Anda di halaman 1dari 5

LATAR BELAKANG 2

Tidur merupakan suatu upaya untuk mengembalikan stamina tubuh setelah melakukan

aktivitas sehari-hari sehingga kondisi tubuh dapat dipulihkan menjadi optimal. Oleh karena itu

tidur termasuk salah satu kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan setiap orang, termasuk pada

anak remaja. Masa remaja rentang mengalami gangguan tidur dikarenakan masalah medis, gaya

hidup, faktor lingkungan menyebabkan tidur terganggu, dan kualitas tidur yang buruk. Dalam

beberapa tahun terakhir, perubahan pola tidur banyak dialami oleh remaja yang menyebabkan

penurunan kualitas dan kuantitas tidur. Perubahan pola tidur itu antara lain penurunan durasi

tidur, keterlambatan dalam waktu tidur, perbedaan pola tidur antara hari sekolah dengan akhir

pekan, dan perubahan kualitas tidur (Purnama, 2019). Waktu tidur remaja lebih sedikit

dibandingkan dengan kelompok anak dibawah usianya karena memiliki aktivitas yang lebih.

Manfaat tidur bagi remaja memainkan peran penting antara lain untuk memperbaiki sel-sel otak

dan produksi hormon pertumbuhan sekitar 75% terjadi pada di saat tidur. Fungsi hormon ini,

selain untuk pertumbuhan, sekaligus memperbaharui dan memperbaiki sel diseluruh tubuh

(Ponidjan, 2022). National Sleep Foundation (NSF) merekomendasikan waktu tidur yang ideal

bagi remaja yaitu 8-10 jam per malam (NSF, 2018).

Gaya hidup remaja yang kurang sehat seperti kebiasaan mengkonsumsi minuman yang

mengandung kafein yang akan mempengaruhi kualitas tidur remaja. Mengkonsumsi rokok,

nikotin yang terdapat dalam rokok memiliki efek merangsang, dan perokok biasanya memiliki

kualitas tidur yang buruk. hasil penelitian,mayoritas responden yang memiliki gaya hidup yang

buruk sebanyak 52 orang (64,2%), sedangkan minoritas responden yang memiliki gaya hidup

yang baik sebanyak 29 orang (35,8%). Gaya hidup juga berpengaruh untuk menerapkan

kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang
dapat mengganggu kesehatan. Gaya hidup sehat seperti kebiasaan olahraga dengan intensitas

sedang secara teratur dapat meningkatkan kualitas tidur. Namun olahraga yang berlebihan dapat

menurunkan kualitas tidur.

Kualitas tidur yang baik yaitu ukuran dimana seseorang itu dapat kemudahan dalam

memulai tidur dan untuk mempertahankan tidur, kualitas tidur seseorang dapat digambarkan

dengan lama waktu tidur, dan keluhan-keluhan yang dirasakan saat tidur ataupun sehabis bangun

tidur. Kualitas tidur yang baik akan menghasilkan kesegaran dan kebugaran disaat terbangun,

sebaliknya tidur yang tidak adekuat dan berkualitas buruk dapat mengakibatkan berbagai

gangguan keseimbangan fisiologis sehingga mempengaruhi kesehatan karena waktu tidur yang

cukup (minimal 7 jam dalam sehari), bila seseorang dapat tidur dalam waktu yang cukup, maka

seseorang akan siap melakukan aktivitas-aktivitas yang harus dikerjakannya saat tersadar.

Sedangkan kualitas tidur yang buruk yaitu keadaan dimana seseorang tidak menjaga keteraturan

tidur, keteraturan tidur dan terjaga adalah sesuatu yang sangat penting, namun tak kalah penting

dalam keteraturan itu adalah perlunya seseorang tidur awal dan bangun lebih awal. Hal yang

penting bagi setiap orang untuk menjaga biologisnya agar tetap selaras sepenuhnya dengan

rutinitas harian, dengan membatasi aktivitas yang membuat terjaga dimalam hari sehingga dapat

membantu untuk efektifitas jam tidur karena kurang tidur dalam jangka waktu yang panjang

dapat menyebabkan kerusakan otak, bahkan kematian (Woran, 2020).

Permasalahan kesehatan yang ditimbulkan oleh penurunan durasi tidur dan kualitas tidur,

diantaranya hipertensi, obesitas, diabetes mellitus tipe 2, penyakit kardiovaskuler, depresi,

perasaan mudah marah, serta timbul gejala sakit kepala, sakit perut, dan punggung.6,7,8,9 Studi

di Yogyakarta, menunjukkan bahwa anak dengan durasi tidur < 10 jam per hari memiliki risiko

1,7 kali mengalami obesitas.10,11 Studi pada remaja usia 11-14 tahun di Chicago, menunjukkan
bahwa durasi tidur selama kurang dari 6 jam per malam dapat meningkatkan risiko gejala

depresi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses tidur antara lain, screen based activity,

aktivitas fisik, tingkat kecemasan, sleep hygiene, pencahayaan lampu kamar tidur, suhu kamar

tidur, dan kegaduhan tempat tinggal. Screen based activity dengan durasi pemakaian lebih dari 2

jam per hari dapat menyebabkan kualitas tidur menjadi buruk. Selain itu, remaja dengan durasi

screen time tinggi memiliki risiko 1,32 mendapat kualitas tidur buruk (Yolanda, 2019).

United Nations International Childrens Emergency Fund (UNICEF)

memperkirakan Prevalensi gangguan tidur pada remaja di dunia pada tahun 2022 diperkirakan

antara 5-15% dan berkembang menjadi masalah insomnia kronik sekitar 31-75% (UNICEF,

2022). Berdasarkan hasil survei World Helath Organization (WHO), menyatakan bahwa 81%

remaja berusia 11-17 tahun kurang aktif dalam mel3y36j844jn89686 btj mkyh,87akukan

aktivitas fisik dimana remaja perempuan (84%) masih kurang aktif dibandingkan remaja laki-

laki (78%) (WHO, 2018). Berdasarkan hasil survei di Indonesia prevalensi gangguan tidur pada

remaja juga tinggi, remaja usia 12-15 tahun sebanyak 62,9% mengalami gangguan tidur denga

gangguan transisi bangun tidur sebagai jenis gangguan yang paling sering ditemui yaitu

sebanyak 62,9%. Di beberapa sekolah menengah pertama di Indonesia prevalensi gangguan tidur

didapatkan 39,7%, dengan gangguan kesulitan memulai dan mempertahankan tidur sebanyak

70,2%.

Intervensi keperawatan yang umum untuk mengatasi gangguan tidur yaitu dengan

penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis yang meliputi konseling, pendekatan

hubungan antara pasien dengan tenaga medis, psikoterapi serta Sleep Hygiene . Terapi non

farmakologi gangguan tidur antara lain adalah melalui aktivitas sleep hygiene, terapi

pengontrolan stimulus, sleep restriction therapy, terapi releksasi dan biofeedback.


Sleep hygiene diartikan sebagai perilaku atau kebiasaan yang dapat meningkatkan kualitas

tidur, lama tidur yang cukup, dan meningkatkan kesiapan menjalani hari-hari. Sleep hygiene

mengacu pada sekumpulan hal-hal yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi mulainya tidur dan

mempertahankannya. Terapi sleep hygiene diupayakan dengan menerapkan kebiasaan yang

konsisten mencakup aktivitas waktu tenang sebelum tidur sebagai pendekatan awal untuk

mengatasi kesulitan tidur lainnya dan secara umum dapat digambarkan sebagai perilaku untuk

meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur yang diperoleh seorang individu setiap malam harinya

(Poppy, 2022). Sleep hygiene juga merupakan salah satu intervensi keperawatan yang efektif

dalam mengatasi masalah tidur pada remaja. Sleep hygiene Intervention bisa diberikan salah

satunya dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai Sleep hygiene. Program pendidikan

kesehatan tentang sleep hygiene yang efektif perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur

pada usia 10- 18 tahun (Purnama, 2019).

Hasil dari penelitian (Zimmerman, 2018) menyatakan bahwa semakin baik perilaku sleep

hygene dalam aspek kognitif maka semakin menurun skor gangguan tidur. Perilaku sleep

hygiene dalam aspek stabilitas tidur berhubungan negatif dengan gangguan tidur (ρ= - 0,358

p=0,001), hal ini berarti semakin baik perilaku hygiene dalam aspek stabilitas tidur maka

semakin menurun skor gangguan tidur.

Prevalensi pada remaja memiliki kualitas tidur yang buruk sebanyak 56% lebih tinggi

pada anak perempuan (63,1%) dibandingkan anak laki-laki (44,5%) kebersihan tidur (Skala

Kebersihan Tidur Remaja) secara signifikan lebih buruk pada anak perempuan (Galland phD,

2017). Riset yang ditemukan (Rosyidah, 2019) menyatakan bahwa Rerata usia responden adalah

15,75 tahun dengan mayoritas jenis kelamin adalah perempuan (74.3%). Lebih dari separuh

responden memiliki Kualitas tidur buruk (57,1%) dan sebagian besar mengalami EDS (61%).
Hasil Analisa menunjukkan adanya hubungan antara kualitas tidur dan EDS dengan signifikansi

(p=0,002) serta correlation coeficient (p=0,304).

Anda mungkin juga menyukai