Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tahap lanjutan dari proses kehidupan dapat ditandai dengan terjadinya
penurunan fungsi fisik dan kemampuan fisik untuk menyesuaikan diri
terhadap tekanan lingkungan yang ada di sekitar. Tahapan ini dapat
disebut juga dengan lansia atau lanjut usia. Lansia adalah suatu kondisi
dimana seseorang gagal untuk menjaga keseimbangan dari tahap kondisi
stres psikologis telah disarankan bahwa pendekatan pemberdayaan dapat
memelihara partisipasi orang dengan keadaan lanjut usia dalam keputusan
perawatan kesehatan meningkatkan hasil kesehatan yang positif. Lansia
dapat diberdayakan untuk pembangunan kesehatan dengan cara
memposisikan pengalaman lansia untuk berpartisipasi di lingkungannya.
Selain itu lansia juga dapat berperan aktif dalam partisipasi masyarakat
untuk perubahan di lingkungan keluarga sekitar melalui pengetahuan yang
sudah dimiliki lansia dan diperkarya informasi kesehatan yang tepat
(Kementerian Sosial Republik Indonesia, 2022).
Setiap tahunnya jumlah lansia di Indonesia terus meningkat. Menurut
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa angka populasi
lansia meningkat sebanyak 18 juta jiwa atau (7,6%) namun di tahun 2010
meningkat menjadi 27 juta jiwa (10%) di tahun 2020, dan jumlah tersebut
diperkirakan akan mengalami peningkatan sebanyak 40 juta jiwa (13,8%)
di tahun 2023 (Pusdatin RI, 2022).
Lansia mengalami proses penuaan. Proses ini merupakan proses
alami yang akan dilewati oleh setiap orang dan tidak dapat dihindari, tetapi
proses ini memiliki waktu dan kecepatan yang berbeda pada setiap orang.
Penuaan ini juga dapat dilihat sebagai semua perubahan yang terjadi
sepanjang hidup seseorang yang dimulai sejak lahir hingga dewasa. Lansia
adalah waktu ketika orang memperhatikan perubahan yang berkaitan

1
dengan usia seperti rambut yang mulai berubah warna menjadi putih, kulit
yang sudah tidak

2
2

elastis atau keriput dan penurunan fungsi fisik. Walaupun lansia tersebut
sehat dan bugar, proses ini tetap harus dilewati. Penurunan fungsi fisik
dapat menimbulkan kecacatan fisik dan kecacatan fungsional pada lansia
yang akan berakibat pada peningkatan ketergantungan pada lansia.
Penuaan juga merupakan perjalanan biologis yang dimulai saat baru
dilahirkan dan berakhir kematian. Penuaan ini memiliki dinamika sendiri
tanpa adanya kendali dari manusia. Namun, proses ini bergantung pada
konstruksi yang dipakai oleh masyarakat dalam memahami usia tua. Usia
60 tahun di negara maju dianggap sebagai usia pension atau usia tua awal
(Cahyaningrum E, 2022).
Lansia mengalami berbagai masalah kesehatan akibat proses penuaan
yang dialaminya salah satunya merupakan gangguan tidur. Prevalensi
gangguan tidur pada lansia lebih besar dari pada dewasa muda yakni ada
sekitar 50%. Prevalensi gangguan tidur yang tinggi ini mengakibatkan
tidur siang yang berlebihan, kelelahan, gangguan kongnitif, peningkatan
morbiditas yang terkait. Di indonesia terdiri prevensi gangguan tidur pada
orang berusia diatas 60 tahun berada pada presentase yang sangat tinggi
yaitu sekitar 67%. Berdasarkan jenis kelamin ditemukan bahwa wanita
berusia antara 60-74 tahun dapat mengalami gangguan tidur (insomnia)
hingga 78,1% (Danirmala, 2019).
Pola tidur mengalami sejumlah perubahan dengan peningkatan usia
dan cenderung menunjukkan pola yang lebih bervariasi. Total waktu tidur
berkurang seiring bertambahnya usia tetapi jumlahnya waktu yang
dihabiskan di tempat tidur meningkat dengan lebih besar proporsi waktu di
tempat tidur dihabiskan terjaga. Waktu tidur normal lansia adalah 7-8 jam
sehari-hari. Kualitas tidur pada orang lanjut usia mengalami penurunan
menjadi 5-6 jam saja perharinya. Jika seseorang tidur kurang dari 5 jam
maka orang tersebut termasuk sebagai orang yang mengalami gangguan
tidur (Sisilia Indriasari, Putra & Andhika, 2019).
Sleep hygiene diartikan sebagai perilaku yang dipercayai dapat
meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur. Menyatakan bahwa sleep
3

hygiene adalah istilah yang mengacu pada aturan yang mendorong tidur
lebih nyenyak sehingga lebih meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur.
Sleep hygiene adalah prosedur yang menciptakan suasana tidur yang
nyaman di tempat tidur dan mempersiapkan tubuh untuk tidur.
Pengetahuan tentang sleep hygiene tidak didapatkan pada Pendidikan
formal, sehingga Sebagian besar lansia tidak mengetahui perilaku sleep
hygiene yang normal dan abnormal. Sleep hygiene yang baik dipengaruhi
oleh kesadaran dan praktik sleep hygiene . Mengetahui dan
memperaktikkan sleep hygiene memiliki arti yang berbeda. Awareness
dapat diartikan sebagai keadaan dimna seseorang memiliki kendala penuh
terhadap Tindakan yang dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas
tidurnya namun belum dipraktekkan, sedangkan melakukan sleep hygiene
adalah keadaan dimana seseorang memiliki pengetahuan atau awareness
dapat menggunakan sleep hygiene. Sleep hygiene direkomondasikan untuk
orang dengan sebab kerja berat, orang yang menggunakan alat bantu obat
tidur dan orang yang memiliki atau mengalami kesulitan tidur (Mardiana,
2018).
Lansia yang tidak menerapkan sleep hygiene menunjukkan tidak
adanya peningkatan pemenuhan kualitas tidur pada lansia. Berdasarkan
hasil pendahuluan di Desa Rahong diketahui bahwa 15 dari 20 lansia
mengalami gangguan tidur dengan rincian beberapa lansia menggunakan
tempat tidur untuk menonton tv, kebiasaan makan yang buruk, jarang
olahraga dan sering minum kafein.
Berdasarkan dari latar belakang di atas penelitiantertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul sleep hygiene dengan kualitas tidur
pada lansia di Desa Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur.
Laporan data kesehatan lansia yang dikumpulkan oleh kader Desa
Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur pada tahun 2022
didapatkan data bahwa 48% lansia dengan sleep hygiene dan 70% lansia
dilaporkan sering terbangun di malam hari (Desa Rahong, 2022).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Desa
4

Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur, diperoleh data yaitu 15


dari 20 lansia mengalami perubahan siklus tidur sehingga kualitas tidur
memburuk, yang belarti lansia tersebut berisiko sleep hygiene. Dari studi
pendahuluan tersebut peneliti tertarik untuk mencari kolerasi antara
kualitas tidur dengan sleep hygiene pada lansia di Desa Rahong
Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur.

1.2 Rumusan Masalah


Sleep hygiene merupakan perilaku yang harus dilakukan sebelum tidur
untuk memproleh tidur yang optimal, baik segi kualitas maupun durasi
tidur. Kualitas pasien lanjut usia juga dapat di pengaruhi oleh depresi dan
aktivitas fisik yang rendah hasilnya pada pasien lanjut usia menurunkan
kualitas tidur, entah orang tua secara kongnitif normal dengan gangguan
kongnitif ringan atau orang tua dengan demensia. Berdasarkan uraian
tersebut, penelitian tertarik untuk melihat bagaimana hubungan sleep
hygiene dengan kualitas tidur pada lansia di Desa Rahong Kecamatan
Cilaku Kabupaten Cianjur.

1.1 Tujuan Penelitian


1.1.1 Tujuan Umum
Secara general, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan sleep hygiene dengan kualitas tidur lansia di Desa
Rahong kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur.
1.1.2 Tujuan Khusus
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi karakteristrik responden lansia di Desa
Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur
2. Mengidentifikasi indeks sleep hygiene lansia di Desa Rahong
Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur
3. Mengidentifikasi sikap kualitas tidur lansia di Desa Rahong
Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur
5

4. Mengidentifikasi hubungan sleep hygiene dengan kualitas tidur


lansia di Desa Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur

1.2 Ruang Lingkup


Kajian hubungan antara sleep hygiene dengan kualitas tidur lansia di
wilayah Desa Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur yang di
lakukan pada bulan Maret – Mei 2023
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi insitusi
Diharapkan penelitian bermanfaat untuk pengajaran,
pengembangan ilmu pengetahuan, dan referensi dalam ilmu
keperawatan gerontik yang berhubungan sleep hygiene dengan
kualitas tidur lansia.
2. Bagi Peneliti
Diharapkan jadi pengalaman belajar untuk memperluas
pengetahuan keterampilan dan pemahaman penelitiam
kesehatan
1.3.1 Manfaat Praktis
1. Bagi responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan dan pemahaman pedoman lansia dalam
menerapkan pengetahuan dan sikap tentang perawatan
terhadap kejadian sleep hygiene yang tepat dan benar untuk
menjaga kesehatan lansia
2. Bagi intansi
Diharapkan dapat menjadi bahan edukasi untuk memperluas
pengetahuan dan keterampilan dari petugas kesehatan dalam
melaksanakan kejadian gangguan tidur pada lansia (sleep
hygiene)
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Lanjut Usia (Lansia)


1.1.1 Pengertian
Lansia atau yang disebut juga lanjut usia ialah fase akhir dalam
usia yang di tandai berubahnya fisik dari muda menjadi tua atau
disebut perubahan pada tubuh secara perlahan. Adanya undang-
undang pada tahun 1998 menyangkut lansia, biasanya telah
melewati umur di usia muda yang melebihi umur 50 tahun di
indonesia ada 3 katagosi dari lansia sebagai berikut. Lansia muda
(60-69), (70-79) masih berada di tingkat tengah lansia dan (80
tahun ke atas ialah lansia tua). Menurut undang-unadang indonesia
(WHO,2015). Organisasi kesehatan dunia juga mendefrisikan
lanjut usia sebagai usia di atas 60 tahun yang bertentangan dengan
laporan ilmiah, dimana beberapa penelitian medis menjelaskan
bahwa seseorang lebih dari 60 tahun dan 65 tahun di anggap lebih
tua berdasarkan pendekatan kronolosis, salah satunya adalah
penelitian ortopedi (Mutia, 2018).
Penuaan adalah proses penurunan kekuatan daya tahan tubuh
terhadap rangsangan internal dan eksternal berakhir dengan
kematian efek penuaan dapat menimbulkan berbagai masalah baik
fisik mental, finansial dan psikologis. Dalam proses penuaan lansia
tunduk pada perubahan fisik dalam sistem tubuh secara mental dan
psikologis seiring bertambahnya usia, fungsi psikologis menurun
akibat proses degenaratif (penuaan), akibat muncul penyakit tidak
menular pada lansia yaitu fisik sosial psikologis dan moralitas
spritual yang terjadi pada orang tua dapat terjadi adanya gangguan
yang berhubungan dengan kebutuhan sleep hygiene (Change et al.
2021).

6
7

1.1.2 Teori Menua: Psiikologis


Berdasarkan yang sudah dijelaskan, kesehatan fsikologis
merupakan suatu faktor dimana mempengaruhi aktivitas hidupnya
lansia dalam Sebagian penelitian ini besar responden dalam
pendidikan yang dapat membentuk kepintaran emosional. Orang
dengan kecerdasan emosional dengan tinggi dan mampu
mengendalikan dirinya serta mengelola emosi, memotivasikan diri
yang menunjukan diri yang lebih produktif dalam berbagai
aktivitasnya. Ketika meningkatnya spiritual lansia akan lebih tinggi
maka akan terjadi tingkat psikologisnya juga lebih membentuk.
Oleh sebab itu lansia membutuhkan pelayanan spritual bagi lansia
dengan membentuk peguyuban di daerah (Supriani et al., 2021).
1.1.3 Aktif Aging
Penuaan aktif adalah lansia yang sehat dan berkualitas.
Menurut WHO, penuaan aktif diartikan sebagai sebuah proses
penuaan yang sehat tidak hanya secara fisik tetapi juga sehat secara
mental dan sosial untuk berkembang sepenuhnya sebagai anggota
masyarakat seumur hidup. Pada saat yang sama pemeritah harus
membantu dengan menyediakan fasilitas dan perlindungan
keamanan dan pemeliharaan yang menandai jika
diperlukan(Pusdatin RI, 2022)

1.2 Sleep hygiene


1.2.1 Defenisi
Sleep hygiene adalah berbagai perilaku, kondisi lingkungan
dan banyak faktor terkait tidur lainnya yang dapat digunkan untuk
mengobati insomnia. Gangguan tidur dapat dicegah dengan sleep
hygiene. Contohnya, seseorang yang mengalami insomonia dan
tidur di siang hari memiliki sleep hyigiene yang buruk (Putri,
2020). Sleep hygiene mengidentifikasi dan mengubah perilaku dan
lingkungan yang memengaruhi tidur, menyadari bahwa sleep
hygiene memiliki peranan penting dalam meningkatkan kebiasaan
8

tidur dan kualitas tidur (Nasjum, 2020). Sleep hygiene juga


dianggap sebagai kebiasaan yang dilakukan sebelum tidur dan
dapat memperbaiki kualitas tidur seseorang, meningkatkan lama
tidur serta meningkatkan produktivitas di siang hari (Imroh Atut T.
dkk, 2022).
1.2.2 Manfaat sleep hygiene
Sleep hygiene yang baik dapat meningkatkan kualitas tidur.
Efek ini dapat mengurangi kejadian insomonia atau gangguan tidur
lainnya. Tidur yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup. Sleep
hygiene adalah salah satu perilaku. Perawatan ini adalah perawatan
non-farmokologis untuk gangguan tidur dan merupakan salah satu
intervensi utama dalam terapi perilaku kognitif untuk insomonia
(CBT-I). Oleh karena itu, peraktik sleep hygiene telah terbukti
meningkatkan kualitas tidur. Keteraturan waktu bangun dan waktu
tidur setiap harinya dapat meningkatkan produktivitas tubuh
(Mardiana, 2018).
1.2.3 Dampak sleep hygiene
Dampak dari kualitas tidur yang buruk dapat mempengaruhi
aktivitas sehari-hari seorang lansia, namun sayangnya lansia tidak
menyadarinya. Kurangnya pengetahuan dan praktik sleep hygiene
yang buruk menjadi salah satu penyebab meningkatnya masalah
tidur di kalangan lansia. Lansia di berbagai belahan dunia termasuk
kelompok yang paling rentan terhadap gangguan tidur (Mardiana,
2018).
1.2.4 Praktik sleep hygiene
Prinsip-prinsip sleep hygiene sendiri dipengaruhi oleh
beberapa kegiatan yang berkaitan dengan mengetahui dan
mempraktikkan sleep hygiene yang benar untuk mendorong tidur
yang lebih nyenyak. Beberapa aktivitas sleep hygiene yang di
Rekomondasikan termasuk mengurangi jadwal tidur yang tidak
teratur, tidur siang, tidur dalam keadaan depresi atau mental, stress,
9

aktivitas atau olahraga fisik berat dalam waktu singkat. 4 jam


sebelum tidur tidak diperbolehkan mengkonsumsi kafein, alkohol
tembakau. Jika sulit tidur dalam waktu 15 menit bangun dan
pergilah ke ruangan lain untuk melakukan aktivitas sederhana yang
membuat tubuh menjadi rileks. Selain itu Tindakan sleep hygiene
lainnya termasuk memastikan lingkungan tidur yang aman dan
sesuai, menghindari tempat yang bising, menggunakan waktu
relaksasi sebelum tidur, menciptakan tempat tidur yang nyaman,
dan tidur teratur dapat meningkatkan kualitas tidur (Mardiana,
2018).
1.2.5 Cara mengukur sleep hygiene
Sleep hygiene dapat diukur dengan beberapa instrument
diantaranya sleep hygiene awareness dan skala praktek dan sleep
hygiene index, sementara kolerasi antara Pittsburgh sleep Quality
index dan practice scale masih menjadi bahan pertanyaan karena
instrument yang tidak sesuai atau tumpang tindih, sleep hygiene
index merupakan instrumen sleep hygiene yang jauh lebih pendek
dari sebelumnya diterbitkan dan ditunjukkan sifat psikometrik yang
sebanding dengan validitas dan alasan pemilihan item yang jelas
(Mardiana, 2018).
1.3 Konsep Tidur
Tidur merupakan sebuah keadaan seseorang yang tidak sadar dan
reaksi seseorang pada lingkungan menjadi terganggu ataupun hilang dan
dapat sadar kembali melalui fikiran maupun rangsangan seperti aktivitas
fisik yang rendah sehingga terjadi perubahan proses secara fisiologis yang
terjadi dalam tubuh serta menurunnya respon pada rangsangan eksternal
(Anggraini et al., 2017).
1.3.1 Definisi Tidur
Tidur berarti istirahat badan dan kesadaran untuk mengetahui
ciri-ciri tidur tersebut dengan lebih memahami atau mengenalinya
karakteristrik tidur yaitu :
10

1) Gangguan tidur bisa mempengaruhi proses berfikir untuk


mengatur suasana hati dan fisiologis tubuh
2) Ada Sebagian tahapan tidur setiap tahapan tidur yang memiliki
karakteristriknya masing-masing, jika dari salah satu tidak
terpenuhi tahapan tidur, tahapan tidur lainnya memberi
mengkompensasi otak selama siklus tidur.
3) Tidur bukanlah proses pasif dikarenakan saat tidur terjadi
aktivitas otak dengan metabolisme yang terikat tinggi. Tidur
adalah keadaan yang tidak sadar yang dipicu oleh sensasi dan
rangsangan lainnya, orang yang tidur tidak akan menyadari
kejadian di dunia luar, tetapi sadar bila di dunia mimpi.
Defenisi dari tidur adalah keadaan yang berulang dari aktivitas
motoric dengan kongnisi yang berulang
(Brier & lia dwi jayanti, 2020).
1.3.2 Fisiologis Tidur
Tidur kebutuhan fisiologis yang mempengaruhi kualitas hidup
dan juga homeostatis tubuh. Apabila proses atau siklus tidur
mengalami gangguan akan menyebabkan gangguan pula pada
fungsi fisiologis tubuh yang lain karena kualitas tidur yang kurang
baik serta dapat memicu munculnya berbagai masalah fisik yang
terjadi seseorang.
1.3.3 Fungsi Tidur
Terdapat beberapa fungsi tidur yaitu melindungi tubuh,
menghemat energi, memulihkan otak, dan hemostasis. Tidur dapat
melindungi tubuh dengan cara meningkatkan fungsi kekebalan
tubuh dengan mengatur suhu tubuh. Tidur juga dapat memberikan
efek yang baik bagi fungsi sistem tubuh yaitu melindungi organ
tubuh dan jaringan otak maupun jaringan tubuh yang lain.
(Fatmawati et al., 2019).
11

1.3.4 Siklus dan Tahapan Tidur Normal


Tidur normal yang meliputi dua tahap, yaitu rapid eye
movement (REM) dan slow eye movement (NREM). Selama
periode non rapid eye movement (NREM), Pada tahapan 1 dan 2
NREM memiliki ciri khas yaitu tidur ringan dan orang akan lebih
mudah untuk bangun, dan tahapan 3 sama 4 adalah tidur yang
nyenyak dan sulit untuk dibangunkan. Perubahan tidur normal pada
lansia karena menurunnya periode REM (nonrapid eye movement)
2 dan 4. Lansia yang hanya tidur sebentar atau hampir tidak tidur
disebabkan adanya perubahan fisiologis yaitu mengalami
penurunan ukuran serta jumlah neuron/saraf pada sistem saraf
pusat. Penurunan ini menyebabkan lemahnya kegunaan
neurotrasmiter pada sistem saraf serta melemahnya penyebaran zat
perangsang tidur, noradrenalin, dan perubahan psikologis pada
system saraf akan menyebabkan lansia mengalami gangguan tidur
(Anggreani, 2019).
1.3.5 Adaptasi perubahan pola tidur lansia
Orang yang tidur biasanya 6 siklus dengan tidur penuh,
masing-masing terdiri empat tahapan tidur NREM dan REM yang
siklus ini berlangsung dari fase NREM 1 ke fase 4 diikuti dengan
pembalikan fase 3 dan 4 diakhiri dengan tidur REM dan tahap tidur
REM dapat dicapai seseorang pada 90 menit memasuki ke tahapan
berikutnya. Pada siklus Nonrapid eye movement (NREM) tahap
satu sampai dengan 4 merupakan transisi dari tidur ringan menjadi
nyenyak sedangkan tidur REM merupakan tidur mimpi dengan
25% tidur REM dan 75% NREM membentuk siklus tidur dalam
satu malam (Riris Wahyu Satyaningtyas & Nurul Hidayah, 2020).
1.3.6 Faktor risiko yang mempenaruhi tidur lansia
Lansia lebih banyak membutuhkan waktu untuk tertidur atau
berbaring lama di tempat tidur yang sebelumnya. Faktor resiko
yang sering dilaporkan untuk gangguan tidur meliputi jenis kelamin
12

perempuan, depresi, dan penurunan kesehatan fisik. Insomnia


merupakan gangguan tidur yang sering ditemukan pada lansia.
Wanita lebih beresiko mengalami kesulitan tidur di malam hari
atau insomnia karena perubahan hormon yang ada dalam tubuh dan
hal ini dikaitkan dengan menopause, serta memiliki lebih sedikit
waktu untuk tidur yang nyenyak. Kebutuhan tidur seseorang
kurang lebih adalah 7-8 jam sehari. Masalah terhadap kualitas tidur
terjadi pada lansia harus segera diatasi karena jika kondisi ini
diabaikan dapat mempengaruhi status kesehatan dan
memperpendek umur, rata-rata totalnya waktu tidur lansia
bertambah tetapi lansia membutuhkan waktu yang lebih lama
tertidur perkiraan durasi tidur lansia adalah 6 jam per malam,
karena hanya 20-25% merupakan tidur REM dan seiring
bertambahnya usia tahap NREM berangsur-angsur berkurang dan
beberapa lansia hampir tidak pernah mengalaminya tidur yang
nyenyak atau tidur ditahap yang 4 (Rahmani & Rosidin, 2020).
1.3.7 Gangguan Tidur
Lansia mengeluh tidurnya terganggu, sering bangun pada
malam hari atau mendengar suara-suara yang berasal dari dalam
rumah, lampu masih nyala, suhu kamar tidur terlalu panas atau
terlalu dingin. Dan menunjukan faktor yang mempengaruhi tidur
orang lanjut usia. Kim dan moritz mnemukan bahwa usia, penyakit
atau rasa sakit, depresi, kecemasan, lingkungan dan gaya hidup
berkontribusi terhadap ganggguantidur pada orang dewasa yang
lebih tua. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan dapat
mempengaruhi kehidupan lansia sebagai gaya hidup yang buruk
selalu merasakan susah tidur dan stress. Hal ini karena lansia
merasa umumnya sudah tidak lama lagi (Biahimo & Gobel, 2021).
1.3.8 Kualitas tidur
Kualitas tidur dapat didefinisikan sebagai perasaan puas
seseorang ketika tidur. Seseorang yang tidak mengeluhkan atau
13

tampak kurang tidur maka seseorang tersebut tidak memiliki


gangguan tidur. Kualitas tidur dapat berupa lama tidur,
kenyenyakan tidur dan aspek subyektif terkait tidur pada malam
hari dan istirahat. Masalah kualitas tidur pada lansia harus lebih
diperhatikan karena jika tidak diatasi dapat menimbulkan dampak
berbahaya baik bagi kondisi tubuh maupun memperpendek umur
lansia. peningkatan stress karena kondisi kehidupan mereka, yang
mengurangi kualitas tidur dari pada lansia yang tinggal dengan
keluarganya. Permasalahan ini sebagai indikasi proses penyesuaian
lansia terhadap lingkungan baru, kebiasaan dan cara hidup yang
berbeda. Mayoritas lansia mengalami gangguan tidur yang
mempengaruhi kualitas hidup dan Kesehatan, dibantu oleh
beberapa faktor seperti penuaan, faktor lingkungan dan penyakit
menyerta. Masalah tidur memburuk seiring bertambahnya usia.
Kualitas tidur yang buruk pada orang tua dapat dikaitkan dengan
masalah kesejahtraan fisik,mental dan sosial (Utami et al., 2021).

1.4 Kerangka Teori


Lanjut usia

 Konsep tidur
 Fisikologis Teori menua psikologis
tidur
 Fungsi tidur
 Siklus dan Perubahan pada kebutuhan
dasar : tidur dan istirahat Konsep tidur dan
tahapan tidur
kualitas tidur
normal
 Adaptasi
perubahan
pola tidur pada
lansia Gangguan tidur
 Faktor resiko
yang
mempengaruhi
tidur lansia
14
BAB III

Variabel Bebas Variabel Terikat


Kualitas tidur:
 Baik
Sleep hygiene
 Buruk

Karakteristik responden:
 Usia
 Jenis kelamin
 Status pendidikan
 Status perkawinan
 Riwayat penyakit

KERANGKA KONSEP

14
1.1 Kerangka Konsep
Sebuah konsep dapat dihubungkan antara variabel bebas dan
terikatnya atau variabel yang ingin diamati dengan landasan berpikir
peneliti melalui kerangka konsep. Acuan pembuatan kerangka konsep
berdasar pada kerangka teori. Penelitian ini dilakukan untuk melihat
keterkaitan antara sleep hygiene dengan kualitas tidur lansia.

Variabel Bebas Variabel Terikat


Kualitas tidur:
 Baik
Sleep hygiene
 Buruk

Karakteristik responden:
 Usia
 Jenis kelamin
 Status pendidikan
 Status perkawinan
 Riwayat penyakit

Keterangan :
: Diteliti
: Melihat hubungan
: Tidak ada melihat hubungan

15
15

1.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis ialah jawaban pertama untuk hubungan antara variable yang
sedang dipelajari maupun diteliti. Pembuktian hipotesis pada penelitian ini
adalah hipotesis alternatif (HA) yaitu ada hubungan antara sleep hygiene
dengan kualitas tidur lansia di Desa Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten
Cianjur. Hasil penelitian ini mendukung diterimanya hipotesis alternatif
yang diketahui memiliki hubungan yang signifikan antara sleep hygien
dengan kualitas tidur lansia
1.3 Definisi Oprasional Penelitian
Tabel 3. 1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala


Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Operasional Ukur
Variabel Bebas
Sleep Praktik Responden Instrumen Data disajikan Ordinal
hygien perilaku dan akan Sleep berdasarkan
e lingkungan didampingi Hygiene nilai cut off
yang dimak- peneliti Index point yang
sudkan untuk untuk terdiri atas diambil dari
mempromo- mengisi 13 item mean untuk
sikan tidur salah satu dengan data
sehat, kolom skala 13- berdistribusi
meliputi jawaban 28, normal serta di-
faktor tidur kuesioner rentang kelompokkan
siang, bagian B skor 29–65 menjadi:
stabilitas (SHI) dimana 1.Sleep hygiene
jadwal tidur, skor buruk (nilai
fisiologis, tertinggi hitung > nilai
penunda menanda- mean)
tidur, kan sleep 2.Sleep hygiene
emosional, hygiene baik (nilai
lingkungan yang buruk hitung ≤ nilai
tidur, dan mean)
konsumsi
bahan kimia
Variabel Terikat
16

Variabel Definisi Skala


Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Operasional Ukur
Kualitas Derajat atau Responden Sleep Peneliti Ordinal
tidur mutu baik akan Quality melakukan
buruk didampingi Index pengukuran
(subjektif/ob- peneliti (PSQI) hasil
jektif) untuk terdiri atas berdasarkan
setelah mengisi 17 item pedoman
mengistirahat salah satu dengan scoring
kan badan kolom skala PSQI yang
dan jawaban Likert 0–3, bersifat baku
kesadaran kuesioner rentang dengan
bagian C skor 0–21 interpretasi:
(PSQI) dimana skor 1. Kualitas
tertinggi tidur
menanda- buruk
kan kualitas (skor 18-
tidur yang 51)
buruk 2. Kualitas
tidur
baik
(skor 0-
17)

Variabel Perancu
Usia Lama masa Responden Instrumen 1. ≥ 80 tahun Ordinal
kehidupan memilih pertanyaan (lansia tua)
yang salah satu 2. 70-79 tahun
terhitung jawaban (lansia madya)
sejak lahir dari 3. 60-69 tahun
pertanyaan (lansia muda)
usia pada
kuesioner
bagian A1
Jenis Ciri khusus Responden Instrumen 1. Perempuan Ordinal
kelamin yang memilih pertanyaan 2. Laki-laki
didasarkan salah satu
pada jawaban
klasifikasi dari
biologi pertanyaan
jenis
kelamin
pada
kuesioner
bagian A2
17

Variabel Definisi Skala


Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Operasional Ukur
Status Kedudukan Responden Instrumen 1. Tidak Ordinal
pendidikan seseorang memilih pertanyaan sekolah
dalam usaha salah satu 2. Tidak tamat
mendewasa- jawaban SD
kan diri dari 3. Pendidikan
melalui pertanyaan dasar
upaya status (SD/SMP/
pengajaran pendidikan Sederajat)
atau pada 4. Pendidikan
pelatihan kuesioner menengah
bagian A3 5. (SMA/Se-
derajat)
Pendidikan
tinggi
(Diploma/
Sarjana/
Magister/
Spesialis/
Doktor)
Status Kedudukan Responden Instrumen 1. Belum Ordinal
perkawin- terkait ikatan memilih pertanyaan kawin
an lahir batin salah satu 2. Cerai mati
antara jawaban 3. Cerai hidup
seorang pria dari 4. Kawin
dan wanita pertanyaan
sebagai usia pada
suami isteri kuesioner
dengan bagian A4
tujuan
mambentuk
keluarga
(rumah
tangga) yang
bahagia
berdasarkan
Ketuhanan
Yang Maha
Esa

Riwayat Sejarah Responden Instrumen 1. Tidak Nominal


penyakit responden memilih pertanyaan memiliki
mengenai salah satu penyakit
gangguan jawaban 2. Memiliki
kesehatan dari satu
yang pertanyaan penyakit
disebabkan usia pada 3. Memiliki
oleh bakteri, kuesioner dua/lebih
virus, bagian A5 penyakit
18

Variabel Definisi Skala


Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Operasional Ukur
ataupun
kelainan
sistem faal
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross-sectional
atau penelitian yang dilakukan pada periode tertentu Dhari & Silvitasari,
(2022). Rancangan penelitian ini ditekankan pada pengukuran data
maupun waktu pengamatan dari variabel yang diteliti pada satu waktu
saja. Selain itu kegunaan lain dari rancangan ini yaitu untuk mencari
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen hanya
mengambil ukuran sesaat (Rohmawati, 2018).
1.2 Variabel penelitian
1.2.1 Variabel bebas (independent)
Variable independent adalah property subjek dapat
menyebabkan suatu perubahan kepada variable lain. Variable
bebas yang digunakan pada penelitian adalah sleep hygiene. Sleep
hygiene ialah kegiatan yang dilaksanakan sebelum atau menjelang
tidur yang berguna untuk menciptakan tidur yang nyaman.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
seperti faktor stabilitas, tidur siang, jadwal tidur, faktor perilaku
komsumsi bahan kimia, dan faktor psikologis, Jenis variable ini
terutama digunakan saat menganalisis hubungan antara variable,
sehingga variable independent ini mempengaruhi variable
dependen (Purwanto, 2019).
1.2.2 Variabel terikat (dependen)
Variabel yang berorientasi ilmiah secara structural menjadi
variable yang disebabkan oleh perubahan variable lain. Variabel
dependen tersebut menjadi minat atau pertanyaan utama peneliti,
yang kemudian menjadi subjek peneliti. Jadi variabel independen
atau merupakan akibat dari variable independen. (Purwanto,
2019).

19
20

Dalam penelitian ini sleep hygiene merupakan variabel bebas dan


kualitas tidur sebagai variabel terikat
1.3 Populasi, Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel
1.3.1 Populasi
Populasi ialah sekumpulan sampel atau objek yang
memiliki ciri tertentu dan sudah ditentukan peneliti yang
kemudian dipelajari serta diambil kesimpulan. Populasi juga
dapat diartikan dengan kumpulan ciri atau satuan ukuran.
Kesimpulan dari definisi diatas adalah semua subjek penelitian
baik barang, benda, tempat, orang, maupun waktu (Ideswal et al.,
2020).
Jumlah populasi pada penelitian ini didasarkan pada hasil
data sekunder yang didapatkan dari perwakilan pengurus desa
yaitu sebanyak 529 lansia yang ada di Desa Rahong pada bulan
Maret 2023. Penelitian ini memilih jumlah Desa Rahong
dikarenakan menurut informasi petugas bahwa angka kejadian
kualitas tidur pada lansia di Desa ini cukup tinggi di banding
dengan desa lainnya.
1.3.2 Sampel
Sampel ialah bagian dari populasi. Pengambilan sampel
penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik sampling
jenuh. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan teknik pengukuran yang menggunakan skala
pengukuran atau skala interval. Penelitian ini juga menggunakan
teknik pengukuran untuk mendapatkan informasi terkait
pengetahuan lansia. Peneliti telah mendapatkan jumlah populasi
PSTW Desa Rahong dan responden seharusnya memiliki
karakteristrik yang homogen dan representative yaitu 529
responden (Hendrawan et al., 2021).
Perhitungan besar sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini menggunakan rumus slovin sebagai berikut :
21

N
n= 2
1+ Ne

529
n = 529(0 , 1¿¿ 2)+1 ¿

529
n = 529 X ( 0 ,01 )+1

529
n = (5 , 29+1)

529
n =
6 , 29
n = 84,1
n = 84 (dibulatkan menjadi 84 sampel)
Untuk mengantisipasi drop out, peneliti menambahkan 10% dari
hasil hitung sample, yaitu 8 responden. Total sample akhir adalah
responden 92.
1.4 Instrumen penelitian
Untuk seorang peneliti mempelajari metodologi penelitian di Desa
Rahong untuk menentukan data tidaklah mudah tidak hanya untuk
menerima informasi dan menanganinya sesuka mereka, tetapi mereka
harus mengikuti prosedur yang dapat dilakukan untuk menganalisis data.
Karena agar informasi yang diterima menjadi informasi yang valid dan
terpercaya, yang dibutuhkan adalah adalah sebuah instrumen atau yang
biasa disebut alat ukuran yang baik. Kriteria ini termasuk valid, handal,
standar, ekonomis dan praktis. Menyatakan bahwa kualitas yang paling
untuk dimiliki alat ukur dapat di klasifikasikan menurut keandalan tanda,
keandalan dan kegunaan (Purba et al., 2021).
1.4.1 Jenis-jenis Instrument
a. Kuesioner sleep gygiene
Kuesioner Sleep Hygiene Index (SHI) adalah sebuah
alat ukur dengan 13 pertanyaan untuk memeriksa
22

kebiasaan tidur higienis. Skala 5 poin, mulai dari 1 (tidak


pernah) sampai 5, digunakan untuk setiap topik. (selalu).
Kisaran skor keseluruhan untuk kuesioner SHI adalah 13-
65, dengan skor tertinggi menunjukkan kebersihan tidur
yang buruk. Kuesioner SHI mencakup pertanyaan tentang
faktor seperti tidur siang (pertanyaan 1), stabilitas jadwal
tidur (pertanyaan 2), faktor fisiologis (pertanyaan 3 dan 4),
perilaku penundaan tidur (pertanyaan 5, 7, 12, dan 13),
faktor emosional (pertanyaan 8 dan 9), lingkungan tidur
(pertanyaan 10 dan 11), dan konsumsi bahan kimia
(pertanyaan 5 dan 6). (pertanyaan 6).
b. Kuesioner kualitas tidur
Indeks Kualitas Tidur Pittsburgh (PSQI). 18 dari 19
item yang terkait dengan responden dalam kuesioner ini
digunakan untuk proses penilaian, dan ada empat item
tambahan yang diberikan kepada lansia yang lebih rapi
atau lebih serius tetapi tidak dimasukkan dalam proses
penilaian (Cohen's Kappa, 0,75 dan p1, Reynolds, Monk,
Berman, dan Kupfer, 1989). Ada sembilan komponen
berbeda yang membentuk PSQI, termasuk: obat tidur
(pertanyaan 7), latensi tidur (pertanyaan 2 dan 5a), durasi
tidur (pertanyaan 4), gangguan tidur (pertanyaan 5b-5j),
kualitas tidur penyesuaian (pertanyaan 6), dan difungsi
siang Pemain menggunakan skala Lickert, dimulai dari 0-3
dan diakhiri dengan skor kumulatif 0-21 yang diartikan
sebagai kualitas.
1.5 Uji Validitas Dan Reliabilitas
Kuesioner yang layak harus dapat diandalkan dan konsisten. Sejauh
mana kuesioner mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur disebut
validitas. Misalnya, kuesioner harus menyertakan pertanyaan terkait
tentang sifat peduli jika pertanyaan studi terkait dengan sifat tersebut.
23

Menegakkan atau menghadapi kebenaran adalah istilah untuk ini.


Pernyataan valid jika r hitung > r tabel, sesuai dengan uji korelasi
product moment Pearson yang digunakan untuk menentukan validitas.
Peneliti dapat menjalankan uji reliabilitas setelah kuesioner dianggap
valid. Keandalan mengacu pada seberapa sering jawaban atau
pemahaman yang sama dapat diperoleh dari kuesioner dengan tingkat
kesalahan serendah mungkin.
Kuesioner yang digunakan di dalam penlitian ini adalah kuesioner
SHI dan PSQI. Kedua kuesioner tersebut merupakan kuesioner yang
baku secara internasional dan sudah digunakan di berbagai praktek
klinik maupun di dalam penelitian. Oleh karena itu uji validitas dan
realibilitas tidak dilakukan oleh peneliti terhadap dua kuesioner tersebut
4.5 Metode Pengumpulan Data
Terdapat dua jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer ialah informasi yang
dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Sedangkan data sekunder ialah bahan
yang telah tersedia di berbagai sumber yang ada bukan berasal dari
partisipan langsung (Mardiana, 2018)
1. Peneliti menentukan daftar lansia yang namanya akan dijadikan
responden sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan.
2. Lansia dipilih secara acak dari daftar nama dan digunakan sebagai
sampel sampai jumlah responden penelitian yang dibutuhkan
tercapai
3. Setelah mendapatkan daftar nama calon responden, peneliti meminta
bantuan untuk mendapatkan petunjuk arah lokasi dan
mengumpulkan calon responden penelitian.
4. Jika kriteria inklusi dan eksklusi terpenuhi, peneliti bergerak maju
dengan kontrak waktu, menjelaskan penelitian, memberikan formulir
persetujuan, dan, jika responden telah menunjukkan kesiapannya,
minta dia mengisi kuesioner.
24

5. Calon responden dapat mengacungkan atau membubuhkan jempol


pada form informed consent jika setuju untuk mengikuti penelitian.
Berdasarkan kesepakatan calon responden, peneliti juga membantu
mereka ketika mereka mengalami masalah.
6. Kuesioner SHI, PSQI, dan karakteristik subjek disediakan oleh
peneliti. Bila diperlukan, peneliti mengikuti dan membantu
responden mengisi kuesioner.
7. Setelah mengisi formulir, responden memberikannya kepada
peneliti.
8. Peneliti memverifikasi bahwa jawaban kuesioner yang diberikan
oleh responden sudah lengkap. Peneliti meminta responden untuk
segera menyelesaikan jawaban jika ada celah dalam jawaban
tersebut.
9. Setelah selesai dan peneliti meninjau formulir kuesioner, peserta
diberikan hadiah dalam bentuk brosur dan kenang-kenangan untuk
mengambil bagian dalam penelitian ini.
1.6 Pengolahan Data
Data dari hasil penelitian ini diolah melalui beberapa tahap yaitu:
(editing), pengolahan data (coding), (processing), (cleaning). (Mutia,
2018)
1. Editing
Editing adalah pemeriksaan dan kuesioner untuk kelengkapan
peneliti memeriksa kelengkapan tulisan keterbacaan, kesesuaian
pertanyaan dan jawaban dan konsientensi jawaban
2. Coding
Pada tahap ini peneliti memberikan kode jawaban kuesioner.
Pengkodean ini disesuaikan dengan jawaban yang sudah diisi oleh
responden. Pengkodean ini mempermudah pengolahan data. Kode
untuk karakteristrik responden meliputi variabel usia dengan
responden yang berumur ≥ 80 tahun diberi kode 1, 70-79 tahun 2, 60-69
tahun 3.
25

3. Processing
Setelah melakukan pengkodean data jawaban responden, peneliti
akan memasukkan data pengkodean ke program statistik sesuai
dengan kolom yang sudah dibuat yang mana kemudian akan diproses
supaya mendapatkan hasil statistik

4. Cleaning
Tahap ini merupakan proses pengecekan kembali data untuk melihat
data yang eror atau tidak lengkap. Pada tahap ini data juga dikoreksi
dan dibersihkan untuk menghindari ketidaklengkapan data jawaban
dari responden. Jika ditemukan ketidaklengkapan data, peneliti akan
meminta responden untuk melengkapi kembali data pada waktu yang
bersamaan
1.7 Analisa Data
Penelitian ini menggunakan analisa univariat dan analisa bivariat
untuk menganalisa datanya
1.7.1 Analisa Univariat
Analisa univariat adalah untuk melihat hasil statistik secara
deskriptif meliputi rata-rata atau mean, nilai tengah atau median, ,
nilai minimum dan maksimum, standar deviasi, serta 95% CI
untuk analisa univariant pada data yang bersifat neumerik. Untuk
data yang bersifat kategorik, peneliti menggunakan uji proporsi
atau persentase penetapan tingkat kemaknaan atau CI dalam
penelitian ini sebesar 95% .
Tabel 4. 1 Analisa Univariat

No Variabel Jenis data Analisa Univariant


1 Usia Kategorik Uji proporsi
2. Jenis kelamin Kategorik
3. Status Pendidikan Kategorik
4 Status perkawinan Kategorik
26

5 Riwayat penyakit Kategorik


6 Sleep hyiene Kategorik
7 Kualitas tidur Kategorik
1.7.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat yang digunakan dalm penelitian ini adalah
uji parred T-test atau dependen sampel T-test untuk mengetahui
perbedaan antara sleep hygiene dan kualitas tidur (Mutia, 2018)
Tabel 4. 2 Analisa Bivariat

Variabel Jenis data Uji


statistik
Bebas Terikat Bebas Terikat Uji chi
square
Sleep Kualitas kategori Kategorik
hygiene tidur k

1.8 Tempat dan waktu penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten
Cianjur pada tahun 2023
1.8.1 Lokasi
Penelitian ini dilakukan di wilayah Desa Rahong kecamatan
Cilaku Kabupaten Cianjur dengan responden yang memenuhi
kriteria inklus dan eklusi
1.8.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan
bulan Mei 2023
1.9 Etika penelitian
Semua penelitian ilmiah yang melibatkan manusia harus mengikuti
prinsip-prinsip etika. Ada dua syarat agar penelitian dianggap etis yaitu
terpenuhinya pertanyaan ilmiah dan pertanyaan etis. Penelitian dianggap
etis Ketika dapat dibenarkan secara ilmiah dengan cara yang koheren
revelen.
27

1.1.1 Lembar Persetujuan Responden (Informed consent)


Formulir izin menjelaskan studi yang sedang dilakukan, mengapa
hal itu dilakukan, bagaimana hal itu akan dilakukan, apa yang
akan diperoleh responden darinya, dan bahaya apa yang mungkin
ada. Agar responden memahami bagaimana penelitian ini
dilakukan, pernyataan dalam formulir izin dibuat sederhana dan
tidak ambigu. bagi individu yang setuju untuk mengisi dan
menandatangani formulir izin secara bebas.
1.1.2 Tanpa Nama (Anonymity)
Peneliti tidak mencatat nama responden pada lembar tersebut;
sebaliknya, mereka hanya memberi kode pada setiap halaman.
1.1.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan adalah tindakan tidak mengungkapkan informasi
tentang data dan temuan penelitian berdasarkan data individu,
melainkan pada data kelompok.
1.1.4 Kemurahan hati (Beneficence)
Makna dari beneficence atau kemurahan hati adalah upaya
peneliti menjalankan 92 kewajiban moral melindung responden
peneliti dengan cara melakukan perbuatan baik dan tidak
membahayakan orang lain.
1.1.5 Keadilan (Justice )
Tujuan etika keadilan dipahami dengan menjaga hak peserta atas
perlakuan yang adil. Untuk menjamin keadilan, responden dipilih
hanya berdasarkan standar ilmiah; status sosial ekonomi tidak
dipertimbangkan. Jaminan bahwa responden tidak akan
dieksploitasi juga penting. Sebelum selama dan setelah mengikuti
penelitian, setiap responden akan di perlakukan sama.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan dari
pengumpulan data dengan kuesioner “Hubungan sleep hygiene dengan kualitas
tidur pada lansia di Desa Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur” yang
telah dilaksanakan pada tanggal 10 mei 2023.
5.1 Hasil penelitian
5.1.1 Analisis Univariat
Analisis univariat menggambarkan hasil penelitian di Desa Rahong
Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur. Analisis Variabel jenis
kelamin,usia,setatus perkawinan, riwayat penyakit.
1. Gambaran karakteristrik responden
Karakteristik responden yang diamati oleh peneliti yang
berjudul Hubungan sleep hygiene dengan kualitas tidur Lansia di
Desa Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur diperoleh data
mengenai karakteristik responden sebagai berikut :

1) Usia

Tabel 5. 1 Gambaran karakteristrik responden

No Usia Jumlah (n) Presentase %


1. ≥ 80 tahun 1 1.1
2. 70-79 tahun 17 18.5
3. 60-69 tahun 74 80.4
Total 92 100.0

Pada tabel 5.1 diatas diperoleh gambaran karakteristrik


responden dalam penelitian ini berdasarkan usia lansia yaitu 80
tahun disebut (lansia tua) sebanyak 1 orang (1.1%), dan usia
70-79 tahun disebut (lansia madya) sebanyak 17 orang (18.5%),
dan

28
29

usia 60-69 tahun disebut (lansia muda) sebanyak 74 orang


(80.4%).
2) Jenis kelamin
Tabel 5. 2 Tabel 5.2 karakteristrik jenis kelamin

No Jenis kelamin Jumlah (n) Presentse %


1. Perempuan 62 67.4
2. Laki-laki 30 32.6
Total 94 100.0

Proporsi karakteristik berdasarkan jenis kelamin terbagi


menjadi dua kelompok, yaitu laki-laki dan perempuan.
Mayoritas responden yang diteliti merupakan lansia berjenis
kelamin perempuan dengan persentase sebesar 67.4%,
sedangkan persentase lansia laki-laki adalah 32.6%. Selisih
jumlah responden perempuan dan laki-laki memiliki rentang
yang cukup besar.

3) Status Pendidikan
Tabel 5. 3 Status Pendidikan

No Status Pendidikan Jumlah (n) Presentse%


1. Tidak sekolah 1 1.1
2. Tidak tamat SD 31 33.7
3. Pendidikan menengah 60 60.2
(SD/SMP/SMA)
Total 92 100.0

Pada Tabel 5.3 karakteristrik responden diatas menunjukan


status Pendidikan di Desa Rahong kecamatan cilaku kabupaten
cianjur responden tidak sekolah sejumlah 1 (1.1%) orang,
responden dengan tidak tamat SD sejumlah 31 (33.7%) orang,
30

dan responden dengan pendidikan menengah sejumlah 60


(60.2%) orang.
4) Status perkawinan
Tabel 5. 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status
Perkawinan

No Status perkawinan Jumlah (n) Presentse%


1. Belum kawin 1 1.1
2. Cerai mati 28 30.4
3. Cerai hidup 4 4.3
4. Kawin 59 64.1
Total 92 100.0

Pada tabel 5.4 diatas menunjukkan status perkawinan di


Desa Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur.
Responden pada kriteria belum kawin sejumlah 1 (1,1%)
orang, responden dengan kriteria cerai mati sejumlah 28
(30,4%) orang, responden dengan kriteria cerai hidup sejumlah
4 (4,3%) orang, responden dengan kriteria kawin sejumlah 59
(64,1%) orang.
5) Riwayat penyakit
Tabel 5. 5 Karakteristrik responden berdasarkan Riwayat
penyakit

No Riwayat penyakit Jumlah (n) Presentse%


1. Hipertensi 30 32.6
2. Dm 9 9.8
3. Osteoarthisthis 45 48.9
4. Lain-lain 8 8.7
Total 92 100.0
31

Pada tabel 5.5 diatas menunjukan Riwayat penyakit di Desa


rahong kecamatan cilaku kabupaten cianjur. Responden pada
hipertensi sejumlah 30 (32.6%) orang, responden dengan
kriteria diabetesmelitus 9 (9.8%) orang, dan responden dengan
keriteria osteoarthisthis 45 (48.9%),
2. Gambaran Sleep hygiene pada responden
Dari hasil analisil data pengukuran sleep hygiene
menggunakan instrument Sleep hygiene index (SHI) didapatkan
penyebaran data total skor SHI terdistribusi normal. Uji normalitas
data pada kuisioner SHI menggunakan uji dengan hasil value=
0,00. Berikut tabel gambaran distribusi frekuensi sleep hygiene
lansia di Desa Rahong kecamatan cilaku kabupaten cianjur :

Tabel 5. 6 Gambaran sleep hygiene pada lansia di Desa


Rahong kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur

SHI Frekuensi Presentase (%)


Baik 58 63 %
Buruk 34 37 %
TOTAL 92 100.0 %

Tabel 5.6 Menunjukan bahwa nilai tertinggi berada pada


kategori sleep hygiene Baik sebesar 63,0% (58 orang). Proporsi
sleep hygiene buruk dan baik yang diperoleh berbeda jauh karena
masih banyak lansia yang mampu beraktivitas dan melakukan
praktik sleep hygiene.
3. Gambaran kulitas tidur responden
Dari hasil analisis data pengukuran kulitas tidur
menggunakan instrument pitchburg sleep Quality scale (PSQI)
didapatkan penyebaran data skor PSQI terdistribusi normal. Uji
normalitas data pada kuesioner PSQI menggunakan uji che square
dengan hasil P >0,00. Berikut tabel gambaran distribusi frekuensi
32

kualitas tidur lansia di Desa Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten


Cianjur.
Tabel 5. 7 Gambaran kualitas tidur pada lansia

Kualitas tidur Jumlah Persentase (%)


Baik 47 51,1%
Buruk 45 48,9 %
TOTAL 92 100.0 %

Tabel 5.7 menunjukan gambaran kualitas tidur pada lansia


di desa rahong kecamatan cilaku kabupaten cianjur. Pada penelitian
ini kualitas tidur dikelompokan menjadi 2 yaitu kualitas tidur
buruk 18-51 dan kualitas tidur baik 0-17. berdasarkan hasil trabel
5.3 diketahui bahwa distribusi responden dengan kualitas tidur
buruk sebanyak 45 (48,9%) sedangkan responden dengan kualitas
tidur baik sebanyak 47 (51,1%).

5.1.2 Analisis Bivariat


Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui gambaran hubungan
dua variabel dalam penelitian. Analisis dalam penelitian ini
menggunakan uji chi square untuk mengetahui hubungan variabel
independent yaitu Sleep hygiene dengan variabel dependen kualitas
tidur pada lansia di Desa Rahong Kecamatan Cilaku kabupaten
Cianjur.

Tabel 5. 8 Hubungan sleep hygiene dengan kualitas tidur lansia di


Desa Rahong kecamatan Cilaku kabupaten Cianjur
Sleep Kualitas Tidur Jumlah OR P
hygiene Baik Buruk (95%CI) value
N % N % N %
Baik 40 69.0% 1 31.0% 58 100.0%
8 117 0,000
Buruk 7 20.6 % 2 79.4% 34 100.0%
7
33

Total 47 51.1% 4 48.9% 92 100.0%


5

Hasil analisis hubungan kesepian dengan kualitas tidur lansia pada


tabel 5.4 diata menunjukan bahwa dari 92 responden didapatkan data
79,4% (27 orang) lansia dengan sleep Hyegiene buruk mengalami
kualitas tidur yang baik, demikian juga sebaliknya 69% (40 orang)
lansia dengan sleep Hyegiene baik memiliki kualitas tidur yang baik
pula. Dari tabel diatas didapatkan (p-value <0.05%) yaitu (p-value
0.00) hal ini menunjukan ada hubungan yang signifikan antara sleep
hygiene dengan kualitas tidur pada lansia di desa rahong. Selain itu,
hasil OR dengan CI 95% didapatkan angka 117, artinya lansia dengan
sleep Hyegiene buruk mengalami 117 kali kualitas tidur yang buruk.

5.2 Pembahasan
5.2.1 Gambaran karakteristrik responden
1. Gambaran usia pada lansia
Menurut undang-undang pada tahun 1998 menyangkut lansia,
biasanya telah melewati umur di usia muda yang melebihi umur
50 tahun di indonesia ada 3 katagosi dari lansia sebagai berikut.
Lansia muda (60-69), (70-79) masih berada di tingkat tengah
lansia dan (80 tahun ke atas ialah lansia tua). Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian besar
dari responden berusia 60-69 tahun (80,4%). Hasil penelitian ini
sejalan dengan Putri (2020) bahwa sebgaian besar responden
berusia 60-74 tahun (87%) .
2. Gambaran jenis kelamin pada lansia
Berdasarkan hasil dari analisis penelitian yang didapatkan
menunjukan bahwa sebagian besar dari responden berjenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 67,4%. hasil ini sejalan dengan
penelitian Rahmah & Saifuddin, (2014) data BPS yaitu lansia
34

perempuan lebih banyak dari pada lansia laki-laki yaitu 52,32%


berbanding 47,68% (Statistik, 2021).

3. Gambaran status pernikahan pada lansia


Hasil penelitian didapatkan status pernikahan sebagai besar lansia
yang menjadi responden di desa rahong bersetatus cerai mati 28
(30.4%) lansia, sedangkan lansia yang bersetatus kawin 59
(64.1%) lansia. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Mutia, 2018) bahwa lansia yang berada di panti secara
umum bersetatus kawin, yaitu 58,3%.
5.2.2 Gambaran Sleep hygiene Pada Lansia
Sleep hygiene adalah berbagai perilaku, kondisi lingkungan dan
banyak faktor terkait tidur lainnya yang dapat digunkan untuk
mengobati insomnia. Gangguan tidur dapat dicegah dengan sleep
hygiene (Putri, 2020a). Berdasarkan distribusi frekuensi sleep hygiene
pada lansia, menunjukan bahwa 63% lansia memiliki sleep hygiene
baik dan 37% lansia memiliki sleep hygiene yang buruk. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar lansia memiliki sleep
hygiene yang baik. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Mardiana (2018) bahwa sebagian besar responden memiliki sleep
hygiene yang baik dimana responden telah membiasakan diri dalam
melakukan Sleep hygiene yang baik sebagaimana penjelasan brown dan
kor & mullan yang ditujukkan dengan banyaknya responden yang
menenangkan fikiran dan meregangkan otot sebelum tidur yang mana
mereka hanya duduk diam di atas tempat tidur hingga terlelap tanpa
beban dan rasa khawatir. Sleep hygiene seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain jadwal bangun tidur, lingkungan, pola
makan, dan penggunaan obat-obatan, serta hal-hal umum meliputi
kecemasan dan aktivitas fisik di siang hari (Tarnoto 2023)
5.2.3 Gambaran kualitas tidur pada lansia
35

Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk


mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur
REM dan NREM yang sesuai (Putri, 2020). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dari 92 lansia yang menjadi responden sebagian
besar memiliki kualitas tidur baik yaitu 47 (51.1%) Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2021) yang
menyatakan bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas tidur
buruk. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu
stress psikologis, gizi, lingkungan, motivasi, gaya hidup dan olahraga
(Nursalam 2018).
Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi
tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur
sesorang bisa dikatakan baik apabilia seseorang tidak
menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami
masalah selama tidurnya, adapun tanda-tanda fisik dari kekurangan
tidur dapat dilihat dari ekspresi wajah (terdapat area gelap disekitar
mata, bengkak, mata terlihat cekung, konjungtiva terlihat merah), tidak
mampu berkonsentrasi dan terdapat tanda-tanda keletihan,
Sedangkan tanda-tanda psikologis dari kekurangan tidur yaitu
seseorang akan menarik diri, merasa tidak enak badan, apatis,
mengalami penurunan daya ingat, terlihat bingung, halusinasi dan
kemampuan dalam mengambil keputusan mengalami penurunan
(Hidayatunisa & Arifin, 2022).
5.2.4 Hubungan sleeep hygiene dengan kualitas tidur pada lansia
Penelitian terhadap hubungan antara Sleep hygiene dengan
kualitas tidur pada lansia dilakukan untuk memberikan gambaran
hubungan tingkat sleep hygiene dengan kualitas tidur di Desa Rahong
kecamatan cilaku kabupaten cianjur dengan jumlah responden sebanyak
92 orang. Berdasarkan hasil uji statistik chi square didapatkan p value
(0,000) < α (0,05). Dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak dan H1 diterima
artinya ada hubungan yang signifikan antara Sleep hygiene dengan
36

kualitas tidur pada lansia. Hasil ini sejalan dengan Rahmah (2018) yang
berjudul Hubungan Sleep hygiene dengan Kualitas Tidur pada Lanjut
Usia bahwa berdasarkan hasil uji statistik rank spearman menunjukkan
nilai ρ (Rho) = 0,611 dengan tingkat signifikasi p value 0,000 < 0,05
sehingga didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sleep
hygiene dengan kualitas tidur pada lansia di Panti Wredha Harapan Ibu
Ngaliyan dengan tingkat keeratan tinggi (0,60-0,79). Sehingga ada
kecenderungan semakin tidak baik praktik Sleep hygiene lansia semakin
buruk kualitas tidur pada lansia.
Hasil penelitian Damanik (2022) mengenai Hubungan antara
pelaksanaan sleep hygiene dengan kualitas tidur pada karyawan di
lingkungan itskes wiyata husuda samarinda menyatakan bahwa
berdasarkan hasil analisis uji pearson menunjukkan nilai P Value yang
didapatkan = 0,009 yang lebih kecil dari nilai n = 0,05, kekuatan
korelasi (r) = 0,371, sehingga Ha diterima dan Ho ditolak sehingga
dapat dikatakan ada hubungan antara pelaksanaan Sleep hygiene dengan
kualitas tidur pada karyawan di lingkungan ITKES Wiyata Husada
Samarinda dengan menunjukkan arah korelasi dengan kekuatan sedang
dan arah korelasi positif.
Hasil penelitian Patarru’(2021) mengenai Hubungan Perilaku
Sleep hygiene Dengan Kualitas Tidur Pada Lansia Di Panti Tresna
Werdha Ambon menyatakan hasil uji analisis data menggunakan
Kolmogorov Smirnov diperoleh nilai p = 0,000 dengan nilai α =
0,05. Bahwa nilai p< α, artinya ada hubungan antara perilaku Sleep
hygiene dengan kualitas tidur pada lansia di Panti Tresna Werdha Ina
Kaka Ambon. Penelitian tersebut berasumsi agar lansia perlu
menerapkan perilaku Sleep hygiene karena ketika perilaku Sleep
hygiene buruk maka kualitas tidur lansia akan buruk. Kualitas tidur
yang buruk pada lansia di Panti Tresna Werdha Ina Kaka kota Ambon
dikarenakan tidak memperhatikan perilaku Sleep hygiene yang
seharusnya mereka lakukan, sehingga tanpa disadari hal-hal yang
37

dianggap biasa justru menjadi kebiasaan yang membuat kualitas


memburuk. Sehingga untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik tidak
harus minum obat-obatan atau terapi medis, namun kualitas tidur lansia
dapat diperbaiki dengan menerapkan perilaku sleep hygiene yang baik.
Hasil penelitian Farida (2019) mengenai Hubungan Sleep hygiene
dan pemenuhan Kebutuhan Tidur Pedagang Lansia di Pasar Agrobis
Plaosan Babat Lamongan menyatakan hasil uji analisis data
menggunakan uji statistik Spearman Rho memberikan hasil nilai p-
value tersebut kurang dari α (0,05) sehingga menyebabkan penolakan
hipotesis nol yang berarti terdapat korelasi atau hubungan yang
signifikan antara sleep hygiene dan pemenuhan kebutuhan tidur
pedagang lansia di pasarAgrobis Plaosan Babat. Koefisien korelasi
yang dihasilkan adalah sebesar 0,561. Koefisien ini merupakan
koefisien positif yang berarti jika Sleep hygiene turun maha pemenuhan
kebutuhan tidur juga menurun.
Perilaku Sleep hygiene merupakan salah satu upaya atau aktivitas
berupa latihan perilaku yang bisa dipraktikkan individu dengan tujuan
untuk mengetahui bagaimana menciptakan lingkungan yang nyaman di
sekitar lingkungan agar dapat tidur dengan nyaman serta bahkan dapat
meningkatkan kualitas tidurnya menjadi lebih baik dan positif daripada
sebelumnya. Aktivitas tidur sangat berperan untuk memstabilkan badan
untuk kembali pulih. Saat beranjak tua, perlu menjaga kebiasaan tidur
karena jika jam tidur lansia berkurang maka akan berpengaruh pada
kesehatan. Kualitas tidur lansia dipengaruhi oleh banyak faktor salah
satunya yaitu faktor lingkungan. Gangguan tidur sering dialami lansia
dan ditandai dengan mudah tersinggung dan menggigil (Putri, 2020).
Menurunya kualitas tidur pada lansia berhubungan erat dengan
proses degenerative yang dialaminya, perubahan sistem neurologis
seperti penurunan jumlah dan ukuran neuron pada system saraf pada
lansia yang menyebabkan tidak optimalnya fungsi neurontransmiter
yang berhubungan dengan menghantarkan sinyal ke otak, tepatnya di
38

kelenjar pienal sehingga terjadinya penurunan produksi melatonin


(Rahmah (2018). Jara & Pati (2019) menyatakan bahwa menerapkan
Sleep hygiene sehari-hari bisa meningkatkan kepuasan tidur dan
kualitas tidur pada lansia.
Sleep hygiene merupakan suatu modifikasi perilaku yang dapat
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur. Perilaku atau kebiasaan ini
sangatlah efektif dalam proses memperbaiki kualitas, kuantitas, dan
pemenuhan kebutuhan tidur. Dasar Sleep hygiene meliputi kegiatan-
kegiatan yang mendorong tidur normal yang dapat dilakukan oleh
individu secara rutin untuk mencapai tidur normal. Sleep hygiene
merupakan suatu latihan atau kebiasaan yangdapat mempengaruhi tidur.
Perbaikan sleep hygine pada usia lanjut merupakan cara yang sederhana
namun efektif dalam meningkatkan kualitas tidur (Meiner, 2029).
Tidur merupakan suatu bentuk aktivitas yang turut menentukan
kualitas kesehatan individu. Ketika seseorang beranjak tua ia akan
merasa kurang beristirahat atau membutuhkan waktu tidur yang lebih
banyak. Oleh karena itu, memperoleh kenyamanan dan kualitas tidur
yang baik merupakan salah satu harapan dasar bagi lansia. Namun,
lansia sering mengalami masalah dalam mengatur perilaku Sleep
hygiene karena ritme sirkardian yang tidak tepat sesuai kebutuhan
sehingga menyebabkan responden sering terbangun lebih awal. Perry &
Potter (2005) berpendapat bahwa lansia yang berhasil beradaptasi
terhadapat perubahan fisiologis dan psikologis dalam penuaan lebih
mudah mempertahankan tidur REM. Puspitasari (2019) juga
berpendapat bahwa perbaikan Sleep hygiene pada lanjut usia dapat
menjadi cara sederhana dan efektif dalam meningkatkan kualitas tidur.
Lansia berisiko tinggi mengalami kualitas tidur yang buruk
sehingga banyak masalah kesehatan yang mungkin muncul karena
penurunan kepuasan tidur tersebut. Lansia yang tidak dapat menjaga
Sleep hygiene tidak dapat memperoleh kenyamanan tidur yang baik
pula. Hal ini dapat terjadi karena lansia tidak dapat memenuhi beberapa
39

faktor penentu sleep hygine yang baik, diantaranya perilaku


mempertahankan jadwa tidur yang teratur, menghindari pergi tidur
dalam kondisi yang lapar, haus, atau perasaan khawatir, dan
mengurangi asupan kafein (Brown et al, 2002; Kor & Mullan,2011).
Tidak tercapainya sleep hygiene yang baik juga dapat disebabkan
karena lansia memiliki kebiasaan tidur siang yang panjang. Namun hal
ini bertolak belakang dengan hasil yang di dapatkan oleh peneliti yaitu
didapatkan hasil yang baik Sleep hygiene dengan kualitas tidur pada
lansia di Desa Rahong Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur (Annisa,
2018).
tambahan untuk memperkarya pengetahuan dan keperluan referensi ilmu
keperawatan

41

Anda mungkin juga menyukai