Anda di halaman 1dari 37

SATUAN ACARA PENYULUHAN KESEHATAN

POLA HIDUP SEHAT REMAJA

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas

Praktik Asuhan Kebidanan Holistik Remaja & Pranikah

Oleh :

Rurik Rosa Apriliana P17321183021

Iva Satya Ratnasari P17321183023

Faizatul Azimah P17321183026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

TAHUN 2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

I. Identitas SAP
Topik : Pola hidup sehat
Sub Pokok Bahasan : Pola hidup sehat
: Bahaya penyalahgunaan NAPZA
: Kesehatan mental
Sasaran : Remaja usia 15-18 tahun
Hari/Tanggal : Rabu, 5 Oktober 2022
Waktu : 12.00 – 13.00 WIB
Tempat : Polindes Bening Desa Cerme
Penyuluh : Rurik Rosa, Iva Satya, dan Faizatul Azimah

II. Identifikasi Masalah


Masa remaja merupakan masa dimana pertumbuhan fisik, mental, dan emosional
berubah sangat cepat. Pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal dapat memberikan
kontribusi besar di usia remaja. Banyak remaja yang kurang peduli mengenai pentingnya
menjaga pola hidup sehat bagi dirinya. Ditengah banyaknya tugas dan kegiatan yang ada,
banyak remaja seringkali lupa akan menjaga kesehatan fisiknya, contohnya sering tidur
larut malam, makan-makanan instan dan olahraga tidak teratur.
Berbagai kebiasaan buruk remaja yaitu merokok dan minum- minuman keras. Hal ini
membuat remaja kurang berenergi, kurang fokus dalam belajar dan dapat mengakibatkan
kemampuan otak menurun. Untuk itu remaja masih perlu banyak belajar akan petingnya
kesehatan bagi diri sendiri. Dampak selanjutnya pada remaja adalah menurunnya prestasi
belajar (Pantaleon, 2019). Pada remaja umur 16 – 18 tahun sebanyak 7,3 persen yang
terdiri dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas berdasarkan Kementerian Kesehatan
RI, 2017. Asupan energi yang rendah apabila keadaannya terus berlanjut maka akan
menyebabkan gizi kurang.
Salah satu masalah kesehatan mental yang perlu ditangani secara serius pada remaja
adalah masalah penyalahgunaan Napza. Penyalahgunaan NAPZA yaitu suatu tindakan yang
dilakukan seseorang dengan menggunakan obat-obatan jenis NAPZA yang tidak sesuai
dengan fungsinya dan di luar indikasi medis (Lolok & Yuliastri, 2020). Penyalahgunaan
ini berpotensi merusak keberlangsungan sumber daya manusia di suatu negara
karena rusaknya moral dan fisik generasi muda. Hal ini memiliki banyaknya dampak
negatif yang ditimbulkan baik untuk diri sendiri ataupun orang lain (Hidayat, 2016).
Dampak negatif bagi diri penyalahguna Napza yang mengalami kecanduan adalah adanya
kondisi substance intoxification, yaitu perilaku maladaptif yang terjadi sementara dan efek
tambahan berupa substance withdrawal yang dapat menimbulkan distress serta kecemasan
(Halgin & Whitbourne, 2010). Di Indonesia, angka prevalensi pengguna NAPZA
cenderung fluktuatif. Pada tahun 2015, angka prevalensi penyalahgunaan NAPZA
tercatat 2,4% dan turun pada tahun 2019 menjadi 1,8% (BNN, 2020). Pada tahun
2018, terdapat sebanyak 3,7 juta total kasus penyalahgunaan NAPZA yang di mana
sebanyak 2,2 juta merupakan usia remaja dan sisanya berasal dari kalangan pekerja.
Pengguna narkoba di Indonesia mencapai 3,6 juta jiwa dengan rentang usia 10-59 tahun
dan kalangan pelajar yang terpapar sebesar 2,29 juta jiwa. Data tersebut menunjukkan
bahwa masih banyaknya pelajar Indonesia yang menggunakan narkoba. Dilihat dari
angka tersebut, pelaku penyalahgunaan NAPZA yang berusia remaja melebihi
setengah dari total kasus yang ada (Solehati et al., 2019) Kasus ini umumnya terjadi
karena adanya rasa ingin tahu, ingin mencoba, atau ingin memakai yang besar, serta
mudah terpengaruh oleh lingkungan yang kemudian menjadi suatu kebiasaan (Lolok
& Yuliastri, 2020; Nurmaya, 2016).
Masa remaja merupakan masa dimana banyak perubahan yang terjadi dalam diri dan
penyesuaian yang terjadi secara psikologis, emosional, serta finansial. Perkembangan
teknologi juga berperan besar kepada kesehatan mental anak dan remaja di masa muda.
Data dari WHO menyatakan bahwa gangguan mental telah mengenai 10-20% anak-anak
dan remaja di seluruh dunia. Setengah dari seluruh kejadian gangguan mental tersebut
bermula dari usia 14 tahun. Pendapat di atas juga didukung oleh Grant & Brito (2010) yang
menyatakan beberapa survey di seluruh dunia telah dilakukan untuk mendapatkan
prevalensi kesehatan mental. Angka prevalensi gangguan kesehatan mental pada anak
maupun remaja yang paling sering disebutkan adalah 20%. Data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk
Indonesia yang berusia diatas 15 tahun adalah sebesar 6,0 % (Yasipin et al., 2020). Data
tahun 2018 menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan
gejala-gejala  depresi  dan kecemasan  untuk  usia  15 tahun ke atas mencapai sekitar 6,1%
dari jumlah penduduk Indonesia atau setara dengan 11 juta orang (Rachmawati, 2020).
III. Tujuan Instruksional Umum
Remaja mengerti tentang pola hidup sehat di masa remaja, bahaya penyalahgunaan
NAPZA, dan kesehatan mental
IV. Tujuan Instruksional Khusus
1. Remaja mengerti tentang pola hidup sehat di masa remaja
2. Remaja mengerti tentang bahaya penyalahgunaan NAPZA
3. Remaja mengerti tentang kesehatan mental
V. Materi
1) Pola Hidup Sehat Pada Remaja
1. Pola hidup sehat
Pola hidup menurut Soekidjo adalah suatu gaya hidup dengan
memperhatikan faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Pengertian hidup sehat menurut Hanlon yaitu sehat itu mencakup keadaan pada diri
seseorang secara menyeluruh tetapi mempunyai kemampuan melakukan fisiologis
maupun psikologis penuh. Pengertian pola hidup sehat menurut Rusli Ruthan adalah
setiap tindakan yang mempengaruhi peluang secara langsung atau jangka panjang
semua konsekuensi fisik yang menjadi lebih baik. (Zaenuddin HM, Rahasia Hidup
Sehat (Jakarta: Pustaka Inspira, 2014). Tujuan dari menerapkan pola hidup sehat
dalam kehidupan sehari-hari tentunya untuk menjaga kesehatan tubuh dan
mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun, selain mendapatkan kesehatan
jasmani, dengan menerapkan pola hidup sehat kita juga akan mendapatkan sehat
rohani yang stabil.
2. Pola hidup sehat pada remaja
a. Pola makan pada remaja
- Keanekaragaman atau variasi makanan
Konsumsi makanan pokok (nasi, jagung, ubi, sagu, sayur, buah), dan
lauk-pauk yang bervariasi serta dalam jumlah yang cukup. Konsumsi air
minum yang bersih, aman, dan cukup jumlahnya. Sebagian besar (2/3)
kebutuhan air dipenuhi dari minuman, kurang lebih 2 liter atau 8 gelas per
hari untuk remaja. Menurut WHO makanan sehat yaitu kategori buah,
sayuran, daging serta kacang-kacangan sedangkan makanan yaitu semua
gorengan karena mengandung lemak jenuh, makanan dalam kaleng dan
makanan instan karena mengandung sedikit gizi dan sedikit vitamin, makanan
yang diasinkan karena tingginya kadar garam dan makanan beku termasuk di
dalamnya es krim. (Zuhdy et al., 2015)
- Hindari minuman beralkohol, merokok dan lingkungannya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyalahgunaan alkohol dan
merokok pada remaja dipengaruhi oleh faktor rasa kurang percaya diri, rasa
ingin tahu atau coba-coba, pelarian dari masalah, pengetahuan yang kurang,
keluarga yang buruk, lingkungan yang buruk signifikan meningkatkan adiksi
atau kecanduan pada remaja.
- Kebutuhan gizi remaja
a) Kebutuhan karbohidrat
Karbohidrat adalah salah satu komponen utama sebagai sumber
energi tubuh. Tubuh membutuhkan karbohidrat untuk memproduksi
glukosa sebagai bahan bakar untuk energi utama tubuh. Karbohidrat ada
yang sederhana dan kompleks (lebih cepat dicerna dan diserap oleh tubuh
mis. gula, sirup dan minuman bersoda) dan kompleks (mis. buah-buahan,
sayur, kacang-kacangan, dan biji-bijian). Karbo kompleks lebih bagus
untuk tubuh kita.
b) Kebutuhan lemak
Lemak merupakan salah satu zat pembentuk energi tubuh. Lemak
berasal dari minyak goreng, daging, margarin, dan sebagainya. Konsumsi
lemak dibatasi tidak melebihi 25 % dari total energi per hari.
c) Kebutuhan protein
Protein selain digunakan untuk proses pertumbuhan pada remaja,
juga sebagai cadangan energi jika asupan energi terbatas atau kurang.
Kebutuhan protein remaja diukur dengan menggunakan AKG (Angka
Kecukupan Gizi). Remaja umur 13-15 tahun sebesar 60 gram, sedangkan
umur 16-18 tahun sebesar 65 gram.
d) Kebutuhan vitamin dan mineral
Remaja membutuhkan vitamin dan mineral dalam jumlah yang
cukup karena sangat berhubungan dengan proses pertumbuhan remaja
serta masa pubertas. Vitamin merupakan senyawa organik yang penting
untuk mengatur metabolisme tubuh. Kekurangan vitamin bisa membuat
badan mudah kurang bertenaga dan mudah terserang penyakit. Mineral
adalah zat anorganik yang meski dalam jumlah sedikit, peranannya
sangat penting dalam berbagai proses metabolisme di dalam tubuh
Pola makan sehat akan membawa dampak positif pada Kesehatan
seseorang. Seseorang yang mempunyai pola makan sehat akan
mengurangi risiko terkena berbagai penyakit diantaranya diabetes,
penyakit jantung dan kanker (Hartini, 2020).
- Diet untuk remaja
Menurut University of Rochester Medical Center, ada beberapa pola
makan yang bisa dilakukan oleh para remaja terkait masalah berat badan
seperti:
a. Mengonsumsi makanan sehat sebanyak 3 kali sehari.
b. Membatasi asupan gula tambahan, pemanis buatan, dan lemak jahat pada
tiap makanan yang dikonsumsi. Namun, sebaiknya jangan hilangkan
seluruh asupan lemak untuk tubuh. Nyatanya, untuk perkembangan otak
yang optimal, seorang remaja membutuhkan 50–90 gram lemak per hari
hingga usia 26 tahun.
c. Penuhi kebutuhan air putih setiap harinya.
d. Mengonsumsi makan sehat untuk camilan, seperti buah, sayur, atau
kacang-kacangan.
Jangan terlalu terobsesi dengan bentuk tubuh langsing apalagi kurus, cara
mempertahankan berat badan normal adalah dengan menjaga pola makan
dengan gizi seimbang dan beraneka ragam, serta mempertahankan kebiasaan
latihan fisik/ olahraga teratur.
- Kriteria pemilihan makanan yang sehat dan aman
1) Warna makanan
Makanan dengan warna berbeda dari warna aslinya dan terlalu mencolok
biasanya mengandung zat pewarna yang tidak aman.
2) Penambahan bahan penyedap
Hindari makanan berasa tajam /sangat gurih karena penambahan zat
penyedap berlebihan (misalnya MSG) atau terlalu manis dan pahit
(misalnya sakharin) karena tidak aman untuk kesehatan.
3) Komposisi
Anjuran konsumsi makanan untuk remaja mengacu pada pedoman gizi
seimbang, yaitu terdapat kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin
dan mineral. Protein berperan penting dalam lonjakan pertumbuhan pada
remaja laki-laki yaitu 50-75 gram/hari dan untuk remaja perempuan 55-65
gram/hari. Selain itu, perlu diperhatikan untuk remaja perempuan,
kebutuhan zat besi (Fe) lebih tinggi dibanding remaja laki-laki yaitu 15
mg/hari. Hal ini dikarenakan remaja perempuan mengalami menstruasi
setiap bulan yang mengakibatkan kehilangan zat besi dari dalam tubuh.

b. Pola aktivitas pada remaja


Aktivitas fisik merupakan setiap gerakan tubuh yang diakibatkan kerja otot
rangka dan meningkatkan pengeluaran tenaga serta energi. WHO menyarankan
anak usia 5-17 tahun untuk melakukan aktivitas fisik selama 60 menit per hari.
Secara umum aktivitas fisik dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan intensitas dan
besaran kalori yang digunakan yaitu :
1) Aktivitas fisik ringan
Aktivitas fisik ini hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya
tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan, saat melakukan
aktivitas masih dapat berbicara dan bernyanyi.Energi yang dikeluarkan
selama melakukan aktivitas ini (<3,5 Kcal/menit).
Contoh:
- Berjalan santai di rumah, kantor, atau pusat perbelanjaan
- Duduk bekerja di depan komputer, membaca, menulis, menyetir,
mengoperasikan mesin dengan posisi duduk atau berdiri
- Berdiri melakukan pekerjaan rumah tangga ringan seperti mencuci
piring, setrika, memasak, menyapu, mengepel lantai, menjahit
- Latihan peregangan dan pemanasan dengan lambat
- Membuat prakarya, bermain kartu, bermain video game,
menggambar, melukis, bermain music
- Bermain billyard, memancing, memanah, menembak, golf, naik
kuda.

2) Aktivitas fisik sedang


Pada saat melakukan aktivitas fisik sedang tubuh sedikit berkeringat,
denyut jantung dan frekuensi nafas menjadi lebih cepat, tetap dapat
berbicara, tetapi tidak bernyanyi.Energi yang dikeluarkan saat melakukan
aktivitas ini antara 3,5 - 7 Kcal/menit.
Contoh:
- Berjalan cepat (kecepatan 5 km/jam) pada permukaan rata di dalam
atau di luar rumah, di kelas, ke tempat kerja atau ke toko; dan jalan
santai, jalan sewaktu istirahat kerja
- Pekerjaan tukang kayu, membawa dan menyusun balok kayu,
membersihkan rumput dengan mesin pemotong rumput
- Memindahkan perabot ringan, berkebun, menanam pohon, mencuci
mobil
- Bulutangkis rekreasional, bermain rangkap bola, dansa, tenis meja,
bowling, bersepeda pada lintasan datar, volley non kompetitif,
bermain skate board, ski air, berlayar
3) Aktivitas fisik berat
Aktivitas fisik dikategorikan berat apabila selama beraktivitas tubuh
mengeluarkan banyak berkeringat, denyut jantung dan frekuensi nafas
sangat meningkat sampai dengan kehabisan napas.Energi yang
dikeluarkan saat melakukan aktivitas pada kategori ini > 7 Kcal/menit.
Contoh :
- Berjalan dengan sangat cepat (kecepatan lebih dari 5 km/jam),
berjalan mendaki bukit, berjalan dengan membawa beban di
punggung, naik gunung, jogging (kecepatan 8 km/jam) dan berlari
- Pekerjaan seperti mengangkut beban berat, menyekop pasir,
memindahkan batu bata, menggali selokan, mencangkul
- Pekerjaan rumah seperti memindahkan perabot yang berat,
menggendong anak, bermain aktif dengan anak
- Bersepeda lebih dari 15 Km per jam dengan lintasan mendaki,
bermain basket, cross country, badminton kompetitif, volley
kompetitif, sepak bola, tenis single, tinju.
Manfaat aktivitas fisik pada remaja meliputi :
- Mengimbangi energi yang masuk ke dalam tubuh yang berasal dari
makanan yang dikonsumsi oleh remaja, sehingga menjadi poin penting
dalam menjaga keseimbangan energi untuk mencegah terjadinya
kegemukan atau obesitas pada remaja.
- Aktivitas fisik pada remaja dapat memperlancar system metabolisme
tubuh dan memperkuat otot serta kepadatan tulang pada remaja.
- Aktivitas fisik dapat memperlancar peredaran darah, sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya penyakit tidak menular seperti diabetes
(kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi) dan penyakit
kardiovaskuler (pembuluh darah).
Menurut penelitian Nabila zuhdy (2015), remaja dengan rentang
usia 15-16 tahun (middle adolescence) pola aktivitas fisik remaja sangat
beragam dan seharusnya aktifitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat
membakar penimbunan lemak, sehingga mengurangi risiko overweight.
(Zuhdy et al., 2015). Obesitas pada remaja disebabkan oleh interaksi
banyak makan dengan sedikit beraktivitas. Aktivitas fisik menyebabkan
proses pembakaran energi sehingga semakin banyak aktivitas yang
dilakukan, maka semakin banyak energi yang dikeluarkan. Ketika
aktivitas fisik seseorang tersebut tergolong inaktif maka kandungan
lemak dan kalori di dalam tubuh semakin menumpuk tanpa ada proses
pembakaran. Sebaliknya, obesitas juga dapat mempengaruhi aktivitas
fisik. Massa tubuh yang berat dapat membuat orang untuk cenderung
malas melakukan aktivitas dan lebih memilih untuk makan, duduk,
istirahat atau tidur (Mutia et al., 2022).
c. Pola istirahat pada remaja
1) Pengertian pola tidur
Menurut Widiyanto (2016), pola tidur adalah model, bentuk atau corak
tidur dalam jangka waktu yang relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh
(masuk) tidur dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari,
mempertahankan kondisi tidur, dan kepuasan tidur.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pola tidur


Beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut (Bruno, 2019) :
- Usia Durasi dan kualitas tidur
Pola istirahat pada remaja setidaknya selama 7-9 jam per harinya.
Tidur dengan nyenyak akan membantu tubuh dalam melepaskan
hormone yang mendukung pertumbuhan normal pada remaja. Hormon
tersebut akan membantu memperbaiki sel dan jaringan serta
meningkatkan masa otot pada remaja.
- Penyakit Fisik
Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan
(seperti kesulitan bernafas), atau masalah hati seperti kecemasan atau
depresi dapat menyebabkan masalah tidur.
- Gaya Hidup
Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur
seseorang.Individu dengan waktu kerja tidak sama setiap harinya
seringkali mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan pola tidur.
Perubahan lain yang menggunakan pola tidur merupakan kerja berat
yang tidak biasanya, terlihat dalam aktivitas sosial pada larut malam,
perubahan waktu makan malam.
- Lingkungan
Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada
kemampuan untuk tertidur.Ventilasi yang baik adalah esensial untuk
tidur yang tenang. Ukuran dan posisi tempat tidur mempengaruhi
kualitas tidur (Damayanti & Sufyan, 2022)
d. Pola hidup bersih pada remaja
Pola hidup bersih dimulai dari diri sendiri karena kehidupan manusia pasti
akan berinteraksi dengan berbagai elemen mulai dari lingkungan manusia hingga
makanan yang dikonsumsi oleh remaja (Fuadah et al., n.d.). Pola hidup tidak
bersih membuat seseorang rentan terhadap berbagai macam penyakit. Pola hidup
bersih yang harus dilakukan remaja antara lain sebagai berikut :
- Mencuci tangan
- Sikat gigi minmal 2x sehari
- Mandi minimal 2x sehari
- Potong kuku minimal 1 minggu sekali
- Menggunakan toilet tertutup
3. Manfaat pola hidup sehat
a. Tubuh menjadi lebih sehat dan bugar karena pola makan yang teratur serta gizi
yan seimbang
Pola hidup sehat menuntut manusia untuk menjaga pola makan dan pola
tidur dengan menjaga hal tersebut maka tubuh manusia menjadi segar, misalnya
mengkonsumsi makanan yang seimbang, konsumsi makanan yang tepat bagi
tubuh akan berdampak baik, karena pemenuhan gizi yang pas sesuai dengan
takaran. Pelaku pola hidup sehat akan memperhatikan pola makan mereka agar
tidak menyebabkan penyakit, dengan demikian pemilihan makanan yang tepat
akan memberikan dampak segar pada tubuh dan wajah lebih bercahaya.
(Zaenuddin, Rahasia Hidup., 29-38)
b. Tidak mudah terserang penyakit
Seperti halnya mendapatkan tubuh yang segar orang yang berperilaku hidup
sehat secara otomatis akan terhindar dari berbagai penyakit, mereka tidak akan
mudah terserang penyakit dikarenakan penjagaan mereka terhadap kesehatan
tubuh mereka. Misalnya orang yang menerapkan pola hidup sehat akan menjaga
juga pola olahraga mereka, sering bergerak atau aktif sangat bagus bagi
kesehatan tubuh manusia hal ini sejalan dengan penelitian para ilmuan yang
dilakukan di Swedia dan Amerika Serikat yang menyimpulkan bahwa aktif
bergerak seperti melakukan aktivitas fisik sesuai dengan standard WHO atau
lebih (misalnya melakukan jalan cepat 150 menit perminggu) berkaitan dengan
peningkatan harapan hidup mencapai 3,4 hingga 4,5 tahun. Dan orang yang pasif
atau kurang melakukan aktivitas fisik memiliki harapan hidup lebih pendek.
(Ibid, 42-44)
c. Tidur lebih berkualitas
Seseorang yang menjaga pola hidupnya akan mengatur pola tidurnya karena
dengan tidur yang berkualitas akan memberikan dampak kesegaran dan
kebugaran tidur yang cukup dan berkualitas akan mampu memulihkan diri dari
rasa lelah, baik jasmani dan rohani.Selain itu tidur yang berkualitas membuat
organ-organ tubuh menjadi rileks, sehingga menetralkan kerusakan yang terjadi
pada organ-organ tubuh itu karena aktivitas sehari-hari yang menguras energi
dan tenaga. Dalam tidur yang berkualitas terdapat dua proses fisiologis yang
terjadi. Pertama, proses pemulihan dan pertumbuhan dan yang kedua,
meningkatkan kekebalan tubuh dari berbagai macam infeksi. (Ariel Hakim,
Jangan Tidur Sore Hari (Sampang: Diva Press, 2013), 25-34).
d. Kehidupan akan lebih dinamis dan menyenangkan
Pikiran dan tubuh mereka akan terasa segar dan sehat sehingga jarang juga
terserang penyakit. Orang yang menerapkan interaksi juga dapat membuat
interaksi sosial mereka menjadi baik. Memiliki kesehatan tubuh dan berumur
panjang adalah impian dari semua orang dan dasar dari semua itu adalah
penerapan pola hidup sehat, kesehatan milik siapa saja yang menginginkannya.
2) PENYALAHGUNAAN NAPZA
a. PENGERTIAN NAPZA
Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi
kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA
adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
yang merupakan zat/obat/bahan yang apabila masuk ke tubuh seseorang
dapat menyebabkan kerusakan pada organ serta saraf pada tubuh manusia dan
dapat menimbulkan kerusakan pada kesehatan fisik, psikis dan mental
karena adanya ketergantungan (dependensi) dan ketagihan(adiksi) terhadap
NAPZA. NAPZA juga disebut sebagai zat psikoaktif karena memiliki pengaruh
pada otak yang dapat menyebabkan adanya perubahan pikiran, perasaan serta
perilaku (Halgin & Whitbourne, 2010)
b. JENIS NAPZA
1. Narkotika
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah : zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, ada 3 golongan :
a. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.
b. Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.
c. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh :
Codein.
Gambar 2. Jenis Narkotika
2. Psikotropika
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
a. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
b. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Amphetamine.
c. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Phenobarbital.
d. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Diazepam, Nitrazepam.
Gambar 3. Jenis Psikotropika
3. Zat Adiktif Lainnya
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
a. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh
menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari – hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan
bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan memperkuat
pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman
beralkohol :
a) Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ).
b) Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % ( Berbagai minuman anggur )
c) Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House,
Johny Walker ).
b. Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan
rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering
disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
c. Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat.
Gambar 4. Jenis Zat Adiktif

c. PENGARUH PENGGUNAAN NAPZA


Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat
digolongkan menjadi :
1. Saat menggunakan NAPZA: Jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis
(acuh tak acuh), mengantuk, agresif,curiga
2. Kelebihan dosis (overdosis): Nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat,
kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, kematian.
3. Sedang ketagihan (putus zat/sakau) : Mata dan hidung berair, menguap terus
menerus, diare, rasa sakit diseluruh tubuh, takut air sehingga malas mandi,
kejang, kesadaran menurun.
4. Pengaruh jangka panjang: Penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap
kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas
suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain.
d. PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA
Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor :
1. Faktor individual : Kebanyakan dimulai pada saat remaja, sebab pada remaja
sedang mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial yang pesat.
Ciri – ciri remaja yang mempunyai resiko lebih besar menggunakan NAPZA :
a. Cenderung memberontak
b. Memiliki gangguan jiwa lain, misalnya : depresi, cemas.
c. Perilaku yang menyimpang dari aturan atau norma yang ada
d. Kurang percaya diri
e. Mudah kecewa, agresif dan destruktif
f. Murung, pemalu, pendiam
g. Merasa bosan dan jenuh
h. Keinginan untuk bersenang – senang yang berlebihan
i. Keinginan untuk mencaoba yang sedang mode
j. Identitas diri kabur
k. Kemampuan komunikasi yang rendah
l. Putus sekolah
m. Kurang menghayati iman dan kepercayaan.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik
sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat.
a. Lingkungan Keluarga :
a) Komunikasi orang tua dan anak kurang baik
b) Hubungan kurang harmonis
c) Orang tua yang bercerai, kawin lagi
d) Orang tua terlampau sibuk, acuh
e) Orang tua otoriter
f) Kurangnya orang yang menjadi teladan dalam hidupnya
g) Kurangnya kehidupan beragama.
b. Lingkungan Sekolah :
a) Sekolah yang kurang disiplin
b) Sekolah terletak dekat tempat hiburan
c) Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan diri secara kreatif dan positif
d) Adanya murid pengguna NAPZA
c. Lingkungan Teman Sebaya :
a) Berteman dengan penyalahguna
b) Tekanan atau ancaman dari teman
d. Lingkungan Masyrakat / Sosial :
a) Lemahnya penegak hukum
b) Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung. (Hidayat,
F. 2016).
e. GEJALA DINI PENGGUNA NAPZA
1. Tanda Fisik
a. Kesehatan fisik menurun
b. Penampilan diri menurun
c. Badan kurus, lemah, malas
d. Pernapasan lambat dan dangkal
e. Suhu badan tidak beraturan
f. Pupil mata mengecil
g. Tekanan darah menurun
h. Tejang otot
i. Kesadaran makin lama makin menurun
j. Selera makan berkurang
2. Tanda-tanda saat di rumah
a. Membangkang terhadap teguran orang tua
b. Semakin jarang ikut kegiatan keluarga
c. Mulai melupakan tangung jawab rutinnya di rumah
d. Sering pulang lewat jam malam dan menginap di rumah teman
e. Sering pergi ke diskotik, mall atau pesta
f. Pola tidur berubah: pagi susah dibangunkan, malam suka begadang
g. Bila ditanya, sikapnya defensive atau penuh kebencian
h. Menghabiskan uang tabungannya dan selalu kehabisan uang (bokek)
i. Sering mencuri uang dan barang-barang berharga di rumah, dan ini sering
tidak diketahui.
j. Sering merongrong keluarganya untuk minta uang dengan berbagai alas
an (pandai-pandailah mengecek apakah uang yang dimintanya untuk
bayar ini dan itu di sekolah, betul-betul diminta oleh sekolah dan
dibayarkan).
k. Malas mengurus diri (tidak mau membereskan tempat tidur, malas
menggosok gigi, kamar berantakan, malas membantu).
l. Sering tersinggung dan mudah marah
m. Menarik diri, sering di kamar dan mudah marah
n. Sering berbohong
o. Bersikap lebih kasar terhadap angota keluarga lainnya dibandingkan
dengan sebelumnya.
p. Sekali-kali dijumpai dalam keadaan mabuk, bicara pelo (cedal) dan jalan
dengan sempoyongan
q. Ada obat-obatan, kertas timah, bau-bauan yang tidak biasa di rumah
(terutama kamar mandinya atau kamar tidurnya), atau ditemukan jarum
suntik namun ia mengatakan barang-barang itu bukan miliknya. (Badan
Narkotika Nasional BNN, 2015)
f. DAMPAK NAPZA PADA TUBUH MANUSIA DAN LINGKUNGAN
1. Komplikasi pada Tubuh:
Biasanya digunakan dalam jumlah yang banyak dan cukup lama.
Pengaruhnya pada :
a. Otak dan susunan saraf pusat : - gangguan daya ingat - gangguan
perhatian / konsentrasi - gangguan bertindak rasional - gangguan perserpsi
sehingga menimbulkan halusinasi - gangguan motivasi, sehingga malas
sekolah atau bekerja - gangguan pengendalian diri, sehingga sulit
membedakan baik / buruk
b. Pada saluran napas : dapat terjadi radang paru ( Bronchopnemonia ).
pembengkakan paru ( Oedema Paru )
c. Jantung : peradangan otot jantung, penyempitan pembuluh darah jantung.
d. Hati : terjadi Hepatitis B dan C yang menular melalui jarum suntik,
hubungan seksual
e. Penyakit Menular Seksual ( PMS ) dan HIV / AIDS. Para pengguna
NAPZA dikenal dengan perilaku seks resiko tinggi, mereka mau
melakukan hubungan seksual demi mendapatkan zat atau uang untuk
membeli zat. Penyakit Menular Seksual yang terjadi adalah : kencing
nanah ( GO ), raja singa ( Siphilis ) dll. Dan juga pengguna NAPZA yang
mengunakan jarum suntik secara bersama – sama membuat angka
penularan HIV / AIDS semakin meningkat. Penyakit HIV / AIDS menular
melalui jarum suntik dan hubungan seksual, selain melalui tranfusi darah
dan penularan dari ibu ke janin. Sistem Reproduksi : sering terjadi
kemandulan.
f. Kulit Terdapat bekas suntikan bagi pengguna yang menggunakan jarum
suntik, sehingga mereka sering menggunakan baju lengan panjang.
g. Komplikasi pada kehamilan : - Ibu : anemia, infeksi vagina, hepatitis,
AIDS - Kandungan : abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati - Janin
: pertumbuhan terhambat, premature, berat bayi rendah. (Alatas, H.,
2010)

Dampak negatif bagi diri penyalahguna Napza yang mengalami


kecanduan adalah adanya kondisi substance intoxification, yaitu perilaku
maladaptif yang terjadi sementara dan efek tambahan berupa substance
withdrawal yang dapat menimbulkan distress serta kecemasan (Halgin &
Whitbourne, 2010). Berbagai macam gangguan fisik seperti kerusakan otak
(Possi, 1996), TBC, AIDS, dan Hepatitis C (Badan Narkotika Nasional BNN,
2020) juga merupakan dampak penyalahgunaan Napza.

2. Dampak Sosial :
a. Di Lingkungan Keluarga : - Suasana nyaman dan tentram dalam keluarga
terganggu, sering terjadi pertengkaran, mudah tersinggung. - Orang tua
resah karena barang berharga sering hilang. - Perilaku menyimpang /
asosial anak ( berbohong, mencuri, tidak tertib, hidup bebas) dan menjadi
aib keluarga. - Putus sekolah atau menganggur, karena dikeluarkan dari
sekolah atau pekerjaan, sehingga merusak kehidupan keluarga, kesulitan
keuangan. - Orang tua menjadi putus asa karena pengeluaran uang
meningkat untuk biaya pengobatan dan rehabilitasi.
b. Di Lingkungan Sekolah : - Merusak disiplin dan motivasi belajar. -
Meningkatnya tindak kenakalan, membolos, tawuran pelajar. -
Mempengaruhi peningkatan penyalahguanaan diantara sesama teman
sebaya.
c. Di Lingkungan Masyarakat : - Tercipta pasar gelap antara pengedar dan
bandar yang mencari pengguna / mangsanya. - Pengedar atau bandar
menggunakan perantara remaja atau siswa yang telah menjadi
ketergantungan. - Meningkatnya kejahatan di masyarakat : perampokan,
pencurian, pembunuhan sehingga masyarkat menjadi resah. -
Meningkatnya kecelakaan (Hidayat, F. 2016)
g. UPAYA PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
1. Penanggulangan primer : mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan
NAPZA dan melakukan intervensi.
2. Penanggulangan Sekunder : mengobati dan intervensi agar tidak lagi
menggunakan NAPZA.
3. Penanggulangan Tersier : merehabilitasi penyalahgunaan NAPZA (Badan
Narkotika Nasional BNN, 2020)

Cara penanggulangan secara umum :

a. Ketahuilah bahwa obat tersebut sangat berbahaya jangan sekali-kali


mencoba.
b. Bina hubungan yang harmonis dengan orang tua sehingga perilaku kita
lebih terkontrol.
c. Katakan tidak bila ada yang menawari.
d. Berhati-hatilah dalam bergaul.
e. Perkuat keimanan kepada Tuhan.
f. Bagi para orangtua : ciptakan keluarga yang harmonis, jalin komunikasi
yang bersahabat dengan putra-putri Anda.
g. Bagi remaja : jadilah remaja yang aktif dan menyenangkan, berprestasi
tinggi, tahan uji, mandiri, ikuti kegiatan positif dan bermanfaat.
3) KESEHATAN MENTAL
1. Pengertian Kesehatan Mental
Kesehatan mental atau jiwa menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun
2014 tentang kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seseorang individu
dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu
tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya (Rachmawati, 2020). Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi
dapat menciptakan keadaan yang memungkinkan atau mengizinkan
perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal pada seseorang,
serta perkembangan ini selaras dengan orang lain (Lestarina, 2021).
Kesehatan mental atau kesehatan jiwa setelah ditarik kesimpulan adalah
kesehatan yang meliputi kesehatan fisik, mental, spiritual, dan sosial dalam
kehidupan sehari-hari untuk beraktivitas.

2. Ciri Remaja Yang Sehat Mental


Individu yang sehat mental adalah individu yang memiliki kemampuan
untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan
menenggangkan perasaan orang lain serta memiliki sikap hidup yang bahagia
(Lestarina, 2021).

a. Memiliki kesadaran yang penuh tentang kemampuan yang dimiliki


mental atau jiwa
b. Kemampuan menghadapi dan mengelola stress/tekanan kehidupan
secara wajar
c. Mampu beraktivitas atau bekerja dengan produktif atau mencukupi
kebutuhan hidupnya
d. Memiliki kemampuan berperan serta kepada lingkungannya
e. Kemampuan menerima diri apa adanya
f. Memiliki keamampuan memelihara rasa nyaman kepada orang lain.
Setiap manusia terutama pada usia remaja pada setiap tahapan
perkembangan membutuhkan kesehatan menta yang baik melalui ciri-
ciri jiwa yang sehat, khususnya pada remaja yang seringkali
mengalami hambatan-hambatan dalam mencapai kesehatan mental
dalam tahapan perkembangan yang mereka alami.

3. Gangguan Mental yang Rentan Terjadi Pada Usia Remaja


Gangguan mental adalah suatu kondisi yang mempengaruhi pikiran,
perasaan dan mood seseorang. Gangguan mental juga berpengaruh terhadap
fungsi sehari-hari individu dan kemampuan individu tersebut dalam
berinteraksi dengan orang lain (NAMI, 2015). Gangguan kesehatan mental
ada beberapa macam yang meliputi : cemas, depresi, Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas serta gangguan conduck (Lawrence D, Johnson
S, Hafekost J, Boterhoven DHK, et al, 2015). Menurut Knopf, Park, Mulye
(2008) gangguan mental yang paling umum diderita oleh remaja adalah
depresi, gangguan kecemasan, Attention Deficit Hyperactivity Disorder dan
penggunaan obat obatan terlarang.

4. Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Pada Remaja


Beberapa faktor seperti keluarga, sekolah, dan teman sepermainan
dianggap menjadi faktor pembentukan mental anak. Faktor
a. Faktor keluarga
Lingkungan keluarga meliputi struktur keluarga, pola asuh,
maupun konflik keluarga dapat mempengaruhi kesehatan mental
pada anak dan remaja.

1. Struktur keluarga
Struktur keluarga yang bermasalah merupakan penyebab
utama dalam pembentukan masalah emosional pada anak yang
dapat mengarah pada masalah sosial dalam jangka panjang
(Siegel & Welsh, 2011). Anak dengan depresi memiliki proporsi
lebih tinggi mengalami tekanan di iklim keluarga yang tidak
harmonis, anak dengan keluarga yang penuh konflik cenderung
diabaikan. Anak dengan struktur keluarga yang tidak lengkap
seperti hanya memiliki ayah tunggal juga menjadi salah satu
faktor penyebab depresi. Penelitian menunjukkan anak dengan
keluarga ayah tunggal memiliki risiko mengalami depresi
sebanyak tiga hingga lima kali lipat (Saputri & Nurrahima,
2020).
2. Konflik keluarga
Orang tua yang mengacuhkan atau tidak memenuhi
kebutuhan anak dengan baik juga akan meningkatkan resiko
keterlibatan anak dalam perilaku sosial yang tidak dapat
diterima, seperti agresif dan masalah perilaku eksternal lain.
Orang tua dari anak yang terlibat kenakalan remaja biasanya
gagal dalam memberi penguatan pada perilaku positif anak di
usia dini. Karakter positif tersebut contohnya dapat beradaptasi
dengan lingkungan baru dengan baik, mampu menghadapi stres,
menjaga hubungan baik dengan orang di sekitarnya, serta kuat
dan bangkit dari keadaan yang sulit. Orang tua yang
mengabaikan anak cenderung tidak memperdulikan kebutuhan
emosional anak mereka, sehingga menimbulkan dampak negatif
pada perkembangan anak. Konflik keluarga membuat hubungan
keluarga dan anak tidak dekat, hal ini menyebabkan anak sulit
untuk mengekspresikan dirinya saat di rumah (Saputri &
Nurrahima, 2020).
3. Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua seperti kurang dekatnya hubungan
dekat orang tua dengan anak. Hal tersebut dimulai dari hal kecil
seperti orang tua yang sibuk bekerja sehingga hanya sedikit
meluangkan waktu untuk berbincang dengan anak, minimnya
menghargai prestasi anak, kurang memberikan sentuhan fisik,
jarang memberikan pujian verbal maupun fisik seperti
memberikan hadiah yang dapat membuat anak merasa sangat
dihargai atas usahanya. Perhatian kecil yang diberikan kepada
anak bisa membuat kesan dan memori yang sangat berarti.
Hubungan yang kurang dekat antara anak dan orang tua bisa
membuat anak merasa kesepian dan cenderung tertutup sehingga
memilih untuk memendam masalah sendirian di rumah
(Kamilia, 2021). Pola asuh yang buruk membuat anak merasa
tertekan ketika berada di rumah, sehingga anak cenderung
berperilaku negatif seperti melanggar aturan, murung, dan
kurang ekspresif yang mana hal tersebut dikaitkan dengan gejala
depresi (Saputri & Nurrahima, 2020).
4. Gaya pengasuhan
Gaya pengasuhan juga mempengaruhi kesehatan mental
seorang anak. Gaya pengasuhan negatif (misalnya, pemberian
hukuman dan otoriterisme) seperti gaya perlindungan yang
berlebihan dan tekanan yang berlebihan, perintah dan teguran
orang tua dengan kata-kata yang buruk, menolak pendapat anak
dengan kasar, terlalu melindungi anak, terlalu cemas berkorelasi
negatif dengan harga diri remaja dan keseimbangan emosional,
dan berhubungan positif dengan kecemasan sosial dan masalah
perilaku (Mustamu, et al., 2020). Gaya asuh Permisif yaitu
pola asuh yang ditandai dengan adanya kebebasan tanpa
batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan
kenginannya sendiri, orang tua tidak pernah memberi
aturan atau pengarahan kepada anak, semua keputusan
diserahkan kepada anak tanpa pertimbangan orang tua sehingga
anak tidak tahu apakah perilakunya itu sudah benar atau
salah akibatnya anak akan berperilaku sesuai dengan
keinginannya sendiri, tidak peduli apakah sesuai dengan
norma masyarakat atau tidak. Gaya asuh permisif yang
cenderung memberi kebebasan pada anak untuk berperilaku
sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah
perilaku itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak
ternyata juga sangat mempengaruhi masalah mental dan
emosional remaja (Fitri, et al. 2019).
Gaya pengasuhan positif (misalnya, kehangatan dan
pengertian emosional) seperti mendengarkan pendapat anak,
menghormati pendapat anak, memberikan motivasi kepada anak
akan sangat cocok untuk digunakan selama masa transisi
seperti remaja dan dewasa muda. Hal ini akan berpengaruh
jangka Panjang seperti menstabilkan kondisi mental sehingga
mengarah kepada kontrol yang lebih baik terhadap kondisi
kronis dan pencegahan konsekuensi kesehatan mental seumur
hidup (Mustamu, et al., 2020).
5. Verbal abuse atau biasa disebut emotional child abuse
Tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan
konsekuensi emosional yang merugikan. Kata-kata buruk dan
menyakitkan yang diucapkan oleh orang tua kepada anaknya
seperti melecehkan kemampuan anak, menganggap anak sebagai
sumber kesialan, mengecilkan arti si anak, memberikan julukan
negatif kepada anak, dan memberikan kesan bahwa anak tidak
diharapkan akan memiliki dampak jangka panjang terhadap
perasaan anak dan dapat mempengaruhi citra diri mereka. Ini
juga merupakan salah satu bentuk kekerasan pada anak yang
disebut dengan kekerasan verbal atau kekerasan yang dilakukan
lewat kata-kata yang menyakitkan (verbal abuse) (Fitriana et al,
2015).
Kekerasan verbal terhadap anak akan menumbuhkan sakit
hati hingga membuat mereka berpikir seperti yang kerap
diucapkan oleh orangtuanya. Jika orangtua bilang anak bodoh
atau jelek, maka dia akan menganggap dirinya demikian.
Ucapan-ucapan bernada menghina dan merendahkan itu akan
direkam dalam pita memori anak, semakin lama, maka akan
bertambah berat dan membuat anak memiliki citra negatif.
Dampak kekerasan verbal tidak terjadi secara langsung, namun
melalui proses. Anak yang sering mengalami kekerasan verbal
di kemudian hari akan hilang rasa percaya dirinya. Bahkan
hingga memicu kemarahannya, merencanakan untuk melakukan
aksi balas dendam, dan berpengaruh terhadap caranya bergaul
(Fitriana et al, 2015).

Bentuk dari verbal abuse adalah sebagai berikut:

 Tidak sayang dan dingin


Tindakan tidak sayang dan dingin ini berupa misalnya :
menunjukan sedikit atau tidak sama sekali rasa sayang
kepada anak (seperti pelukan), kata-kata sayang.
 Intimidasi
Tindakan intimidasi bisa berupa : berteriak, menjerit,
mengancam anak, dan mengertak anak.
 Mengecilkan atau mempermalukan anak
Tindakan mengecilkan atau mempermalukan anak dapat
berupa seperti : merendahkan anak, mencela nama,
membuat perbedaan negatif antar anak, menyatakan
bahwa anak tidak baik, tidak berharga, jelek atau sesuatu
yang didapat dari kesalahan.
 Kebiasaan mencela anak
Tindakan mencela anak bisa dicontohkan seperti :
mengatakan bahwa semua yang terjadi adalah kesalahan
anak.
 Mengindahkan atau menolak anak
Tindakan tidak mengindahkan atau menolak anak bisa
berupa : tidak memperhatikan anak, memberi respon
dingin, tidak peduli dengan anak.
 Hukuman ekstrim
Tindakan hukuman ekstrim bisa berupa: mengurung anak
dalam kamar mandi, mengurung dalam kamar gelap.
Mengikat anak di kursi untuk waktu lama dan meneror

b. Faktor Sekolah
Anak melakukan interaksi dengan guru maupun teman sebayanya
di sekolah. Guru dapat menjadi salah satu faktor timbulnya depresi
pada anak. Sikap guru yang dapat menyebabkan depresi anak berupa
melakukan diskriminasi, membuat komentar pedas, mempermalukan
anak di depan teman sekelasnya, dan mencegah anak bermain
dengan temannya. Anak yang memiliki hubungan yang buruk di
sekolah baik dengan guru ataupun teman memiliki hubungan dengan
kinerja sekolah yang buruk dan gejala depresi pada anak. Anak yang
mendapatkan perlakuan yang buruk oleh guru atau mengalami
hubungan yang tidak baik dengan temannya, anak akan merasa
sedih, suka menyendiri, tidak memiliki teman, tidak bersemangat,
mengalami tekanan hingga membenci sekolah, yang mana hal
tersebut dikaitkan dengan timbulnya gejala depresi pada anak
(Saputri & Nurrahima, 2020).

c. Faktor Teman Sebaya


Teman sebaya atau teman satu sekolah juga dapat menimbulkan
depresi pada anak. Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang
kuat antara teman sebaya dengan gejala depresi pada anak. Anak
yang memiliki hubungan yang buruk di sekolah baik dengan guru
ataupun teman memiliki hubungan dengan kinerja sekolah yang
buruk dan gejala depresi pada anak (Saputri & Nurrahima, 2020).
Teman sebaya memiliki peran yang sangat penting bagi
perkembangan emosional maupun sosial remaja, bahkan
pengaruh peer group lebih dominan dibandingkan pengaruh
lingkungan keluarga. Teman sebaya mempengaruhi perilaku pada
anak karena dari pengaruh teman sebaya dapat menentukan seorang
anak itu akan mengarah ke pergaulan yang positif atau negatif. (Fitri,
et al. 2019)
d. Ekonomi Keluarga
Stres ekonomi dapat menyebabkan orang tua mengalami depresi.
Anak yang tinggal dalam lingkungan depresif akan menimbulkan
perilaku depresif. Keluarga dengan penghasilan rendah
memungkinkan anak mengalami masalah kesehatan mental.
Penelitian menunjukkan anak-anak dengan keluarga miskin lebih
berisiko mengalami depresi. Ekonomi keluarga yang buruk membuat
keluarga sering mengalami konflik yang membuat suasana keluarga
menjadi negatif. Keadaan ekonomi keluarga yang buruk
menyebabkan orang tua mencari pekerjaan tambahan bahkan sampai
meninggalkan keluarga untuk merantau. Anak yang mengalami
perpisahan dengan orang tua karena pekerjaan membuat anak jauh
dari orang tua dan menimbulkan perasaan sedih pada anak (Saputri
& Nurrahima, 2020).

e. Faktor Lingkungan
Tekanan yang dialami anak meliputi keadaan lingkungan, cacat
fisik, penyakit fisik, dan kondisi kronis. Keadaan lingkungan yang
membuat anak tertekan salah satunya perilaku bullying. Penelitian
membuktikan bullying viktimisasi mempunyai hubungan dengan
depresi (Saputri & Nurrahima, 2020).
Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull
yang berarti banteng yang senang merunduk kesana kemari. Dalam
Bahasa Indonesia, secara etimologi kata bully berarti penggertak,
orang yang mengganggu orang lemah. Sedangkan secara
terminology menurut menurut Ken Rigby dalam Astuti (2008 ; 3,
dalam Ariesto, 2009) adalah definisi bullying “sebuah hasrat untuk
menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan
seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh
seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung
jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang”.
Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi
pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau
sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau
sekelompok orang (Zakiyah, et al., 2017).
Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa juga
sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya
memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap
korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang
lemah, tidak berdaya dan selalu merasa terancan oleh bully (Zakiyah,
et al., 2017).
Tindakan bullying dibagi menjadi enam kategori yaitu bullying
dalam tindakan verbal, tindakan fisik, pengucilan, mengambil atau
mencuri barang, tindakan psikis, dan tindakan lainnya (Guerin &
Hennessy, 2002). Jenis-jenis bullying yang kerap ditemukan di dalam
lingkungan pergaulan anak, yaitu :

a. Perundungan fisik (Physical Actions)


Perundungan fisik adalah tindakan intimidasi yang
dilakukan untuk mengontrol korban dengan kekuatan yang
dimiliki pelakunya. Bentuk perundungan ini seperti menendang,
memukul, meninju, menampar, mendorong, dan serangan fisik
lainnya. Perundungan fisik merupakan jenis bullying yang
paling mudah dikenali dan biasanya orang tua maupun guru
lebih peka terhadap tipe perundungan ini.

b. Bullying verbal (Verbal Actions)


Bullying verbal merupakan jenis perundungan dengan
menggunakan katakata, pernyataan, dan sebutan atau panggilan
yang menghina. Pelaku perundungan verbal akan terus
melakukan penghinaan untuk meremehkan, merendahkan, dan
melukai orang lain. Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa
intimidasi verbal dan pemberian nama panggilan yang buruk
memiliki konsekuensi serius pada korban dan dapat
meninggalkan bekas luka emosional yang dalam.
c. Agresi relasional
Agresi relasional adalah tipe perundungan yang dilakukan
secara emosional dan kerap luput dari perhatian orangtua dan
guru. Perilaku agresi disebabkan oleh beberapa faktor penyebab
seperti kebiasaan yang dipelajari, kondisi internal, dan faktor
situasi (Fadilla, 2015). Tipe perundungan ini tidak kalah
berbahaya. Dalam agresi relasional, biasanya pelaku berusaha
menyakiti korban dengan menyabotase status sosial mereka
dengan cara mengasingkan korban dari kelompok, menyebarkan
gosip atau fitnah. Pelaku berusaha menaikkan kedudukan sosial
sendiri dengan mengendalikan atau mengintimidasi korban.

d. Cyberbullying
Cyberbullying adalah tindakan perundungan yang terjadi
secara online di dunia maya. Ini merupakan tindakan
perundungan yang paling jarang disadari oleh orangtua dan
guru. Pelaku melakukan perundungan dengan cara melecehkan,
mengancam, mempermalukan, dan menargetkan korban melalui
media online. Faktor-faktor individual yang dapat
meningkatkan risiko remaja terlibat cyberbullying terkait dengan
pengalaman perundungan, karakteristik kepribadian, dan pola
aktivitas remaja (Rusyidi, 2020). Besar kemungkinan seorang
anak korban bullying tidak bicara terus terang jika dia
mengalami perundungan. Alangkah lebih baik orang tua mulai
lebih peka jika anak-anak menunjukkan perubahan perilaku
yang tidak biasa. Menyelesaikan masalah perundungan mungkin
akan diperlukan kerjasama oleh beberapa pihak, termasuk
dengan pihak sekolah. Pihak kepolisian harus dilibatkan jika
perundungan telah melibatkan kekerasan fisik atau pemerasan.
Perilaku perundungan dalam Model Asesmen Multidimensi
Perilaku perundungan terdapat lima ciri, yaitu perbedaan kuasa antara
pelaku dan korban perundungan, pola tingkah laku agresif yang
berulang-ulang, kecenderungan untuk mengontrol dan mencelakakan,
pembentukan suasana kecemasan, ancaman, pemaksaan dan
ketakutan, kecenderungan untuk merahasiakan atau menyembunyikan
perilaku perundungan (Yusuf & Fahrudin, 2012).
Faktor penyebab yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
bullying. Faktor penyebab bullying dibagi menjadi enam, yaitu faktor
individu, faktor keluarga, faktor teman sebaya, faktor sekolah, faktor
media, dan faktor self-control. Pelaku cenderung untuk memilih korban
yang tidak berdaya menentang mereka dari aspek fisik, emosi, sosial dan
intelektual. Korban yang tidak berdaya atau kurang berkemampuan
berpotensi tinggi dijadikan sasaran. Korban perundungan pula
berhubungan dengan ketidakmampuan atau kekurangan korban dari
aspek fisik, psikologi, penyisihan sosial, kesendirian, rasa tidak aman,
dan kepercayaan diri yang rendah (Olweus, 2016).
Faktor penyebab yang kerap menjadi seorang anak melakukan
bullying, yaitu :
a. Masalah pribadi
Salah satu pemicu seseorang melakukan bullying adalah punya
masalah pribadi yang membuatnya tidak berdaya di hidupnya sendiri,
contohnya saja anak yang berasal dari keluarga disfungsional. Tidak
semua anak dari keluarga disfungsional akan jadi pelaku bullying, tapi
hal ini sering terjadi. Sebagian besar pelaku adalah anak yang merasa
kurang kasih sayang dan keterbukaan dalam keluarganya,
kemungkinan juga sering melihat orang tuanya bersikap agresif
terhadap orang-orang di sekitarnya.
b. Pernah jadi korban bullying
Beberapa kasus menunjukkan kalau pelaku sebenarnya juga
merupakan korban. Anak yang merasa dirundung oleh saudaranya di
rumah, lalu ia membalas dengan cara melakukan pada temannya di
sekolah yang ia anggap lebih lemah. Contoh lainnya adalah orang
yang tertekan akibat bullying di kehidupan nyata dan menggunakan
dunia maya untuk menunjukkan kalau dirinya juga punya kekuatan
dengan cara menyerang orang lain.
c. Rasa iri
Penyebab bullying selanjutnya adalah karena rasa iri pelaku pada
korban. Rasa iri ini bisa muncul akibat korban punya hal yang
sebenarnya sama istimewanya dengan sang pelaku. Seseorang juga
mungkin melakukan perundungan untuk menutupi jati dirinya sendiri.
d. Kurangnya rasa empati
Penyebab selanjutnya adalah karena kurangnya rasa empati. Saat
melihat korban, pelaku bullying tidak merasa empati pada apa yang
dirasakan korban, sebagian mungkin justru merasa senang saat melihat
orang lain takut. Semakin mendapatkan reaksi yang diinginkan,
semakin pelaku bullying senang melakukan aksinya.
e. Mencari perhatian
Pelaku bullying kadang tidak sadar kalau apa yang dilakukannya
termasuk ke dalam penindasan, karena sebenarnya apa yang
dilakukannya adalah mencari perhatian. Jenis yang satu ini paling
mudah untuk diatasi. Caranya adalah dengan memberikannya
perhatian yang positif sebelum pelaku mencari perhatian dengan cara
yang negatif.
f. Kesulitan mengendalikan emosi
Anak yang kesulitan untuk mengatur emosi bisa berpotensi jadi
pelaku bullying. Seseorang saat merasa marah dan frustasi, perbuatan
menyakiti dan mengintimidasi orang lain bisa saja dilakukan. Kalau
sulit untuk mengendalikan emosi, maka masalah kecil saja bisa
membuat seseorang terprovokasi dan meluapkan emosinya secara
berlebihan. Menurut Centers for Disease Control and Prevention,
perundungan dapat berdampak pada kesehatan fisik dan emosional
seseorang, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Korban
dari bullying juga dapat mengalami cedera fisik, masalah sosial,
masalah emosional bahkan meningkatkan risiko bunuh diri dan
kematian. Korban bullying menjadi kurang percaya diri dan
mengalami peningkatan risiko gangguan mental.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Eunice Kennedy Shriver
National Institute of Child Health and Human Development di
Amerika Serikat, siapapun yang terlibat dalam bullying, baik itu
korban maupun pelaku, berisiko tinggi mengalami depresi. Risiko
depresi ini bahkan bisa lebih tinggi pada korban perundungan
elektronik, misalnya melalui media sosial, pesan singkat, atau email,
dibandingkan bullying secara langsung. Mayo clinic di Amerika
Serikat juga menyatakan hal yang sama, bahwa korban perundungan
dapat berisiko tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan mental
seperti depresi, gangguan cemas, gangguan tidur, penurunan rasa
percaya diri, kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri dan
percobaan bunuh diri. Performa akademis atau pekerjaan,
penyalahgunaan obat terlarang, dan tindak kekerasan.
Kasus perundungan yang terjadi di kalangan pelajar, tentu ada
cara untuk menanggulangi kasus tersebut agar tidak terulang kembali.
Berikut penanggulangan kasus perundungan dari faktor eksternal
maupun internal di kalangan pelajar
1. Faktor Eksternal
Pihak sekolah, orang tua, serta lingkungan pertemanan dan
pergaulan anak pun sangat berperan penting untuk mendidik
seseorang dalam menanamkan kesadaran untuk menghormati
sesama, menekankan seseorang untuk selalu berperilaku baik dan
mencapai prestasi di sekolah, serta edukasi kepada anakanak akan
bahaya perundungan terhadap mental seseorang. Adanya lingkungan
eskternal yang suportif ini dapat membentuk kepribadian seseorang
untuk tidak sebagai seorang pelaku.
Selain itu, dengan dilaksanakannya seminar-seminar bullying di
sekolah juga dapat membantu mengedukasi para pelajar sedini
mungkin akan hal bullying. (Gaite & Suyatmi, 2018) menambahkan
bahwa penanggulangan perilaku perundungan melalui program
pembinaan karakter terbukti dapat mengubah lingkungan sekolah
menjadi tempat yang menjamin keamanan dan kenyamanan. Perilaku
bullying dapat diatasi karena beragam makna kebaikan yang tertuang
dalam program pembinaan karakter dikonsumsi oleh seluruh warga
sekolah hal ini terlihat dari keseharian mereka yang
mengarusutamakan nilai-nilai kebaikan dalam bentuk perkataan
maupun perbuatan (Gaite & Suyatmi, 2018).
2. Faktor Internal
Penanggulangan selain faktor eksternal kasus bullying juga harus
dari segi internal pula. Penanggulangan dari segi internal dapat
berupa kegiatan seperti
a. Menunjukkan prestasi
Menunjukkan prestasi kepada para pelaku bullying
mungkin akan membuat para pelaku sadar akan kehebatan dan
prestasi korban. Hal ini dapat membuktikan jika seorang korban
perundungan adalah mereka yang tidak lemah. Keberadaan
mereka sangat penting dibandingkan dengan para pelaku.
Biasanya para pelaku hanya menunjukkan atau sebagai ajang
mempamerkan eksistensi mereka tanpa memiliki prestasi apapun.
b. Menjalin Pertemanan dengan Orang Banyak
Circle pertemanan yang luas juga akan meminimalisir
perilaku bullying terhadap siswa, tetapi tergantung dari baik atau
tidaknya circle pertemanan itu sendiri. Lingkungan pertemanan
yang baik akan membawa diri kita ke sesuatu yang baik.
Sebaliknya jika kita salah dalam memilih lingkungan pertemanan
kita dapat terjerumus bahkan bisa menjadi pelaku dari kasus
bullying itu sendiri.
c. Tumbuhkan Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri merupakan hal penting yang harus ada
di dalam diri seseorang. Rasa percaya diri akan membuat
perasaan menjadi lebih baik. Jika seseorang memiliki rasa
percaya diri yang baik, maka orang tersebut akan dapat membela
dirinya ketika mendapatkan perilaku-perilaku perundungan dari
teman-temannya.
d. Tidak Terpancing untuk Melawan
Para pelaku bullying akan sangat senang mendapatkan
respon dari sang korban. Para pelaku bullying akan dikatakan
berhasil jika para korbannya terpancing akan hal yang dilakukan
mereka. Sebaiknya untuk menghindari perilaku bullying yang
berkelanjutan, jangan pernah terpancing untuk meresponnya.
e. Laporkan pada Pihak yang Berwenang
Jika kasus bullying yang dialami sudah berada di tingkat
keparahan yang tinggi, para korban dianjurkan untuk tidak segan
speak up atau melaporkan dan mem-publish kasus tersebut ke
pihak yang berwewenang. Pemberian sanksi hukum serta sanksi
sosial akan membuat jera terhadap para pelaku. Jangan pernah
takut untuk melaporkan kasus perundungan terhadap pihak yang
berwenang, karena untuk menghindari kejadian yang sama di
lain hari.
Model pencegahan lain ada yang menyarankan sepuluh
garis panduan bagi sekolah untuk menangani masalah perilaku
perundungan di sekolah (Rigby & Johnson, 2016). Garis panduan
tersebut antara lain;

a. Mulai dengan pendefinisian perilaku perundungan yang


jelas dan dapat diterima
b. Mengakui bahwa perilaku perundungan berlaku dalam
berbagai bentuk
c. Mengenali apa yang berlaku di sekolah
d. Menyusun rencana tindakan
e. Menyediakan kebijakan anti bullying
f. Menyediakan media bagi murid atau kelompok murid
tentang apa yang akan dilakukan bagi membantu
mereka
g. Mendorong tingkah laku yang dapat mendatangkan
pengaruh positif terhadap tingkah laku interpersonal
murid
h. Mengatasi setiap kejadian bullying secara bijaksana
i. Menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi
korban perundungan
j. Bekerja secara konstruktif dengan pihak lain terutama
orang tua atau komite sekolah

5. Pencegahan dan Upaya Peningkatan Kesehatan Mental Remaja


a. Melalui pendekatan agama
Salah satu hal yang dapat meningkatkan daya tahan seseorang
dari ketidaksehatan mental adalah agama. Agama mempunyai peranan
penting dalam pembinaan moral karena nila-nilai moral yang datang
dari agama bersifat tetap dan universal. Apabila seseorang dihadapkan
pada suatu dilema, ia akan menggunakan pertimbangan-pertimbangan
berdasarkan nilai-nilai moral yang datang dari agama. Dimanapun
orang itu berada dan pada posisi apapun, ia akan tetap memegang
prinsip moral yang telah tertanam didalam hati nuraninya serta agama
berperan dalam mental yang sakit (Yasipin et al., 2020).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pengaruh
positif dari religiusitas terhadap kondisi psikologis yang negatif seperti
tekanan psikologis dan stres (Surayya Hayatussofiyyah, 2017). Hasil
penelitian didapatkan bahwa terapi kognitif perilaku religius terbukti
efektif dalam menurunkan depresi pada remaja. Terapi ini juga dapat
meningkatkan sisi religiusitas dari para subjek karena lebih banyak
bersyukur, dan melakukan ibadah dan do’a akan mendapatan
ketenangan batin saat menghadapi masalah.
b. Melalui pendekatan peran Orang Tua
Interaksi antara anak dan orang tua ini sangat penting karena
dapat mempengaruhi kelekatan yang akan berdampak pada kesehatan
mental anak. Orang tua sebagai bagian dari keluarga adalah
sistem lingkungan pertama yang akan dialami anak dan akan
berpengaruh kepada sistem lingkungan lainnya. Membuat suasana
yang nyaman untuk berkomunikasi antara orang tua dan anak akan
dapat meningkatkan kesehatan mental anak dikarenakan anak akan
terbuka untuk menceritakan masalah yang dihadapi serta pemberian
motivasi dan dukungan social akan dapat meningkatkan kepercayaan
diri seorang anak.
Menerapkan gaya pengasuhan positif (misalnya, kehangatan dan
pengertian emosional) seperti mendengarkan pendapat anak,
menghormati pendapat anak, memberikan motivasi kepada anak akan
sangat cocok untuk digunakan selama masa transisi seperti remaja dan
dewasa muda. Hal ini akan berpengaruh jangka panjang seperti
menstabilkan kondisi mental sehingga mengarah kepada kontrol yang
lebih baik terhadap kondisi kronis dan pencegahan konsekuensi
kesehatan mental seumur hidup (Mustamu, et al., 2020).

c. Melalui pendekatan teman sebaya dan regulasi emosi


Regulasi emosi yang berada dalam sistem personal remaja dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan mental remaja. Kemampuan regulasi
emosi menjadi hal yang penting dalam kehidupan seorang remaja.
Faktor emosional pada remaja berperan dalam kesehatan mental.
Individu yang mengelola emosi dapat diartikan individu tersebut
belajar untuk dapat mengekspresikan perasaan secara efektif,
melibatkan keseimbangan antara ekspresi spontan dengan yang
disadari serta menggunakan kontrol rasional.
Environmental system atau aspek eskternal salah satunya terdiri
dari social climate yang termasuk didalamnya berupa dukungan sosial.
Individu yang mendapatkan dukungan sosial percaya bahwa individu
tersebut dicintai dan diperhatikan, mulia dan dihargai, dan merupakan
bagian dari jaringan sosial, misalnya keluarga atau organisasi
kemasyarakatan. Individu tidak merasa sendiri dan cepat putus asa
dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya karena ada orang-
orang disekelilingnya yang membantu dan memberi dukungan.
Beberapa penelitian menemukan bahwa faktor dukungan sosial
sebagai suatu sistem lingkungan mempengaruhi kesehatan mental
remaja di sekolah.
Teman sebaya memiliki peran yang penting dan juga sentral
dalam menyediakan bentuk-bentuk dukungan biasa/umum yang
langsung dan dapat diakses dan menunjukkan konsistensi signifikansi
dalam mempromosikan kesehatan mental remaja. Biasanya hal ini
menyangkut hal-hal seperti, selalu ada untuk orang yang dekat,
mendengarkan mereka ketika mereka sedang sedih, dan memberikan
dukungan yang tanpa syarat. Teman sebaya memiliki peran yang
penting selama masa remaja karena anak lebih sering berada di
lingkungan sekolah dan meluangkan waktu bersama dengan teman-
teman sebaya. Pengelolaan emosi dan interaksinya dengan teman
sebaya memiliki peran terhadap kondisi kesehatan psikis remaja
(Yunanto, 2018).

d. Melalui pendekatan Pendampingan Kesehatan dari Organisasi


Salah satu cara untuk dapat meningkatkan pengetahuan mengenai
kesehatan mental remaja adalah dengan meningkatkan literasi remaja
mengenai kesehatan mental dengan cara memberikan pendidikan
kesehatan. Peningkatan pengetahuan mengenai kesehatan mental
dapat memberikan dampak bagi kesehatan mental remaja itu sendiri
karena kesehatan mental yang baik merupakan hal yang penting untuk
dapat menghadapi tantangan di era globalisasi ini. Konsep literasi
kesehatan mental mengacu pada peningkatan pengetahuan dan
keyakinan tentang gangguan mental serta manajemen atau
pencegahannya. Juga dengan mengarahkan remaja untuk mengikuti
organisasi yang positif seperti PIK-R dan PIK-M adalah salah satu
cara untuk meningkatkan kesehatan mental remaja.

Mengutip dari jargon yang digunakan oleh WHO, “there is no health


without mental health” menandakan bahwa kesehatan mental perlu
dipandang sebagai sesuatu yang penting sama seperti kesehatan fisik.

Anda mungkin juga menyukai