengan
aktivitas
theta
pada
EEG
(electroencephalogram). Aktivitas theta adalah aktivitas EEG dgn frekuensi 3,57,5 Hz yang terjadi secara intermitten selama tahap awal tidur NREM dan tidur
REM. Setelah kira-kira 10 menit, maka akan memasuki tahap 2 tidur NREM
yang ditandai dengan aktivitas theta, sleep spindles dan K kompleks. Sleep
spindles adalah gelombang pendek dengan frekuensi 12-14 Hz yang
berlangsung sekitar dua hingga lima kali per menit yang ditemukan selama
tahap 1 hingga tahap 4 tidur NREM. Sleep spindles ini diyakini merepresentasi
aktifitas dari mekanisme yang terlibat menjaga orang agar tetap dalam keadaan
tertidur. K kompleks adalah gelombang tajam, tejadi secara tiba-tiba, terjadi
kira-kira satu kali dalam semenit, biasanya dipicu oleh suara bising, dan hanya
terdapat pada tahap kedua tidur NREM dan tidak ditemukan pada tahap tidur
lainnya.
10
.
Setelah tahap keempat tidur NREM, maka tidur akan memasuki tahap
tidur REM, demikian yang akan terus berlangsung secara bergantian dan terusmenerus sepanjang tidur berlangsung, Satu siklus berlangsung selama 90 menit,
dengan tidur REM hanya berlangsung sekitar 20-30 menit saja. Normalnya
tidur REM harus didahului oleh tidur gelombang lambat.
Gambaran EEG tidur REM mirip dengan gambaran EEG tahap 1 tidur
NREM, hanya saja selain terdiri dari aktifitas theta seperti pada tahap 1 tidur
NREM, pada tidur REM juga dijumpai adanya aktivitas beta pada EEG.
Aktifitas beta adalah aktifitas listrik iregular 13-30 Hz yang direkam dari otak,
yang biasanya dijumpai pada keadaan sadar(awake). Apabila orang sudah
memasuki tidur REM, orang tersebut bahkan sudah tidak berespon terhadap
suara bising terhadapnya, tetapi dapat dengan mudah dibangunkan dengan
rangsangan yang bermakna, seperti memanggil nama orang tersebut. Dan,
ketika orang tersebut bangun, akan terlihat dalam keadaan waspada dan sadar
sepenuhnya 15.
Tidur REM, ditandai dengan hilangnya ketegangan otot batang tubuh,
dan EEG desinkronisasi (cepat dan gelombang tidak teratur). Aktivitas serebral
(misalnya, konsumsi oksigen, aliran darah, dan perangsangan neural)
meningkat pada banyak struktur otak, dan secara umun terjadi peningkatan
pada aktivitas sistem saraf otonom (misalnya pada tekanan darah, denyut nadi
dan pernafasan). Selain itu, selalu dijumpai juga ereksi klitoris atau penis
dengan tingkatan tertentu, serta ditemukan juga pergerakan bola mata secara
11
cepat dengan kondisi mata tertutup( bola mata di bawah kelopak mata). Juga
ditemukan korelasi yang sangat kuat antara tidur REM dengan mimpi 18.
Fungsi dari tidur gelombang lambat adalah untuk memberi waktu
kepada otak untuk beristirahat, sedangkan fungsi dari tidur REM adalah untuk
perkembangan otak dan proses pembelajaran
15
bukan sekedar tidak terjaga. Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang
selama tidur. Selama stadium-stadium tidur tertentu, penyerapan oksigen oleh
otak bahkan meningkat melebihi tingkat terjaga normal. Siklus tidur-jaga
adalah variasi siklis normal dalam kesadaran mengenai keadaan sekitar.
Berbeda dengan keadaan terjaga, orang yang sedang tidur tidak secara sadar
waspada akan dunia luar, tetapi tetap memiliki pengalaman kesadaran dalam
batin seperti mimpi. Selain itu, mereka dapat dibangunkan oleh rangsangan
eksternal, misalnya bunyi alarm 19.
2.3.3.Mekanisme Tidur dan Bangun
12
dari
raphe
nuclei,
neuron
histaminergic
dari
nukleus
neuron-neuron
acetilkolinergik
di
basal
forebrain
dan
13
masalah
yang
membuat
seseorang
tidak
antusias
untuk
14
15
Kecenderungan
Contoh
genetik, kepribadian,
hyperarousal
Faktor
tidur-bangun.
Peristiwa stres, perubahan kebiasaan, perubahan mendadak
Presipitasi
Faktor
Perpetuasi
16
Kondisi komorbid mempunyai peran yang penting pada sebagian besar kasus
insomnia dan sangat umum di kalangan orang dewasa yang lebih tua. Perkembangan
insomnia lebih mungkin pada gangguan primer tertentu (misalnya, sakit akut dan
kronis, kanker, dan gangguan mood) dibandingkan dengan orang lain (misalnya, asma
atau refluks gastroesophageal). Selain itu, pasien dengan riwayat insomnia dengan
segala penyebabnya mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami gangguan
tidur.2
2.5. Patofisiologi Gangguan Tidur
17
18
medis,
neurologis,
atau
gangguan
19
akibat
stressor,
seperti
gangguan
Adjusment
(acute) insomnia
Psycho
physiological
Insomnia
Paradoks
dan frustrasi.
Ditandai oleh insomnia yang parah yang melebihi
Insomnia
20
klinis saja.
Ditandai
oleh
keluhan
insomnia
terus-menerus
Idiopathic
Insomnia
Inadequate Sleep
Hygiene
Insomnia due to
Mental Disorder
lainnya.
Kurang lebih 80% pasien dengan gangguan mental
mengeluh gangguan tidur. Diagnosa yang mendasari meliputi
depresi, mania, cemas, atau skizofrenia.
Kafein yang tersering. Alkohol
dan
nikotin
memicu
tidur.
Antidepresan,
simpatomimetik,
dan
Insomnia due to
Medical
Condition
cystic
gastroesophageal
fibrosis,
reflux,
nocturnal
hyperthyroidism,
CKD,
cirrhosis.
21
COPD,
paroxysmal
22
Pola tidur pada waktu yang tidak biasa mungkin membantu dalam
mengidentifikasi gangguan irama sirkadian.10
4. Gejala nokturnal
Pasien dan pasanganya juga dapat membantu untuk mengidentifikasi
nocturnal signs, gejala dan perilaku terkait dengan pernapasan yang
berhubungan dengan gangguan tidur (mendengkur, terengah-engah, batuk),
gangguan tidur terkait gerakan (menendang, gelisah), parasomnia (perilaku atau
suara) dan komorbiditas medis atau gangguan neurologis (refluks, palpitasi,
kejang, sakit kepala). Sensasi fisik dan emosi lainnya terkait dengan terjaga
(seperti nyeri, cemas gelisah, frustrasi, kesedihan) dapat menyebabkan insomnia
dan juga harus dievaluasi.10
5. Kegiatan dan Fungsi siang hari
Kegiatan dan perilaku siang hari dapat memberikan petunjuk mengenai
penyebab dan konsekuensi dari insomnia. Tidur (frekuensi/hari, kali, sukarela
/sukarela), kerja (waktu kerja, jenis pekerjaan seperti mengemudi atau dengan
konsekuensi yang berbahaya dan cacat), gaya hidup (kurang gerak/aktif, jompo,
paparan cahaya, latihan), disfungsi siang hari (kualitas hidup, suasana hati,
disfungsi kognitif), dan eksaserbasi gangguan komorbid harus dievaluasi secara
mendalam. Konsekuensi umum siang hari meliputi:
a) Kelelahan dan mengantuk. Perasaan kelelahan (energi rendah, kelelahan
fisik) lebih umum daripada gejala mengantuk pada pasien dengan
insomnia
kronis. Adanya
keluhan
mengantuk
yang
signifikan
mental,
kesulitan
mengingat,
kesulitan
memusatkan
23
Pemeriksaan fisik biasanya normal pada pasien insomnia dan hanya sedikit
berkontribusi terhadap penilaian keparahan dan penyebabnya, kecuali pada minoritas
dengan gangguan neurologis yang mendasari. Insomnia kronis tidak dikaitkan dengan
hasil dari pemeriksaan fisik dan status mental. Namun demikian, pemeriksaan tersebut
mungkin dapat menyediakan informasi mengenai kondisi komorbid dan diagnosa
banding. Pemeriksaan fisik seharusnya mengevaluasi secara spesifik mengenai faktor
resiko dari sleep apnea (obesitas, peningkatan sirkumferensi leher, restriksi saluran
napas atas) dan kondisi medis komorbid yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada
gangguan pulmonalis, kardiovaskuler, reumatologis, neurologis, endokrin (seperti
tiroid), dan sistem gastrointestinal. Pemeriksaan status mental seharusnya fokus
terhadap suasana perasaan, kecemasan, memori, konsentrasi, dan derajat kewaspadaan
atau tertidur.10
Dokter harus menilai kondisi fisik pasien yang berkontribusi terhadap kesulitan
memulai atau mempertahankan tidur. Adanya bukti dari saluran napas atas yang penuh,
lidah besar, mandibula kecil, tonsil besar, atau turbinat yang membesar dapat
menunjukkan adanya sleep disorder breathing yang sering menyebabkan fragmentasi
tidur dan berkontribusi terhadap sleep maintanance insomnia. Tanda-tanda fisik
neuropati kompresif, seperti distribusi dermatomal dari dysesthesia sensorik atau
kelemahan ekstremitas, dapat menjelaskan bahwa nyeri ekstremitas dapat mengganggu
tidur.7
2.9. Pemeriksaan Penunjang
24
25
dan dapat membantu dalam skrining atau mendeteksi orang dengan tidur yang
terganggu. 8
d) Epworth Sleepiness Scale (ESS)
Kuesioner yang terdiri atas 9 bagian, yang menyediakan informasi tentang rasa
mengantuk pasien selama siang hari.8
2. Buku Harian Tidur
Buku harian tidur yang ditulis lebih dari 1 sampai 2 minggu dapat
membantu melacak pola tidur-bangun pasien. Informasi termasuk waktu aktual
tidur-bangun, durasi waktu di tempat tidur, dan variabilitas hari-hari dalam
waktu tidur-bangun dapat diperoleh dari buku harian.6 Catatan harian ini
sebaiknya ditulis sebelum dan selama program pengobatan aktif dan dalam
kasusrelapse atau reevaluasi jangka panjang (setiap 6 bulan).10
3. Polysomnography
Polysomnography tidak secara rutin digunakan dalam evaluasi insomnia,
tanggung jawab diagnosis terletak pada wawancara pasien. Kasus tertentu mungkin
berlaku ketika polysomnography dibenarkan. Kasus tersebut termasuk kecurigaan tidur
yang berhubungan dengan gangguan pernapasan atau gangguan gerakan tungkai
periodik, diagnosis awal tidak pasti, kegagalan pengobatan, dan arousal mengarah ke
perilaku kekerasan.9
Gambar 1 Polysomnography
4. Actigraphy
Actigraphy adalah arloji berisi sensor gerak yang mencatat dan menyimpan
informasi tentang aktivitas motorik kasar. Tidak seperti polysimnography, yang
mengevaluasi tidur berdasarkan EEG, EMG, dan EOG (electrooculography), actigraphy
26
Diagnosis
27
2.11.Diagnosis Banding
28
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.13.
Terapi
29
with or without relaxation therapy yang dikenal sebagai cognitive behavioural therapy
for insomnia (CBT-I). Terapi lain yang sering antara lain sleep restriction, paradoxical
intention, and biofeedback therapy.10
Tabel 6 Terapi Perilaku dan Kognitif Insomnia 10
30
2.14.
Prognosis
31
Algoritme
32
BAB III
KESIMPULAN
Insomnia merupakan gangguan kesulitan tidur pada seseorang. Gangguan
tersebut dapat terjadi ketika awal, pertengahan tidur maupun ketika bangun tidur.
Insomnia ditandai dengan sulitnya tidur di malam hari, mengantuk dan lelah di siang
hari. Penyebab gangguan ini adalah didominasi oleh kondisi psikologis penderita yang
lemah. Meskipun banyak faktor lain yang juga berpengaruh. Untuk mengatasi masalah
ini secara umum penderita harus mampu menciptakan suasana kenyamanan dalam diri
sendiri.
33
DAFTAR PUSTAKA
and
34
14. Buysse, D., Reynolds, C. F., Monk, T.H., Berman, S. R., Kupfer, D. J., 1989.
The Pittsburgh Sleep Quality Index: A New Instrument for Psychiatric Practice
and Research. Psychiatric Research, 28 (2) : 193-213.
15. Carlson, N.R., 2005. Foundations of Psysiological psychology. 6th ed. Pearson
Education,Inc , 230-256
16. Dorland, W.A., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta:20062007, 2006-2008.
17. Guyton, A.C., Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology 11th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc, 305-307
18. Pinel, J., 2009. Biopsikologi. Edisi 7. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 434-465.
19. Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC,
136-140
20. Tortora, G.J. & Derrickson, B. 2009. Principle of Anatomy and Physiology.12 th
ed. John Wiley & Sons: USA, 590-593
35