Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TENTANG MENENTUKAN PERKEMBANGAN MASALAH GIZI

DI INDONESIA DAN PENILAIAN STATUS GIZI SECARA TIDAK LANGSUNG


(Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Penilaian Status Gizi
Yang diampu oleh Dr. Helmizar, SKM., M.Biomed)

DISUSUN OLEH:
Muhammad Gusri Kurniadi Saputra
NIM:
2211221021

PROGRAM STUDI S-1 GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2024

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan dapat dikerjakan hingga selesai dengan tepat
waktu. Adapun makalah ini penulis beri judul "Menentukan Perkembangan Masalah Gizi di
Indonesia dan Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung".
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan mata kuliah Penilaian
Status Gizi yang diampu oleh dosen ibu Dr. Helmizar, SKM, M. Biomed. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi penulis maupun bagi para pembaca, khususnya
dalam hal mengetahui perkembangan masalah gizi di Indonesia beserta penilaian status gizinya
dalam menghadapi permasalahan gizi yang ada di Indonesia sehingga dapat mengedukasikan dan
mengusahakan langkah dari masyarakat maupun dari pemerintah dalam menekankan angka
kenaikan permasalahan gizi di Indonesia.
Penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Helmizar, SKM., M.
Biomed.selaku dosen pengampu mata kuliah Penilaian Status Gizi. Tidak lupa, penulis juga
mengucapkan terimakasih bagi rekan-rekan yang telah berkontribusi untuk membantu dan
mendukung menyusun makalah ini dari awal penulisan hingga akhir, baik berupa waktu, gagasan
dan pendapat, pengetahuan, ataupun idenya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Terakhir, penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna, baik itu
dari penyusunannya maupun tata bahasanya. Maka dari itu, penulis terbuka terhadap kritik dan
saran yang bisa membangun kemampuan penulis, agar pada tugas berikutnya bisa menulis
makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca.
Padang, 09 Maret 2024

Muhammad Gusri Kurniadi Saputra

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................ 4
1.4 Manfaat............................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 7
2.1 Pengertian dan Macam-Macam Permasalahan Gizi di Indonesia ...................................... 7
2.2 Perkembangan Permasalahan Gizi di Indonesia ................................................................ 9
2.3 Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Pada Permasalahan Gizi di Indonesia ...................... 11
2.4 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung.................................................................. 13
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 18

2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara berkembang Indonesia selalu berupaya melakukan peningkatan
derajat kesehatan masyarakat, karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan
masyarakat salah satunya melalui peningkatan kesehatan. Contoh upaya peningkatan derajat
kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, karena gizi yang seimbang dapat meningkatkan
ketahanan tubuh. Namun sebaliknya, gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang
sangat sulit ditanggulangi oleh Indonesia.
Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya
tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak
faktor yang dapat menyebabkan masalah gizi, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya
harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Gizi yang diberikan kurang seimbang akan
menentukan status gizi pada anak. Hal ini dapat dikarenakan pemberian jenis makanan yang
diberikan pada anak. Kandungan zat gizi dalam makanan sangat bervariasi, sehingga
diperlukan pengetahuan yang baik bagi orang tua dalam menentukan jenis jumlah dan
frekuensi makananyang akan diberikan pada anak. Sebaliknya jika pengetahuan orang tua
kurang tentang kebutuhan gizi pada anak maka akan menimbulkan permasalahan gizi pada
anak.
Di Indonesia masih banyak dijumpai masalah gizi. Seperti gizi buruk, gizi kurang,
kekurangan vitamin A, Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kurang Yodium
(GAKY) dan obesitas. Masalah gizi menjadi salah satu penentu kualitas sumber daya
manusia. Masalah-masalah gizi ini terjadi selama siklus kehidupan dimulai sejak dalam
kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Apabila sejak awal kehidupan balita
tidak mendapatkan perilaku sadar akan pentingnya gizi maka hal ini dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangannya secara positif serta dapat menurunkan kondisi
kesehatannya.
Perkembangan masalah gizi di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu masalah
gizi yang sudah terkendali, masalah gizi yang belum terselesaikan dan masalah gizi yang
sudah meningkat dan mengancam kesehatan masyarakat. Gizi kurang merupakan masalah
yang belum terselesaikan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukan 17,7% bayi
usia di bawah 5 tahun (Balita) masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas
3
balita yang mengalami gizi buruk sebesar 3,9% dan menderita gizi kurang sebesar 13,8%.
Padahal, batas masalah kesehatan yang ditetapkan World Health Organization pada 2019
berada di angka 10%. Data dari Persatuan Ahli Gizi Jawa Barat pada tahun 2017, kasus gizi
kurang masih berada diangka 29,2% persentase itu masih melebihi batas angka minimum
yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 22%.
Selain itu, perkembangan masalah gizi di Indonesia dengan penilaian status gizi
secara tidak langsung memiliki hubungan tersendirinya. Penilaian status gizi secara tidak
langsung dapat memberikan gambaran tentang masalah gizi di suatu negara seperti Indonesia.
Penilaian status gizi melalui survei dan studi epidemiologi memberikan informasi tentang
prevalensi masalah gizi seperti kekurangan gizi, obesitas, dan gangguan gizi lainnya di
berbagai kelompok usia dan wilayah di Indonesia. Kemudian, penilaian status gizi berperan
penting dalam pemantauan dan evaluasi program gizi yang dilaksanakan di Indonesia. Data
ini membantu pemerintah dan organisasi terkait untuk mengevaluasi keberhasilan program-
program tersebut dan menentukan arah kebijakan gizi yang lebih efektif.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diuraikan rumusan masalah dari makalah
ini, diantaranya sebagai berikut:
1. Apa saja permasalahan gizi yang terjadi di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan masalah gizi di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir?
3. Apa saja faktor-faktor yang berkontribusi pada masalah gizi di Indonesia?
4. Bagaimana penilaian status gizi secara tidak langsung?
5. Bagaimana peran kebijakan pangan dan gizi dalam mengatasi masalah gizi di
Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun beberapa tujuan dari penulis dalam menyusun makalah ini, diantaranya
sebagai berikut:
1. Memenuhi tugas dari dosen pengampu.
2. Menganalisis perkembangan masalah gizi di Indonesia dari waktu ke waktu.
3. Menyoroti faktor-faktor yang mempengaruhi masalah gizi di Indonesia.
4
4. Menjelaskan perkembangan kasus permasalahan gizi di Indonesia.
5. Menjelaskan penilaian status gizi secara tidak langsung.
6. Mengetahui metode penilaian status gizi secara tidak langsung yang efektif di
Indonesia.
7. Membahas dampak masalah gizi terhadap kesehatan masyarakat dan pembangunan
negara.

1.4 Manfaat
Adapun beberapa manfaat dari penulisan ini diantaranya sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Makalah ini membantu dalam memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
masalah gizi di Indonesia, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pola
makan, ketersediaan pangan, dan kebijakan gizi.
b. Manfaat Praktis
• Bagi Penulis
Makalah ini dapat membantu penulis untuk memahami lebih dalam tentang
masalah gizi di Indonesia, termasuk faktor-faktor yang memengaruhinya serta tren
perkembangannya dan penjelasan mengenai penilaian status gizi secara tidak
langsung memberikan wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai metode-
metode yang digunakan dalam menilai status gizi masyarakat atau individu.
• Bagi Praktisi Kesehatan
Informasi yang disajikan dalam makalah dapat menjadi dasar bagi praktisi
kesehatan dalam merencanakan dan mengimplementasikan program-program
kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat.
• Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan dapat menggunakan informasi yang diberikan dalam
makalah tersebut untuk merancang program pendidikan gizi yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat meliputi pengembangan kurikulum
yang memasukkan informasi terkini tentang gizi dan strategi untuk meningkatkan
status gizi masyarakat. Selain itu, Institusi pendidikan dapat menggunakan

5
informasi ini untuk mengedukasi siswa dan staf tentang pentingnya gizi yang baik
dan dampak buruk dari kekurangan gizi.

• Bagi Masyarakat
Dengan meningkatnya kesadaran tentang gizi dan pengetahuan tentang cara
menilai status gizi, masyarakat dapat mengalami peningkatan kualitas hidup secara
keseluruhan. Gizi yang cukup dan seimbang merupakan faktor kunci dalam
menjaga kesehatan fisik dan mental, serta meningkatkan produktivitas dan kualitas
hidup secara umum.

6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Macam-Macam Permasalahan Gizi di Indonesia
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, tetapi
penanggulagannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan
saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, karena itu pendekatan
penanggulangan nya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Sektor terkait tersebut
adalah bidang kesehatan dan di luar kesehatan. Keberhasilan program gizi, sebesar 30%
ditentukan oleh sektor kesehatan atau gizi yang disebut dengan intervensi spesifik dan sebesar
7% oleh sektor luar kesehatan yang disebut dengan intervensi sensitif. Masalah gizi di
Indonesia di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah Kurang
Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
(GAKI), masalah Kurang Vitamin A (KVA), dan masalah obesitas terutama di kota-kota
besar.
Kementerian Kesehatan RI mengidentifikasi setidaknya ada beberapa masalah gizi di
Indonesia, antara lain Kurang Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A (KVA),
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), stunting, kekurangan zat besi atau Anemia
Gizi Besi (AGB), dan Gizi Lebih (Obesitas), diantaranya sebagai berikut:
a. Kurang Energi Protein (KEP) adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari serta adanya
gangguan kesehatan. Kondisi ini merupakan salah satu tanda terjadinya masalah gizi
buruk dan defisiensi gizi yang paling berat terutama pada anak dan balita. Anak disebut
Kurang Energi Protein (KEP) jika berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan
menurut umur (BB/U) baku WHO NCHS.
b. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah kondisi di mana tubuh mengalami defisiensi
atau kekurangan vitamin A. Akibatnya bisa berbahaya jika tidak segera ditangani. Pada
anak-anak kondisi KVA dapat menyebabkan masalah penglihatan dan meningkatkan
risiko penyakit diare dan campak.
c. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) adalah kondisi yang terjadi ketika
tubuh mengalami defisiensi atau kekurangan yodium. Yodium adalah mineral penting
yang diperlukan oleh kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid yang penting

7
bagi fungsi normal tubuh. Kekurangan yodium dapat menyebabkan gangguan pada
kelenjar tiroid dan berbagai masalah kesehatan lainnya.
d. Anemia atau kekurangan zat besi ditandai dengan kadar hemoglobin yang rendah
dalam sel darah merah, yang pada akhirnya mengurangi kemampuan darah untuk
mengangkut oksigen ke jaringan tubuh. Kondisi Anemia Gizi Besi (AGB) ini
merupakan masalah gizi di Indonesia yang cukup sering terjadi. Kekurangan zat besi
dapat disebabkan oleh diet yang tidak mencukupi zat besi, masalah penyerapan zat besi
dalam tubuh, atau kehilangan darah yang berlebihan.
e. Stunting merupakan masalah gizi kronis yang cukup umum di Indonesia. Kondisi ini
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama, umumnya karena
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai
dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Pada 2013,
sebanyak 37,2% balita di Indonesia mengalami stunting. Kondisi ini sering kali
dianggap normal karena alasan keturunan. Padahal, stunting dapat memengaruhi
perkembangan otak, dan mengurangi produktivitas seseorang di usia muda. Stunting
juga meningkatkan risiko pengembangan penyakit tidak menular pada usia lanjut.
Masalah gizi ini bahkan dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi,
obesitas, dan kematian akibat infeksi.
f. Gizi kurang, tubuh kurus akibat gizi kurang kerap dinilai lebih baik daripada tubuh
gemuk akibat gizi lebih. Padahal, obesitas dan gizi kurang sama-sama berdampak
buruk bagi kesehatan. Sebagai awalan, Anda bisa mengukur kategori status gizi melalui
kalkulator BMI. Masalah gizi kurang di Indonesia sudah bisa terjadi sejak bayi lahir.
Ciri utamanya yakni bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi
dikatakan mengalami BBLR bila berat badannya ketika lahir kurang dari 2.500 gram
(2,5 kilogram).
g. Gizi lebih merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh remaja. Gizi lebih
diartikan sebagai keadaan ketidakseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan energi
yaitu konsumsi terlalu berlebihan dibandingkan kebutuhan atau pemakaian energi. Gizi
lebih (Obesitas) yang terjadi pada masa remaja ini perlu mendapatkan perhatian, sebab
gizi lebih yang timbul pada waktu anak dan remaja bila kemudian berlanjut hingga
dewasa akan sulit diatasi secara konvensional (diet dan olahraga)
8
2.2 Perkembangan Permasalahan Gizi di Indonesia
Saat ini masalah gizi di Indonesia mengalami permasalahan ganda yaitu pada satu sisi
permasalahan gizi kurang belum diatasi secara menyeluruh tetapi masalah baru justru sudah
muncul. Hal tersebut dapat mengancam kualitas sumber daya manusia (SDM) karena kualitas
sumber daya manusia seperti faktor kesehatan dan gizi merupakan salah satu faktor dalam
melaksanakan pembangunan nasional. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018 di Indonesia terdapat 17,7%, kasus balita kekurangan gizi dan jumlah tersebut terdiri
dari 3,9% gizi buruk dan 13,8% gizi kurang (Kemenkes,2018).

.
gambar 2.1 Tren Status Gizi Balita Indonesia
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan menunjukkan,
terdapat empat permasalahan gizi balita di Indonesia. Di antaranya stunting, wasting,
underweight, dan overweight. Stunting atau ukuran badan pendek merupakan salah satu
masalah gizi yang menjadi perhatian pemerintah dan publik karena prevalensinya kini masih
cukup tinggi, mencapai 21,6% pada 2022. Angka tersebut melebihi ambang batas yang
ditetapkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20%. Ini mengindikasikan
bahwa stunting di Indonesia masih tergolong kronis.
Meski demikian, prevalensi 2022 telah turun 2,8 poin dari 2021 yang sebesar 24,4%.
Bahkan dibandingkan 2019, prevalensi balita stunting Indonesia telah menurun sebanyak 6,1
poin, yang saat itu mencapai 27,7%. Permasalahan gizi lainnya, wasting atau kurus. Menurut
SSGI 2022, prevalensi balita wasting di Indonesia naik 0,6 poin dari 7,1% menjadi 7,7% pada
tahun lalu. Kemudian, prevalensi balita underweight atau gizi kurang sebesar 17,1% pada

9
2022 atau naik 0,1 poin dari tahun sebelumnya. Di sisi lain, prevalensi balita overweight atau
kegemukan badan sebesar 3,5% pada 2022 atau turun 0,3 poin dari tahun sebelumnya.
Masalah gizi di Indonesia terutama di beberapa wilayah di bagian Timur seperti NTT
dan Papua Barat, dinilai masih tinggi. Namun, secara nasional, status gizi di Indonesia
mengalami perbaikan yang signifikan. Sebagai contoh provinsi NTT penurunan prevalensi
stunting sebanyak 9.1%, hampir 2 % pertahun penurunan, hal ini menunjukkan upaya
multisektor yang terkonvergensi pusat dan daerah. Penderita gizi buruk tentu tidak akan lepas
dari pantauan tenaga kesehatan, dimana pun kasusnya tenaga kesehatan dibentuk untuk selalu
siaga membantu perbaikan gizi penderita.
Perbaikan status gizi nasional dapat dilihat berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018. Pada prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan itu terjadi berturut–
turut dari tahun 2013 sebesar 19,6% naik menjadi 17,7% 2018. Prevalensi stunting dari 37,2%
turun menjadi 30,8%, dan prevalensi kurus (Wasting) dari 12,1% turun menjadi 10,2%.

.
gambar 2.2 Tabel Angka Stunting SSGI
Pada tahun 2022, prevalensi stunting terus menunjukkan tren penurunan. Berdasarkan
data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan bahwa
pada tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia turun sebanyak 2,8% poin dibanding tahun
2021 dari 24,4% menjadi 21,6%. Meskipun mengalami penurunan, namun penurunan sebesar
2,8% poin kurang dari target yang ditetapkan, yaitu sebesar 3,4% per tahun. Dengan
penurunan pada tahun 2022 sebesar 2,8% poin, maka untuk mencapai target di tahun 2024

10
prevalensi stunting harus dapat diturunkan sebesar 7,6% poin dalam 2 tahun ke depan. Hal
ini tentu saja menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan program dalam 2 tahun ke depan.
2.3 Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Pada Permasalahan Gizi di Indonesia
Secara umum banyak sekali faktor yang terkait dengan timbulnya masalah gizi, antara
lain faktor asupan zat gizi dan penyakit infeksi dan berbagai faktor lainnya, ketersediaan
pangan dalam keluarga, asuhan ibu terhadap anak, dan berbagai faktor yang lebih makro
lainnya seperti faktor ekonomi, politik yang berujung pada asupan zat gizi yang tidak sesuai
dengan yang dibutuhkan, sehingga akan menyebabkan kasus gizi kurang ataupun gizi lebih.
Berdasarkan kerangka UNICEF, permasalahan stunting berkaitan dengan
ketidakcukupan asupan dan dapat juga disebabkan infeksi yang merupakan immediate cause
(penyebab langsung). Sedangkan penyebab yang mendasari (underlying cause) dapat berupa
tidak cukupnya akses pangan ataupun akses pelayanan kesehatan dasar, pola asuh dan sanitasi
yang tidak memadai. Basic cause atau penyebab dasar dapat berupa rendahnya tingkat
pendidikan dan tingkat ekonomi.
Berikut beberapa faktor-faktor yang berkontribusi atau yang menyebabkan terjadinya
permasalahan gizi di Indonesia, diantaranya sebagai berikut:
• Asupan Gizi
Pemberian nutrisi atau asupan nutrisi adalah memberikan zat gizi melalui makanan
dan minuman untuk energi dan perbaikan jaringan yang diperlukan untuk pertumbuhan
yang melibatkan petambahan ukuran dari semua jaringan dalam tubuh (Sacharin, 1996).
Kualitas dan kuantitas makanan ditentukan dengan kadar zat gizi yang dikandung
makanan tersebut, yaitu kalori, protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin.
• Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah penyaki yang terdapat dalam hospes hidup akibat
terdapatnya mikroorganisme dalam jaringan hidup. Penyakit infeksi dapat menyebabkan
gizi kurang dan sebaliknya, yaitu gizi kurang akan semakin memperberat sistem
pertahanan tubuh yang selanjutnya dapat menyebabkan seorang anak lebih rentan terkena
penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang paling sering menyebabkan gangguan gizi dan
sebaliknya adalah infeksi saluran nafas akut (ISPA) terutama pneumonia, tuberkulosis dan
diare.

11
• Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi menggambarakan tingkat penghidupan seseorang atau
keluarga yang ditentukan oleh unsur pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Status
ekonomi juga berkaitan dengan konsumsi (pengeluaran) dan produksi (pendapatan).
Indikator status ekonomi bisa diukur melalui berbagai caraantara lain dengan menghitung
tingkat pengeluaran perkapita (Widodo, 1990). Status ekonomi mempengaruhi kebutuhan
seseorang karena menentukan kemampuan keluarga untuk memperoleh makanan, karena
pemenuhan kebutuhan hidupnya tergantung dari penghasilannya. Juga berpengaruh
terhadap penyediaan bahan pangan, baik kuantitas maupun kualitas. Keluarga dengan
status ekonomi rendah kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi makanan keluarga
yang berkaitan erat dengan status gizi keluarga.
• Pengetahuan ibu tentang gizi
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan orangtua terutama ibu, tentang gizi sangat berpengaruh
terhadap tingkat kecukupan gizi yang diperoleh oleh balita. Pengetahuan tentang gizi yang
penting diketahui oleh ibu adalah berkaitan dengan kandungan makanan, cara pengolahan
makanan, kebersihan makanan dan lain-lain.
• Kepercayaan tentang makanan
Kepercayaan adalah keyakinan yang didasarkan pada suatu agama, tradisi atau
budaya yang turun-temurun atau suatu kebiasaan yang diulang-ulang sehingga menetap
dan dianggap sebagai suatu kebenaran. Dalam konsep gizi, kepercayaan tentang makanan
adalah suatu kepercayaan yang berkaitan dengan makanan dan praktik-praktik makan yang
dianut masyarakat berdasarkan agama dan tradisi.
Sebagai suatu gejala budaya, makanan bukanlah semata-mata suatu produk organik
yang dipakai oleh organisme hidup untuk mempertahankan hidup, tetapi lebih tepatnya
makanan dibentuk secara budaya. Berkaitan dengan praktik makan, masalah gizi pada anak
berhubungan dengan kegagalan orangtua untuk mengenali kebutuhan gizi pada anak. Di
12
masyarakat, masih banyak anggota keluarga yang lebih mementingkan asupan makanan
bernutrisi tinggi untuk ayah sebagai pencari nafkah, dan mengabaikan kebutuhan anak,
padahal justru anak-anaklah yang lebih memerlukan asupan nutrisi untuk mendukung
proses tumbuh kembangnya.

2.4 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung


Penilaian status gizi secara tidak langsung merupakan metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan
individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
Penilaian status gizi tidak langsung dapat dibagi mejadi tiga yaitu survei konsumsi
makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2001).
• Survei konsumsi
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi dengan
melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data
yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat
mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat
diketahui frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh
pangan sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004). Tujuan survey konsumsi makanan
adalah untuk pengukuran jumlah makanan yang dikonsumsi pada tingkat kelompok, rumah
tangga dan perorangan, sehingga diketahui kebiasaan makan dan dapat dinilaikecukupan
makanan yang dikonsumsi seseorang.
Berdasarkan jenis data yang didapat, metode survey konsumsi makanan dibagi dua
yaitu yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Metode yang bersifat kualitatif antara lain :
a) Metode frekuensi makanan (food frequency)
b) Metode dietary history
c) Metode telepon
d) Metode pencatatan makanan (food list)
Sedangkan metode kuantitatif antara lain :
a) Metode recall 24 jam
13
b) Penimbangan makanan (food weghting)
c) Metode food account
d) Metode perkiraan makanan (estimate food record)
e) Metode inventaris (intentory method)
f) Metode pencatatan (Household food Records)
• Statistik Vital
Salah satu cara untuk mengetahui gambaran keadaan gizi di suatu wilayah adalah
dengan cara menganalisis statistik kesehatan. Dengan menggunakan statistik kesehatan,
dapat dipertimbangkan penggunaannya sebagai bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi masyarakat. Beberapa statistik vital yang berhubungan dengan
keadaan kesehatan dan gizi antara lain adalah angka kesakitan, angka kematian,
pelayanan kesehatan, dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi. Pemeriksaan
dilakukan dengan menganalisis data kesehatan seperti angka kematian, kesakitan dan
kematian kaibat hal-hal yang berhubungan dengan gizi. Pemeriksaan ini bertujuan
menemukan indicator tidak langsung status gizi masyarakat.
• Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari
keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain - lain (Bengoa). Pengukuran faktor
ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu
masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. Faktor ekologi yang
berhubungan dengan penyebab malnutrisi dibagi dalam enam kelompok, yaitu keadaan
infeksi, konsumsi makanan, pengaruh budaya, sosial ekonomi, produksi pangan, serta
kesehatan dan pendidikan.

14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, tetapi
penanggulagannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan
saja. Kementerian Kesehatan RI mengidentifikasi setidaknya ada beberapa masalah gizi di
Indonesia, antara lain Kurang Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A (KVA),
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), stunting, kekurangan zat besi atau Anemia
Gizi Besi (AGB), dan Gizi Lebih (Obesitas). Perkembangan masalah gizi di Indonesia
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu masalah gizi yang sudah terkendali, masalah gizi yang
belum terselesaikan dan masalah gizi yang sudah meningkat dan mengancam kesehatan
masyarakat.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukan 17,7% bayi usia di bawah 5
tahun (Balita) masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas balita yang
mengalami gizi buruk sebesar 3,9% dan menderita gizi kurang sebesar 13,8%. Padahal, batas
masalah kesehatan yang ditetapkan World Health Organization pada 2019 berada di angka
10% (Dio, 2019). Data dari Persatuan Ahli Gizi Jawa Barat pada tahun 2017, kasus gizi
kurang masih berada diangka 29,2% persentase itu masih melebihi batas angka minimum
yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 22%.
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan menunjukkan,
terdapat empat permasalahan gizi balita di Indonesia. Di antaranya stunting, wasting,
underweight, dan overweight. Stunting atau ukuran badan pendek merupakan salah satu
masalah gizi yang menjadi perhatian pemerintah dan publik karena prevalensinya kini masih
cukup tinggi, mencapai 21,6% pada 2022. Angka tersebut melebihi ambang batas yang
ditetapkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20%. Ini mengindikasikan
bahwa stunting di Indonesia masih tergolong kronis.
Secara umum banyak sekali faktor yang terkait dengan timbulnya masalah gizi, antara
lain faktor asupan zat gizi dan penyakit infeksi dan berbagai faktor lainnya, ketersediaan
pangan dalam keluarga, asuhan ibu terhadap anak, dan berbagai faktor yang lebih makro

15
lainnya seperti faktor ekonomi, politik yang berujung pada asupan zat gizi yang tidak sesuai
dengan yang dibutuhkan, sehingga akan menyebabkan kasus gizi kurang ataupun gizi lebih.
Penilaian status gizi secara tidak langsung merupakan metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan
individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
Penilaian status gizi tidak langsung dapat dibagi mejadi tiga yaitu survei konsumsi
makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2001).

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan kepada pemerintah maupun masyarakat
terkait perkembangan permasalahan gizi di Indonesia, diantaranya sebagai berikut:
a. Bagi Masyarakat
• Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pentingnya gizi
seimbang dalam menjaga kesehatan. Kampanye edukasi gizi yang menyasar
berbagai lapisan masyarakat dapat membantu meningkatkan kesadaran akan
pentingnya pola makan yang sehat.
• Masyarakat perlu mengonsumsi makanan yang seimbang dari berbagai kelompok
makanan, termasuk sayuran, buah-buahan, protein nabati dan hewani, serta biji-
bijian.
• Masyarakat perlu didorong untuk mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang
dengan mengurangi konsumsi makanan tinggi lemak jenuh, gula tambahan, dan
garam.
• Masyarakat harus aktif memantau status gizi anggota keluarga mereka, termasuk
anak-anak, lansia, dan individu dengan kondisi kesehatan tertentu, untuk mencegah
kekurangan gizi atau kelebihan gizi.
b. Bagi Pemerintah
• Pemerintah perlu meningkatkan upaya dalam memperluas cakupan program gizi,
memberikan bantuan kepada keluarga miskin, serta mengawasi dan mengatur
produk makanan yang beredar di pasaran.

16
• Pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan yang memprioritaskan gizi
dalam berbagai sektor, termasuk pertanian, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
• Pemerintah dapat mempertimbangkan program subsidi makanan untuk kelompok
masyarakat yang rentan, seperti anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, lansia, dan
keluarga miskin, agar mereka dapat mengakses makanan bergizi dengan harga
terjangkau.
• Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, terutama di daerah pedesaan
dan remote, dapat membantu masyarakat mendapatkan informasi, layanan, dan
dukungan yang dibutuhkan terkait gizi.
• Program penyuluhan gizi perlu diperluas dan ditingkatkan cakupannya, baik
melalui media massa maupun kegiatan langsung di masyarakat, untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang pola makan sehat.

17
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Utama.
Andriani, M. & Wirjatmadi, B. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. (Kencana, 2012).
Aritonang I. 2012. Perencanaan & Evaluasi Program Intervensi Gizi Kesehtan. Leutika.
Yogyakarta.
Arnawa, dkk. 2013. Gizi Rumah Tangga dan Pengolahan Makanan. SCPP. Medan.
Engle-stone, R., Ndjebayi, A. O., Nankap, M., Killilea, D. W. & Brown, K. H. Stunting Prevalence
, Plasma Zinc Concentrations , and Dietary Zinc Intakes in a Nationally Representative
Sample Suggest a High Risk of Zinc Deficiency among Women and Young. J. Nutr. Am.
Soc. Nutr. 144, 382–391 (2014).
Ernawati, A. 2006. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi Lingkungan, Tingkat
Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Kabupaten Semarang
Tahun 2003. Thesis. Universitas Diponegoro.
Hidayati, L., Hadi, H. & Kumara, A. Kekurangan Energi dan Zat Gizi Merupakan Faktor Risiko
Kejadian Stunted pada Anaka Usia 1-3 Tahun yang Tinggal di Wilayah Kumuh Perkotaan
Surakarta. J. Kesehat. 3, 89–104 (2010).
Masyarakat, D. G. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. (2018).
Muchtadi, D. Pengantar Ilmu Gizi. (Alfabeta, 2009).
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : P.T. Rineka Cipta.
Nshimyiryo, A. et al. Risk factors for stunting among children under five years : a cross-sectional
population-based study in Rwanda using the 2015 Demographic and Health Survey. 1–10
(2019).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018.
Sacharin, R.M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasi. Departemen Pendidikan Nasional.Jakarta.
Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Suparman, dkk. 1990. Manajemen Pelaksanaan Intervensi Gizi Masyarakat. Jakarta: Pusat
Pengembangan Tenaga Gizi Pusat, Departemen Kesehatan RI.
18
Sugiyono. 2003. Statistika untuk Penelitian. Edisi ke-5. Bandung : Alfabeta.
Trihono et al. Pendek (Stunting) Di Indonesia, Masalah Dan Solusinya. (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2015).
UNICEF, WHO & Group, W. B. Levels and Trends in Child Malnutrition. Joint Child Malnutrition
(2018).
Widodo, S.T. 1990. Indikator Ekonomi Dasar Perhitungan Perekonomian di Indonesia.
Yogyakarta: Kanisius.

19

Anda mungkin juga menyukai