Anda di halaman 1dari 24

“MASALAH GIZI PADA REMAJA DENGAN GANGGUAN MAKAN”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Gizi Reproduksi

DISUSUN OLEH :

SB19001 AFWA NUR AZIZAH ROZAQI


SB19002 ALYA OLIFA ZUNAI ROBBI
SB19003 AMANDA AMALIA
SB19004 ANGELA CLARA
SB19005 AQAZ ROHQIATI
SB19006 AULIYA RAHMAWATI

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI
2020/2021

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Masalah Gizi pada Remaja dengan
Gangguan Makan” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Retno Wulandari,
SST.,M. Keb selaku dosen Gizi Reproduksi atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan
yang telah diberikan kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini.
Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca
sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Surakarta, 9 Mei 2021

Penulis

DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR ………………………………………………… 2

DAFTAR ISI …………………………………………………………... 3

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………………………………………... 4

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………….. 5

1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………………… 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi Remaja …………………………………………………… 6

2.2 Gangguan Makan …………………………………………….. 9

2.3 Persepsi Tubuh ………………………………………………..15

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Permasalahan gizi pada remaja dengan gangguan makan .. 19


3.2 Hubungan masalah gizi remaja dengan gangguan makan dan
persepsi tubuh remaja………………………………………. 20
3.3 Upaya untuk memperjuangkan kesehatan remaja dengan
masalah gizi …………………………………………………. 21
BAB IV. PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 24

BAB I
PENDAHULUAN
3
1.1 Latar belakang

Masalah utama remaja Indonesia salah satunya yaitu masalah kesehatan yang
berhubungan dengan gizi. Menurut (Sulistyoningsih, 2011) ketidakseimbangan antara
asupan gizi atau kecukupan zat gizi akan menimbulkan masalah gizi, Baik itu berupa
masalah gizi lebih maupun gizi kurang. Masalah gizi yang dialami remaja antara lain
seperti gizi kurang, gizi lebih, anemia, obesitas, dan masalah yang berhubungan dengan
gangguan perilaku makan berupa anorexia nervosa dan bulimia nervosa. Masalah gizi
pada remaja usia 16-19 tahun akan berdampak negatif pada penurunan konsentrasi belajar
dan penurunan kesegaran jasmani, banyak penelitian telah dilakukan menunjukan
kelompok remaja mengalami masalah gizi, faktor yang menyebabkan masalah gizi
diantaranya adalah pola makan yang salah. Pola makan yang dapat diamati meliputi
frekuensi makan, waktu makan dan tingkat konsumsi, (Ginting, 2002).

Permasalahan gizi kurang dan gizi lebih pada remaja di dunia menurut WHO
(World Health Organization) tahun 2013 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Jumlah anak dan remaja yang mengalami kurang gizi di dunia mencapai 104 juta, Asia
Selatan merupakan prevalensi kurang gizi terbesar di dunia yaitu 46%, disusul Afrika
28% dan Amerika Latin 7%. Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa terdapat 8,7%
remaja usia 13- 15 tahun dan 8,1% remaja usia 16-18 tahun dengan kondisi kurus dan
sangat kurus, sedangkan prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,0% pada
remaja usia 13-15 tahun dan 13,5% pada remaja usia 16-18 tahun.(Riskesdas et al., 2018)

Masalah gizi yang terjadi pada kelompok usia remaja diakibatkan oleh banyak
faktor, salah satunya yaitu perilaku makan yang tidak baik. Kekurangan gizi pada remaja
sering terjadi akibat dari adanya pembatasan konsumsi makanan dengan tidak
memperhatikan kandungan gizi dan kaidah kesehatan. Perilaku makan yang tidak baik
dapat menyebabkan gangguan makan. Gangguan makan ditandai dengan persepsi negatif
mengenai bentuk tubuhnya, perubahan perilaku makan menjadi kurang baik, dan
pengaturan berat badan yang kurang tepat. Kategori gangguan makan yaitu Anorexia
Nervosa (AN), Bulimia Nervosa (BN), Binge Eating Disorder (BED), Eating Disorder
No Otherwises Specified (EDNOS).(Kementerian PPN/Bappenas, 2019)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana permasalahan gizi pada remaja dengan gangguan makan?

4
2. Bagaimana hubungan masalah gizi remaja dengan gangguan makan dan persepsi
tubuh remaja ?
3. Bagaimana upaya memperjuangkan kesehatan remaja dengan masalah gizi?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah
1. Mengetahui permasalahan gizi pada remaja dengan gangguan makan
2. Mengetahui hubungan masalah gizi remaja dengan gangguan makan dan persepsi
tubuh remaja
3. Mengetahui upaya memperjuangkan kesehatan remaja dengan masalah gizi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1 Gizi Remaja
1. Pengertian Remaja
Pengertian dasar tentang remaja (adolescence) adalah pertumbuhan kearah
kematangan. Remaja disefinisikan sebagai masa peralihan masa anak-anak ke
masa dewasa. Para remaja bukan lagi kanak-kanak, tetapi juga belum menjadi
orang dewasa. Mereka cenderung dan bersifat lebih sensitif karena perannya
belum tegas. Mereka mengalami pertentangan nilai-nilai dan harapan-harapan
yang akibatnya lebih mempersulit dirinya yang sekaligus mengubah perannya
(Darmasetya, 2020).
2. Pembatasan Usia
Remaja Menurut WHO (World Health Organization), seseorang disebut
sebagai remaja apabila telah mencapai usia 10-18 tahun. Menurut Kemenkes RI
usia remaja berada di antara 10-19 tahun dan belum kawin. Masa remaja dibagi
berdasarkan kondisi perkembangan fisik, psikologis, dan social menjadi tiga stase,
yaitu :
1) Remaja awal (10 – 14 tahun)
2) Remaja pertengahan (14 – 17 tahun)
3) Remaja akhir (17 – 21 tahun)
3. Gizi Remaja
Gizi masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju
remaja yang ditandai dengan banyak perubahan, di antaranya pertambahan massa
otot, jaringan lemak tubuh, dan perubahan hormon. Perubahan tersebut
memengaruhi kebutuhan gizi remaja. Selain itu kebutuhan gizi kepada remaja
juga dipengaruhi oleh faktor psikologis dan sosial. Periode remaja merupakan
periode kritis dalam pertumbuhan fisik. Psikis dan perilakunya. Memasuki
kelompok remaja umumnya gaya hidup dan kebiasaan makan mulai berubah
sesuai perubahan kebutuhan karena perubahan fisiknya. Zat gizi khusus akan
diperlukan berkaitan dengan kegiatannya yang dilakukan saat ini seperti olahraga,
merokok, alkohol, persiapan kehamilan dll.(Darmasetya, 2020)
Pada masa remaja, kebutuhan gizi perlu mendapat perhatian khusus. Hal
ini dikarenakan percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan
energi dan zat gizi yang lebih baik dan lebih banyak, Perubahan gaya hidup dan

6
kebiasaan pangan menurun. Perkembangan remaja sama rumitnya dengan anak-
anak,karena ada interaksi yang kompleks diantara mereka yaitu pubertas,
kematangan, neurokognitif, dan peran social transisi. Selain peran kondisi
kehidupan dan lingkungan, terutama di rumah, kuncinya penyumbang
perkembangan normal adalah nutrisi (Kurniawan et al., 2015a). Diperlukan
konsumsi makanan sehat, pertumbuhan dan perkembangan yang tepat selama
masa pubertas, yang membutuhnkan nutrisi makro dan mikro yang
memadai(Yudita et al., 2017).
Pada remaja perempuan, growth spurt terjadi pada 12-18 bulan sebelum
menarche (10-14 tahun). Pertumbuhan berlanjut selama 7 tahun atau saat remaja
sampai pada usia 21 tahun. Selama masa ini terjadi percepatan pertumbuhan yang
meliputi 45% pertumbuhan tulang dan 15-25% pertambahan tinggi badan. Selama
growth spurt, sebanyak 37% total masa tulang terbentuk. Penambahan lemak lebih
banyak pada remaja perempuan sehingga lemak tubuh perempuan pada masa
dewasa sebesar 22% dibandingkan pada laki-laki dewasa yang hanya 15%
(Darmasetya, 2020).
Pemenuhan kebutuhan zat gizi pada masa remaja perlu diperhatikan
karena :
a. Terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan psikis.
b. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan pada remaja mempengaruhi
kebutuhan dan asupan zat gizi.
c. Kebutuhan zat gizi khusus perlu diperhatikan, terutama pada kelompok remaja
dengan aktivitas olahraga tinggi, kehamilan, gangguan perilaku makan, diet
ketat, konsumsi alkohol, dan obat-obatan.
4. Penilaian Status Gizi
Penilaian Status Gizi Penilaian gizi pada remaja meliputi pengukuran
antropometri, penggalian data terkait riwayat medis klien, data fisik-klinis dan
biokimia, data asupan makan, perawatan medis yang dijalani saat ini, dan kondisi
ketahanan pangan. Pentingnya asesmen atau penilaian status gizi pada remaja
antara lain:
a. Mengidentifikasi remaja yang berisiko malnutrisi untuk dilakukan intervensi
dini sebelum terjadi malnutrisi.

7
b. Mengidentifikasi malnutrisi pada remaja yang tidak dilakukan penanganan
dengan baik sehingga berisiko memperpanjang lama rawat di rumah sakit,
meningkatkan risiko infeksi dan komplikasi, serta kemungkinan terjadi
morbiditas dan mortalitas.
c. Mendukung percepatan pertumbuhan remaja.
d. Mengidentifikasi komplikasi medis terkait daya cerna makanan dan utilisasi
zat gizi.
Tabel 1. Kategori status gizi Kategori
KATEGORI IMT
Kekurangan berat badan < 17,0
Kurus tingkat berat
Kekurangan berat badan 17,0 – 18,4
tingkat ringan

Normal Berat badan Stabil 18,5 – 25,0

Kelebihan berat badan 25,1 – 27,0


Gemuk tingkat ringan
Kelebihan berat badan >27,0
tingkat berat

e. Memberikan informasi tentang edukasi gizi melalui konseling gizi


f. Merancang asuhan gizi yang tepat untuk remaja
5. Masalah Gizi Remaja
Masalah gizi yang terjadi pada remaja diakibatkan oleh banyak faktor,
salah satunya yaitu perilaku makan yang tidak baik. Kekurangan gizi pada remaja
sering terjadi akibat dari adanya pembatasan konsumsi makanan dengan tidak
memperhatikan kandungan gizi dan kaidah kesehatan. Hal inilah yang dilakukan
remaja yang tidak puas terhadap bentuk tubuh dan berat badannya, agar
mendapatkan badan yang ideal dengan tubuh tinggi dan kurus. Perilaku makan
yang tidak baik dapat menyebabkan gangguan makan. Gangguan Gangguan
makan ditandai dengan persepsi negatif mengenai bentuk tubuhnya, perubahan

8
perilaku makan menjadi kurang baik, dan pengaturan berat badan yang kurang
tepat.(Kementerian PPN/Bappenas, 2019)

2.2 Gangguan Makan pada Remaja


1. Pengertian gangguan makan (eating disorder)
Eating disorder dapat didefinisikan sebagai pola makan abnormal.baik yang
meliputi asupan makanan yang berlebihan maupun pembatasan asupan makanan
dibawah batas normal yang terjadi akibat adanya masalah psikis atau emosional.
Gangguan ini dapat dialami oleh siapapun, tidak mengenal usia maupun jenis
kelamin. Namun berdasarkan statistik, lebih banyak wanita yang mengalami
sindrom ini.Hal ini kemungkinan besar karena wanita cenderung lebih peduli
terhadap penampilan serta bentuk tubuhnya.
2. Jenis – jenis gangguan makan (eating disorder)
Adapun jenis – jenis gangguan makan pada seseorang yaitu : (Yurika, E.S, 2017)
A. Anoreksia nervosa
Anoreksia nervosa (AN) adalah hasrat seseorang untuk mencapai
ukuran 0 (zero size), ketakutan yang berlebihan dalam kenaikan berat
badan, dan terkadang mengalami gangguan menstruasi akibat kekurangan
nutrisi (malnutrisi). Sebagian besar orang yang menderita AN memandang
diri mereka sebagai orang dengan bobot badan berlebih, padahal dalam
kenyataannya mereka kekurangan nutrisi dan memiliki berat badan yang
dibawah normal. Para penderita memiliki obsesi berlebihan dalam
menjaga berat badan ataupun menjaga pola makan mereka agar tidak
bertambah bobotnya. Seseorang dengan AN akan sentiasa mengukur berat
badannya berulang kali, menjaga porsi makanan dengan berhati-hati, dan
makan dengan jumlah yang sangat kecil dan membatasi asupan kelompok
makanan tertentu juga tak jarang dari mereka yang memuntahkan makanan
yang telah mereka konsumsi karena takut menambah bobot mereka.
Penderita anorexia nervosamakan dalam jumlah sangat sedikit dan
berolahraga secara berlebihan untuk menjadi kurus, hingga mencapai 15%
sampai 60% dibawah berat badan normal atau berat badan yang sehat.
Namun demikian, mereka tetap "merasa gemuk" walaupun sebenarnya

9
mereka sudah sangat kurus. Mereka menganggap bahwa daging yang
terdapat pada tubuh mereka sebagai lemak yang harus dimusnahkan.
B. Bulimia nervosa
Bulimia nervosa adalah gangguan pola makan dimana
penderitanya makan secara berlebihan diatas batas kewajaran diikuti
dengan perilaku seperti memuntahkan kembali makanan mereka ataupun
menggunakan obat pencahar dalam upaya agar mereka kenyang tanpa
harus bertambah bobot tubuh mereka serta diikuti oleh perasaan bersalah.
BN dibagi menjadi dua bentuk yaitu purging dan nonpurging. Pada tipe
purging, penderita memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau
menyalahgunakan obat pencahar, diuretik. Pada tipe nonpurging, penderita
menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipepurging,
seperti berpuasa secara berlebihan.
Banyak dari penderita sindrom ini memiliki bobot tubuh yang
normal.Biasanya mereka orang-orang yang kelihatannya sehat, sukses di
bidangnya, dan cenderung perfeksionis.Namun, di balik itu, mereka
memiliki rasa percaya diri yang rendah dan sering tidak jarang dari mereka
yang mengalami depresi.Dan tidak jarang dari mereka juga menunjukkan
tingkah laku yang tidak benar, misalnya, mengutil di pasar swalayan, atau
mengalami ketergantungan pada alkohol atau lainnya.
C. Binge eating
disorder Binge eating disorder adalah sindrom penyimpangan
perilaku makan. Ketika orang mengalami binge eating disorder, dia akan
makan dalam porsi yang besar dan tidak dapat mengontrol kapan harus
berhenti.Hampir semua orang mungkin suka makan berlebihan dan tidak
bisa mengontrol konsumsi makanannya, namun hal ini hanya terjadi pada
beberapa waktu saja. Orang yang memiliki binge eating disorder sering
melakukan tersebut dan pada akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang rutin.
Jika anda mengalami binge eating disorder, Anda mungkin merasa malu
akan kebiasaan yang makan dengan porsi banyak dan tidak terkontrol
tersebut, serta berniat untuk menghilangkan kebiasaan itu. Namun Anda
merasa tertekan dan tidak bisa menahan nafsu untuk mengonsumsi
makanan dengan porsi yang besar.

10
Binge eating disorder tidak seperti bulimia, yang setelah
mengonsumsi makanan dengan porsi besar kemudian menyalurkan rasa
bersalahnya dengan memuntahkan makanannya atau mengonsumsi obat
pencahar untuk mengeluarkan apa yang dia telah makan. Walaupun
muncul rasa bersalah dan malu akibat kebiasaannya tersebut, orang yang
melakukan binge eatingdisordermalah melarikan diri dengan cara
mengonsumsi makanan kembali, karena berpikir dengan makan mereka
akan merasa nyaman dan tenang. Hal tersebut kemudian menjadi sebuah
siklus, mengonsumsi makanan dengan porsi yang banyak karena merasa
tertekan, lalu merasa stress karena telah melakukannya, dan pada akhirnya
kembali mengonsumsi makanan sebagai pelariannya.
D. Body dysmorphic disorder
Body dysmorphic disorder merupakan jenis penyakit mental kronis
dimana penderita tidak berhenti memikirkan tentang penampilannya.
penderita akan terobsesi dengan penampilan yang sempurna, sangat
mengkhawatirkan kekurangan pada penampilan, mencari kosmetik,
mengurangi jumlah asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh dan
berolahraga berlebih terus dilakukan untuk menyempurnakan penampilan,
namun hal itu tidak pernah memuaskan diri penderita.
E. Selective eating disorder
Penderita selective eating disorder biasanya kondisi dimana
seseorang yang terlalu pemilih di dalam makanan padahal sebenarnya
alasannya tidak begitu masuk akal, orang yang seperti ini masuk ke dalam
golongan selective eating disorder, dia juga membatasi beberapa jenis
makanan dalam jumlah tertentu yang boleh masuk ke dalam tubuhnya
contohnya saja dia hanya memakan daging ayam saja namun tidak
memakan makanan yang lain.
F. Porsi makan berlebih
Porsi makan berlebih dapat dikategorikan sebagai sebuah
penyakit yang pada awalnya bermula dari pola makan atau gangguan
makan, orang yang mengidap obesitas cenderung memiliki nafsu makan
yang sangat besar sehingga tubuhnya menjadi sangat gemuk dan sulit

11
dikontrol, untuk itu perlu dilakukan pencegahan dan pengobatan agar
membuat orang tersebut mengurangi nafsu makan yang berlebihannya.
G. Syndrom makan malam
Tahukah anda seseorang yang mengidap syndrome makan
malam merupakan seseorang yang memiliki kelainan pada jam makan
malam, seseorang tersebut cenderung menghindari makan malam
dikarenakan takut gemuk, namun apabila dia merasa dirinya lapar saat
malam hari seseorang tersebut pun akan menyantap makanan sampai
kenyang, dan hal ini lah yang malah membuatnya menjadi gemuk.
H. Eating syndrome at night
Eating syndrome at night berbeda dengan syndrome makan
malam, karena seseorang yang mengidap masalah gangguan makan ini
cenderung menghindari yang namanya makan di pagi hari dan juga di
siang hari, orang tersebut megharapkan tubuhnya agar tetap langsing
sehingga akan makan hanya di waktu malam saja, namun karena rasa lapar
yang sudah ditahannya sejak pagi akan mebuatnya kalap saat makan di
malam hari hal inilah yang malah membuatnya semakin gemuk.
I. Prader willi syndrome
Seseorang akan memiliki keinginan untuk terus makan tanpa
berhenti karena mereka selalu merasa lapar dan seakan – akan tidak akan
merasa kenyang meski sudah makan dengan porsi yang cukup banyak.
J. Fobia
jenis makanan Seseorang yang mengidap gangguan ini
cenderung fobia dan akan menghindari salah satu jenis makanan, misalnya
saja orang tersebut fobia dengan memakan nasi sehingga akan
menghindari segala jenis makanan dalam bentuk nasi.
3. Metode pengukuran gangguan makan (eating disorder)
Pengukuran gangguan makan dilakukan dengan cara menggunakan
kuisoner sebanyak 10 pernyataan dengan menggunakan salah satu ciri – ciri dari
gangguan makan yang disebutkan.(Salindri, 2018)
4. Faktor – faktor gangguan makan (eating disorder)
Faktor – Faktor yang mempengaruhi gangguan makan adalah sebagai
berikut:

12
a. Jenis kelamin
Gangguan makan tidak hanya terjadi pada perempuan karena
laki – laki juga mengalami gangguan makan. hal tersebut
dikarenakan adanya ketidakpuasan terhadap tubuh yang umumnya
banyak dialami oleh perempuan daripada laki – laki. Bagi
perempuan tubuh yang kurus, kecil dan langsing merupakan bentuk
tubuh sempurna sedangkan pada laki – laki akan lebih puas ketika
tubuhnya menjadi lebih besar, lebih tinggi, dan lebih berotot
(Andea, 2010).
b. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk
tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
c. Rasa percaya diri
Rasa percaya diri erat kaitannya dengan citra tubuh. Citra
tubuh merupakan persepsi seseorang tentang penampilan fisiknya.
Sedangkan rasa percaya diri adalah persepsi seseorang tentang
dirinya sebagai satu kesatuan yang utuh, perasaan seseorang
tentang nilai dirinya sebagai seorang manusia. Rasa percaya diri
yang rendah berkontribusi pada terjadinya penyimpangan pada
citra tubuh dan citra tubuh yang keliru tidak dapat sepenuhnya
dikoreksi sebelum masalah rasa percaya diri dibereskan. Rasa
percaya diri yang rendah dapat menyebabkan permasalahan dalam
persahabatan, stress, kecemasan, depresi dan dapat berpengaruh
pada perilaku makan seseorang. Rasa percaya diri yang rendah juga
merupakan salah satu karakteristik primer dari remaja wanita yang
mengalami gangguan makan. Mereka merasa jika mereka tidak
dapat mencapai apa yang diinginkan oleh lingkungan sekitarnya

13
kemudian mereka menjadi ekstrim untuk berusaha menyesuaikan
dengan tuntutan lingkungan sekitar (Erdiantono, 2009).
d. Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan sebuah persepsi seseorang mengenai
tampilan fisik tubuhnya seperti ukuran tubuh, bentuk, dan beratnya.
Selama masa remaja citra tubuh dan rasa percaya diri sangatlah
berkaitan oleh karena itu kepedulian terhadap citra tubuh jangan
dilihat sebagai sesuatu yang wajar dan normatif bagi para remaja.
Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh kemungkinan menjadi faktor
penyebab menjalani perilaku diet, kelainan perilaku makan, dan
penyimpangan perilaku makan (Erdiantono, 2009).
e. Pengaruh teman sebaya
Penerimaan oleh teman memiliki suatu peran yang penting
khususnya pada waktu remaja dan dewasa muda. Untuk
menghindari penolakan atau ketidaknyamanan penerimaan sosial,
remaja dan dewasa muda seringkali mengikuti nilai – nilai penting
penerimaan dan tren di golongan tersebut. Akibatnya, mereka
mulai berpikir agar dirinya dapat diterima di kalangan teman –
temannya tersebut maka dia harus memiliki tubuh yang kurus akan
memudahkan mereka mencari teman dan pasangannya (Hapsari,
2009).
f. Pengaruh keluarga
Dinamika keluarga dan pendekatan orang tua kepada anak
telah diajukan sebagai salah satu penyebab gangguan makan.
Penelitian mengindikasikan remaja yang mempersepsikan bahwa
kepedulian dan ekspektasi orang tua yang rendah terhadapnya
memiliki risiko untuk mengalami gangguan makan. Pengaruh ibu
juga diargumentasikan sebagai faktor yang berkontribusi secara
negatif. Seorang ibu yang menyampaikan perhatiannya tentang
berat badan dan bentuk tubuh dengan bertindak sebagai role model,
dengan langsung mengkritik atau dengan interaksi makan yang
tidak sesuai menambah kemungkinan timbulnya kejadian gangguan
makan.(Salindri, 2018)

14
g. Pengaruh media massa
Media massa memborbardir kita dengan gambar model
yang ideal dan ide bahwa orang yang berpenampilan baik memiliki
hidup yang lebih baik dan banyak keuntungan. Hal tersebut
sangatlah tidak representatif terhadap kenyataan yang ada.
Keterpaparan terhadap kesan yang ideal secara terus menerus dapat
menimbulkan rasa ketidakpuasan pada bentuk tubuh sendiri yang
pada akhirnya dapat menyebabkan gejala gangguan makan
(Erdiantono, 2009).

2.3 Persepsi Tubuh Remaja


1. Pengertian
Persepsi tubuh adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya
sendiri, dan gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya,
perasaan tentang bentuk tubuhnya, serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh
yang diinginkannya. Konstruk dari persepsi tubuh setidaknya terdiri dari dua
komponen, yaitu persepsi terhadap perkiraan ukuran tubuh dan sikap yang terkait
dengan tubuh dan mempengaruhi kognisi.
Remaja tergolong dalam vunerable group (rentan) karena merasa tidak puas
dengan penampilan dirinya. Hal ini akan menyebabkan konsep persepsi tubuh yang
buruk (persepsi negatif) dan dapat menimbulkan dorongan untuk menjadi kurus.
Tekanan untuk menjadi lebih kurus lagi dalam pikiran akan menyebabkan adanya
ketidakpuasan terhadap tubuh (body dissatisfaction) dan akan mempengaruhi tingkat
kepercayaan diri seseorang. Dampak negatif selanjutnya adalah meningkatnya kasus
gangguan makan (eating disorders) yang termasuk pengendalian makan (dietary
restraint), binge-eating, dan efek negatif lainnya.
2. Metode Pengukuran Persepsi Tubuh
Pengukuran citra tubuh dapat dilakukan dengan cara menggunakan kuisoner
sebanyak 6 pernyataan. Metode pengukuran dari citra tubuh dapat diklasifikasikan
lagi menjadi 6 sub aspek citra tubuh, diantaranya sebagai berikut :(J.P.Chaplin, 2002)

a. Evaluasi penampilan fisik (EPF) / Appearance evaluation

15
Yaitu perasaan daya tarik fisik seseorang mengenai menarik atau
tidaknya penampilan orang tersebut, serta memuaskan atau tidak memuaskan.
Penilaian dengan hasil tinggi sebagian besar positif dan merasa puas terhadap
penampilan mereka. Sedangkan penilaian hasil rendah memiliki
ketidakbahagiaan dengan penampilan mereka. Penilaian yang dilakukan berguna
untuk mengetahui bagaimana dirinya, mengenai kesesuaian diri terhadap apa
yang sedang dialami individu baik secara pribadi maupun ketika individu
tersebut berada pada lingkungan masyarakat. Penilaian terhadap penampilan
diperlukan kaitannya dengan bagaimana citra tubuh individu dapat terasa baik
untuk dirinya dan terlihat baik dimata orang lain yang melihatnya. Semakin baik
penampilan individu, akan memberikan persepsi yang baik pula terhadap dirinya
sendiri, sebaliknya semakin buruk penampilan individu maka akan
menimbulkan persepsi yang buruk pula. Hal tersebut sangat berpengaruh dengan
kesesuaian dirinya dalam membuat diri merasa nyaman.
b. Orientasi penampilan fisik (OPF) / Appearance orientation
Digunakan untuk mengukur tingkat perhatian individu terhadap
penampilannya.Hasil penilaian tinggi berada pada peran yang lebih penting
bagaimana mereka terlihat, memperhatikan penampilan mereka dan terlibat
dalam perilaku perawatan ekstensif. Hasil penilaian rendah tampak tidak sangat
penting dan mereka tidak menghabiskan banyak usaha untuk menjadi terlihat
baik. Orientasi penampilan perlu dilakukan dalam kaitannya dengan
memperbaiki citra tubuh individu, karena orientasi yang tinggi merupakan usaha
untuk mencapai tubuh yang baik, yang dapat membuat individu mampu
menyesuaikan dengan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Dalam
mengorientasi penampilan, individu melakukan diskusi dan meminta nasihat
kepada orang yang lebih berpengalaman darinya. Nasihat yangdidapatkan akan
menjadi bahan pertimbangan yang disesuaikan dengan lingkungan tempat
bergaul individu tersebut.
c. Kepuasan area tubuh (KAT) / Body-areas satisfaction scale
Digunakan Digunakan untuk mengukur kepuasan individu terhadap
aspek-aspek tertentu dari penampilannya.Hasil penilaian tinggi pada umumnya
merasa puas dengan sebagian besar tubuh mereka. Hasil penilaian rendah berarti
memiliki ketidakpuasan dengan ukuran atau penampilan diri mereka sendiri.

16
seseorang telah mencapai satu tujuan atau sasaran (Chaplin, 2002). Kepuasan
yang dirasakan dapat memberikan dampak tingkat kepercayaan diri yang baik
untuk individu dalam mengeksplorasikan dirinya kehadapan lingkungan
masyarakat. Selain itu kepuasaan dengan hasil penilaian tinggi jelas
mempengaruhi citra tubuh individu untuk menjadi baik pula. Kepuasan terhadap
bagian tubuh didapatkan dari bagaimana individu memberikan orientasi terhadap
penampilan dirinya, sehingga dapat menghasilkan penilaian yang tinggi pula.
Dengan kepuasan yang didapat individu akan sering membanggakan dirinya di
hadapan lingkungan sekitarnya. Kebanggaan yang dimiliki berasal dari hasil
penilaian yang tinggi dari orientasi yang telah dilakukan.
d. Kecemasan terhadap kegemukan (KTK) / Overweight precupation
Digunakan untuk menggambarkan kecemasan individu menjadi
gemuk, kewaspadaan terhadap berat badan, kecenderungan untuk melakukan diet
penurunan berat badan dan membentuk pola makan yang dibatasi.Individu
memiliki kecemasan terhadap bentuk tubuhnya yang bisa menjadi gemuk.
Kewaspadaan ini memberikan dampak peningkatan perhatian terhadap
penampilan diri pada individu. Pada usia remaja, sudah sewajarnya ketika
individu merasa ingin memiliki tubuh yang ideal. Sehingga mereka akan lebih
mengatur hidupnya dengan menjaga pola makan agar tidak menjadi gemuk.
Mereka berfikir bahwa tubuh yang gemuk adalah hal memalukan yang tidak
dapat dengan mudah mengikuti perkembangan mode yang ada, dimana
perkembangan mode tersebut yang membuat individu dapat melakukan interaksi
bersama lingkungan sekitarnya dengan baik.
e.Pengkategorian ukuran tubuh (PUT) / Self-classified weight
Digunakan untuk menggambarkan bagaimana individu
mempersepsikan dan melihat berat badannya sendiri, mulai dari kekurangan berat
badan sampai kelebihan berat badan. Penilaian ini terjadi pada individu itu
sendiri terhadapbagaimana keadaan dirinya sendiri dan juga bagaimana keadaan
dirinya dimata orang lain.
f. Membandingkan diri sendiri dengan orang lain / Compare yourself with others
Digunakan untuk menilai apakah porsi tubuh dirinya sendiri sudah
lebih baik dan menarik dari orang lain. Penilaian ini terjadi pada individu itu
sendiri terhadap bagaimana keadaan dirinya sendiri dan juga bagaimana keadaan

17
dirinya dimata orang lain. Pandangan individu terhadap proporsi tubuhnya sangat
berpengaruh terhadap penampilan di hadapan masyarakat. Mengenai tubuh ideal
yang diharapkan guna memberikan kenyamanan dalam hidup bersosial dengan
masyarakat. Individu tidak ingin memliki tubuh yang terlalu kurus, sehingga
membuat mereka memiliki keinginan untuk lebih menggemukkan tubuh mereka.
Sedangkan ketika mereka sudah merasa proporsi tubuhnya bertambah,
kebanyakan malah merasa kebingungan untuk melakukan diet guna mengurangi
proporsi tubuh mereka. Begitu pula sebaiknya dari hal tersebut. Individu
mengenai bentuk tubuhnya jauh dari kata kepuasan untuk mencapai kata ideal.
Mereka akan sering melakukan perbandingan ukuran tubuh antara dirinya sendiri
dengan figur lain yang dirasa tampak menarik menurun.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Permasalahan Gizi pada Remaja dengan Gangguan Makan


(Krisnani et al., 2018)menyatakan bahwa Masa remaja merupakan masa
perubahan dramatis dalam diri seseorang. Salah satu perubahan yang terjadi adalah
18
perubahan komposisi tubuh, terutama akumulasi lemak tubuh pada remaja puteri.
Dengan adanya akumulasi lemak tubuh tersebut, ada anggapan bahwa mereka tidak
memiliki tubuh semenarik yang diinginkan. Hal ini akan mendorong remaja puteri
mencari jalan keluar agar memiliki tampilan fisik yang ideal, salah satunya adalah
dengan melakukan perubahan kebiasaan makan yang umumnya menyimpang.
Kebiasaan makan yang tidak benar itu dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
makan atau eating disorder yang dapat berdampak buruk bagi remaja. Eating
disorders (ED) merupakan gangguan mental yang meskipun berhubungan dengan
pola makan dan berat badan, gangguan tersebut bukanlah mengenai makanan, tetapi
mengenai perasaan dan ekspresi diri. Pada umumnya, penderita ED adalah mereka
yang memiliki kepercayaan diri rendah. Remaja dengan gangguan makan memiliki
masalah dengan body image-nya. Artinya mereka sudah mempunyai suatu mind set
(pemikiran yang sudah terpatri di otak) bahwa tubuh mereka tidak ideal. Mereka
merasa tubuhnya gemuk, banyak lemak disana-sini, dan tidak sedap dipandang.
Menurut pandangan Erikson, seorang remaja berada pada tahap masa krisis
identitas (crisis of identity), hal ini mendorong remaja untuk mencari jati diri
(identitas diri), caranya dengan mewujudkan keinginannya agar menjadi seseorang
individu yang “sempurna”, secara intelektual, kepribadian, maupun dalam penampilan
fisiknya. Untuk dapat tampil menawan dan menarik hati bagi lawan jenis, maka salah
satu upayanya adalah berusaha memiliki bentuk tubuh yang ideal, misalnya dengan
mengatur pola makan. Namun, seringkali banyak remaja yang dihantui oleh
kekhawatiran maupun kecemasan bahwa ia akan mengalami kegagalan dari usaha
tersebut. Dikarenakan mereka ingin menghindari agar dirinya tidak sampai
mengalami kegemukan. Rasa khawatir yang berlebihan ini, menyebabkan individu
melakukan diet atau pantangan terhadap pola kebiasaan makan secara ketat. Apabila
mereka merasa lapar, dirinya tidak segera makan, Bila ia merasa berhasil bertahan
untuk tidak makan, maka ia kana merasa bangga atau senang bahkan puas. Demikian
hal ini dilakukan secara berulang-ulang. Akan tetapi, karena ketidak tahuan dirinya
tentang pola makan yang baik, sehingga sampai mengganggu pola pengaturan
makannya, akibatnya remaja justru mengalami gangguan makan (eating disorder),
misalnya anorexia dan bulimia nervosa (Berk, 1993; Papilia dkk., 1998, Santrock,
1999, Rice, 1993, Turner dan Helms, 1995).

19
Anoreksia dan Bullimia nervosa adalah suatu bentuk ketakutan yang kuat
mengalami kenaikan berat badan atau menolak untuk mempertahankan berat badan
pada atau diatas berat badan normal minimal menurut usia dan tinggi badan, dan
mengalami gangguan dalam cara memandang berat atau bentuk badannya sendiri.
Sehingga menimbulkan bermacam komplikasi yang serius bahkan dapat
menyebabkan kematian. Oleh karena itu penderita anoreksia dan bullimia nervosa
membutuhkan pengobatan medis dan psikis yang menyeluruh, yaitu perawatan di
rumah sakit jika diperlukan, terapi individual serta keluarga.

3.2 Hubungan Masalah Gizi pada remaja dengan Gangguan Makan dan Persepsi
Tubuh Remaja
(Kurniawan et al., 2015b)Menyatakan bahwa tidak bisa diragukan lagi pada
usia remaja banyak dari mereka yang memiliki masalah dalam menghargai tubuh.
Beberapa penelitian tampaknya menunjukkan bahwa perilaku yang salah ini beberapa
disebabkan oleh persepsi negatif akibat dari ketidakpuasan terhadap tubuh dan tingkat
kepercayaan diri seseorang. Dengan demikian usia remaja sering mispersepsi terhadap
tubuhnya yang dapat mengakibatkan perilaku diet yang salah. Hal itu berhubungan
dengan perkembangan masalah persepsi tubuh buruk dan gangguan makan.
Seperti yang digambarkan dalam meta-analisis bahwa adanya paparan tentang
gambaran tubuh yang kurus dan ideal (thin-ideal images) akan meningkatkan
ketidakpuasan terhadap tubuh. Gangguan makan merupakan masalah utama remaja
yang ditandai dengan perubahan perilaku makan menjadi kurang baik, persepsi
negatif tentang bentuk tubuh (body image), dan pengaturan berat badan yang kurang
tepat. Banyak studi menyatakan bahwa remaja menentukan bentuk tubuh (body
shape) berdasarkan karakteristik masyarakat modern (kehidupan masa kini), yang
menyebabkan kekhawatiran berlebih tentang tubuh dan meningkatkan berbagai risiko
perilaku seperti eating disorders. Peningkatan insiden tingkat gangguan makan selama
abad ke-20 masih tetap menjadi perdebatan. Terdapat bukti terbaru dari Belanda
tentang peningkatan insiden anoreksia nervosa pada perempuan muda, yang
menunjukan bahwa secara keseluruhan insiden anoreksia nervosa telah sedikit
meningkat pada abad lalu. Terdapat beberapa bukti yang menunjukan bahwa insiden
bulimia nervosa telah meningkat sejak tahun 1988. Awal gangguan makan biasanya
terjadi pada masa remaja dan dewasa muda dengan laju peningkatan terjadi dari usia

20
10 tahun. Jumlah remaja yang mengalami eating disorders atau ketidaknormalan
perilaku makan juga meningkat di negara-negara berkembang, (Andea, 2010)
Berdasarkan pemaparan tersebut menunjukkan bahwa perhatian terhadap persepsi
tubuh sangat kuat terjadi pada masa remaja. Para remaja melakukan berbagai usaha
agar mendapatkan tubuh yang ideal sehingga terlihat menarik. Salah satu usaha
tersebut adalah dengan melakukan diet. Pembatasan konsumsi jenis makanan tertentu
atau mempunyai kebiasaan diet tidak terkontrol dengan tujuan untuk mendapatkan
tubuh yang ideal. Diet yang berlebihan dengan membatasi konsumsi makanannya
akan menyebabkan adanya gangguan makan.

3.3 Upaya Memperjuangkan Kesehatan Remaja dengan Masalah Gizi karena


Gangguan makan
(Krisnani et al., 2018) Upaya untuk mencegah dan mengatasi gangguan makan yang
terjadi khususnya pada remaja, antara lain:
1) Tingkatkan rasa percaya diri.
Seseorang yang memiliki percaya diri tinggi akan menerima apa yang ada dalam
diri mereka baik dari segi penampilan maupun postur tubuh.
2) Bersikap realistis.
Jangan mudah percaya pada apa yang digambarkan media tentang bentuk dan berat
badan ideal karena dapat menurunkan rasa percaya diri.
3) Tingkatkan dinamika lingkungan.
Usahakan tetap terjalin komunikasi yang baik diantara keluarga dan teman. Apabila
terjadi masalah segera ceritakan kepada orang terdekat.
4) Rajin berkonsultasi pada dokter dan ahli gizi.

(Kurniawan et al., 2015b) Orang tua dan teman sebaya diharapkan dapat
memberikan pengaruh positif kepada remaja terkait masalah psikologis yang dialami
serta perilaku diet dan pengetahuan gizi sangat diperlukan bagi remaja dalam upaya
pencapaian tubuh ideal. Dengan demikian, pada remaja yang memiliki persepsi
negatif dapat menentukan upaya pencapaian tubuh ideal yang sehat dan benar.

21
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA

Darmasetya, D. O. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya KEK Pada Remaja


di Kulon Progo. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Kementerian Kesehatan R.I. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Diakses
dari : http://depkes.go.id/

23
Kementerian PPN/Bappenas. (2019). Kajian Sektor Kesehatan Pembangunan Gizi di
Indonesia. In Kementerian PPN/Bappenas.
Krisnani, H., Santoso, M. B., & Putri, D. (2018). Gangguan Makan Anorexia Nervosa Dan
Bulimia Nervosa Pada Remaja. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada
Masyarakat, 4(3), 399. https://doi.org/10.24198/jppm.v4i3.18618
Kurniawan, M. Y., Briawan, D., & Caraka, R. E. (2015a). Jurnal Gizi Klinik Indonesia
Persepsi tubuh dan gangguan makan pada remaja. 11(03), 105–114.
Kurniawan, M. Y., Briawan, D., & Caraka, R. E. (2015b). Persepsi tubuh dan gangguan
makan pada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 11(3), 105.
https://doi.org/10.22146/ijcn.19287
Salindri, A. (2018). BAB II Tinjauan Pustaka Anemia. Universitas Pasundan, 11–29.
http://repository.unpas.ac.id/37105/1/BAB II.pdf
Susilowati dan Kuspriyanto. 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.
Yudita, N. A., Yanis, A., & Iryani, D. (2017). Hubungan antara Stres dengan Pola Siklus
Menstruasi Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan
Andalas, 6(2), 299. https://doi.org/10.25077/jka.v6i2.695

24

Anda mungkin juga menyukai