PENDENGARAN “PRESBIKUS”
DI SUSUN OLEH :
kelompok 6
1. Bustanul arifin
2. Moses dubur
3. Kasena yigibalo
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menjadi tua adalah suatu proses natural dan kadang-kadang tidak
tampak mencolok. Penuaan akan terjadi pada hampir semua sistem tubuh
manusia dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu
yang sama. Meskipun proses menjadi tua merupakan gambaran yang
universal, tidak seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab penuaan dan
mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda. Dahulu para
ilmuan telah membuat teori tentang penuaan seperti Aristoteles dan
Hipocrates yang berisi tentang suatu penurunan suhu tubuh dan cairan secara
umum. Sekarang dengan seiring jaman banyak orang yang melakukan
penelitian dan penemuan dengan tujuan supaya ilmu itu dapat semakin jelas,
komplek dan variatif. Ahli teori telah mendeskripsikan proses biopsikososial
penuaan yang kompleks.
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari
suatu proses kehidupan yang ditandai dengan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan kemampuan berbagai
organ, fungsi dan sistem tubuh itu bersifat alamiah/fisiologis. Penurunan
tersebut disebabkan berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh. Pada
umumnya tanda proses menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan
menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun. Lansia akan mengalami
masalah kesehatan seperti penurunan pendengaran dikarenakn fungsi dalam
pendengaran yang menurun. Penurunan pendengaran tersebut di sebut
prsbikus dimana presbikus adalah gangguan sensoroneural terjadi karena usia
yang mulai bertambag yang menyababkan penurunan fungsi pendengaran
i
Dimasa datang, jumlah lansia di Indonesia semakin bertambah. Tahun
1990 jumlah lansia 6,3 % (11,3 juta orang), pada tahun 2015 jumlah lansia
diperkirakan mencapai 24,5 juta orang dan akan melewati jumlah balita yang
ada pada saat itu diperkirakan mencapai 18,8 juta orang. Tahun 2020 jumlah
lansia di Indonesia diperkirakan akan menempati urutan ke 6 terbanyak di
dunia dan melebihi jumlah lansia di Brazil, Meksiko dan NegaraEropa.
Terjadinya gangguan pendengaran pada usia diatas 65 tahun lima kali lebih
banyak dibandingkan usia kurang dari 65 tahun. Menurut World Health
Organization (WHO) saat ini ada sekitar 360 juta (5,3%) orang di dunia
mengalami gangguan pendengaran, 328 juta (91%) adalah orang dewasa
terdiri dari 183 juta laki-laki dan 145 juta perempuan.7 Prevalensi gangguan
pendengaran meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi
gangguan pendengaran pada orang diatas usia 65 tahun bervariasi dari
mulai
18 hingga hampir 50% di seluruh dunia. Hasil Survei Nasional Kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran di 7 provinsi tahun 1993-1996,
prevalensi gangguan pendengaran 16,8% yang disebabkan oleh
presbikusis sebesar2,6%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hoffman pada tahun 2016,
sebesar 51,1% orang dewasa berusia 60-69 tahun di Amerika Serikat
mengalami gangguan pendengaran bilateral pada nada tinggi. Secara
nasional, di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 diperoleh prevalensi gangguan pendengaran tertinggi pada
kelompok umur 75 tahun ke atas yaitu sebesar 36,6%, disusul oleh kelompok
umur 65-74 tahun sebesar
17,1%. Prevalensi responden dengan gangguan pendengaran pada perempuan
cenderung sedikit lebih tinggi daripada laki-laki dan prevalensi tertinggi
untuk ketulian Oleh karena itu dalam penyusunan makalah ini penulis
akan membahas tentang proses penuaan pada penurun fungsi sensori.
ii
B. TUJUAN PENULISAN
1. TUJUAN UMUM
Diketahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan persepsi
sensori pendengaran
2. TUJUAN KHUSUS
Untuk diketahui bagaimana cara penanganan pada kansia yang mengalami
gangguan prisbikusis
C. MANFAAT
1. BAGI LANSIA
Dapat membatu lansia dalam melakukan aktivitas kehidupanya dan salam
melakukan kegiatan kesehatan demi menjadi lansia yang sehat
2. BAGI PERAWAT
Menambah wawasan dalam menghadapi lansia agar menjadi perawat yang
profesional
3. BAGI INSTITUSI PENDIDIKAN
Menambah wawasan dan ilmu untuk menjadi ilmu dan dapat
dimanfaatkan oleh banyak orang
D. RUANG LINGKUP
iii
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
2. KLASIFKASI
Kalsifikasi lansia menurut (Muhith & Siyoto, 2016) sebagai berikut
a. Usia pertengahan (midle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia (old) 60-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old)> 90 tahun
1
Edukator merupakan perawat membantu lansia dalam meningkatkan
pemberian pengetahuan berkaitan dengan keperawatan dan tindakan medik
sehingga dapat diterima oleh lansia dan keluarga lansia
d. Conselor
Conselor merupakan perawat sebagai pemberi bimbingan atau konseling
kepada lansia dan keluarga terhadap masalah kesehtan sesuai dengan
prioritas.
e. Motivator
Motivator merupakan perawat memberi motivasi atau dukungan moril
terhadap lansia dalam mememnuhi kebutuhan kesehatan lansia tersebut
f. Colaborator
Colaborator merupakan perawat bekerja sama dengan tim kesehtan dan
keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan
keperawatan guna memenuhi rencan maupun pelaksanaan kesehatan
lansaia.
5. TEORI LANSIA
Teori penuaan memberikan kemungkinan penyebab dari prose penuaan.
Walaupun teori ini tidak berkaiatn dengan penuaan akan tetapi dapat
menjawabtentang nilai-nilai yang mempengaruhi seorang lansia. Hasil temuan
dapat ditemukan pada beberapa teori (Stuart, 2009).
a. Teori biologis
Teori biologis merupakan penuaan berkaitan dengan genetik sitemik dalam
tubuh. Rentang kehidupan sel di dalam tubuh yang disimpan didalam tubuh
akan mengalami proses penuaan.
b. Teori radikal bebas
Toeri radikal bebas dalah merupakan teori dimana pada lansia terjadi
kerusakan sel didalam tubuh disebkan oleh radikal bebas yang merusak
membran sel yang menyebabkan terjadinya penurunan dan kerusakan fisik
pada lansia.
c. Teori genetik
Gen merupakan sel aktif yang ada dalam tubuh manusaia dimana pada
lansia gen tersebut mengalami pembelahan diri yang terbatas atau gagal
untuk menghasilakan zat pertumbuhan, menghentikan pembelahan dan
pertubuhan dikarenakan lansia yang mempunyai penurunan fungsi tubuh
karena bertambahnya usia lansia.
2
d. Teori adaptasi stress
Pada teori ini menekankan bahwa efek positif dan negatif dari stress
berdampak terhadap perkembangan biopsikososial. Stress akan
menurunkan kapasitas kemampuan lanisa secara psikologias. Stres dapat
menurunkan kapasitas kemampuan secara fisiologis,sosial, dan ekonomi
yang berakibat meningkkatnya resiko untuk timbulnya penyakit atau
cedera pada lansia dan sejalan dengan terjadinya proses penuaan.
e. Teori pakai dan rusak
Teori pakai rusak ini terjadi karena sel pada lansia mengalami kerusakan
akibat faktor internal dan ekternal. Perubahan struktur dan fungsi bisa
terjadi lebih cepat karena penyalah gunaan dan terlambatnya perawatan.
Sehingga dapat menyebabkan kerusakan yang cukup banyak jika tidak
ditangani
f. Teori psikologis
Teori psikologi penuaan mengulas tentang perkembangan tentang
kehidupan yaitu dalam teori psikologi terbagi kedalan 2 hal yaitu:
1. Teori perkembangan ini membahas tentang tahap perkembangan
psikologis sesuai dengan usia dan tugas perkembangan seperti
penyesuaian terhadap perubahan dan kehilangan, mempertahankan
harga diri, dan mempersiapkan kematian yang akan dihadapi
2. Stabilitas kepribadian merupakan kepribadian seseorang individu
terbentuk semenjak dewasa muda dan cenderung stabil dan dapat
beradaptasi,tetapi tidak lagi terjadi perubahan yang akan drastis terjadi
di sisa kehidupanya. Perubahan ini.
g. Teori sosial budaya
Teori sosial budaya mengulas tentang adanya keterkaitan individu dengan
lingkungan.
1. Teori aktivitas
Aktivitas mempunyai pengaruh positif pada kondisi psikologis ornag
lanjut usia dan dapat tetap aktif seanjang waktu. Teori aktivitas
menekankan tentang pengaruh positif aktivitas terhadap kepibadia,
kesehatan jiwa,dan kepuasan hidup lansia
2. Teori keluarga
Teori keluarga sebagai unit dasar dari perkembangan emosional.
Keterkaitan tugas, masalah dan hubungan sangat ditekankan dalam tiga
generasi keluarga.
3. Teori kesesuian individu dan lingkungan
Teori kesesuain lingkungan –individu menekankan tentang hubungan
kompetensi personal lansia dan lingkungan. Jika terjadi penurunan
kompetensi sejalan dengan usia, kemampuan seorang individu
berhubungan dengan lingkungn akan megalami perubahan akan
menurun.
3
6. GANGGUAN PADA PENDENGARAN
1) Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis auditorius,
membrana timpani atau tulang- tulang pendengaran. Salah satu penyebab
gangguan pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah
adanya serumen obturans, yang justru sering dilupakan pada
pemeriksaan. Hanya dengan membersihkan lobang telinga dari serumen in
i pendengaran bisa menjadi lebih baik.
3) Prebiakusis
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang
merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia.
Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat.
Terdapat beberapa tipe presbiakusis, yaitu :
a. Prebiakusis Sensorik
Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal di
ganglion spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal akan
menentukan apakah gangguan pendengaran yang timbul berupa
gangguan atas frekuensi pembicaraan atau pengertian kata-kata.
b. Prebiakusis Neural
Patologinya berupa hilangnya sel neuronal di ganglion spiralis.
Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal menentukan gangguan
pendengaran yang timbul (berupa gangguan frekuensi pembicaraan
atau pengertian kata-kata adanya inkoordinasi, kehilangan memori,
dan gangguan pusat pendengaran).
4
Diakibatkan oleh terjadinya perubahan mekanik pada
membrane basalis kohlea sebagai akibat proses dari sensitivitas
diseluruh daerah tes.
4) Tinitus
Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa
terus menerus atau intermiten. Biasanya terdengar lebih keras di waktu malam
atau ditempat yang sunyi. Apabila bising itu begitu keras hingga bisa didengar
oleh dokter saat auskkkultasi disebut sebagai tinnitus obyektif.
5
B. COVID 19
1. PENGERTIAN COVID-19
Corona virus merupakan virus yang menyebabkan tanda gejala mulia
dari ringan sampai berat corona virus dapat menyebakan dapat
menimbulkan gejala berat seperti midle east respiratory sydrome
(Sugihantono, 2020)
2. TANDA GEJALA
Menurut (Sugihantono, 2020) ada beberapa tanda gejala dari covit
yaitu
a. Demam
b. Batuk kering
c. Kelelahan
d. Rasa tidak nyaman dan nyeri
e. Nyeri tengorokan
f. Diare
g. Konjungtivitis
h. Hilang indera penciuman
i. Ruam pada kuli
j. Kesulitan bernapas
k. Nyeri dada
3. PENATALAKSANAAN COVID
Menurut (Sugihantono, 2020) beberapa pencegahan yang dapat
dilakukan agar kita dapat terhindar dari covit yaitu
a. Melakukan perawatan diri seperti mencuci tangan
b. Mengunakan masker jika akan pergi atau bertemu orang
c. Menjaga jarak 1 meter jika ingin keluar
d. Lakukan sosial distancing diruamah
6
C. PRESBIKUSIS
1. PENGERTIAN
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi,
yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan
lanjutnya usia. Bersifat simetris, dengan perjalanan yang
progresif lambat. Presbikusis adalah penurunan pendengaran, pada
audiogram terlihat penurunan pendengaran (fatmawati & Dewi,
2016)
2. ANATOMI
1. Daun telinga
7
2. Liang telinga/ saluran telinga
2. Rongga timpani
8
2.1 Tulang pendengaran
1. Maleus (martil)
2. Incus (landasan)
3. Stapes (sanggurdi)
9
C. Telinga bagian dalam
1. Koklea
2. Ruang koklea
3. Organ korti
10
3. KLASIFIKASI
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang
merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia.
Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat.
Terdapat beberapa tipe presbiakusis, yaitu :
a. Prebiakusis Sensorik
Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal di ganglion
spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal akan menentukan
apakah gangguan pendengaran yang timbul berupa gangguan atas
frekwensi pembicaraan atau pengertian kata-kata.
b. Prebiakusis Neural
Patologinya berupa hilangnya sel neuronal di ganglion spiralis.
Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal menentukan gangguan
pendengaran yang timbul (berupa gangguan frekuensi pembicaraan
atau pengertian kata-kata adanya inkoordinasi, kehilangan memori, dan
gangguan pusat pendengaran).
4. ETIOLOGI
a. Jenis kelamin
b. Genetik
Genetik berperan dalam terjadinya presbikusis karena terdapat gen
C57BL/6J merupakan protein pembawa mutasi gen cadherin 23
(cdh23) yang mengkode komponen ujung sel koklea yang
menyebabkan terjadinya apotosis strain yang mengakibatkan
penurunan pendengaran.
c. Hipertensi
d. Diabetes militus hiperkolesterol
11
5. TANDA GEJALA
Ada beberapa gejala yang diderita oleh lansia yang menderita
presbikusis (fatmawati & Dewi, 2016) yaitu:
a. Berkurangnya kemampuan pendengaran
b. Berkurangnya kemapuan berkomunikasi
c. Telinga menjadi sakit bila lawan bicara berbicara keras
d. Tergenggunya fisik dan emosional
6. PEMERIKSAAN
Menurut (fatmawati & Dewi, 2016) ada beberapa pemeriksaan
penunjang yang akan membantu dalam menegakkan diagnosa:
a. Otoskopik : tampak membran timpani suram.
b. Tes Garputala pada tuli sensori neural.
c. Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu ketulian
saraf nada tinggi, bilateral dan simetris.
d. Pemeriksaan audiometri tutur : menunjukkan adanya gangguan
deskriminasi bicara
7. PENATALAKSANAAN
Presbikusis tidak dapat disembuhkan, gangguan dengar pada
presbikusis adalah tipe sensori neural dan tujuan penatalaksanaannya
adalah untuk memperbaiki kemampuan pendengaran dengan
menggunakan alat bantu dengar.
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran
dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar. Adakalanya
pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan
membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (auditory
training); prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi
wicara (speech therapist).
12
8. ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
Jika mengkaji pasien dengan atau yang beresiko perubahan sensori
maka
perawat mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi fungsi
sensori khususnya faktor usia. Perawat mengumpulkan riwayat yang
juga mengkaji status sensori klien saat ini dan tingkat dengan defisit
sensori mempengaruhi gaya hidup klien. Penyesuaian psikososial,
kemampuan perawatan diri, dan keamanan. Pengkajian juga harus
berfokus pada kualitas dan kuantititas stimulus lingkungan.
1) Biodata
2) Kebiasaan promosi kesehatan, misal : kebiasaan membersihkan
mata/telinga, aktivitas rekreasi, kebiasaan dalam bekerja misalnya
orang yang bekerja dalam suatu keadaan yang terdapat kemungkinan
terjadi cedera mata, misalnya terpapar zat kimia, pengelasan,
penggosokan gelas atau batuan.
3) Orang yang berisiko : lansia, jenis pekerjaan,gangguan jiwa
4) Kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Perawat mengkaji
kemampuan fungsional klien di lingkungan rumah mereka maupun
dalam pelayanan kesehatan. Meliputi aktivitas makan, berpakaian,
perawatan diri dan berdandan.
5) Lingkungan, terkait dengan kondisi bahaya. Misalnya: tangga,
kran air panas/dingin yang tidak bertanda, lantai yang licin, benda
tajam.
6) Tingkat sosialisasi klien dan metode komunikasi
7) Status mental, meliputi : Penampilan dan perilaku fisik,
Aktifitas motorik, Postur, Ekspresi wajah, Kebersihan, Kemampuan
kognitif, Tingkat kesadaran, Alasan abstrak, Kalkulasi, Alasan
abstrak, Kalkulasi, Perhatian, Penilaian, Kemampuan untuk
melakukan percakapan, kemampuan untuk membaca, menulis, dan
mengkopi gambar, memori yang baru dan mengingat memori,
stabilitas emosional, agitasi, euforia, iritabilitas, tidak ada harapan
atau suasana hati yang melebar, halusinasi, auditori, visual, dan
taktil, ilusi, delusi.
8) Pemeriksaan fisik pada panca indera
Untuk mengidentifikasi deficit sensori, perawat mengkaji penglihatan,
pendengaran, olfaksi, rasa dan kemampuan untuk membedakan
cahaya, sentuhan, temperatur, nyeri dan posisi.
9) Pendengaran
a) Melakukan tes suara bisik atau garputala
13
b) Kaji persepsi klien gangguan kemampuan pendengaran dan
riwayat tinnitus
c) Observasi pasien yang berbincang-bincang dengan orang lain
d) Inspeksi adanya serumen yang keras pada saluran pendengaran
Diagnosa
a. Hambatan Komunikasi Verbal b.d gangguan presepsi sensorik
b. Hambatan Interaksi Sosial b.d kendala komunikasi
c. Harga diri rendah situasional b.d gangguan citra tubuh
b. Intervensi
14
9. Berikan pasien pengetahuan
tentang vaksinasi yang bisa
mengurangi kemungkinan
kehilangan pendengaran sensori
neural.
10. Instruksikan orang tua untuk
mengobservasi tanda dan gejala
adanya disfungsi auditori.
11. Kolaborasi dengan tim medis
dalam memberikan terapi lanjutan.
12. Kolaborasi dengan keluarga
klien dalam menemani aktivitas
pasien.
15
9. Anjurkan pasien/ keluarga untuk
memperoleh perangkat dan alat
bantu dengar
10. Kolaborasi dengan tim medis
dan perawat guna pemeliharaan alat
bantu dengar
11. Kolaborasi dengan keluarga
untuk selalu berinteraksi dengan
sekitarnya.
12. Kolaborasi dengan tim medik
dalam pelaksanaan terapi.
16
10. Instruksikan orang tua
untuk mengobservasi tanda
dan gejala adanya disfungsi
auditori.
11. Kolaborasi dengan tim
medis dalam memberikan
terapi lanjutan.
12. Kolaborasi dengan
keluarga klien dalam
menemani aktivitas pasien.
c. Evaluasi
Evaluasi pada klien deficit sensori pendengaran untuk
menentukan
apakah hasil actual sama dengan hasil yang
diharapkan.misalnya,perawat menggunakan teknik komunikasi
yag sesuai untuk mengevaluasi apakah klien yang mengalami
deficit pendengaran mencapai kemampuan mendengar dengan
lebih efektif.demikian pula perawat menggunakan material
yang di cetak
besar untuk
menguji
: EGC.
17
20