Disusun Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt., yang masih memberikan kesempatan dan kesehatan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Makalah ini ditulis dalam
rangka memenuhi tugas pada Mata Kuliah Askeb Remaja dan Pranikah. Dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak atas bimbingan, petunjuk dan saran
yang telah diberikan. Ucapan terima kasih penulis disampaikan kepada:
1. Ibu Titi Legiati, PS., SST., M.Kes., selaku dosen pengampu, serta Riana Pascawati, SST.,
M.Keb., Ibu Dewi Purwaningsih, S.Si.T., M.Kes., Ibu Neneng Widaningsih, SST., M.Keb.,
serta Ibu Santi Sofiyanti, S.Keb., Bd., M.Kes-AIFO selaku dosen Mata Kuliah Askeb Remaja
dan Pranikah.
2. Orang tua yang telah memberikan doa dan dukungannya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini tanpa hambatan apapun.
3. Teman-teman yang sudah memberikan bantuan dan informasinya dalam penyelesaian
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis selaku
penyusun dan bagi para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan peralihan dari anak-anak menuju kedewasaan dengan rentang usia
antara 13 tahun sampai 20 tahun. Masa transisi perkembangan menuju dunia dewasa dengan
melibatkan perubahan-perubahan biologis seperti perkembangan fisik, kognitif seperti perkembangan
pola pikir, dan sosial emosional seperti perkembangan psikososial. Perubahan dari masa anak-anak
kemasa remaja melewati proses dari ketergantungan dengan orang tua menuju keadaan lebih
mandiri. Penyesuaian diri bagi remaja dibutuhkan untuk menghadapi perubahan dan mencoba untuk
memperoleh identitas diri yang matang. Masa remaja memiliki perubahan yang sangat cepat yaitu
perubahan fisik, kognitif dan psikososial. Fokus utama perubahan fisik yang terjadi pada remaja
seperti peningkatan pertumbuhan tulang rangka, otot dan organ dalam.Untuk perubahan spesifik
setiap jenis kelamin berbeda-beda seperti perubahan lebar bahu, pinggul, perubahan distribusi otot,
lemak, perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder. Masa remaja sangat
membutuhkan zat gizi lebih tinggi karena pertumbuhan fisik dan perkembangan yang terjadi saat
peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja
mempengaruhi asupan maupun kebutuhan gizi. Pemenuhan nutrisi pada remaja harus sangat
diperhatikan, banyak remaja membutuhkan gizi khusus seperti remaja yang aktif dalam berolahraga,
serta untuk melakukan aktifitas fisik lainnya. (Hafiza et al., 2021)
Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi untuk anak
dan penggunaan zat-zat gizi yang diindikasikan dengan berat badan dan tinggi badan anak.
Kebutuhan gizi untuk remaja sangat besar dikarenakan masih mengalami pertumbuhan. Remaja
membutuhkan energi/kalori, protein, kalsium, zat besi, zinc dan vitamin untuk memenuhi aktivitas fisik
seperti kegiatan-kegiatan di sekolah dan kegiatan sehari hari. Setiap remaja menginginkan kondisi
tubuh yang sehat agar bisa memenuhi aktivitas fisik. Konsumsi energi berasal dari makanan, energi
yang didapatkan akan menutupi asupan energi yang sudah dikeluarkan oleh tubuh seseorang.
Banyak remaja tidak mementingkan antara asupan energi yang dikeluarkan dengan asupan energi
yang masuk, hal ini akan mengakibatkan permasalahan gizi seperti pertambahan berat badan atau
sebaliknya jika energi terlalu banyak keluar akan mengakibatkan kekurangan gizi. Masalah gizi
remaja banyak terjadi karena perilaku gizi yang salah seperti ketidak seimbangan antara gizi dengan
kecukupan gizi yang dianjurkan. Kekurangan energi dan protein berdampak terhadap tubuh yang
mengakibatkan obesitas, kurang energi kronik (gizi buruk), anemia, dan bulimia. (Hafiza et al., 2021)
Masalah gizi pada remaja muncul dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu
ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Gizi kurang terjadi
karena jumlah konsumsi energi dan zat-zat gizi lain tidak memenuhi kebutuhan tubuh. Kejadian gizi
lebih remaja disebabkan kebiasaan makan yang kurang baik sehingga jumlah masukan energi
(energy intake) berlebih. Pola makan remaja akan menentukan jumlah zat-zat gizi yang diperoleh
1
untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu remaja umumnya melakukan aktivitas fisik
lebih tinggi dibanding usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Masalah gizi pada
remaja perlu mendapatkan perhatian khusus karena pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa. (Widawati, 2018)
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut:
2. Manfaat bagi pembaca, pengkajian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian atau
referensi tambahan khususnya di bidang ilmu kesehatan.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
2) Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak licin
dan mengkilap yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah
3) Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4) Disfagia yang disebabkan oleh kerusakan epitel hipofaring.
● Dampak Anemia Terhadap Remaja
Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi remaja Indonesia adalah
masalah gizi mikronutrien di mana Kementerian Kesehatan RI merilis data sekitar 12
persen remaja laki-laki dan 23 persen remaja perempuan mengalami anemia.
Ditambahkan bila sebagian besar dari permasalahan itu diakibatkan kekurangan zat
besi (anemia defisiensi besi). Anemia di kalangan remaja perempuan ternyata lebih
tinggi dibanding remaja laki-laki.
Menurut Silalahi, V., Aritonang, E., & Ashar, T. (2016) Patut diketahui bahwa anemia
pada remaja berdampak buruk terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi
belajar, kebugaran remaja dan produktivitas. Disamping itu juga dapat menurunkan
daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi. Anemia dapat mempengaruhi
tingkat kesegaran jasmani seseorang. Selain itu, secara khusus anemia yang dialami
remaja putri akan berdampak lebih serius, mengingat mereka adalah para calon ibu
yang akan hamil dan melahirkan seorang bayi. Remaja putri tersebut tidak mampu
memenuhi zat–zat gizi pada dirinya dan janinnya sehingga dapat meningkatkan
terjadinya risiko kematian maternal, prematuritas, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah),
dan kematian perinatal.
● Upaya/Penatalaksanaan Anemia Terhadap Remaja
Masalah kesehatan atau penyakit pada remaja termasuk anemia seringkali
membuat orangtua khawatir. Apalagi, saat mengalami anemia, anak terlihat lebih
mudah lelah dan lesu. Menurut Amalia, A., & Tjiptaningrum, A. (2016) Terdapat
beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengatasi terjadinya
anemia pada remaja, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi.
Zat besi merupakan komponen utama dalam pembentukan sel darah merah.
Dengan mengonsumsi makanan yang kaya akan zat besi, dengan sendirinya
kondisi anemia bisa dihindari. Bahan makanan yang kaya akan zat besi
antara lain adalah daging, ikan, ayam, hati, telur, kacang-kacangan, serta
sayuran yang berwarna hijau tua. Buah bit juga merupakan salah satu bahan
makanan yang sangat direkomendasikan bagi penderita anemia.
2. Mengonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C.
Tidak hanya makanan yang kaya akan zat besi, namun makanan yang
mengandung vitamin C juga wajib dikonsumsi, karena vitamin C dapat
membantu tubuh untuk bisa menyerap zat besi dengan lebih baik. Contoh
4
makanan yang merupakan sumber vitamin C antara lain, cabai, tomat, buah
berry, kiwi, dan jeruk.
3. Mengonsumsi suplemen penambah zat besi.
Anemia banyak diderita oleh remaja putri karena siklus haid atau menstruasi
yang dialami setiap bulannya. Pada saat haid, tubuh mengeluarkan darah
dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga tubuh harus segera kembali
memproduksi sel darah merah yang cukup.
Meminum suplemen tambah darah atau penambah zat besi seperti Ferospat
dari Pyfa Health adalah salah satu cara yang direkomendasikan untuk
memenuhi kebutuhan zat besi harian, khususnya bagi remaja putri yang
sedang mengalami menstruasi.
4. Berobat ke dokter
Apabila merasakan tanda dan gejala anemia yang tidak kunjung mereda
padahal sudah makan seimbang dan kaya akan vitamin C dan juga zat besi,
serta sudah mengkonsumsi suplemen penambah darah, ada baiknya
penderita anemia, termasuk remaja, untuk segera mengkonsultasikan
kepada dokter untuk diberikan penanganan yang lebih profesional.
5. Terapi Kondisi Penyerta
Terapi anemia harus meliputi penanganan kondisi yang menyebabkan.
Penyakit yang sering kali menyertai anemia adalah :
● Gangguan Haid
● Perdarahan gastrointestinal
● Perdarahan saluran kemih
● Infeksi cacing
● Gangguan ginjal
Pengobatan dilakukan sesuai dengan masing-masing kondisi tersebut.
B. Obesitas
● Definisi Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara energi yang
masuk dengan energi yang keluar dalam jangka waktu yang lama. Banyaknya
konsumsi energi dari makanan yang dicerna melebihi energi yang digunakan untuk
metabolisme dan aktivitas sehari hari. Kelebihan energi ini akan disimpan dalam
bentuk lemak dan jaringan lemak sehingga dapat berakibat pertambahan berat
badan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan
lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena
kurangnya aktivitas fisik dan sedentary lifestyle. (Riswanti, 2016)
Obesitas (kegemukan) dan overweight merupakan dua hal yang berbeda,
namun demikian keduanya sama-sama menunjukan adanya penumpukan lemak
yang berlebihan dalam tubuh, yang ditandai dengan peningkatan nilai Indek Massa
5
Tubuh (IMT) diatas normal (Misnadiarly, 2007). Obesitas pada anak sama dengan
obesitas pada dewasa yang didefinisikan dengan Indeks Massa Tubuhnya (IMT).
Obesitas pada anak ditandai dengan nilai BMI (Body Mass Indeks) di antara persentil
ke 95 pada kurva pertumbuhan, sesuai umur dan jenis kelaminnya. Menurut
(Mauliza, 2018) berdasarkan antopometris, umumnya obesitas pada anak ditentukan
berdasarkan tiga metode pengukuran sebagai berikut:
1. Mengukur berat badan dan hasilnya dibandingkan dengan berat badan ideal
sesuai tinggi badan (BB/TB). Obesitas pada anak didefinisikan sebagai berat
badan menurut tinggi badan di atas persentil ke-90 atau 120% dibandingkan
berat badan ideal.
2. The World Health Organization (WHO), The National Institutes of Health
(NIH) dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in
Adolescent Preventive Services telah merekomendasikan Indeks Massa
Tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di
atas usia 2 tahun. Nilai batas IMT untuk kelebihan berat badan pada anak
dan remaja adalah persentil ke-85 dan ke-95. Klasifikasi IMT terhadap umur
yaitu lebih besar atau sama dengan persentil ke-85 adalah overweight dan
lebih besar atau sama dengan persentil ke-95 adalah obesitas. Jurnal
Averrous Vol.4 No.2 2018.
3. Pengukuran langsung lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit
(TLK). Terdapat empat macam cara pengukuran TLK yang ideal untuk
mendapatkan proporsi lemak tubuh, yaitu TLK biseps, triseps, subskapular
dan suprailiaka. Indikator obesitas bila TLK triseps di atas persentil ke-85.
● Penyebab Obesitas Pada Remaja
Faktor resiko utama yang menyebabkan obesitas adalah faktor perilaku yaitu
pola makan yang tidak sehat ditambah dengan konsumsi serat (buah dan sayur)
tidak mencukupi, fisik yang tidak aktif, dan merokok. Data Riskesdas tahun 2007
tentang merokok dimulai sejak anak usia 10 tahun. Jika seseorang berhenti merokok
maka berat badan dapat meningkat karena makan terasa lebih enak. Namun tetap
diupayakan untuk mencegah obesitas pada perokok yang berhenti merokok. Aktivitas
fisik didefinisikan sebagai pergerakan tubuh khususnya otot yang membutuhkan
energi dan olahraga adalah salah satu bentuk aktivitas fisik. Rekomendasi dari
Phsycal Activity and Health menyatakan bahwa ‘aktivitas fisik sedang’ sebaiknya
6
dilakukan sekitar 30 menit atau lebih dalam seminggu. Aktivitas fisik sedang antara
lain berjalan, jogging, berenang, dan bersepeda. Penelitian Ayu (2011) menunjukkan
responden yang tidak rutin berolahraga memiliki resiko obesitas sebesar 1,35 kali
dibandingkan dengan responden yang rutin berolahraga. (Dewi, 2015)
Faktor penyebab obesitas pada anak lainnya yaitu asupan makanan berlebih
yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman soft drink dan
makanan jajanan seperti cepat saji (burger, pizza, hotdog) serta makanan siap saji
lainnya yang tersedia di gerai makanan. Sayur dan buah merupakan sumber serat
yang penting bagi anak dalam masa pertumbuhan, khususnya berhubungan dengan
obesitas. Anak overweight dan obesitas membutuhkan makanan tinggi serat seperti
sayur dan buah. Berdasarkan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang), konsumsi
sayur dan buah pada penduduk Indonesia masih rendah daripada jumlah yang
dianjurkan. Remaja membutuhkan sejumlah kalori untuk memenuhi kebutuhan energi
sehari-hari baik untuk keperluan aktivitas maupun pertumbuhan. Peningkatan
kebutuhan energi sejalan dengan bertambahnya usia. Dalam memenuhi
kebutuhannya, usia remaja dianjurkan untuk mengkonsumsi variasi makanan sehat
antara lain sumber protein, produk susu rendah lemak, sereralia, buah, dan sayuran.
(Dewi, 2015)
7
Secara klinis obesitas dengan mudah dapat dikenali karena mempunyai
tanda dan gejala yang khas seperti wajah yang membulat, pipi yang tembem, dagu
rangkap, leher relatif pendek, dada yang membusung dengan payudara yang
membesar mengandung jaringan lemak, perut membuncit disertai dinding perut yang
berlipat-lipat. Pada anak lelaki dijumpai penis tampak kecil karena tersembunyi dalam
jaringan suprapubik (burried penis). Beberapa tanda dan gejala obesitas pada remaja
menurut (Mauliza, 2018), yaitu :
Dimulai dari kepala sudah bisa melihat adanya gejala obesitas pada
anak berupa wajah bulat, pipi tembem, serta dagu berlipat dua karena
adanya timbunan lemak.
Ini merupakan tanda yang paling terlihat saat berat badan anak
berlebih yang menandakan perut berisi banyak lemak tak sehat.
Menurut CDC (Centers for Disease Control) 2002, anak dengan usia
2-18 tahun yang dianggap obesitas adalah yang memiliki indeks massa
tubuh lebih dari P95.
Obesitas memiliki beberapa dampak pada sistem tubuh kita yang harus
dievaluasi sejak dini. Dampak obesitas pada anak dan remaja meliputi faktor risiko
terhadap sistem kardiovaskular, sistem metabolik, pada saluran pernafasan,
8
gangguan pada kulit dan ortopedi, gangguan fungsi hati, serta masalah
psikis.(Mauliza, 2018)
2. Saluran pernapasan
9
merasa gerah atau panas membuat kulit sangat lembab dan adanya ruam
panas sehingga menimbulkan miliaria dan juga jamur-jamur yang ada pada
lipatan kulit. Kelainan tambahan lain seperti adanya jerawat juga dapat
muncul dan dapat memperburuk persepsi dan kepercayaan diri pada anak
dan remaja. Pergerakan pada anak dan remaja yang obesitas tampak lambat
dan adanya tekanan pada sendi tulang. (Mauliza, 2018)
4. Masalah psikis
Masalah psikis yang terjadi pada anak dan remaja yang obesitas
berdampak pada penampilan dan rasa kurang percaya diri. Pada sebagian
besar anak dan remaja yang obesitas sering didapatkan kurangnya
bersosialisasi dan bermain dengan anak lain seusianya, sering menyendiri
dan memisahkan diri dari tempat bermain. Di lingkungan bermain sering tidak
diikutkan dan adanya hubungan sosial yang canggung. Semua hal ini terjadi
karena tumbuhnya rasa kurang percaya diri dalam diri anak dan remaja dan
adanya persepsi negatif pada diri anak ataupun rendah diri yang diakibatkan
karena bahan ejekan teman-teman di lingkungannya. (Mauliza, 2018)
Menurut (Kurdanti, 2015) penatalaksanaan pada gizi lebih dan obesitas pada
remaja yaitu :
10
c. Melakukan aktivitas fisik atau olahraga secara baik, benar, teratur,
terukur (BBTT).
11
kegiatan fisik remaja yang sangat meningkat. Namun, kebutuhan gizi yang tidak
terpenuhi dapat menyebabkan kurangnya energi yang dihasilkan tubuh sehingga
terjadi kekurangan zat gizi. (Ardi, 2021)
● Tanda dan Gejala Kekurangan Energi Kronik (KEK) Pada Remaja
Tanda dan gejala terjadinya kurang energi kronik adalah berat badan kurang
dari 40 kg atau tampak kurus dan kategori KEK bila LiLA kurang dari 23,5 cm atau
berada pada bagian merah pita LiLA saat dilakukan pengukuran. (Supariasa, 2016).
● Dampak Kekurangan Energi Kronik (KEK) Pada Remaja
Kekurangan Energi Kronik (KEK) memiliki dampak buruk bagi masa remaja
maupun fase kehidupan selanjutnya. Dampak buruk KEK pada masa remaja adalah
anemia, perkembangan organ yang kurang optimal, pertumbuhan fisik yang kurang,
dan mempengaruhi produktivitas kerjanya. Remaja yang mengalami KEK hingga fase
ibu hamil dapat berpengaruh buruk terhadap janin, seperti keguguran, bayi lahir mati,
kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, dan bayi berat lahir rendah,
sedangkan saat persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama,
persalinan sebelum waktunya, dan pendarahan. (Ardi, 2021).
● Upaya/Penatalaksanaan Kekurangan Energi Kronik (KEK) Pada Remaja
Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah melalui penggerakan dan
pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh ke dalam suatu program layanan
kesehatan masyarakat untuk mengatasi KEK. Seperti program KIE (Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi) mengenai KEK, bentuk KIE salah satunya adalah
penyuluhan atau konseling, yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga para remaja tidak hanya
sadar, tahu dan mengerti saja, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran
yang ada hubungannya dengan kesehatan khususnya untuk menanggulangi
terjadinya KEK. Untuk mempermudah penerimaan pesan yang disampaikan dalam
penyuluhan atau konseling dapat digunakan sarana guna menampilkan informasi.
Sarana tersebut biasa disebut dengan alat peraga atau media penyuluhan berupa
benda, pamphlet atau gambar yang diproyeksikan (slide film, film strip, movie film)
menyesuaikan dengan keadaan para remaja.
Selain itu para remaja melakukan perbaikan gizi secara mandiri. Asupan
nutrisi merupakan faktor utama penyebab KEK pada ibu hamil. Gizi pada remaja
dikatakan sempurna jika makanan yang dikonsumsinya mengandung zat gizi yang
seimbang, jumlahnya sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan. Makanan yang
baik dan seimbang akan menghindari masalah kesehatan pada remaja. (Muhamad &
Liputo, 2017).
12
Bulimia nervosa adalah gangguan pola makan yang ditandai dengan usaha
untuk memuntahkan kembali secara terus-menerus apa yang telah dimakan
sebelumnya. Bulimia nervosa yaitu sebuah kelainan cara makan yang terlihat dari
kebiasaan makan berlebihan yang terjadi secara terus menerus, sering terjadi pada
wanita. Kelainan tersebut biasanya merupakan suatu bentuk penyiksaan terhadap
diri sendiri. Yang paling sering dilakukan oleh lebih dari 75% orang dengan bulimia
nervosa adalah membuat dirinya muntah, kadang-kadang disebut pembersihan;
puasa, serta penggunaan laksatif, enema, diuretik, penggunaan obat pencahar
sehingga dapat merangsang seorang penderita bulimia untuk memuntahkan
makanan yang telah ia makan dan olahraga yang berlebihan juga merupakan ciri
umum (Santoso, M. B., & Putri, D., 2018).
Menurut (Santoso, M. B., & Putri, D., 2018), adapun faktor penyebab gangguan
makan anorexia nervosa dan bulimia nervosa sebagai berikut :
1) Faktor sosio-kultural
Tekanan yang berlebihan pada wanita muda untuk mencapai standar kurus
yang tidak realistis.
2) Faktor psikologis
a) Diet yang kaku atau sangat membatasi dapat mengakibatkan berkurangnya
kontrol yang diikuti dengan pelanggaran diet dan menghasilkan makan
berlebihan yang bersifat bulimik.
b) Ketidakpuasan pada tubuh memicu dilakukannya cara-cara yang tidak sehat
untuk mencapai berat badan yang diinginkan. Penderita bulimia nervosa
dianggap memiliki kekhawatiran berlebihan dengan penambahan berat
badan dan penampilan tubuh sehingga mudah menilai diri terutama
berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh, memiliki kepercayaan diri yang
rendah dan cenderung memfokuskan pada berat badan dan bentuk tubuh.
c) Merasa kurang memiliki kontrol atas berbagai aspek kehidupan selain diet.
d) Kesulitan berpisah dari keluarga dan membangun identitas individual.
e) Kebutuhan psikologis untuk kesempurnaan dan kecenderungan untuk berfikir
secara dikotomis/ hitam putih.
3) Faktor keluarga
13
b) Dari perspektif sistem keluarga, gangguan makan pada anak perempuan
dapat memberi keseimbangan pada keluarga yang disfungsional dengan
mengalihkan perhatian dari masalah keluarga ataupun masalah pernikahan.
4) Faktor biologis
Pada remaja, penerimaan sosial atau pengakuan dari orang tua dan teman
sebaya akan mempengaruhi persepsi tubuh seorang remaja sehingga peran orang
tua dan teman sebaya akan menimbulkan evaluasi terhadap penampilan, terutama
pada remaja. Remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki
lebih banyak persepsi tubuh yang negatif dibandingkan dengan remaja putra selama
masa pubertas. Sejalan dengan berlangsungnya perubahan pubertas, remaja putri
seringkali menjadi lebih tidak puas dengan keadaan tubuhnya, mungkin karena
lemak tubuhnya bertambah sedangkan remaja putra menjadi lebih puas dengan
memasuki masa pubertas kemungkinan karena masa otot mereka meningkat.
Penampilan fisik merupakan suatu kontributor yang sangat berpengaruh pada rasa
percaya diri remaja (Kurniawan, M. Y., & Briawan, D., 2014).
Remaja tergolong dalam vunerable group (rentan) karena merasa tidak puas
dengan penampilan dirinya. Hal ini akan menyebabkan konsep persepsi tubuh yang
buruk (persepsi negatif) dan dapat menimbulkan dorongan untuk menjadi kurus.
Tekanan untuk menjadi lebih kurus lagi dalam pikiran akan menyebabkan adanya
ketidakpuasan terhadap tubuh (body dissatisfaction) dan akan mempengaruhi tingkat
kepercayaan diri seseorang. Remaja merupakan fase penting dalam perkembangan
tubuh. Pada fase ini dapat terjadi perubahan yang cepat seperti pertumbuhan
kognitif, fisik, psikososial atau tingkah laku. Remaja memiliki kepedulian tinggi
terhadap penampilan dan tergolong ke dalam kelompok rentan karena biasanya
mereka tidak puas dengan penampilan dirinya. Hal ini disebabkan karena tahap
perkembangan psikologis yang mulai memperhatikan penampilan, bergantung
kepada teman atau lingkungan sekitar, sehingga ketika ada komentar negatif
mengenai penampilan fisik, maka remaja akan lebih mudah merasa malu dan akan
melakukan apapun agar mendapat komentar positif mengenai dirinya. Maka remaja
sering dikaitkan dengan risiko terjadinya gangguan makan Kurniawan, M. Y., &
Briawan, D., 2014).
Remaja yang mempunyai rasa percaya diri rendah dan kekhawatiran akan
penampilan dan berat badan merupakan penyebab utama dari remaja menderita
bulimia nervosa (Anonim, 2015). Remaja putri yang menderita bulimia nervosa akan
merasa kurang percaya diri akan berat badan dan merasa selalu tidak puas terhadap
bentuk tubuh atau citra tubuhnya. Remaja mempunyai persepsi negatif terhadap citra
tubuh yang dibuatnya. Citra tubuh adalah persepsi seseorang mengenai tubuhnya.
Apabila remaja putri memiliki persepsi yang positif terhadap tubuh dan
penampilannya akan timbul rasa puas dan percaya diri. Tetapi sebaliknya, bila
remaja putri mempunyai persepsi negatif terhadap citra tubuh akan timbul rasa tidak
puas dan kurang percaya diri terhadap bentuk tubuhnya. Citra tubuh yang
berkembang di remaja putri telah dipengaruhi oleh media massa, orang tua, peer
atau teman sebaya, dan faktor fisiologi seperti umur, body mass index, dll (Prilisiana
Paskahwati, I., Setyawan, A., Permata Sari, A., et all, 2016).
14
Media massa memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
pembentukkan citra tubuh di kalangan remaja putri. Mereka dapat dengan mudah
mengakses berbagai macam sosial media (internet, majalah, TV, dll) tentang “ideal”
dalam penampilan. Peer atau teman sebaya juga memberikan kontribusi dalam
pembentukkan citra tubuh yang “ideal” di kalangan remaja putri. Hal inilah yang
mempengaruhi remaja putri melakukan diet penurunan berat badan yang cenderung
ekstrim (dalam kasus ini bulimia nervosa) (Prilisiana Paskahwati, I., Setyawan, A.,
Permata Sari, A., et all, 2016).
Menurut (Shabah, Z. M. T., & Dhanny, D. R., 2021), penderita Bulimia nervosa
memiliki empat karakteristik sebagai berikut :
Bulimia nervosa lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan laki-laki, tetapi
lebih sering ditemukan pada remaja atau dewasa awal. Gejala yang sering ditemukan pada
penderita Bulimia, seperti memuntahkan kembali makanannya, mengkonsumsi obat
pencahar, makan yang berlebihan, dan mengalami gangguan pada sistem pencernaan.
Walaupun bulimia nervosa lebih sering ditemukan pada remaja putri dengan berat badan
normal, mereka kadang-kadang memiliki riwayat kegemukan. Mereka prihatin tentang citra
tubuh dan penampilannya, khawatir tentang bagaimana orang lain memandang dirinya, dan
prihatin tentang daya tarik seksualnya (Anindita, S. M., 2021).
Akibat Bulimia menurut (Santoso, M. B., & Putri, D, 2018) sebagai berikut :
15
akibat stimulus zat diuretik secara berlebih. Penderita bulimia nervosa juga akan mengalami
beberapa efek fisiologis yang serius seperti kerongkongan terluka, kelenjar ludah
membengkak, dan kerusakan lapisan enamel pada gigi karena asam yang ada pada
muntahan makanan. Kerusakan usus, kekurangan gizi, dan dehidrasi juga dapat ditemui
pada penderita bulimia newosa. Efek fisiologis yang fatal adalah heart failure yang dapat
menyebabkan kematian mendadak. Efek fisiologis yang sangat merugikan bagi kesehatan,
bahkan dapat menyebabkan kematian tidaklah sepadan dengan kecantikan yang diperoleh
dengan memiliki tubuh langsing (Shabah, Z. M. T., & Dhanny, D. R., 2021).
Dampak atau efek yang ditimbulkan remaja yang menderita bulimia nervosa sangat
merusak kesehatan tubuh. Seperti dehidrasi, gangguan menstruasi, pembengkakan pada
pipi, luka pada tenggorokan dan infeksi saluran pencernaan akibat terlalu sering
memuntahkan makanan, tidak bertenaga, kehilangan selera makan, sulit berkonsentrasi,
hingga kematian. Selain dampak fisik yang terlihat pada remaja putri yang menderita bulimia
nervosa, juga ada dampak psikis yang ditimbulkan. Seperti perasaan tidak berharga, mudah
tersinggung (sensitif), mudah merasa bersalah, tidak percaya diri, cenderung berbohong
untuk menutupi perilaku makannya, depresi, dll (Prilisiana Paskahwati, I., Setyawan, A.,
Permata Sari, A., et all, 2016).
Beberapa saran menurut (Santoso, M. B., & Putri, D, 2018) yang dapat dilakukan
untuk mencegah dan mengatasi gangguan makan yang terjadi khususnya pada remaja,
antara lain:
1) Tingkatkan rasa percaya diri. Seseorang yang memiliki percaya diri tinggi akan
menerima apa yang ada dalam diri mereka baik dari segi penampilan maupun postur
tubuh.
2) Bersikap realistis. Jangan mudah percaya pada apa yang digambarkan media
tentang bentuk dan berat badan ideal karena dapat menurunkan rasa percaya diri.
3) Tingkatkan dinamika lingkungan. Usahakan tetap terjalin komunikasi yang baik di
antara keluarga dan teman. Apabila terjadi masalah segera ceritakan kepada orang
terdekat.
4) Rajin berkonsultasi pada dokter dan ahli gizi.
5) Orang tua dan teman sebaya diharapkan dapat memberikan pengaruh positif kepada
remaja terkait masalah psikologis yang dialami serta perilaku diet dan pengetahuan
gizi sangat diperlukan bagi remaja dalam upaya pencapaian tubuh ideal. Dengan
demikian, pada remaja yang memiliki persepsi negatif dapat menentukan upaya
pencapaian tubuh ideal yang sehat dan benar.
Pencegahan terjadinya bulimia nervosa terdiri atas tiga bagian (Soetjiningsih, 2007) :
Pencegahan ini langsung ditujukan pada populasi berisiko tinggi seperti murid wanita SMP
untuk mencegah timbulnya gangguan makan pada mereka yang asimtomatik. Pencegahan
yang dilakukan dapat berupa program pendidikan mengenai sikap dan perilaku terhadap
remaja
Pencegahan ini bertujuan untuk deteksi dan intervensi dini dengan memberikan pendidikan
pada petugas kesehatan di pusat pelayanan kesehatan primer. Selain itu mencegah
16
terjadinya gangguan makan berupa bulimia nervosa dapat juga dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya :
- Usahakan agar tercipta suasana yang nyaman dan kondusif di lingkungan keluarga
atau pekerjaan bersikap realistis
- Jangan mudah percaya terhadap apa yang digambarkan oleh media tentang berat
dan bentuk badan ideal
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar tidak
memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh, penyebab anemia yaitu
kurangnya pengetahuan anemia dan asupan gizi sehingga mempengaruhi pemilihan dalam konsumsi
makanan yang bergizi, tidak terbiasanya sarapan pagi, adanya kebiasaan minum teh dan kopi yang
dilakukan remaja menjadi penyebab terhambatnya proses penyerapan zat besi di dalam tubuh, serta
asupan beberapa zat gizi seperti energi, protein, dan vitamin C yang kurang dari AKG serta asupan
zat besi yang defisit pada masing-masing partisipan serta tidak rutinnya remaja putri dalam
mengkonsumsi tablet Fe merupakan faktor utama menyebabkan partisipan menderita anemia, upaya
penangan anemia yaitu mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi dan kaya akan vitamin
C,kemudian suplemen penambah zat besi atau tablet Fe.
Obesitas pun merupakan salah satu masalah rumit yang seringkali dihadapi oleh anak-anak
maupun remaja. Obesitas adalah kondisi akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan di jaringan
adiposa. Obesitas pada anak dapat menjadi penyakit komorbiditas seperti asma, diabetes, dan
penyakit kardiovaskuler. Menurut para ahli, obesitas dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebabnya.
Penyebab terjadinya obesitas dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Selain itu, obesitas juga
dipengaruhi oleh faktor sosial, faktor gaya hidup, faktor kompensasi, kurang gerak/berolahraga,
disfungsi salah satu fungsi otak, serta pola makan yang berlebihan. Di samping itu, obesitas bisa
dicegah dengan cara yang diantaranya dengan melakukan olahraga secara teratur maupun mengatur
pola makannya. Di dalam melakukan pencegahan pada anak yang obesitas, dukungan ataupun
dorongan dari orang tua sangatlah berpengaruh dan ini merupakan pencegahan melalui faktor
lingkungan.
Kekurangan Energi Kronik (KEK) merupakan salah satu keadaan malnutrisi, dimana terjadi
kekurangan asupan makanan dalam waktu yang cukup lama, hitungan tahun yang mengakibatkan
timbulnya gangguan kesehatan apabila ukuran lingkar lengan atas (LiLA) kurang dari 23,5 cm artinya
wanita tersebut beresiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan bayi berat lahir rendah. Asupan
energi yang tidak mencukupi kebutuhan menyebabkan tubuh akan mengubah cadangan lemak
menjadi energi. Apabila cadangan lemak secara terus menerus digunakan oleh tubuh sebagai energi
hingga habis, maka simpanan protein di hati dan otot akan diubah menjadi energi oleh tubuh. Apabila
simpanan protein terus menerus digunakan, maka akan menyebabkan massa otot mengalami deplesi
sehingga terjadi kurang energi kronis (KEK). Penanggulangan KEK atau upayanya yaitu dengan
penyuluhan atau konseling mengenai gizi dan KEK.
Bulimia nervosa adalah gangguan pola makan yang ditandai dengan usaha individu untuk
memuntahkan kembali secara terus-menerus apa yang telah dimakan sebelumnya. Adapun faktor
penyebab terjadinya bulimia nervosa diantaranya adalah faktor sosio-kultural, faktor psikologis, faktor
keluarga, dan faktor biologis. Namun pada umumnya, pada remaja penyebab utama terjadinya
bulimia nervosa adalah karena adanya penerimaan sosial atau pengakuan terhadap persepsi tubuh.
18
Sikap ini dapat berupa perasaan mengenai penampilan, bentuk ukuran atau potensi tubuh. Sebagian
persepsi tubuh terbangun sebagai fungsi budaya dalam menanggapi kecantikan ideal yang ada pada
masyarakat. Remaja merupakan fase penting dalam perkembangan tubuh. Pada fase ini dapat terjadi
perubahan yang cepat seperti pertumbuhan kognitif, fisik, psikososial atau tingkah laku. Banyak
dampak yang timbul dari bulimia nervosa ini diantaranya adalah gangguan pencernaan, tubuh
kekurangan nutrisi, gangguan psikologis, pengikisan email gigi, ketidakseimbangan cairan tubuh, dan
sebagainya. Upaya/penatalaksanaan bulimia nervosa ini dapat dilakukan seperti memberikan
peningkatan kepercayaan diri remaja, mengajak remaja agar lebih realitis, mengedukasi remaja
tentang diet yang dianjurkan, mengajurkan remaja untuk berkonsultasi dengan dokter maupun ahli
gizi.
3.2 Saran
Mengingat banyaknya permasalahan gizi pada remaja diantranya anemia, obesitas, KEK,
bulimia sehingga menunjukkan bahwa remaja banak memeiliki body image kurang, diharapkan
kepada setiap remaja agar dapat melakukan upaya pemenuhan gizi sejak dini yakni memperhatikan
gizi yang seimbang dan remaja diharapkann agar memantau pertumbuhan maupun perkembangan
fisik dan fungsi tubuhnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ardi, A. I. (2021) ‘Literature Review : Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kurang
Energi Kronis ( KEK ) pada Remaja Putri Literature Review : Factors That Related with
Chronic Energy Deficiency in Adolescent Girls’, Media Gizi Kesmas, 10, pp. 320–328.
Muhamad, Z., & Liputo, S. (2017). PERAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
MENANGGULANGI THE ROLE OF THE LOCAL GOVERNMENT POLICY IN ERADICATION
OF. 7(November), 113–122.
Angraini, D. I. (2018). Hubungan Faktor Keluarga dengan Kejadian Kurang Energi Kronis pada
Wanita Usia Subur di Kecamatan Terbanggi Besar. JK Unila, 2(2), 146–150.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/download/1952/1919
Silalahi, V., Aritonang, E., & Ashar, T. (2016). Potensi pendidikan gizi dalam meningkatkan asupan
gizi pada remaja putri yang anemia di Kota Medan. KEMAS: Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 11(2), 295-301.
Kurdanti, W. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Obesitas Pada Remaja. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia, 11, 179–190. https://doi.org/10.1016/j.gendis.2020.11.005
Mauliza. (2018). Obesitas dan pengaruhnya terhadap kardiovaskular tandain dulu. Jurnal Averrous,
4(2).
Riswanti, I. (2016). Media Buletin Dan Seni Mural Dalam Upaya Meningkatkan Pengetahuan Tentang
Obesitas. JHE (Journal of Health Education), 1(1), 62–70.
Hafiza, D., Utmi, A., & Niriyah, S. (2021). Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Pada
Remaja Smp Ylpi Pekanbaru. Al-Asalmiya Nursing Jurnal Ilmu Keperawatan (Journal of
Nursing Sciences), 9(2), 86–96. https://doi.org/10.35328/keperawatan.v9i2.671
Amalia, A., & Tjiptaningrum, A. (2016). Diagnosis dan tatalaksana anemia defisiensi besi. Medical
Journal of Lampung University [MAJORITY], 5(5), 166-169.
Widawati. (2018). Gambaran Kebiasaan Makan dan Status Gizi Remaja di SMAN 1 Kampar tahun
2017. Jurnal Gizi (Nutritions Journal), 2(2), 146–159.
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jurnalgizi/article/view/201
Kurniawan, M. Y., & Briawan, D. (2014). Persepsi tubuh dan gangguan makan pada remaja
perempuan. Jurnal Gizi dan Pangan, 9(2).
Anindita, S. M. (2021). Model Remaja Putri: Body Image dan Bulimia Nervosa. Muqoddima Jurnal
Pemikiran dan Riset Sosiologi, 2(1), 19-36.
iii
Maria, H., Prihanto, F. X., & Sukamto, M. E. (2001). Hubungan Antara Ketidakpuasan Terhadap
Sosok tubuh (Body Dissatisfaction) dan Kepribadian Narsisitik dengan Gangguan Makan
(Kecenderungan Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa). Anima, Indonesian Psychological
Journal, 16, 3.
Shabah, Z. M. T., & Dhanny, D. R. (2021). Persepsi Tubuh dan Bulimia Nervosa pada Remaja Putri.
Muhammadiyah Journal of Nutrition and Food Science (MJNF), 1(2), 48-53.
Santoso, M. B., & Putri, D. (2018). Gangguan makan anorexia nervosa dan bulimia nervosa pada
remaja. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(3), 399-407.
Prilisiana Paskahwati, I., Setyawan, A., Permata Sari, A., et all. (2016). Program Mencegah Bulimia
Pada Remaja Melalui Kampanye “Remaja Bebas Bulimia”. Psikologi, Fakultas Humaniora
dan Bisnis, Universitas Pembangunan Jaya.
Soetjiningsih. (2007). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Anisa, A., Darozat, A., Aliyudin, A., Maharani, A., Irfan, A., Adi Fahmi, B., ... & Apriyanti Hamim, E.
(2019). Permasalahan Gizi Masyarakat Dan Upaya Perbaikannya. agroteknologi.
Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). Anemia defisiensi besi. AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Malikussaleh, 4(2), 1-14
Budiarti, A., Anik, S., & Wirani, N. P. G. (2021). Studi Fenomenologi Penyebab Anemia Pada Remaja
Di Surabaya. Jurnal Kesehatan Mesencephalon, 6(2).
Anindita, S. M. (2021). Model Remaja Putri: Body Image dan Bulimia Nervosa. Muqoddima Jurnal
Pemikiran dan Riset Sosiologi, 2(1), 19-36
Fajriyah, N. N., & Fitriyanto, M. L. H. (2016). Gambaran tingkat pengetahuan tentang anemia pada
remaja putri. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(1), 97336.
iv