Anda di halaman 1dari 45

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Usia lanjut merupakan tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan

manusia yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Usia lanjut dibagi menjadi

elderly (60-74 tahun), lanjut usia tua (old) (usia 76-90 tahun) dan usia sangat tua

diatas 90 tahun (Maryam, 2012). Masalah kesehatan yang paling sering terjadi

pada lansia yaitu rheumatoid athritis, osteoatritis, masalah penglihatan, penyakit

alzhaimer dan gangguan metabolisme tubuh, gangguan tidur, ingatan menurun

dan gangguan kesehatan lainnya (Kemenkes, 2019). Data tahun 2019 sekitar

67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami

gangguan tidur dan sebanyak 7,3 % lansia mengeluhkan tidak bisa tidur atau

kuantitas tidur <6 jam dalam semalam, gangguan memulai dan

mempertahankan tidur (Mahardika, 2020).

Berdasarkan Riskesdas tahun 2018 prevalansi gangguan tidur di Indonesia

setiap tahun sekitar 20% sampai 50% (Lisa, 2019). Penelitian Mahardika

(2016) melaporkan adanya gangguan pemenuhan tidur dan 17% mengalami

gangguan pemenuhan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia

cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Medicastore, 2018).

Lansia yang mengalami gangguan tidur biasanya mudah merasakan lelah,

1
2

mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata,

kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, perhatian terpecah, sakit kepala dan

sering menguap atau mengantuk (Sagala, 2015).

Tidur dapat dikatakan cukup jika kualitas dan kuantitas tidur tercukupi.

Kuantitas tidur merupakan jumlah waktu tidur dalam 24 jam yang dapat

meningkatkan kepuasan terhadap tidur. Kuantitas tidur yang buruk dapat

disebabkan oleh banyak hal, seperti kondisi psikis akibat stres, depresi, gangguan

kecemasan, maupun kondisi fisik berupa gangguan pernapasan, seperti asma,

alergi, atau pilek. Bisa juga karena pengaruh minuman alkohol dan kondisi

lingkungan sekitar saat hendak tidur (Tarwoto & Wartonah, 2016). Dampak yang

ditimbulkan jika kebutuhan tidur yang tidak terpenuhi seperti gangguan dalam

tubuh seperti sakit kepala, penurunan daya ingat, penyakit jantung, halusinasi dan

penurunan fungsi seksual (Potter dan Perry, 2010).

Penatalaksanaan dan penanganan penderita kuantitas tidur yang kurang,

secara garis besar bisa dibagi menjadi dua, yaitu penanganan dengan

farmakologi dan nonfarmakologi. Penanganan secara farmakologi harus

mempertimbangkan efektifitas dan juga efek samping yang terlibat, tetapi

pendekatan secara non-farmakologi bisa sangat membantu tanpa menimbulkan

efek samping dan mempunyai efektifitas yang sama maupun lebih (Ghaddafi,

2014).

Salah satu terapi non farmakologi yang efektif ialah stimulasi auditory

berupa suara alam (seperti suara burung, ombak, hujan, air mengalir dan lain-
3

lain) disertai dengan latar belakang musik relaksasi dan meditasi. Kelebihan

terapi ini yaitu melibatkan stimulasi dengan gelombang suara melalui auditory

tones dinilai lebih efektif, murah dan mudah digunakan dibandingkan dengan

terapi yang lainnya (Thomson, 2013). Terapi dengan menggunakan musik dapat

berguna untuk rehabilitasi gangguan tidur, yang dapat berkonstribusi terhadap

plastisitas otak, di mana restorasi fungsi otak dapat ditingkatkan secara alami

(Altenmuller E, dalam Rojo, 2011). Terapi musik suara air mengalir

diberikan selama 30 menit sebelum tidur pada malam hari yaitu (pukul 20.00-

22.00) selama 7 hari (Merlianti, 2017).

Menurut penelitian (Alvarsson, Wiens, & Nilsson, 2010 dalam Wijayanti,

2015), terapi musik suara alam (khususnya suara air mengalir) menciptakan

perasaan senang/bahagia, menstimulasi saraf simpatis sehingga dapat

merilekskan pikiran dan mengatasi gangguan tidur/insomnia. Menurut (Chlan &

Savik, 2011 dalam Wijayanti, 2015), pemberian musik suara alam dapat

memberikan efek sinkronasi yang baik dengan ventilasi mekanik, meningkatkan

kenyamanan sehingga dapat menimbulkan efek sinkronasi yang baik dengan

ventilasi mekanik, meningkatkan kenyamanan dalam mengatasi insomnia.

Survey awal yang peneliti lakukan pada tanggal 04 Maret 2021 kepada

lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kota Bengkulu dengan

melakukan wawancara didapatkan informasi dari 5 lansia didapatkan 4 orang

yang sering terbangun dimalam hari dan waktu tidur <6 jam/hari, dan 1 orang

menyatakan bahwa tidur masih dapat terlelap akan tetapi sesekali terbangun
4

(Data Dinas Sosial Provinsi Bengkulu, 2020).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh terapi musik suara air mengalir terhadap

kuantitas tidur lansia di Panti Sosial Tresna Wherda Kota Bengkulu Tahun

2021”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada Pengaruh terapi musik suara air mengalir

terhadap kuantitas tidur lansia di Panti Sosial Tresna Wherda Kota Bengkulu

Tahun 2021?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi musik suara air mengalir terhadap

kuantitas tidur lansia di Panti Sosial Tresna Wherda Kota Bengkulu Tahun

2021.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kuantitas tidur pada lansia sebelum dilakukan terapi air

mengalir di Panti Sosial Tresna Wherda Kota Bengkulu Tahun 2021

b. Untuk menegtahui kuantitas tidur pada lansia setelah dilakukan terapi air

mengalir di Panti Sosial Tresna Wherda Kota Bengkulu Tahun 2021


5

c. Untuk mengetahui pengaruh terapi musik suara air mengalir terhadap

kuantitas tidur lansia di Panti Sosial Tresna Wherda Kota Bengkulu Tahun

2021

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan

Ilmu Keperawatan khususnya pada lansia yang mengalami kuantitas tidur yang

buruk dengan penanganan terapi musik suara air mengalir dan memberikan

informasi serta pemahaman pada ilmu pengetahuan yang membahas tentang

terapi musik suara air mengalir dalam pengendalian kuantitas tidur yang buruk

pada lansia.

2. Secara Praktis

a. Bagi Petugas di PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha)

Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi dan

pengetahuan untuk meningkatkan kesehatan pada pasien yang menderita

kuantitas tidur yang buruk dengan melakukan terapi musik suara air

mengalir. Bagi Perawat hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan

informasi dan pengetahuan dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada

pasien kuantitas tidur yang buruk dengan memberikan intervensi terapi

musik suara air mengalir.


6

b. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam menambah

wawasan dan pengetahuan mahasiswa Universitas Dehasen Bengkulu dan

dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi tentang tindakan

keperawatan pada pasien yang menderita kuantitas tidur yang buruk dengan

pemberian terapi musik suara air mengalir.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kajian awal untuk

pengembangan penelitian tindakan keperawatan pada pasien yang menderita

kuantitas tidur yang buruk dengan pemberian terapi musik suara air

mengalir.

d. Bagi Responden

diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan lansia

mengenai masalah tidur yang dapat terjadi serta dapat menangani dengan

cara yang mudah dan aman seperti dengan terapi musik suara air mengalir
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Definisi Lansia

Lansia merupakan istilah tahapan akhir dari proses penuaan. Lansia

merupakan periode penutup rentang kehidupan yaitu dimana sesorang telah

beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atauberanjak

dari waktu yang penuh dengan manfaat. Usia 60 tahun dipandang sebagai

garis pemisah antara usiamadya dengan usia lanjut. Usia 65 tahun sebagai usia

pensiun dalam berbagai urusan dan dianggap sebagaitanda dimulainya usia

lanjut (Hurlock, 2012).

Lansia adalah fenomena biologis yang tidak dapat dihindari oleh setiap

individu. UU No. IV. Tahun 1965 Pasal I, menyatakan bahwa seseorang dapat

dikatakan lanjut usia setelah mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau

tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari

dan menerima nafkah dari orang lain (Ratnawati, 2018).

Berdasarkan beberapa teori lansia merupakan periode rentang akhir

kehidupan, sehingga seseorang hanya mengandalkan dari bantuan orang lain.

2. Penggolongan Lansia

Menurut kementrian Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokkan

menjadi lanjut usia lanjut (60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi

7
8

(lebih dari 70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. Menurut pendapat

berbagai ahli dalam Kushariyadi (2011:6), batasan-batasan umur yang

mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1

ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia

60 (enam puluh) tahun ke atas”.

b. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :

pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-

55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase

senium) ialah 65 hingga tutup usia.

c. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric

age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri

dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-

80 tahun), dan very old ( > 80 tahun).

3. Karakteristik Lansia

Menurut Keliat dalam Maryam (2012), lansia memiliki karakteristik

sebagai berikut:

a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13

tentang kesehatan)

b. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,

dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif

hingga kondisi maladaptif


9

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

4. Perubahan yang terjadi pada lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya (Maryam, 2012):

a. Perubahan kondisi fisik

Perubahan pada kondisi fisik pada lansia meliputi perubahan dari

tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem

pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan

tubuh, muskolosketal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan

integumen. Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada

lansia diantaranya lansia mudah jatuh, mudah lelah, kekacuan mental

akut, nyeri pada dada, berdebar-debar, sesak nafas, pada saat melakukan

aktifitas/kerja fisik, pembengkakan pada kaki bawah, nyeri pinggang

atau punggung, nyeri sendi pinggul, sulit tidur, sering pusing berat

badan menurun, gangguan pada fungsi penglihatan, pendengaran, dan

sulit menahan kencing.

b. Perubahan kondisi mental

Pada umumnya lansia mengalami penurunann fungsi kognitif dan

psikomotor. Perubahan-perubahan ini erat sekali kaitannya dengan

perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau

pengetahuan, dan situasi lingkungan. Dari segi mental dan emosional

sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan

cemas. Adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan


10

timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna

lagi. Hal ini bisa meyebabkan lansia mengalami depresi.

c. Perubahan psikososial

Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan

ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang

bersangkuatan.

d. Perubahan kognitif

Perubahan pada fungsi kognitif di antaranya adalah kemunduran pada

tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan

memori jangka pendek, kemampuan intelektual tidak mengalami

kemunduran, dan kemampuan verbal akan menetap bila tidak ada

penyakit yang menyertai.

e. Perubahan spiritual

Agama dan kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.

5. Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman

hidup, lingkungan dan kondisi fisik, mental sosial dan ekonominya

(Ratnawati, 2018) :

a. Tipe arif Bijaksana, kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan

diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,

rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi

panutan.
11

b. Tipe mandiri, mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas, konflik lahir batin menentang proses penuaan,

sehingga pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,

kritik dan suka menuntut.

d. Tipe pasrah, menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama dan melakukan pekerjaan apa saja

e. Tipe bingung, kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,

minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

B. Konsep Kuantitas Tidur

1. Pengertian Tidur

Tidur merupakan proses fisiologis normal yang bersifat aktif, teratur,

berulang, kehilangan tingkah laku yang reversible, dan tidak berespons

terhadap lingkungan. Tidur dibutuhkan otak untuk menunjang proses

fisiologis. Tidur adalah suatu fenomena kehidupan yang berlangsung dalam

suatu siklus sirkadian yang memengaruhi siklus endokrin dan pola sikap

(behavior) secara langsung atau tak langsung. Jika kurang tidur berlangsung

kronis, maka dapat mengganggu konsentrasi (Hashman, 2015).

Tidur merupakan keadan di antara hidup dan mati. Hidup diartikan

sebagai keadaan aktif hewan dan fungsi intelektual, dan mati merupakan

berhentinya seluruh keadaan tersebut (Robert Mck Nish, 2017). Tidur adalah

suatu aktivitas aktif khusus dari otak, dikelola oleh mekanisme yang rumit dan
12

tepat. Pada tahun sekitar 1970-an, pengetahuan mengenai tidur makin

bertambah dan melahirkan ilmu- tidur klinis (Hobson, 2015)

2. Pengertian Kuantitas Tidur

Kuantitas tidur merupakan penilaian waktu tidru, pada setiap individu

membutuhkan jumlah yang berbeda untuk tidur dan istirahat berdasarkan

tingkat perkembangannya. Orang dewasa memiliki kebutuhan tidur sekitar 6-7

jam. Kebutuhan tidur yang tidak terpenuhi akan mengakibatkan beberapa

gangguan dalam tubuh (Potter dan Perry, 2010).

Kuantitas tidur merupakan jumlah atau jam tidur seseorang, kebutuhan

tidur pada lansia ≥6 jam per hari (Khasanah & Hidayati, 2015). Kuantiitas

tidur seseorang merupakan penilaian yang ditentukan dari durasi tidur

dihitung dari waktu seseorang tidur sampai terbangun di pagi hari tanpa

menyebutkan terbangun pada tengah malam. Orang dewasa yang dapat tidur

selama yaitu ≥6 jam setiap malam dapat dikatakan memiliki kuantitas tidur

yang baik dan <6 jam setiap malam adalah kuantitas tidur yang buruk

(Buysse DJ. Reynolds, C.F., Monk, T.H., Berman, S.R., Kupfer, D.J, 2013).

3. Fisiologi Tidur

Tidur merupakan keadan di antara hidup dan mati. Hidup diartikan

sebagai keadaan aktif hewan dan fungsi intelektual, dan mati merupakan

berhentinya seluruh keadaan tersebut (Robert Mck Nish, 2017)

mengemukakan bahwa lebih banyak dipelajari mengenai tidur selama 60

tahun belakangan ini dibandingkan seluruh waktu 6000 tahun sebelumnya.


13

Tidur adalah suatu aktivitas aktif khusus dari otak, dikelola oleh mekanisme

yang rumit dan tepat. Pada tahun sekitar 1970-an, pengetahuan mengenai tidur

makin bertambah dan melahirkan ilmu- tidur klinis (Hobson,2015)

Tidur juga merupakan suatu proses fisiologis yang bersiklus yang

bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur

terjada mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon perilaku.

Peralatan seperti Elektro Encephalogram (EEG) yang mengukur aktifitas

listrik dalam kortek serebral, Eletromiogram (EMG) yang mengukur tonus

otot, dan Elektrookulogram (EOG) yang mengukur gerakan bola mata,

memberikan informasi struktur fisiologis tidur (Potter dan Perry, 2010).

Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua

mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermitten dan menekan

puncak otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme

menyebabkan terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur (Potter dan Perry,

2010).

Adanya irama sirkandian yaitu suatu irama siklus yang dialami

seseorang sebagai bagian dari kehidupan mereka setiap hari atau dikenal

dengan siklus 24 jam, siang-malam. Pusat kontrol irama sirkandian terletak

pada bagian ventral anterior hypothalamus yaitu bagian susunan syaraf pusat

yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada sub-stansia ventrikulo

retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan

syaraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi desinkronisasi terdapat pada


14

ronstral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state,

yang mana irama ini mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi

perilaku. Fluktuasi dan prakiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah,

sekresi hormon, kemampuan sensorik, dan suasana hati tergantung pada

pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam.

Jika siklus bangun tidur seseorang berubah secara bermakna, maka akan

menghasilkan kuantitas tidur yang buruk. Sebaliknya dalam siklus tidur-

bangun seperti tertidur pada siang hari atau sebaliknya dapat menunjukkan

penyakit yang serius. Kecemasan, kurang istrirahat, mudah tersinggung dan

gangguan penilaian adalah gejala umum gangguan siklus tidur.

Setiap manusian tiap hari akan tidur selama 6-8 jam. Tidur merupahkan

keadaan hilanganya kesadaran secara normal dan periodik.dengan tidur,maka

akan dapat diperoleh kesempatan untuk beristirahatn an memulihakan kondisi

tubuh baik secara fisiologis maupun psikis.Tidur dapat dianggap sebagai suatu

perlindungan bagi tubuh untuk menghidarkan pengaruh-pengaruh yang

merugikan kesehatan akibat kurang tidur (Lumbangtobing, 2012).

Pusat saraf tidur yang terletak diotak, akan mengatur fisiologis tidur

yang sangat penting bagi kesehatan. Pada saat tidur, aktivitas saraf

parasimpatik akan bertambah dengan efek perlambatan pernapasan

(bronchokonstriksi) dan turunnya kegiatan jantung serta stimulasi aktivitas

saluran pencernaan (paristatik dan sekresi getah-getah lambung diperkuat),

sehingga proses pengumpulan energi dan pemulihan tenaga dalam tubuh


15

dipercepat.dengan demikian,tidur dapat memberikan kesegaran fisik dan

psikis (Lumbangtobing, 2012).

Banyak orang yang tidak mengalami gangguan sulit tidur, tentu akan

mempertanyakan”mengapa tidur dipermasalhakan atau dipersoalkan ?”.

Tetapi pada beberapa orang, terutama yang menderita gangguan sulit tidur,

maka tidur merupahkan suatu masalah besar, Menurut WHO (World Health

Organization) pada tahun 1993,18% penduduk dunia pernah mengalami

gangguan sulit tidur,dengan keluhan yang sedemikan hebatnya sehingga

menyebabkan tekanan jiwa bagi penderitanya.

USIA Lama Tidur Stadium Stadium REM


(Jam) 1-2 (%) 3-4 (%)
Bayi 13 – 16 10 -30% 30 – 40% 45 – 50 %
Anak 8 – 12 40 – 60% 20 – 30% 20 – 30 %
Dewasa 6–9 45 -60% 15 – 25% 15 - 25 %
Usia lanjut 5–8 50 – 80% 5 – 15 % 15 – 25%
Dikutip dari Lavie p dkk, Sleep Disorders. 2012

Tidur dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

a. Durasi(Lamanya) keadaan bangun (dorongan homeostatic untuk tidur)

b. Dan waktu (dorongan) sirkadian untuk tidur.

4. Dampak Gangguan Kuantitas Tidur

Kuantitas tidur buruk berdampak dari kebutuhan tidur yang tidak

terpenuhi akan mengakibatkan beberapa gangguan dalam tubuh seperti sakit

kepala, penurunan daya ingat, penyakit jantung, halusinasi dan penurunan

fungsi seksual (Potter dan Perry, 2010). Kuantitas tidur merupakan Jumlah jam
16

tidur normal yang diperlukan seseorang sesuai dengan kebutuhannya yaitu pada

lansia ≥6 jam dalam waktu 24 jam, sehingga orang tersebut tidak

memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,

kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah,

perhatian terpecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Sagala,

2015).

Kuantitas tidur baik dapat mencegah terjadinya hipertensi akibat

aktivitas simpatik pada pembuluh darah sehingga seseorang akan mengalami

perubahan curah jantung yang tidak signifikan pada malam hari (Febian,

2018). Berdampak dari kebutuhan tidur yang tidak terpenuhi akan

mengakibatkan beberapa gangguan dalam tubuh seperti sakit kepala,

penurunan daya ingat, penyakit jantung, hipertensi, halusinasi dan penurunan

fungsi seksual selain itu kebutuhan tidur yang kurang dapat menimbulkan

kantuk yang berlebihan ditandai dengan seringkali menguap, tidak mampu

untuk berkonsentrasi, dan adanya tanda-tanda keletihan seperti penglihatan

kabur, mual, dan pusing (Khasanah & Hidayati, 2015).

5. Penilaian Kuantitas tidur

Dalam menentukan kuantiitas tidur seseorang ditentukan dari durasi

tidur dihitung dari waktu seseorang tidur sampai terbangun di pagi hari tanpa

menyebutkan terbangun pada tengah malam. Orang dewasa yang dapat tidur

selama yaitu ≥6 jam setiap malam dapat dikatakan memiliki kuantitas tidur
17

yang baik dan <6 jam setiap malam adalah kuantitas tidur yang buruk

(Buysse DJ. Reynolds, C.F., Monk, T.H., Berman, S.R., Kupfer, D.J, 2013).

6. Faktor Penyebab Kuantitas tidur Buruk

Gangguan tidur bisa disebabkan oleh banyak hal, seperti kondisi psikis

akibat stres, depresi, gangguan kecemasan, maupun kondisi fisik berupa

gangguan pernapasan, seperti asma, alergi, atau pilek. Bisa juga karena

pengaruh minuman alkohol dan kondisi lingkungan sekitar saat hendak tidur.

Ada beberapa gangguan yang terjadi pada saat tidur (Tarwoto & Wartonah,

2016).

7. Macam-Macam Gangguan Tidur

Menurut Tarwoto & Wartonah (2016) gangguan yang terjadi saat tidur

adalah sebagai berikut:

a. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh secara cukup kualitas

dan kuantitas tidur. Ada 3 macam insomnia yaitu Intial Insomnia adalah

ketidakmampuan untuk tidur tidak ada, Intermittent Insomnia merupakan

ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan tidur sebab sering

terbangun, dan Terminal Insomnia adalah bangun lebih awal tetapi tidak

pernah tertidur kembali. Penyebab insomnia adalah ketidakmampuan fisik,

kecemasan, dan kebiasaan minum alkohol dalam jumlah banyak.


18

b. Hipersomnia

Berlebihan jam tidur pada malam hari, lebih dari 9 jam, biasanya

disebabkan oleh depresi, kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit ginjal,

liver, dan metabolisme.

c. Parasomnia

Parasomnia merupakan sekumpulan penyakit yang mengganggu tidur

anak seperti samnohebalisme (tidur sambil berjalan).

d. Narcolepsi

Suatu keadaan/kondisi yang di tandai oleh keinginan yang tidak

terkendali untuk tidur. Gelombang otak penderita pada saat tidur sama

dengan orang yang sedang tidur normal, juga tidak terdapat gas darah atau

endoktrin.

e. Apnoe tidur dan mendengkur

Mendengkur tidak dianggap sebagai gangguan tidur, namun bila

disertai apnoe maka bisa menjadi masalah. Mendengkur disebabkan oleh

adanya rintangan pengeluaran udara di hidung dan mulut, misalnya

amandel, adenoid, otot-otot di belakang mulut mengendor dan bergetar.

Periode apnoe berlangsung selama 10 detik sampai 3 menit.

f. Mengigau

Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur

REM.
19

Gangguan tidur dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah

usia lanjut dan jenis kelamin perempuan. Pada usia lanjut terjadi

perubahan daya tahan tubuh yang membuat mereka rentan memiliki

masalah kesehatan. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan tidur

pada usia lanjut. Jenis kelamin perempuan juga menjadi penyebab gangguan

tidur karena berhubungan dengan perubahan hormon saat menstruasi atau

menopause (Kozier & Erb, 2012).

Beberapa faktor risiko kejadian gangguan tidur pernah diteliti

antara lain jenis kelamin perempuan, usia, status perkawinan, pendapatan,

tingkat pendidikan. Pada sebuah penelitian didapatkan kejadian gangguan

tidur meningkat seiring pertambahan umur dan pada individu dengan status

sosioekonomi rendah (Susanti, 2016).

8. Penanganan Kuantitas Tidur

Tindakan yang dilakukan baik bagi lansia yang masih tergolong

mandiri maupun yang sudah ketergantungan Menurut Tahmer & Noorkashiani

(2011), yaitu:

a. Farmakologi

Farmakologi: bila terpaksa menggunakan obat tidur, maka yang penting

diperhatikan adalah karakteristik obat berupa ‘waktu paruh usia’. Obat

yang digunakan:

1) Flurazepam (Dalmane)

2) Diazepam (Valium)
20

3) Cordiazepoksid (Librium).

b. Non Farmakologi

1) Stimulus control

Tehnik kontrol stimulus dapat membantu klien untuk mengurangi

asosiasi antara kekhawatiran dan isyarat spesifik tersebut, yang dapat

mengurangi intensitas dan frekuensi respon kekhawatiran.

2) Sleep restriction

Tidur singkat bertenaga) adalah tidur dalam waktu singkat dengan

memutus tidur sebelum masuk ke dalam fase tidur lelap atau Slow-wave

sleep (SWS) yang bertujuan untuk memulihkan kesegaran (revitalisasi)

tubuh dalam waktu singkat.

3) Cognitive behavioral therapy

Terapi kognitif mengajarkan klien secara aktif untuk mengkoreksi

interpretasi negatif mereka dengan menghadirkan bukti-bukti di

sekeliling mereka. Tujuan utama dari terapi kognitif untuk gangguan

kecemasan umum adalah untuk membantu klien menciptakan

perspekstif yang lebih berimbang. Terapi kognitif tidak dimaksudkan

untuk mengajarkan klien melihat dunia positif secara tidak realistik,

tapi melihatnya lebih akurat.

4) Terapi Musik Suara Air Mengalir

Non Farmakologi: metode relaksasi juga dilaporkan bermanfaat

antara lain meditasi, bernapas dalam disertai relaksasi, latihan pasif,


21

masase kaki atau badan, mendengarkan musik lembut (musik klasik dan

air mengalir) atau menonton acara TV yang tidak bersifat menstimulasi.

Di sore hari dapat dianjurkan berolahraga ringan. Kelemahan terapi

musik air mengalir yaitu membutuhkan alat musik air mengalir sehingga

jika pada lansia yang tidak mengerti caranya tidak bisa melakukan terapi

musik air mengalir, akan tetapi terapi musik air mengalir melibatkan

stimulasi dengan gelombang suara melalui auditory tones dinilai

lebih efektif, murah dan mudah digunakan dibandingkan dengan terapi

yang lainnya yang juga harus menggunakan terapis ahli.

5) Sleep hygiene

Sleep hygiene adalah berbagai praktek yang diperlukan untuk

mendapatkan tidur malam yang normal dan berkualitas serta

mendapatkan kesadaran penuh di siang hari. Sleep hygiene melibatkan

faktor sikap (misalnya: kebiasaan makan, minum, olahraga, nonton tv)

dan faktor lingkungan (misalnya: suasana, cahaya, suara, temperatur

kamar).

C. Konsep Terapi Musik Suara Air Mengalir

1. Pengertian Terapi Musik Suara Air Mengalir

Terapi musik suara air mengalir merupakan intervensi alami non invasif

yang dapat diterapkan secara sederhana tidak selalu membutuhkan kehadiran

ahli terapi, harga terjangkau dan tidak menimbulkan efek samping (Samuel,

2007 dalam Pratiwi, 2014).


22

Terapi musik adalah suatu terapi kesehatan menggunakan musik dimana

tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik,

emosi, kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia.

Sedangkan terapi musik suara air mengalir adalah musik dengan menggunakan

bunyi atau suara air yang mengalir (Suhartini, 2011).

2. Manfaat Terapi Musik Suara Air Mengalir

Salah satu terapi non farmakologi yang efektif ialah stimulasi auditory

berupa suara alam (seperti suara burung, ombak, hujan, air mengalir dan lain-

lain) disertai dengan latar belakang musik relaksasi dan meditasi. Stimulasi

dengan gelombang suara melalui auditory tones dinilai lebih efektif, murah

dan mudah digunakan (Thomson, 2013). Terapi dengan menggunakan musik

air mengalir dapat berguna untuk rehabilitasi gangguan tidur. Penelitian

menyarankan penggunaan musik mungkin berkonstribusi terhadap plastisitas

otak, di mana restorasi fungsi otak dapat ditingkatkan secara alami

(Altenmuller E, dalam Rojo, 2011).

Menurut penelitian Alvarsson, Wiens, & Nilsson, 2010 dalam Wijayanti

(2015), terapi musik suara alam (khususnya suara air mengalir) menciptakan

perasaan senang/bahagia, menstimulasi saraf simpatis sehingga dapat

merilekskan pikiran dan mengatasi gangguan tidur/insomnia. Menurut Chlan &

Savik (2011) dalam Wijayanti (2015), pemberian musik suara alam dapat

memberikan efek sinkronasi yang baik dengan ventilasi mekanik,

meningkatkan kenyamanan sehingga dapat menimbulkan efek sinkronasi


23

yang baik dengan ventilasi mekanik, meningkatkan kenyamanan dalam

mengatasi insomnia.

3. Jenis Terapi Musik

Menurut Sunaringtiyas (2016), terdapat dua metode terapi musik yaitu:

a. Terapi Musik Aktif.

Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main

menggunakan alat musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat lagu

singkat. Dengan kata lain pasien berinteraksi aktif dengan dunia musik.

Untuk melakukan Terapi Musik aktif tentu saja dibutuhkan bimbingan

seorang pakar terapi musik yang kompeten.

b. Terapi Musik Pasif.

Ini adalah terapi musik yang murah, mudah dan efektif seperti musik klasik

dan musik air mengalir. Pasien tinggal mendengarkan dan menghayati

suatu alunan musik tertentu yang disesuaikan dengan masalahnya. Hal

terpenting dalam terapi musik pasif adalah pemilihan jenis musik harus

tepat dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu, ada banyak sekali jenis

CD terapi musik yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

4. Cara Pelaksanaan Terapi Musik Suara Air Mengalir

Terapi musik suara air mengalir dapat dilakukan dimana saja sesuai

dengan keinginan pasien, musik di dengar dalam keadaan pasien terbaring,

kepala disanggah dengan bantal dan mata terpejam. Dengan jaraknya sekitar

setengah meter (50 cm) dari tape dapat juga menggunakan walkman. Usahakan
24

suara (volume) tidak terlalu keras atau lemah, intinya volume tersebut dapat

membuat penderita merasa nyaman dan membuat berkonsentrasi penuh yang

diberikan selama 30 menit (Satiadarma, 2013). Terapi musik suara air

mengalir diberikan selama 30 menit sebelum tidur pada malam hari yaitu

(pukul 20.00-22.00) selama 7 hari (Merlianti, 2017).

D. Pengaruh Terapi musik suara Air Mengalir terhadap Kuantitas Tidur

Lansia

Pemberian musik suara alam dapat memberikan efek sinkronasi yang baik

dengan ventilasi mekanik, meningkatkan kenyamanan sehingga dapat

menimbulkan efek sinkronasi yang baik dengan ventilasi mekanik,

meningkatkan kenyamanan dalam mengatasi gangguan kuantitas tidur buruk dan

dapat merilekskan pikiran (Chlan & Savik, 2011 dalam Wijayanti, 2015). Terapi

musik suara air mengalir diberikan selama 30 menit sebelum tidur pada malam

hari yaitu (pukul 20.00-22.00) selama 7 hari (Merlianti, 2017).

Salah satu terapi non farmakologi yang efektif ialah stimulasi auditory

berupa suara alam (seperti suara burung, ombak, hujan, air mengalir) disertai

dengan latar belakang musik relaksasi dan meditasi. Stimulasi dengan

gelombang suara melalui auditory tones dinilai lebih efektif, murah dan

mudah digunakan (Thomson, 2013). Penelitian menyarankan penggunaan musik

mungkin berkonstribusi terhadap plastisitas otak, di mana restorasi fungsi otak

dapat ditingkatkan secara alami (Altenmuller E, dalam Rojo, 2011).


25

Terapi musik suara alam (khususnya suara air mengalir) menciptakan

perasaan senang/bahagia, menstimulasi saraf simpatis sehingga dapat

merilekskan pikiran dan mengatasi gangguan tidur/insomnia. Pemberian musik

suara alam dapat memberikan efek sinkronasi yang baik dengan ventilasi

mekanik, meningkatkan kenyamanan sehingga dapat menimbulkan efek

sinkronasi yang baik dengan ventilasi mekanik, meningkatkan kenyamanan

dalam mengatasi insomnia (Chlan & Savik, 2011 dalam Wijayanti, 2015).

Hasil penelitian ini penelitian Sunaringtiyas (2016), yang menyebutkan

bahwa sebelum diberikan terapi musik air mengalir mayoritas responden

mengalami gangguan kuantitas tidur buruk berat pada lansia, hal tersebut

dipengaruhi adanya pertambahan usia yaitu usia di atas 65 tahun, kebiasaan

mengkonsumsi kopi dan merokok di Wilayah Posyandu Sedap Malam Pare

Kediri.
26

E. Kerangka Teori
Faktor risiko: Faktor penyebab:
a. Jenis kelamin a. Faktor ekstrensik
b. Usia (luar): lingkungan
c. Status perkawinan b. Faktor instrensik:
d. Masalah kesehatan 1. Organik (nyeri,
e. Keadaan psikologi gatal-gatal)
f. Pendapatan 2. Psikogenik
g. Tingkat pendidikan (depresi,
kecemasan)

Kuantitas tidur yang


buruk

Dampak:
a. Kelelahan
b. Sulit berkonsentrasi
c. Mengalami gangguan kesehatan
baik mental maupun fisik
d. Sakit Kepala
e. Penurunan Daya Ingat
f. Penyakit Jantung
g. Halusinasi

Penanganan Non farmakologi: Penanganan Farmakologi:


a. Flurazepam (Dalmane)
Stimulasi Aud (Terapi musik suara b. Diazepam (Valium) dan
air mengalir) c. Cordiazepoksid (Librium).

Peningkatan kuantitas tidur

: Diteliti

: Tidak Diteliti
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Susanti, (2016); Bandiyah, (2009); Tamher & Noorkasian (2011);
Kozier & Erb (2014); Ghaddafi,(2014).
27

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka hubungan antara konsep-

konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang akan dilakukan

(Riyanto, 2017:27). Kerangka konsep ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Terapi musik suara Kuantitas Tidur


Air Mengalir

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

B. Hipotesis

Hipotesis merupakan sesuatu yang sangat perlu dialami oleh calon

peneliti, hipotesis biasanya menunjukkan pada hubungan antara dua variabel atau

lebih. Hipotesis terdiri dari dua jenis rumusan yaitu hipotesis nol (Ho)

merupakan hipotesis yang menyatakan ketidak adanya hubungan antara variabel.

Hipotesis alternatif merupakan hipotesis yang menyatakan adanya hubungan

antar variabel (Arikunto, 2016)

27
28

Ho : Tidak ada pengaruh terapi musik suara air mengalir terhadap kuantitas

tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda Kota Bengkulu Tahun

2021.

Ha : Ada pengaruh terapi musik suara air mengalir terhadap kuantitas tidur

pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda Kota Bengkulu Tahun 2021.

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Dependen Jumlah jam tidur Melakukan Lembar 0-24 jam Ratio
kuantitas normal yang Wawancara Observasi
tidur pada diperlukan seorang menggunaka
lansia lansia sesuai dengan n lembar
kebutuhannya. observasi
3. Independen Suatu terapi Memberikan Audio - -
Terapi kesehatan Terapi
musik suara menggunakan musik musik suara
Air air mengalir dimana air mengalir
Mengalir tujuannya adalah
untuk meningkatkan
atau memperbaiki
kuantitas tidur lansia
di PSTW diberikan
30 menit yaitu pada
malam hari (20.00-
22.00) selama7 hari
dengan jarak 30 cm
volume tidak terlalu
keras namun yang
dapat membuat
lansia merasa
nyaman dan tenang.
29

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian menggunakan pre eksperimen

pre-post test one group design. Desain ini dilakukan dengan cara memberikan pre-

test (pengamatan awal) terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi, setelah itu

diberikan intervensi, kemudian dilakukan post-test (pengamatan terakhir)

(Notoatmodjo, 2014). Peneliti ini bertujuan untuk melihat pengaruh terapi musik

suara air mengalir terhadap kuantitas tidur pada lansia di PSTW (Panti Sosial

Tresna Werdha) Provinsi Bengkulu tahun 2021.

OI X1 O2

Bagan 3.1 Kerangka Penelitian

Keterangan :

O1 : Pre terapi musik suara air mengalir

X1 : Intervensi terapi musik suara air mengalir

O2 : Post terapi musik suara air mengalir

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha)

Provinsi Bengkulu. Waktu penelitian akan dimulai pada Mei-Juni tahun 2021.
30

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam sumber

penelitian (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

lansia di PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha) Provinsi Bengkulu yang

mengalami ganguan tidur sebanyak 34 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Notoatmodjo, 2014). Sampel

minimal yang diambil adalah 15 orang (Sulistyaningsih, 2011). Pada penelitian

ini sampel diambil dengan pertimbangan adanya lansia yang tidak memenuhi

kriteria penelitian sehingga peneliti memiliki cadangan sampel yang akan

diteliti, teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan

consecutive sampling berdasarkan tujuan dan kriteria tertentu (Riyanto, 2017).

Rumus dalam pengambilan sampel yaitu:

( za+ zb ) xSD❑ 2
n❑ =( ) Keterangan:
x 1−x 2
n=¿)2 n = Jumlah sampel yang di inginkan
( 3.24 ) x 5,062 2
n=( ) za= Ketetapan 1.96
5,19
( 16.40088 ) 2 zb= Ketetpan 1.28
n=( )
5,19
n=(3,16) 2 SD= Ketetapan 5,062
n=(3,2) 2
n=10
31

Untuk mengantisipasi terjadinya drop out sehingga rumus yang digunakan:

n= ( 1+n F )=¿ ( 1−20


10 10
)= =12,5=13
% 0,2

Jadi sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak 13 responden, dengan k riteria

sampel dalam penelitian ini yaitu

a. Kriteria inklusi sampel:

1) Pasien yang berada di PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha) Provinsi

Bengkulu

2) Pasien yang bersedia menjadi responden

3) Pasien yang tidak mengkonsumsi alkohol

4) Pasien dengan pendengaran yang baik

5) Pasien yang kooperatif

6) Pasien dengan jumlah jam tidurnya kurang dari 6 jam,

7) Pasien yang bisa baca tulis

b. Kriteria eksklusi:

1) Pasien yang mengkonsumsi obat tidur

2) Pasien yang mengalami demensia

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut :


32

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pasien di PSTW

(Panti Sosial Tresna Werdha) Provinsi Bengkulu dengan menggunakan

lembar observasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen,

laporan-laporan yang berasal dari PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha)

Provinsi Bengkulu yang meliputi data jumlah lansia.

E. Teknik Analisis Data

1. Uji Normalitas

Untuk menguji normalitas data dengan besar sampel kurang dari 50

orang atau sampel kecil, maka akan digunakan uji Shapiro-Wilk dengan

nilai kemaknaan (p)>0.05. kemudian jika data tidak berdistribusi normal

dapat melakukan transformasi, jika data tersebut tidak berdistribusi normal

maka dilakukan uji wilcoxon.

2. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah seluruh variabel yang akan digunakan dalam

analisis ditampilkan dalam distribusi frekuensi, analisis univariat untuk

melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dependen dan

independen. Dalam penelitian ini dilakukan analisis univariat untuk


33

mengetahui rata-rata kuantitas tidur sebelum dan sesudah di berikan terapi

musik suara air mengalir.

Batasan dalam penyimpulan hasil tabulasi data adalah sebagai berikut

(Arikunto, 2016)

0% : Tidak ada responden

0,1-24% : Sebagian kecil responden

25-49% : Hampir setengah responden

50% : Setengah dari responden

51-74% : Sebagian besar responden

75-99% : Pada umunya responden

100% : Seluruh responden

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui interaksi dua variabel baik

berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif (Riwidikdo, 2009). Analisis

bivariat digunakan untuk mengetahui ada pengaruh terapi musik suara air

mengalir terhadap kuantitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda

Kota Bengkulu Tahun 2021.

Pada penelitian ini terdapat dua kelompok berpasangan dengan data

terdistribusi normal dengan uji t dependen, dan jika tidak teritribusi normal

dengan uji wilcoxon. Dalam penelitian ini interpretasi hasil uji dinyatakan

pada tingkat kepercayaan 95% atau α=0,05. Jika P value ≤ (0,05) , maka H0

ditolak dan Ha diterima artinya terdapat ada pengaruh terapi musik suara air
34

mengalir terhadap kuantitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda

Kota Bengkulu Tahun 2021 dan bila nilai p > 0,05, Maka keputusannya

adalah Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh terapi musik suara air

mengalir terhadap kuantitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda

Kota Bengkulu Tahun 2021.

F. Etika Penelitian

Berikut beberapa masalah etika penelitian yang akan dijelaskan pada

responden (Notoatmodjo, 2012).

1. Inform consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan yang akan diberikan kepada calon responden yang

akan diteliti. Lembar persetujuan diberikan kepada responden dengan

memahami penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian yang akan

dilakuka, serta menjelaskan manfaat yang akan diperoleh jika bersedia

menjadi responden. Jika calon responden bersedia diteliti maka harus

menandatangani lembar persetujuan bila calon responden menolak peneliti

tidak boleh memaksa.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden peneliti tidak

mencantumkan nama responden melainkan hanya kode nomor atau kode

tertentu pada lembar pengumpulan data yang akan diisi oleh responden

sehingga identitas responden tidak diketahui oleh publik.


35

3. Confidential (kerahasiaan)

Peneliti tidak akan menyebarkan informasi yang diberikan oleh

responden dan kerahasiaannya akan dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok

data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian


36

DAFTAR PUSTAKA

Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Medical


Book.

Dokumen PSTW. 2021. Data Jumlah Lansia Di Balai Pelayanan dan Penyantunan
Lanjut Usia Pagar Dewa Kota Bengkulu. Kota Bengkulu

Ghaddafi. 2014. Tatalaksana Insomnia Dengan Farmakologi Atau Non-Farmakologi


Tahun 2014. http://download.portalgaruda.org/article.php ?
article=82606&val=970(14 Desember 2020].

Hobson, J. 2015. The Neurobiology of S leep: Genetics, Cellular Physiology and


Subcortical Networks. Nature Review;(3):501-605

Hurlock. 2012. Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kementrian Republik Indonesia.

Kozier & Erb. 2012. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Terjadinya Insomnia
Pada Wanita Premenopause Di Dusun Ngablak Desa Kedungrukem
Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik. http://journal.unusa.ac.id/index.php
/jhs/article/viewFile/87/79 [12 Januari 2021].

Kushariyadi. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Selemba
Medika

Lumbantobing, S, M. 2014. Gangguan Tidur. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Maryam,. dkk. 2012. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: Selemba
Medika.

Medicastore. 2018. Dampak Insomnia Terhada Kesehatan Tubuh. Jakarta.


http://medicastore. com/seminar/108/Dampak_Insomnia_ Terhadap_
Kesehatan_ Tubuh.html [14 Desember 2020].

Merlianti, A. (2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Terapi


Musik air mengalir Terhadap Kualitas Tidur Penderita Insomnia Pada
37

Lanjut Usia (Lansia) di Panti Jompo Graha Kasih Bapa Kabupaten Kubu Raya
Tahun 2017. Vol 2. Nomor 1 (2017). Diunduh dari
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/view/6032/6129
[1 Februari 2021]
Noorkashiani. 2011. Tatalaksana Insomnia Dengan Farmakologi Atau Non-
Farmakologi Tahun 2014. http://download.portalgaruda.org/article.php ?
article=82606&val=970(14 Desember 2020].

Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Potter, P.A, Perry, A.G. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari,dkk.
Jakarta: EGC.

Pratiwi. 2014. Hubungan Derajat Insomnia dengan Konsentrasi Belajar Mahasiswa


Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
http://repository .umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/[10 Januari 2021].

Ratnawati. 2018. Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kementrian Republik Indonesia.

Riyanto, A. 2017. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha


Medika

Robert Mck, Nish. 2017. Sleep quality and its psichological correlates
amoung university students in Ethiopia: a cross- sectional study. BMC
Psychiatry. 2012; 12:237.

Rojo. 2011. SOP Pemberian Terapi Musik Instrumental Pada Pasien Dengan N
Yeri Pad A Cedera Acl. http://digilib.esaunggul.ac.id/ public/UEU-
Undergraduate-7522- [27 Desember 2020].

Sagala,V. P. 2015. Kualitas Tidur dan Faktor-faktor Gangguan Tidur. dari


http://repository.usu.ac.id/bitstreamChapter%20I [01 Januari 2021]

Satiadarma. 2013. SOP Pemberian Terapi Musik Instrumental Pada Pasien Dengan
N Yeri Pad A Cedera Acl. http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-
Undergraduate-7522-LAMPIRAN-LAMPIRAN.pdf. [27 Desember 2020].

Suhartini. 2011. Effectiveness of music therapy toward reducing patient’s anxiety in


intensive care unit. Media Ners, Volume 2, Nomor 1.http://ejournal.undip.ac.id.
[05 Januari 2021].
38

Sunaringtiyas. 2016. Pengaruh Terapi Musik Suara Air Mengalir Dengan


Brainwave Terhadap Penurunan Insomnia Pada Lansia Di Wilayah
Posyandu Sedap Malam Pare Kediri pada tahun 2016.
http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY /article/download/66/pdf. [10
Januari 2021].

Susanti, L. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Insomnia di


Poliklinik Saraf RS DR. M. Djamil Padang. http://download.
portalgaruda.org/article.php?article =359512&val= 7288&title=Faktor-Faktor
%20Yang%20Mempengaruhi%20Kejadian %20Insomnia [14 Desember 2020].
Tamher & Noorkasiani. 2011. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.

Tarwotoh & Wartonah. 2016. Kebutuhan Dasar manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika

Thomson. 2013. Pengaruh Terapi Musik Suara Air Mengalir Dengan Brainwave
Terhadap Penurunan Insomnia Pada Lansia Di Wilayah Posyandu Sedap
Malam Pare Kediri pada tahun 2016
http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/ . [14 Desember 2020].

Wijayanti. 2015. Musik Suara Alam Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien
Kritis http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/jnm/article/download /953/763. [24
Desember 2020]
39

Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI REPONDEN

Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Saudara di Panti Sosial Tresna Wherda Pagar Dewa Kota Bengkulu
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, adalah Mahasiswa Ilmu Keperawatan (S-I)
Program Studi Ilmu Keperawatan (S-1) Universitas Dehasen Bengkulu.
Nama : Nurul
NPM : 172426021 SP
Akan mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh terapi musik suara air

mengalir terhadap kuantitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda Kota

Bengkulu Tahun 2021”.

Bersama ini peneliti mohon kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden dan

menandatangani lembar persetujuan. Kerahasiaan akan dijaga dan dipergunakan

untuk kepentingan penelitian. Atas kesediaan menjadi responden dan kerjasamanya

saya ucapkan terimakasih.

Bengkulu,……..2021
TTD

Peneliti
40

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPODEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, setelah membaca dan memahami

surat pengantar responden, menyatakan bersedia menjadi responden untuk penelitian

yang dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Program Studi Ilmu Keperawatan (S-1)

Universitas Dehasen Bengkulu dengan judul: Pengaruh terapi musik suara air

mengalir terhadap kuantitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda Kota

Bengkulu Tahun 2021.

Kesediaan saya menjadi responden atas kemauan saya sendiri dan tanpa ada

paksaan dari pihak manapun karena saya memahami bahwa data dan informasi yang

saya berikan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan

penelitian demi pengembangan ilmu keperawatan serta tidak akan merugikan bagi

saya.

Bengkulu, 2021
Responden

(..................................)
41

Lampiran 3
PROTOKOL PENELITIAN
“Terapi musik suara air mengalir ”

A. Karakteristik Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :

B. Terapi Musik Suara Air Mengalir


1. Persiapan alat dan bahan
1. Handphone/speaker
2. Musik air mengalir
2. Pre interaksi
1. Cuci tangan
3. Tahap orientasi
1. Beri salam dan panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien
4. Tahap kerja
1. Mengisi lembar informed consent
2. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
3. Menanyakan keluhan utama klien
4. Ukur kuantitas tidur sebelum di berikan terapi musik suara air
mengalir
5. Jaga privasi klien. Memulai kegiatan dengan cara yang baik
6. Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal dan mata
terpejam
7. Dekatkan Handphone atau speaker dengan jarak 50 cm ke klien,
berikan terapi musik suara air mengalir selama 30 Menit dan hindari
menghidupkan musik dan meninggalkannya dalam waktu yang lama
8. Musik diberikan selama 7 malam
9. Ukur kembali kuantitas tidur setelah diberikan terapi musik suara air
mengalir
5. Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien)
2. Kontrak pertemuan selanjutnya
42

3. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik


4. Bereskan alat-alat
5. Cuci tangan
6. Dokumentasi
LEMBAR OBSERVASI

No INISIAL KUANTITAS TIDUR DALAM 24 JAM


.
PRE Intervensi POST Intervensi KETERANGAN

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.
43

SURVEY AWAL
44
45

Anda mungkin juga menyukai