Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidur ialah merupakan keadaan dimana menurunnya kesadaran

seseorang, namun aktivitas otak berperan sangat penting dalam mengatur

fungsinya, seperti fungsi pencernaan, pengaturan pembuluh darah dan

aktivitas jantung, serta fungsi kekebalan tubuh, yang menyuplai energi ke

tubuh. Tidur adalah proses normal yang kita lalui siang dan malam. Sebagian

orang meremehkan kesehatan tidur karena tidur dianggap wajar dan

manusiawi. Banyak kesalahpahaman muncul tentang tidur jika anda tidak

mengetahuinya. Orang-orang menganggap tidur sebagai tahap kehidupan

yang pasif, meskipun sebenarnya merupakan tahap aktif (Prasadja, 2009).

Berbagai fakta menarik juga berbicara tentang tidur. Rekor tidak tidur

terpanjang dibuat pada tahun 1963 oleh Randy Gardner, seorang remaja dari

California, Amerika Serikat, yang tidak tidur selama 264 jam atau 11 hari

nonstop. William Dement, seorang peneliti di Stanford University School of

Medicine di California, AS, menggambarkan perubahan suasana hati Randy

Gardner yang berubah secara terus-menerus, kehilangan ingatan dan

konsentrasi, gangguan koordinasi dan bicara, serta mengalami halusinasi.

1
2

Kejadian itu juga mengungkapkan bahwa orang mungkin bisa tidak tidur

selama beberapa hari, tetapi kemudian mempengaruhi banyak hal. Tubuh butuh

istirahat. Istirahat yang baik adalah teratur. Tidur dianggap sebagai pemulihan

terbaik bagi tubuh setelah melalui segala macam aktivitas. Kurang tidur, apalagi

tidak tidur sama sekali, memiliki akibat yang berbahaya. Tidak hanya untuk diri

sendiri, tetapi juga untuk orang lain.

Rata-rata waktu tidur yang dimiliki masyarakat Indonesia hanya sekitar 6

jam 45 menit. Sedangkan, waktu tidur yang disarankan ialah 7-9 jam. Hal ini

jelas memberikan dampak pada kegiatan rutin setelah bangun tidur. Kebiasaan

tidur orang Indonesia cukup buruk, mengingat kebanyakan orang tidur pada

pukul 12 malam. Hal ini dapat menyebabkan tubuh jadi kurang sehat dan

meningkatkan berbagai risiko terjadinya penyakit seperti insomnia, penyakit

jantung, dan stroke yang diperparah oleh tingginya intensitas begadang (CNN

Indonesia, 2015)

National Sleep Foundation (NSF) merekomendasikan durasi tidur khusus

untuk usia remaja yakni, anak-anak usia 6-13 tahun: yang sebelumnya 9-10

jam/hari, naik menjadi 10-11 jam/hari. Remaja usia 14-17 tahun: yang

sebelumnya8,5-9,5 jam/hari, naik menjadi 8-10 jam/hari. Sedangkan, orang

menuju dewasa 18-25 tahun: 7-9 jam/hari (CNN Indonesia, 2015).

Jika tidak ada tanda-tanda kurang tidur dan tidak ada masalah tidur, maka

kualitas tidur seseorang dapat dikatakan baik (Cahyani & Irawati 2020).

Prevalensi gangguan kualitas tidur pada remaja menunjukkan hasil yang berbeda
3

dalam penelitian yang berbeda, menemukan bahwa 21,2% remaja di Beijing

memiliki gangguan kualitas tidur. Siswa SMP dan SMA menunjukkan prevalensi

gangguan kualitas tidur yang bervariasi antara 15,3% sampai 39,2% (Luthfi B,

Azmi, dan Erkadius 2017).

Berdasarkan data dari Indonesia, belum banyak penelitian epidemiologi

yang dilakukan untuk mengetahui kualitas tidur pada remaja. Sebuah studi

tentang kualitas tidur menggunakan metode Sleep Disturbance Scale for

Children mengungkapkan prevalensi kualitas tidur yang buruk (terutama

gangguan transisi tidur-bangun) sebesar 73,4% pada kelompok control (Bruni,

Ottaviano, Guidetti, Romoli, Innocenzi, Cortesi, & Giannotti, 1996; Haryono et

al. 2009).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang, antara

lain keadaan lingkungan, aktivitas fisik, dan gaya hidup. Olahraga merupakan

salah satu bentuk aktivitas fisik yang mempengaruhi tidur seseorang. Kelelahan

setelah aktivitas olahraga membuat seseorang dapat tertidur dengan cepat. Ini

juga karena siklus tidur gelombang lambat diperpendek, sehingga memasuki

tahap tidur yang dalam atau tidur nyenyak lebih cepat. Di sisi lain, perilaku

merokok juga dapat menyebabkan gangguan tidur, yang berkaitan dengan

nikotin, stimulan otak yang ditemukan dalam rokok. Selain itu, otak yang

kecanduan nikotin menyebabkan gangguan tidur saat ingin tertidur di malam

hari. Ini telah dinyatakan oleh Punjabi, dkk (2006) mereka menunjukkan bahwa
4

ada hubungan antara merokok dan pola tidur seseorang terkait dengan adanya

nikotin dalam rokok (Zaky & Wati 2020).

Merokok merupakan kebiasaan, bukan ketergantungan (Kristanto & Sarif

2017). Yang disebut dengan merokok adalah kebiasaan menghisap rokok yang

didukung dengan adanya zat atau bahan seperti tembakau yang dapat

memunculkan gejala psikologis dan gangguan kesehatan lainnya dari dalam

setelah berhenti merokok. Berbeda dengan ketergantungan, ketergantungan

mengacu pada kandungan dalam tembakau yaitu heroin, kokain, dan nikotin,

yang berkaitan dengan ketergantungan fisik dan psikologis seseorang yang

merokok (Winanda & Herieningsih, 2018; Siahaan & Malinti, 2022)

Dengan banyaknya fenomena yang terjadi di masyarakat kita, dapat diakui

bahwasanya perilaku merokok dimulai sejak masa kanak-kanak dan remaja.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa usia

pertama kali merokok adalah antara 10 sampai 14 tahun, sebesar 9,3% dan usia

merokok ini mengalami peningkatan pada usia 15 ke atas, sebesar 40%.

Dibandingkan dengan data Riskesdas 2010, jumlah perokok berusia 15 tahun ke

atas meningkat sebesar 43,3% dan prevalensi perilaku merokok di Indonesia

sebesar 34,7%. Pada tahun 2013, prevalensi merokok pada perokok berusia 15

tahun ke atas meningkat dari 34,7% menjadi 36,3%. Berdasarkan data Riskesdas

2013, perokok berusia 30-34 tahun memiliki prevalensi merokok tertinggi,

dengan prevalensi merokok 33,4%, disusul perokok berusia 35-39 tahun, dengan

prevalensi merokok 32,3%. Di Indonesia, sekitar 60% pria berusia 15 tahun ke


5

atas adalah perokok aktif (Kementerian Kesehatan, 2011). Dari hasil Global

Adult Tobbaco Survey (GATS) 2011, Indonesia menduduki peringkat merokok

tertinggi kedua di dunia (Rina yulianti, darwin karim 2012).

Menurut Riskesdas 2010, persentase perokok berusia 15 tahun ke atas di

Riau adalah 36,3%. Pada tahun 2013, 24,2% remaja berusia 10 tahun ke atas di

Riau menjadi perokok harian. Prevalensi yang cukup mengkhawatirkan adalah

pada rentang usia 20-24 tahun, dengan prevalensi 27,2% pada rentang usia

kuliah. Data ini menunjukkan bahwa prevalensi merokok meningkat di kalangan

anak muda, terutama di kalangan mahasiswa.

Merokok dapat secara langsung mempengaruhi jam alami pada tubuh.

Kandungan nikotin dan zat beracun di dalamnya dapat mempengaruhi kualitas

tidur dan menyebabkan kecemasan dan depresi pada seseorang (Supit, Langi, dan

Wariki 2018). Perokok berada pada peningkatan risiko gangguan tidur yang

dikenal sebagai sleep apnea. Gangguan ini menyebabkan pasien mengalami

kesulitan bernapas saat tidur. Nikotin adalah stimulan dan secara alami dapat

membuat seseorang tidak bisa tidur nyenyak, terutama jika ia merokok terlebih

dahulu sebelum memulai tidur (Kusumaningrum, 2016; Supit, Langi, dan Wariki

2018).

Bahaya kesehatan utama dari merokok adalah karena racun karsinogenik

dan karbon monoksida. Efek dari zat ini dapat memanifestasikan dirinya dalam

bentuk gangguan kardiovaskular, pernapasan, keganasan, kejiwaan dan lainnya.

Perokok yang lebih muda lebih cenderung merokok lebih lama dan memiliki
6

beban merokok yang lebih besar yang menyebabkan penyakit dan kematian

(Nugraha, 2016). Perokok tampaknya membutuhkan waktu lebih lama untuk

tertidur daripada yang bukan perokok. Secara teoritis, Butuh waktu 30 menit bagi

nikotin untuk hilang dari dalam otak. Tapi reseptor di otak pecandu seakan

meminta nikotin lagi dan lagi, oleh karena itu dapat mengganggu proses tidurnya

(Kairupan, Rottie, and Malara 2016).

Dalam beberapa penelitian yang mendukung, salah satunya yaitu oleh

Kairupan, Rottie, dan Malara (2016), disebutkan bahwa perokok mengalami

insomnia jangka pendek yang berlangsung 1-4 minggu yang disebabkan oleh

mengkonsumsi rokok sebanyak 4-5 batang per hari, Perokok ditemukan

mengkonsumsi rokok bersama-sama dengan temannya pada malam hari. Hal ini

menyebabkan insomnia, seperti kesulitan tidur, kesulitan mempertahankan durasi

tidur maksimal, dan sering terbangun di malam hari. Akibatnya mengganggu

proses belajar mahasiswa di kampus, seperti penurunan konsentrasi belajar,

mengantuk saat mengikuti pelajaran di kelas, dan jarang mengerjakan tugas

kuliah.

Berdasarkan permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebiasaan

merokok dapat mempengaruhi kualitas tidur. Hal ini sejalan dengan studi

pendahuluan yang dilakukan penulis dari kuisioner yang diberikan terkait

hubungan kebiasaan merokok dengan kualitas tidur pada mahasiswa Universitas

Pahlawan Tuanku Tambusai, dari 14 mahasiswa terdapat 35,7% yang

menyatakan kualitas tidur mereka cukup buruk dan 7,1% yang menyatakan
7

kualitas tidur mereka sangat buruk diakibatkan kebiasaan merokok. Berbeda

dengan pernyataan mereka sebelum merokok, yaitu 64,3% yang menyatakan

kualitas tidur cukup baik dan 35,7% yang menyatakan sangat baik.

Berdasarkan uraian pernyataan diatas, menggugah perhatian penulis untuk

meneliti dengan judul penelitian yaitu “Hubungan Kebiasaan Merokok dengan

Kualitas Tidur pada Mahasiswa Univeristas Pahlawan Tuanku Tambusai.’’

B. Rumusan Masalah

Berlandaskan pernyataan diatas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian yaitu “Adakah Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kualitas Tidur

pada Mahasiswa Angkatan 2018 Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis hubungan kebiasaan merokok dengan kualitas tidur

pada mahasiswa angkatan 2018 Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kebiasaan merokok pada

mahasiswa angkatan 2018 Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kualitas tidur pada mahasiswa

angkatan 2018 Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.


8

c. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kualitas tidur

pada mahasiswa angkatan 2018 Universitas Pahlawan Tuanku

Tambusai.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumber informasi

untuk perkembangan ilmu pengetahuan terutama tentang hubungan

kebiasaan merokok dengan kualitas tidur pada mahasiswa Universitas

Pahlawan Tuanku Tambusai.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung dan mampu

meningkatkan pengetahuan tentang kebiasaan merokok dengan kualitas

tidur.

b. Bagi Institusi

Diharapkan bisa menjadi bahan masukan serta evaluasi bagi

institusi untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di institusi.

c. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

literatur untuk perkembangan ilmu keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai