Anda di halaman 1dari 90

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan remaja dari masa kanak-kanak ke masa remaja melibatkan

sejumlah perubahan dari aspek biologis, kognitif, dan perubahan sosio-

emosional. Pada perubahan biologis adalah percepatan pertumbuhan, perubahan

hormonal, dan kematangan seksual yang terjadi pada masa pubertas. Remaja

awal akan mengalami peningkatan perkembangan dalam proses pikir yang

memungkinkan untuk berpikir lebih dewasa. Masa remaja merupakan masa

kritis dalam penerimaan perilaku yang relevan dengan kesehatan. Banyak

perilaku yang berkaitan dengan kebiasaan kesehatan yang buruk dan kematian

dini pada orang dewasa dimulai pada masa remaja seperti kekurangan gizi,

kurang olahraga, dan tidur yang tidak memadai. Tidur yang tidak memadai

terjadi dikarenakan, pada masa remaja mulai begadang saat malam hari dan akan

sulit bangun di pagi hari.[ CITATION San11 \l 1057 ]

Menurut WHO diperkirakan jumlah remaja di dunia berjumlah 1,2 milyar

atau 18% dari jumlah penduduk dunia. Sensus penduduk tahun 2010 di

Indonesia jumlah penduduk kelompok usia 10 – 19 tahun berjumlah 43,5 juta

WHO, (2014 dalam Depkes RI, 2015). Menurut data statistik penduduk di

provinsi D.I. Yogyakarta (2018) didapatkan jumlah remaja pada golongan usia

10 – 14 tahun sebesar 261.223 jiwa, dan golongan umur 15 - 19 tahun sebesar

262.148 jiwa sehingga ini mengindikasikan jumlah remaja di Daerah Istimewa

Yogyakarta sangatlah banyak. Akibat jumlah yang sangat banyak, hal ini dapat

menimbulkan berbagai macam masalah yang terjadi pada remaja.

1
2

Salah satu masalah yang terjadi pada remaja adalah waktu untuk tidur.

Tidur merupakan salah satu aktivitas dalam keseharian kita [ CITATION Pra09 \l

1057 ]. Rata – rata jumlah jam tidur yang diperlukan remaja setiap malam adalah

8,5 - 9,5 jam. Tetapi remaja mengalami perubahan pola tidur dimana tetap

terjaga sampai larut malam dan mengalami kesulitan untuk bangun di pagi hari

sehingga membuat kualitas tidur remaja buruk, Gavin (2011, dalam Kyle &

Carman, 2017). Tidur yang berkualitas adalah tidur yang lelap, nyaman, tanpa

terganggu, sehingga merasa segar bersemangat saat terbangun di esok hari.

Sebaliknya tidur yang tidak berkualitas adalah tidur yang tidak lelap mudah

terbangun atau mudah terganggu, sehingga tidur tidak bisa dibilang nyaman.

Tidur yang tidak berkualitas juga kurang mampu memberi istirahat yang baik

bagi tubuh. Hasilnya, saat terbangun, akan terasa lelah, lesu, dan ingin tidur

kembali[ CITATION Tim161 \t \l 1057 ]

Kualitas tidur menurut Wavy (2008, dalam Wiyono, 2015) didefinisikan

sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas

tidur meliputi aspek kualitas dan kuantitas tidur. Aspek – aspek kualitas tidur

tersebut meliputi, rasa nyenyak selama tidur ( tidak mengalami gangguan tidur),

waktu tidur minimal 6 jam, tidak memperoleh mimpi buruk, tidur lebih awal,

bangun lebih awal, dan merasa segar saat terbangun. Kualitas tidur yang baik

dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan berenergi, dan tidak

mengeluh gangguan tidur.

Sebuah survei pada 1.125 remaja berumur 15-18 tahun di Perancis,

Inggris, Jerman, dan Italia mendapatkan 20% kejadian mengantuk yang

berlebihan, 25% mempunyai gejala insomnia, dan 4% memenuhi kriteria

gangguan insomnia. Faktor faktor yang meningkatkan prevalensi gangguan tidur


3

adalah usia, jenis kelamin, adanya gangguan mental atau medis, penyalahgunaan

obat-obat terlarang dan usia [ CITATION umbuhKembangAnakEdisi2Soe \t \l 1057 ] .

Sedangkan hasil Survey Nasional Berbasis Kesehatan di Indonesia pada siswa

selama 12 bulan terakhir didapatkan 4,57% siswa di Indonesia setiap saat

khawatir terhadap sesuatu sehingga membuat tidak bisa tidur malam [ CITATION

Kus16 \l 1057 ].

Masalah kualitas tidur remaja buruk, disebabkan penurunan daya tahan

tubuh. Selain itu, mengakibatkan penurunan kemampuan mental, kemampuan

otak, dan kreativitas. Penurunan kemampuan otak tersebut secara otomatis akan

menurunkan produktivitas kerja. Secara psikologis remaja yang kurang tidur

cenderung mengalami gangguan stabilitas emosional seperti, mudah marah,

kecewa, sedih, serta tidak bergairah seperti; lemah, letih, dan lesu [ CITATION

Pra09 \l 1057 ].

Beberapa remaja terbiasa tidur dalam waktu relatif singkat, tapi bukan

berarti tubuh menerimanya begitu saja. Akibat kurang tidur, proses berpikir,

mengingat, dan belajar menjadi terganggu. Hal ini menyebabkan suasana hati

menjadi kacau, sehingga perilaku yang muncul jadi mudah tersinggung. Selain

itu, kurang tidur akan mengurangi kemampuan tubuh dalam menghadapi stres.

Dampak yang ditimbulkan akibat kurang tidur atau kualitas tidur menurun pada

remaja adalah rentan mengalami kecelakaan, mengalami masalah kesehatan

fisik, gangguan memori dan proses pembelajaran, tidak bahagia, beresiko

mengalami obesitas, dan beberapa masalah kesehatan mental. Oleh karena itu,

ada beberapa cara agar tidur menjadi lelap dan berkualitas antara lain; kurangi

nyala lampu, rapikan rumah dan kamar, matikan televisi, hindari kopi dan

alkohol, mandi air hangat, oleskan pelembap, redupkan lampu kamar, fokuslah
4

pada tidur, dan biasakan tepat waktu [ CITATION Tim161 \t \l 1057 ] . Selain itu,

adalah hindari mengkonsumsi minuman berkafein, rokok, atau makanan berat

pada malam hari[ CITATION Niz15 \l 1057 ].

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas tidur remaja buruk

diakibatkan oleh kandungan nikotin pada rokok. Kandungan nikotin pada rokok

dapat menghilangkan rasa kantuk dan akan merasakan tidur tidak nyenyak.

Perilaku merokok dapat mengganggu kenyamanan saat tidur sehingga kualitas

tidur remaja buruk. beberapa masyarakat berpikir rokok berhubungan dengan

relaksasi, tetapi justru rokok akan meningkatkan tekanan darah dan kecepatan

denyut jantung sehingga berdampak pada masalah kualitas tidur

remaja[ CITATION Ide13 \l 1057 ].

Perilaku merokok memang sangat merugikan, baik bagi diri maupun

orang lain di sekitarnya. Meskipun semua orang mengetahui tentang bahaya

yang ditimbulkan akibat aktivitas merokok, hal itu tidak pernah surut dan

tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat.

Fenomena tersebut masih bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap

saat dapat dilihat orang yang sedang merokok. Bahkan, perilaku merokok sudah

sangat wajar dipandang oleh remaja, khususnya remaja laki-laki. Perilaku

merokok kebanyakan terjadi pada usia remaja. Kebiasaan merokok terus

berlanjut sampai usia dewasa, bahkan hingga usia lanjut. Seseorang dalam

mengatasi masalah emosional, biasanya mereka akan merokok. Maka, muncul

fenomena masyarakat sebagian besar sudah mengetahui dampak negatif perilaku

merokok, namun terus bersikeras merasionalkan dan menghalalkan tindakan

merokok [ CITATION Aul101 \l 1057 ]


5

Saat ini jumlah perokok di seluruh dunia kini mencapai 1,2 milyar orang

[ CITATION Kem13 \l 1057 ] . Penggunaan tembakau atau rokok di negara maju

seperti di Amerika Serikat masih menjadi penyebab utama kematian yang dapat

dicegah, yaitu lebih dari 440.000 kematian setiap tahun CDC (2011, dalam Kyle

& Carman, 2017). Setiap hari di Amerika Serikat 90% orang dewasa yang

mulai merokok sebelum usia 19 tahun. Diperkirakan 6,4 juta orang meninggal

lebih cepat karena merokok saat remaja. Sekitar 8% siswa sekolah menengah

atas menggunakan tembakau tanpa asap American Lung Association (2010,

dalam Kyle dan Carman, 2017). Indonesia berada di urutan kedua sebagai

negara dengan jumlah perokok usia lebih dari 15 tahun terbesar di dunia yaitu

40% setelah Timor-Leste[ CITATION WHO18 \t \l 1057 ] . Berdasarkan data WHO

angka kematian akibat penyakit yang berhubungan dengan perilaku merokok di

Indonesia berjumlah 417.948 per tahun, atau 1172 kematian per hari. Indonesia

mengalami peningkatan prevalensi merokok setiap tahun (Prawitasari, 2012).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 pada penduduk umur 10-18

tahun menunjukan peningkatan 1,9% dari tahun 2013 sebesar 7,2% menjadi

9,1% [ CITATION Ris18 \l 1057 ] . Untuk jumlah perilaku merokok di wilayah

Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2017 yang berusia lebih dari 5 tahun selama

sebulan terakhir tercatat 17 % merokok setiap hari. Sedangkan, untuk daerah

Sleman tercatat sebesar 16,32% setiap hari merokok [ CITATION Dep17 \l 1057 ]

Adapun beberapa efek kesehatan jangka pendek akibat merokok berupa

kerusakan sistem pernapasan, ketagihan nikotin, dan risiko penggunaan obat

lain. Merokok secara negatif mempengaruhi kebugaran fisik saat bangun tidur,

pertumbuhan paru dan meningkatkan kemungkinan ketagihan pada remaja

[ CITATION Kyl14 \l 1057 ]. Perilaku merokok yang dinilai merugikan kini telah
6

menjadi perilaku yang menyenangkan dan menjadi aktivitas yang bersifat

obsesif. Faktor terbesar yang mempengaruhi perilaku merokok yaitu faktor

sosial atau lingkungan. Sehingga menimbulkan berbagai dampak akibat

merokok yaitu, kanker paru-paru, kanker mulut, dan organ lainya, penyakit

jantung, pernafasan kronik dan kelainan kehamilan, dan masalah kesehatan lain [

CITATION Pri15 \l 1057 ].

Akibat banyaknya dampak dan kejadian perilaku merokok, maka di

beberapa negara dunia telah menandatangani dan menerapkan kebijakan berupa

program FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) atau trakat

pengendalian kontrol. Kebijakan dan aturan tentang merokok masih belum

terlaksanakan sepenuhnya oleh masyarakat di Indonesia. Hampir di setiap sudut

kota mudah menjumpai perokok. Adapun salah satu kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah Indonesia berupa kawasan tanpa rokok (KTR) di beberapa area

[ CITATION Pra12 \l 1057 ]. Beberapa provinsi di Indonesia telah menetapkan

kebijakan untuk mengatur orang merokok salah satunnya berada di provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta membuat sebuah kebijakan kawasan tanpa rokok

dan membuka layanan untuk berhenti merokok atau klinik berhenti merokok di

BP4 ( Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru), RSUD, Pemkot dan Puskesmas di

Kota Yogyakarta [ CITATION Pra12 \l 1057 ]. Pemerintah Daerah Istimewa

Yogyakarta telah membuat Peraturan Daerah Tahun 2007 tentang pengendalian

pencemaran udara, ibu hamil, anak berusia kurang dari 5 tahun,  dan anak yang

mengenakan seragam sekolah tidak boleh memasuki tempat khusus untuk

merokok. Di ikuti pula daerah Kabupaten Sleman menetapkan aturan mengenai

rokok yang diprakarsai oleh Dinas Kesehatan tahun 2011 melalui Peraturan
7

Bupati Sleman Nomor 42 tentang ketetapan kawasan tanpa rokok [ CITATION

Kur17 \l 1057 ]. 

Pada aspek Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan bahwa

permasalahan hukum merokok telah diputuskan dengan mengeluarkan fatwa

dalam sidang Ijtima’ Ulama fatwa MUI III bahwa merokok hukumnya adalah

haram jika di tempat umum, bagi anak-anak maupun remaja, dan wanita hamil

[ CITATION Sid09 \l 1057 ] . Beberapa masyarakat sudah mulai berpartisipasi dalam

mencegah perilaku merokok melalui kampanye, bazar ataupun penyelenggaraan

lomba yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya dan ancaman

perilaku merokok Donovan & Henley (2005, dalam Prawitasari, 2012).

Penelitian akan dilaksanakan di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

dimana sekolah tersebut di bawah bimbingan yayasan Nahdatul Ulama yang

memiliki 3 jurusan. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti

pada tanggal 8 Desembar 2018 di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta,

didapatkan jumlah siswa laki-laki berjumlah 229 siswa. Studi pendahuluan

dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, dan survei pada siswa laki-laki

jurusan teknik ototmotif. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 siswa

didapatkan 6 siswa diantaranya mengatakan sulit untuk tidur dimalam hari,

terbangun ditengah malam dan membutuhkan waktu lama untuk tertidur

kembali. Dikarenakan tidur siang dan beberapa aktivitas yang dilakukan saat

malam hari seperti bermain game, menonton tv, dan merokok bersama teman –

teman. Siswa mengatakan mengalami perubahan frekuensi waktu tidur dimana

saat merokok dimalam hari waktu tidurnya yaitu 2-5 jam dan ketika tidak

merokok waktu tidurnya 7-8 jam. Rata – rata siswa mengkonsumsi rokok di saat

malam hari sebanyak 2-5 batang. Tetapi ketika di hari libur siswa menambah
8

jumlah konsumsi rokok sekitar 3 – 20 batang sehari. Para siswa juga

mengatakan saat bangun tidur tubuhnya terasa berat untuk bangun, kelelahan,

dan mengantuk. Ketika proses belajar mengajar dikelas siswa merasa mengantuk

bahkan sampai tertidur dikelas walaupun sebentar. Dari hasil observasi disekitar

lingkungan sekolah terutama dikantin para siswa laki – laki terlihat sedang

mengkonsumsi rokok bersama teman – temanya saat jam pelajaran maupun saat

jam istirahat. Hasil survei didapatkan jumlah siswa laki - laki yang masih aktif

merokok berjumlah 119 siswa dari total 229 siswa laki – laki dari hasil tersebut

sekitar 50 % siswa laki – laki mengkonsumsi rokok.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang Hubungan Antara Perilaku Merokok Dengan Kualitas Tidur Pada

Remaja Di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang

diambil peneliti adalah “apakah ada hubungan antara perilaku merokok dengan

kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara perilaku merokok dengan

kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat ketergantungan perilaku merokok yang dilakukan

pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

b. Mengetahui kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman

Yogyakarta
9

c. Menganalisis hubungan antara perilaku merokok dengan kualitas tidur

pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Remaja

Hasil penelitian, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

informasi terkait dengan perilaku merokok sebagai faktor yang bisa

mempengaruhi kualitas tidur pada remaja.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini, dapat memberikan pemikiran dan informasi

terkait perilaku merokok dengan kualitas tidur pada remaja dan guru di

SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta sehingga sekolah dapat meningkatkan

promosi kesehatan bagi remaja. Sedangkan, untuk Universitas ‘Aisyiyah

Yogayakarta dapat dijadikan sebagai pedoman dan informasi, guna untuk

mengembangkan proses pembelajaran dalam bidang ilmu keperawatan

komunitas

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian, dapat dijadikan referensi dan mengembangkan

penelitian selanjutnya terkait hubungan antar variabel penelitian.

E. Ruang Lingkup

1. Lingkup Materi
10

Lingkup materi pada penelitian ini adalah materi ilmu keperawatan

komunitas tentang hubungan perilaku merokok dengan kualitas tidur pada

remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

2. Lingkup Waktu

Penelitian ini dimulai dari tahap penyusunan proposal sampai

pengumpulan hasil penelitian yang dimulai pada bulan Agustus 2018 – Mei

2019.

3. Lingkup Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMK Ma’arif 2 Sleman

Yogyakarta. Karena, dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 siswa

didapatkan 6 siswa diantaranya mengatakan sulit untuk tidur dimalam hari,

terbangun ditengah malam dan membutuhkan waktu lama untuk tertidur

kembali. Dikarenakan tidur siang dan beberapa aktivitas yang dilakukan

saat malam hari seperti; bermain game, menonton tv, dan merokok.

4. Lingkup Responden

Responden dalam penelitian ini adalah remaja laki - laki jurusan

teknik otomotif di SMK Ma’arif 2 Sleman

F. Keaslian Penelitian

1. Sholeh (2017) melakukan penelitian tentang hubungan perilaku menonton

televisi dengan kualitas tidur pada anak usia remaja di SMAN 01 Srandakan

Bantul. Penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Peneliti

Menggunakan instrumen berupa kuisioner dengan jumlah sampel penelitian

sebesar 51 siswa kelas XI di SMAN 01 Srandakan Bantul. Analisis data

diuji menggunakan uji Kendall Tau. Hasil dari penelitian didapatkan bahwa

besar p (0,045) ≤ 0,05 dan didapatkan nilai sebesar 0,262 yang menunjukan
11

terdapat hubungan perilaku menonton televisi dengan kualitas tidur pada

anak usia remaja di SMAN 01 Srandakan Bantul. Kesamaan dalam

penelitian ini adalah jenis rancangan penelitian menggunakan cross

sectional, variabel terikatnya, analisis data dan responden yang diambil

sama yaitu remaja. Perbedaanya terdapat pada variabel bebas, lokasi

penelitian, dan metode pangambilan sampel.

2. Permadi (2017) meneliti tentang hubungan perilaku penggunaan gadget

dengan kualitas tidur pada anak usia remaja di SMAN 01 Srandakan Bantul

Yogyakarta. Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan

pendekatan cross-sectional. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner

dengan jumlah sampel sebesar 51 siswa kelas XI IPS DAN IPA di SMAN

01 Srandakan Bantul. Analisis data yang digunakan yaitu Kendall Tau.

Hasil yang didapatkan menunjukan besar nilai p value 0,048 ≤ 0,05.

Kesamaan dalam penelitian ini yaitu pada variabel terikat, jenis rancangan

penelitian cross-sectional, analisis data dan responden yaitu remaja.

Sedangkan, perbedaanya terdapat pada variabel bebas, lokasi penelitian dan

metode pengambilan sampel.

3. Setyaningtyas (2014) judul penelitian adalah hubungan perilaku merokok

dengan risiko insomnia pada lansia di Dusun Daleman Gadingharjo Sanden.

Rancangan penelitian adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross

sectional. Kriteria sampel dalam penelitian ini berumur 45 – 65 tahun

berjumlah 53 siswa, dengan teknik total sampling. Instrumen yang

digunakan adalah Pittsburgh Insomnia Rating Scale. Analisis data

menggunakan Kendall Tau didapatkan nilai p (value)= 0,030 (< 0,05)

dengan tingkat keeratan hubungan kedua variabel bernilai τ = 0,291 dengan


12

keeratan hubungan rendah. Persamaan penelitian ini dengan peneliti adalah

metode penelitian menggunakan pendekatan cross sectional, variabel bebas

dan analisis data. Sedangkan, perbedaanya yaitu pada variabel terikat, lokasi

penelitian, teknik pengambilan sampel dan jenis responden


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Remaja

a. Definisi Remaja

Masa remaja atau adolesen adalah suatu masa transisi atau

peralihan, yaitu periode dimana individu secara fisik maupun psikisnya

mengalami perubahan dari masa anak – anak ke masa dewasa Hurlock

(1997, dalam Jannah, 2016).

Remaja (adolescene) diartikan sebagai suatu periode penting

dalam kehidupan, suatu periode transisional, masa perubahan, masa

usia bermasalah, masa individu mencari identitas diri, usia penuh

kekhawatiran, dan ambang menuju kedewasaan Krori (2011 dalam

Herlina, 2013).

b. Pertumbuhan dan Perkembangan

1) Pertumbuhan

Masa remaja adalah waktu pertumbuhan dengan perubahan

dalam ukuran dan proporsi tubuh (Kyle & Carman, 2017).

Pertumbuhan fisik remaja dipengaruhi oleh [ CITATION Dew15 \l

1057 ];

a) Keluarga

Remaja yang berusia belasan tahun menggantungkan hidupnya

oleh keluarga.

13
14

b) Gizi

Remaja akan mengalami tumbuh kembang yang optimal. Jika

mendapatkan gizi yang tercukupi

c) Gangguan Emosional

Remaja dapat mengalami gangguan emosional, seperti cepat

marah, mudah tersinggung, dan frustasi. dampak yang

ditimbulkan akibat masalah gangguan emosional yang dialami

remaja adalah pembentukan hormon pertumbuhan menurun.

Sehingga pertumbuhan remaja terhambat dan berat tubuh tidak

sesuai dengan proses pertumbuhan

d) Jenis Kelamin

Struktur pertumbuhan fisik remaja laki-laki dan perempuan

yang berbeda.

e) Status Sosial Ekonomi

Jika seseorang berekonomi rendah kemungkinan tidak akan

bisa membeli sesuatu sesuai kebutuhan. Hal ini berdampak

terhadap perkembangan remaja.

f) Kesehatan

Seseorang dalam kondisi sakit seharusnya mendapatkan

asupan makanan yang bergizi dan bernutrisi bagi tubuh maka,

oleh tubuh digunakan sebagai anti body dan akan mengganggu

proses metabolisme tubuh yang lain.


15

g) Bentuk Tubuh

Perubahan fisik pada remaja yaitu pertumbuhan tubuh, mulai

berfungsinya alat-alat reproduksi. Akibat bentuk tubuh

berbeda maka mengalami perbedaan perkembangan.

2) Perkembangan

Remaja harus menjalankan tugas-tugas perkembangan pada

usianya dengan baik. Apabila tugas pekembangan sosial dapat

dilakukan dengan baik, remaja tidak akan mengalami kesulitan

dalam kehidupan sosialnya. Serta akan memiliki kebahagiaan dan

kesuksesan dalam menuntaskan tugas perkembangan untuk fase-

fase berikutnya. Sebaliknya, apabila remaja gagal dalam

menjalankan tugas-tugas perkembangannya akan membawa

dampak negatif yaitu, menyebabkan ketidakbahagiaan pada remaja

yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan

kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas

perkembangan selanjutnya. Tugas-tugas perkembangan masa

remaja sebagai berikut:

a) Menerima fisiknya sendiri.

b) Meningkatkan kemandirian emosional dari orangtua atau

figur-figur yang memiliki otoritas.

c) Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan

bergaul dengan teman sebaya, baik secara individual maupun

kelompok.

d) Menemukan seseorang yang bisa dijadikan identitas

pribadinya.
16

e) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap

kemampuannya sendiri.

f) Memeperkuat self - control (kemampuan mengendalikan diri)

atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup.

g) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap atau

perilaku) kekanak-kanakan.

[ CITATION Put17 \l 1057 ]

3) Tahap Perkembangan

Menurut Sarwono Sarlito, (2002 dalam Dewi, Oktiawati, &

Saputri, 2015) dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan,

ada 3 tahap perkembangan remaja yaitu,

a) Remaja awal ( 11 – 13 tahun )

Remaja mengalami perubahan perkembangan seperti,

pikiran baru, dan cepat tertarik pada lawan jenis. Kepekaan

yang berlebihan dan berkurangnya kendali terhadap “ego”

menyebabkan orang dewasa sulit untuk mengerti remaja awal

b) Remaja madya ( 14 – 16 tahun)

Pada tahap ini remaja senang kalau banyak teman yang

menyukainya. Teman yang memiliki sifat yang sama dengan

dirinya. Remaja berada dalam kondisi kebingungan ketika

harus memilih, peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau

sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dan

sebagainya.
17

c) Remaja akhir ( 17 – 20 tahun )

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa

dan ditandai dengan pencapaian yaitu,

(1) Minat terhadap fungsi – fungsi intelektual

(2) Egonya untuk mencari jati diri bersama orang lain dalam

pengalaman-pengalaman baru

(3) Terbentuk identitas seksual

(4) Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara

kepentingan diri sendiri dengan orang lain

(5) Timbulnya antara diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (the public)

2. Tidur

a. Definisi

Tidur merupakan perubahan status kesadaran secara berulang-

ulang pada periode tertentu. Tidur membantu waktu perbaikan dan

penyembuhan sistem tubuh[ CITATION Sar11 \t \l 1057 ] . Tidur

merupakan aktivitas fisik yang minimal, tingkat kesadaran bervariasi,

perubahan proses fisiologi tubuh, serta penurunan respon stimulasi

eksternal[ CITATION Put11 \t \l 1057 ].

b. Tahapan Tidur

Menurut [ CITATION War10 \l 1057 ] terdapat dua fase tidur

normal yaitu NREM ( pergerakan mata yang tidak cepat) dan REM

( pergerakan mata yang cepat).


18

1) Tahap 1: NREM

a) Tingkat transisi

b) Merespon cahaya

c) Terjadi beberapa menit

d) Mudah terbangun dengan rangsangan

e) Aktivitas fisik, tanda vital, dan metabolisme menurun

f) Saat terbangun seperti sedang bermimpi

2) Tahap 2 : NREM

a) Periode suara tidur

b) Mulai relaksasi otot

c) Berlangsung 10 – 20 menit

d) Fungsi tubuh berlangsung lambat

e) Dapat terbangun dengan mudah

3) Tahap 3 : NREM

a) Tahap awal dari keadaan tidur nyenyak

b) Sulit dibangunkan

c) Relaksasi otot menyeluruh

d) Menurunya tekanan darah

e) Berlangsung 15 – 30 menit

4) Tahap 4 : NREM

a) Tidur nyenyak

b) Sulit dibangunkan, membutuhkan stimulus intensif

c) Untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun

d) Menurunya sekresi lambung

e) Bola mata bergerak dengan cepat


19

5) Tidur REM

a) Lebih sulit dibangunkan daripada dengan tidur NREM

b) Pada orang dewasa normal REM adalah 20 – 25 % dari tidur

malamnya

c) Jika individu terbangun saat tidur REM, maka biasanya

terjadi mimpi

d) Tidur REM fungsinya untuk keseimbangan mental emosi

juga berperan dalam belajar memori, dan adaptasi.

c. Klasifikasi kebutuhan dan pola tidur normal

Menurut Putra (2011), pertambahan umur dapat menyebabkan

total waktu tidur menurun, sedangkan waktu terjaga tetap.

Berdasarkan usia, waktu tidur manusia terbagi menjadi beberapa

bagian antara lain sebagai berikut:

Tabel 2.1 kebutuhan tidur berdasarkan tingkat usia


Umur Perkembangan Jumlah Kebutuhan
Tidur
0 – 4 minggu Bayi baru lahir 14 – 18 jam/hari
1 - 18 bulan Masa bayi 12 – 14 jam/hari
18 bulan – 3 tahun Masa kanak-kanak 11 – 12 jam/hari
3 – 6 tahun Masa Prasekolah 11 jam/hari
6 – 12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12 – 18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18 – 40 tahun Masa dewasa 7 – 8 jam/hari
40 – 60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari
60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari
Sumber : Putra, 2011

d. Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah keadaan tidur yang dijalani seseorang akan

menghasilkan kondisi tubuh yang segar dan bugar disaat terbangun.

Proses tidur maupun kondisi saat tidur yang berlangsung optimal, akan
20

menggambarkan tingginya kualitas tidur seseorang [ CITATION Nas17 \l

1057 ]

e. Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur

Menurut Kozier, Erb, Berman, & Snyder (2010) ada beberapa

faktor yang mempengaruhi kualitas tidur yaitu:

1) Perilaku Merokok

Rokok mengandung nikotin memiliki efek stimulan pada

tubuh sehingga membuat ketergantungan, dan perokok lebih sering

sulit tertidur dibandingkan bukan perokok. Perokok mudah

terbangun ketika tidur dan sering kali menganggap dirinya sebagai

orang yang tidur di waktu fajar. Seseorang yang tidak merokok

setelah makan malam, biasanya dapat tidur dengan lebih baik.

Terlebih lagi banyak orang yang dahulunya perokok melaporkan

bahwa kualitas tidur mereka membaik setelah mereka berhenti

merokok[ CITATION Koz10 \l 1057 ].

Nikotin adalah zat yang memiliki pengaruh lebih kuat

ketimbang kafein. Perokok berat sering kali mengalami gangguan

tidur. Hal ini dipengaruhi oleh nikotin. Mereka yang rata-rata

menghabiskan dua bungkus rokok setiap hari hanya tertidur

separuh waktu tidur. Seseorang yang telah berhenti merokok

mengalami perubahan pola tidur yang lebih baik secara signifikan

(Putra, 2011).
21

2) Lingkungan

Lingkungan dapat memperlambat kondisi tidur seperti, suara

bising di lingkungan. Ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh

suhu lingkungan dan kurangnya ventilasi dapat mempengaruhi

aktivitas tidur. Tingkat cahaya ruangan dapat menjadi faktor lain

yang berpengaruh. Seseorang yang terbiasa tidur dengan kondisi

ruangan gelap mungkin sulit tidur daripada keadaan terang

3) Stres emosional

Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur. Ansietas

meningkatkan kadar norepinefrin dalam darah melalui stimulasi

sistem saraf simpatis. Perubahan tersebut menyebabkan kurangnya

waktu tidur. Tahap IV NREM dan REM mengalami perubahan

tahap tidur dan lebih sering bangun

4) Stimulan dan Alkohol

Orang yang banyak minum alkohol sering mengalami

gangguan waktu tidur. Alkohol yang berlebihan menggangu waktu

tidur REM, dan mempercepat lamanya tidur. Waktu tidur REM

terjadi setelah efek dari alkohol menghilang. Seseorang yang

mengkonsumsi alkohol akan sering kali mengalami mimpi buruk

dan tidak mampu tidur dengan baik.

5) Gaya Hidup

Seseorang yang jam kerjanya bergeser dan seringkali

berganti jam kerja harus mengatur aktivitas untuk siap tertidur di

saat yang tepat. Olahraga sedang biasanya kondusif untuk tidur.


22

Kualitas menunjukan adanya kemampuan individu untuk dapat

tidur dan memperoleh jumlah tidur sesuai dengan kebutuhanya. Faktor

yang dapat mempengaruhi kualitas tidur menurut Hidayat & Uliyah

(2015):

6) Penyakit

Sakit mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Beberapa

penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur, misalnya penyakit

yang disebabkan oleh infeksi akan memerlukan banyak waktu tidur

untuk mengatasi keletihan. Kondisi sakit lainya akan menjadikan

pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur.

7) Latihan dan Kelelahan

Kelelahan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan

lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah

dikeluarkan. Seseorang yang beraktivitas dan mencapai kelelahan.

Maka, akan lebih cepat untuk tidur karena tahap tidur gelombang

lambatnya diperpendek. Kelelahan memperpendek periode pertama

dari tahap REM [ CITATION War10 \l 1057 ].

8) Obat – obatan

Obat mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang

mempengaruhi proses tidur adalah obat jenis golongan obat

diuretik menyebabkan insomnia, antidepresan menekan REM,

kafein meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan

tidur, golongan beta blocker berefek pada timbulnya insomnia, dan

golongan narkotika menekan REM sehingga mudah mengantuk.


23

9) Nutrisi

Proses tidur dapat dipercepat dengan memenuhi kebutuhan

nutrisi berupa protein yang tinggi. Tingginya kadar protein, karena

adanya triptofan yaitu asam amino dari protein yang dicerna. Jika

kebutuhan gizi kurang dapat mempengaruhi proses tidur, bahkan

terkadang sulit untuk tidur.

10) Motivasi

Motivasi merupakan suatu keinginan seseorang untuk tidur,

yang mempengaruhi proses tidur. Keinginan untuk menahan tidur

akan mengalami masalah gangguan proses tidur.

f. Gangguan Tidur

1) Insomnia

Ketidakmampuan memperoleh secara cukup kualitas dan

kuantitas tidur. Tiga macam insomnia, yaitu: insomnia inisial

adalah tidak adanya ketidakmampuan untuk tidur, insomnia

intermiten merupakan ketidakmampuan untuk tetap

mempertahankan tidur karena sering terbangun; dan insomnia

terminal adalah bangun lebih awal tetapi tidak pernah tertidur

kembali[ CITATION War10 \l 1057 ]. Penyebab insomnia adalah

kafein dan nikotin sebagai zat stimulan[ CITATION Put11 \t \l 1057 ].

2) Somnabulisme

Tertidur tetapi melakukan perbuatan orang yang tidak tidur.

beberapa aktivitas dari somnabulisme yaitu, seringkali duduk dan

melakukan tindakan motorik seperti berjalan, berpakaian, pergi


24

kekamar mandi, berbicara bahkan mengemudikan

kendaraan[ CITATION Sar11 \t \l 1057 ]

3) Apnea dan Mendengkur

Mendengkur disebabkan adanya penghalang dalam

pengaliran udara di hidung dan mulut saat tidur, biasanya

disebabkan adanya adenoid, ammandel, atau mendengkurnya otot

di belakang mulut. Apnea dapat mengacau jalanya pernapasan

sehingga mengakibatkan henti napas. Dampak dari apnea dapat

menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun dan denyut nadi

menjadi tidak teratur[ CITATION Hid15 \t \l 1057 ] . Merokok dapat

meningkatkan kongesti nasal sehingga terjadi apnea [ CITATION

Put11 \t \l 1057 ]

4) Deprivasi Tidur

Gangguan berkepanjangan dalam jumlah, kualitas dan

konsentrasi tidur dapat memicu sebuah sindrom yang disebut

deprivasi tidur, ini bukan merupakan gangguan tidur tetapi akibat

gangguan tidur. Deprivasi tidur menimbulkan beberapa gejala

fisiologis dan perilaku, keparahanya bergantung pada tingkat

deprivasi. Dua tipe utama deprivasi tidur yaitu deprivasi REM dan

deprivasi NREM. [ CITATION Koz10 \l 1057 ].

5) Narkolepsi

Narkolepsi dalam bahasa Yunani naco artinya “mati rasa”

dan lepsi, artinya “serangan”. Narkolepsi adalah gelombang rasa

ngantuk yang berlebihan secara mendadak yang terjadi di siang

hari. Penyebab terjadinya narkolepsi karena kurangnya hipokretin


25

kimia dalam sistem saraf pusat yang mengatur tidur. Awitan

cenderung terjadi pada usia 15 sampai 30 tahun. Pada serangan

narkolepsi, tidur dimulai pada fase REM. [ CITATION Koz10 \l 1057 ]

g. Dampak Positif Apabila Kualitas Tidur Pada Remaja Baik

Berikut ini adalah beberapa manfaat apabila kualitas tidur baik

yaitu[ CITATION Tim161 \t \l 1057 ] :

1) Mengurangi stres

Apabila seseorang selama seharian melakukan aktivitas sehari –

hari akan merasakan kelelahan. Jika tubuh tidak mendapatkan

istirahat yang cukup akibat kelelahan, maka seseorang mudah

mengalami stres. Tidur memberikan kesempatan kepada tubuh

untuk beristirahat, sebelum terlalu kelelahan.

2) Mempertahankan tekanan darah

Kebiasaan tidur larut malam dapat menyebabkan hipertensi atau

tekanan darah naik, sementara tidur lebih awal adalah cara efektif

untuk mempertahankan tekanan darah

3) Tidur dapat menjaga kolesterol dalam batas normal dan tekanan

darah stabil, sehingga dapat mencegah risiko penyakit jantung

4) Meningkatkan energi

Tidur dengan cukup akan membantu proses metabolisme tubuh

dalam kondisi optimal, dan mempengaruhi meningkatnya energi

sehingga keesokan harinya lebih bertenaga dan lebih segar.

h. Dampak Negatif Apabila Kualitas Tidur Pada Remaja Buruk


26

Berdasarkan beberapa penelitian, remaja yang kurang tidur akan

mengalami beragam hal negatif, yang diantaranya sebagai berikut

[ CITATION Tim161 \t \l 1057 ]:

1) Rentan mengalami kecelakaan

Risiko mengantuk saat mengemudi, sering terjadi akibat

kurang tidur pada remaja sehingga bisa mengakibatkan lalai,

bereaksi lebih lambat, dan dapat meningkatkan peluang terjadinya

kecelakaan

2) Masalah kesehatan fisik

Kurang tidur dapat menggangu perkembangan dan

kesehatan fisik remaja secara keseluruhan. Remaja yang tidur

malam dalam waktu sedikit, lebih sering mengeluhkan kesehatan

mereka, seperti; sakit perut, sakit kepala, sakit punggung, bahkan

berisiko terkena tekanan darah tinggi.

3) Gangguan memori dan pembelajaran

Remaja yang kurang tidur memiliki kemungkinan tinggi

untuk tertidur di kelas, sehingga sulit berkonsentrasi dalam

memperhatikan pelajaran. Kurang tidur menyebabkan gangguan

memori yang berpengaruh buruk pada pendidikan dan prestasi

akademik remaja secara keseluruhan.

4) Tidak bahagia

Remaja yang kurang tidur diketahui memiliki

kecenderungan untuk tidak puas dengan kehidupan mereka. Karena

kurang tidur, mereka pun mengalami kekurangan energi, sehingga


27

sering tidak bisa ikut beraktivitas dan bersenang - senang bersama

pelajar lain

5) Berisiko tinggi mengalami obesitas

Kurang tidur dapat mengganggu keseimbangan hormon

yang mengontrol nafsu makan, serta menurunkan motivasi dan

energi pada remaja untuk berolahraga. Karena, kurang tidur dapat

meningkatkan peluang lebih besar mengalami obesitas pada

remaja.

6) Masalah kesehatan mental

Remaja yang kurang tidur diketahui memiliki mood atau

memiliki tingkat kecemasan yang tinggi, dan kesulitan mengontrol

amarah atau emosi.

3. Perilaku Merokok

a. Definisi

Perilaku merokok adalah perilaku yang dilakukan tanpa adanya

motif yang bersifat positif ataupun negatif. Seseorang merokok hanya

untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu [ CITATION Set15 \l

1057 ]. Menurut Priyoto (2015) perilaku merokok adalah suatu aktivitas

yang dilakukan individu berupa membakar dan menghisapnya serta

dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang – orang

disekitarnya.
28

b. Kandungan senyawa berbahaya dalam rokok

1) Nikotin

Nikotin merupakan senyawa alkaloid yang bersifat stimulant

dan pada dosis tinggi dapat mengandung senyawa racun. [ CITATION

Set151 \l 1057 ]. Para pecandu rokok memiliki resiko lebih besar

untuk mengalami gangguan tidur, penurunan kemampuan

mengingat tugas-tugas sederhana, serta mendorong munculnya

perilaku kompulsif. Pengaruh lain nikotin adalah meningkatkan

konsentrasi intrasypnaptic dopamine (DA) di ventral striatum atau

nucleus accumbens (VST/NAc) dan serotonim sebagai

neurotrasnmiter penahan kantuk sehingga menimbulkan gangguan

tidur [ CITATION PEN10 \t \l 1057 ].

2) Carbon monoksida (CO)

Karbon monoksida dalam asap rokok akan menghetikan

oksigen dalam darah, sehingga tekanan darah akan meningkat

karena jantung dipaksa bekerja lebih keras untuk mengedarkan

oksigen keseluruh organ dari jaringan tubuh [ CITATION Sun10 \l

1057 ].

3) Tar

Tar merupakan komponen padat yang terkandung dalam asap

rokok dan bersifat karsinogen. Ketika rokok dihisap, senyawa tar

akan masuk ke dalam rongga mulut dalam bentuk uap padat.

Setelah dingin, tar akan menjadi padat dan membentuk endapan


29

berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru[

CITATION Set151 \l 1057 ]

c. Tipe – Tipe Perokok

Berdasarkan banyak rokok yang dihisap perhari dapat

diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok, yaitu [ CITATION Set151 \l 1057 ]:

1) perokok ringan adalah perokok yang menghisap 1 - 10 batang

rokok sehari,

2) perokok sedang, 11 - 20 batang sehari,

3) perokok berat lebih dari 20 batang rokok sehari

d. Tahapan Perilaku Merokok

Menurut Laventhal dan Clearly (dalam, Aula 2010) , ada empat

tahap dalam perilaku merokok. Keempat tahap tersebut adalah sebagai

berikut:

1) Tahap Preparatory

Seseorang memiliki gambaran yang menyenangkan terkait

merokok dengan cara mendengar, melihat, ataupun hasil membaca,

sehingga menimbulkan keinginan untuk merokok

2) Tahap Initiation (Tahap Perintisan Merokok)

Tahap perintisan merokok, yaitu tahap seseorang mengambil

keputusan untuk meneruskan atau berhenti dari perilaku merokok.

3) Tahap Becoming a Smoker

Pada tahap ini, seseorang yang merokok sebanyak empat batang

per hari cenderung menjadi perokok.

4) Tahap Maintaining of Smoking


30

tahap dimana merokok sudah menjadi bagian dari cara

pengendalian diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk

memperoleh efek yang menyenangkan.

Sementara itu, Aula (2010) membagi empat perilaku merokok

berdasarkan Management of affect theory. Keempat tipe tersebut adalah

sebagai berikut:

1) Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif Green (1978

dalam Aula, 2010).

a) Pleasure relaxation, yaitu perilaku merokok untuk menambah

atau meningkatkan kenikmatan yang sudah diperoleh,

misalnya perilaku merokok setelah minum kopi atau makan.

b) Stimulation to pick them up, yaitu perilaku merokok yang

dilakukan sekadarnya untuk memberikan perasaan yang

menyenangkan.

2) Pleasure if handling the cigarette, yakni kenikmatan yang

diperoleh individu dengan perilaku memegang rokok.

3) Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.

Seseorang melakukan perilaku merokok biasanya untuk

mengurangi perasaan negatif, misalnya saat marah, cemas, dan

gelisah, rokok dianggap sebagai solusinya. Mereka merokok jika

mengalami perasaan yang tidak enak, sehingga mereka terhindar

dari perasaan yang lebih tidak mengenakan.

4) Perilaku merokok yang adiktif

Orang – orang yang menunjukan perilaku merokok akan

menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek


31

dari rokok yang diisapnya berkurang. Pada umumnya, mereka akan

pergi keluar rumah membeli rokok, walaupun tengah malam.

Sebab, mereka khawatir bila rokok tidak tersedia, padahal mereka

sangat menginginkanya.

5) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.

Seseorang merokok bukan demi mengendalikan perasaannya,

tetapi karena sudah menjadi kebiasaan rutin. Merokok merupakan

perilaku yang bersifat otomatis, sehingga sering kali dilakukan tanpa

dipikirkan dan disadari.

e. Faktor – faktor yang mempenagruhi perilaku merokok

Menurut Sarafino dalam (Aula, 2010) faktor – faktor yang

mempengarhui perilaku merokok ada tiga yaitu :

1) Faktor sosial

Biasanya, mereka memperhatikan tindakan orang lain, dan

kadang mencoba meniru perlakuanya. Tujuanya untuk mencari jati

diri dan belajar menjalani hidup. Jika seorang yang bukan perokok

ternyata hidup atau bekerja dengan seorang perokok, maka ia akan

terpengaruh secara otomatis. Hal itu dilakukan untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan. Berbagai fakta

mengungkapkan bahwa remaja merokok, semakin besar juga

kemungkinan teman-temanya sebagai perokok. Dari fakta tersebut,

ada kemungkinan remaja terpengaruh oleh teman-temanya yang

merokok.

Selain itu, lingkungan keluarga mempengaruhi seseorang

berperilaku merokok. Salah satu remaja perokok adalah anak muda


32

yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia. Remaja dari

keluarga konservatif menekan nilai-nilai sosial dan agama sebaik-

baiknya dengan tujuan jangka panjang lebih sulit terlibat dengan

rokok, tembakau, atau obat-obatan dibandingkan keluarga yang

permisif dengan penekenan pada falsafah “kerjakan urusanmu

sendiri-sendiri”. Remaja lebih cepat berperilaku sebagai perokok

bila ibu mereka yang menjadi perokok ketimbang sang ayah. Hal

ini lebih terlihat pada remaja putri.

2) Faktor Biologis

Alasan seseorang merokok, yaitu demi relaksasi atau

ketenangan, serta mengurangi kecemasan atau ketegangan.

Mengenali penyebab merokok, seperti faktor kebiasaan dan

kebutuhan mental akan memberikan petunjuk yang sesuai untuk

mengatasi gangguan fisik ataupun psikologis yang menyertai

berhentinya proses merokok. Berikut ini adalah gejala-gejala yang

dapat dicermati untuk mengenali alasan merokok.

a) Ketagihan

(1) Adanya rasa ingin merokok yang menggebu

(2) Merasa tidak bisa hidup selama setengah hari tanpa rokok

(3) Merasa tidak tahan bila kehabisan rokok

(4) Sebagaian kenikmatan merokok terjadi saat menyalakan

rokok

(5) Kesemutan di lengan dan kaki

(6) Berkeringat dan gemetar

(7) Gelisah, susah konsnetrasi, sulit tidur, lelah, dan pusing


33

b) Kebutuhan mental

(1) Merokok merupakan hal yang paling nikmat dalam

kehidupan

(2) Adanya dorongan kebutuhan merokok yang kuat ketika

tidak merokok

(3) Merasa lebih berkonsentrasi sewaktu bekerja dengan

merokok.

(4) Merasa lebih rileks dengan merokok

(5) Keinginan untuk merokok saat menghadapi masalah

c) Kebiasaan

(1) Merasa kehilangan benda yang bisa dimainkan di tangan

(2) Kadang-kadang menyalakan rokok tanpa sadar

(3) Kebiasaan merokok sesudah makan

(4) Menikmati rokok sambil minum kopi

3) Faktor Genetik

Faktor genetik menjadikan seseorang tergantung pada rokok.

Faktor genetik ini dipengaruhi faktor sosial dan psikologi. Selain

itu, faktor lain yang menyebabkan seseorang merokok adalah

pengaruhi iklan. Melihat iklan dan elektronik akan menampilkan

gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan, membuat

remaja sering kali terpicu intuk meniru perilaku dalam iklan

tersebut.
34

f. Dampak perilaku merokok

Penyakit yang berhubungan dengan merokok merupakan penyakit yang

diakibatkan secara lansung oleh rokok. Penyakit yang disebabkan oleh

merokok adalah [ CITATION Nur141 \l 1057 ]:

1. Penyakit jantung koroner

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah dan mempercepat

denyut jantung sehingga kandungan zat asam kurang dari

normal yang diperlukan agar jantung bisa berfungsi dengan

baik. Keadaan ini dapat memperberat kinerja otot jantung.

Merokok menyebabkan dinding pembuluh darah menebal

secara bertahap yang menyulitkan jantung untuk memompa

darah.

2. Trombosis koroner

Trombosis koroner atau serangan jantung terjadi akibat

pembekuan darah menutup salah satu pembuluh darah jantung.

Mengakibatkan jantung kekurangan darah. Nikotin dapat

mengganggu irama jantung sehingga dapat menyebabkan

kematian secara tiba – tiba dan lebih sering terjadi pada orang

yang merokok daripada yang tidak merokok.

3. Kanker

Kanker merupakan penyakit yang diakibatkan oleh

pertumbuhan sel-sel yang mengganda secara tiba – tiba dan

tidak berhenti, dan gumpalan sel hancur terbawa dalam aliran

darah. Pertumbuhan sel secara tiba-tiba terjadi akibat adanya

rangsangan salah satunya adalah senyawa tar yang bersifat ko-


35

karsinogenik dimana tidak menimbulkan kanker. Tetapi, tar

dapat menimbulkan kanker apabila bereaksi dengan senyawa

lain sehingga merangsang pertumbuhan sel kanker. kanker yang

sering terjadi di daerah mulut dan tenggorokan.

4. Bronkitis

Awal bronkitis terjadi akibat paru-paru tidak mampu

mengeluarkan mukus yang terdapat di dalam bronkus. Batuk ini

terjadi karena mukus menangkap debu atau asap yang dihirup

dari udara dan mencegah terjadinya penyumbatan di paru-paru.

Mukus dan kotoran yang berada di tabung bronchial bergerak

keluar, gerakan ini di bantu oleh silia keluar dari paru-paru

menuju tenggorokan. Asap rokok dapat memperlambat gerakan

silia. Dan dalam waktu lama paru – paru tidak dapat bekerja

secara optimal. Sehingga perokok lebih banyak batuk untuk

mengeluarkan mukus.

B. Tinjauan Islam

Segala sesuatu yang berlebih – lebihan adalah sifat yang tidak disukai

oleh allah SWT. Pemborosan terhadap sesuatu yang tidak bermanfaat bagi

dirinya, termasuk perilaku merokok. Adapun seseorang yang membeli rokok

dan mengkonsumsinya setiap hari dapat menimbulkan dampak negatif bagi

kesehatan dan ekonomi. Perilaku tersebut tidak disukai oleh allah berikut

pemaparan dalam Al – Qur’an terkait sifat yang berlebih – lebihan yaitu surat Al

– Isra (15) : ayat 26 – 27

P‫ ا‬P‫ ًر‬P‫ ي‬P‫ ِذ‬P‫ ْب‬Pَ‫ ت‬P‫ر‬Pْ P‫ ِّذ‬Pَ‫ ب‬Pُ‫ اَل ت‬P‫ َو‬P‫ ِل‬P‫ ي‬Pِ‫ ب‬PَّP‫س‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ن‬Pَ P‫ ْب‬P‫ ا‬P‫و‬Pَ P‫ن‬Pَ P‫ ي‬P‫ ِك‬P‫ ْس‬P‫ ِم‬P‫ ْل‬P‫ ا‬P‫و‬Pَ Pُ‫ ه‬Pَّ‫ ق‬P‫ َح‬P‫ى‬Pٰ Pَ‫ ب‬P‫ر‬Pْ Pُ‫ ق‬P‫ ْل‬P‫ ا‬P‫ ا‬P‫ َذ‬P‫ت‬
ِ P‫ آ‬P‫َو‬
36

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada

orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu

menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”.

P‫ ا‬P‫ ًر‬P‫ و‬Pُ‫ ف‬P‫ َك‬P‫ ِه‬PِّP‫ ب‬P‫ر‬Pَ Pِ‫ ل‬P‫ن‬Pُ P‫ ا‬P‫ط‬ Pِ P‫ ا‬Pَ‫ ي‬P‫ َّش‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ن‬Pَ P‫ ا‬P‫ َو‬P‫خ‬Pْ Pِ‫ إ‬P‫ا‬P‫ و‬Pُ‫ن‬P‫ ا‬P‫ َك‬P‫ن‬Pَ P‫ ي‬P‫ ِر‬P‫ ِّذ‬Pَ‫ ب‬P‫ ُم‬P‫ ْل‬P‫ ا‬P‫ َّن‬Pِ‫إ‬
َ P‫ ْي‬P‫ َّش‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ن‬Pَ P‫ ا‬P‫ َك‬P‫ َو‬Pۖ P‫ ِن‬P‫ ي‬P‫ط‬

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan

syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Kata boros dalam bahasa arab adalah mubazzir atau tabdzir yang artinya

mengambil harta dari jalan yang pantas, tetapi mengeluarkanya dengan jalan

yang tak pantas. Menafkahkan harta pada jalan maksiat kepada allah, pada jalan

yang sesat dan merusak. Pemborosan adalah teman setan, dimana teman setia

memiliki pengaruh yang besar terhadap orang yang ditemaninya. Orang yang

telah berteman oleh setan sudah kehilangan pedoman dan tujuan hidup. Dia

telah dibawa sesat oleh temanya sehingga tidak taat kepada allah dan

menggantikanya dalam bentuk maksiat. Seseorang yang membuang – buang

harta yang tidak berfaedah, termasuk pengaruh setan. Karena setan tidak

berterima kasih, menolak, dan melupakan nikmat, dan telah menjadi sahabat

setia orang yang bersangkutan. Begitu banyak rezeki dan nikmat yang diberikan

allah kepada dirinya, lalu dibuang – buangnya saja dengan semena- mena. Harta

yang tersimpan dengan tidak mengambil faedahnya, sama saja dengan

menyimpan batu yang tak berharga. Kalau tidak dikeluarkan untuk yang

berfaedah, dia akan keluar tidak berfaedah [ CITATION Ham15 \l 1057 ]


37

C. Kerangka Konsep

Dampak positif apabila


kualitas tidur baik pada
remaja:
Faktor yang
mempengaruhi kualitas 1. Mengurangi stres
tidur 2. Mempertahankan
1. Perilaku merokok tekanan darah
3. Menjaga kestabilan
kadar kolestrol dan
tekanan darah
4. Meningkatkan energi
Kualitas tidur
2. Lingkungan
3. Stres emosional
4. Stimulan dan
alkohol Dampak negatif Apabila
5. Gaya hidup kualitas tidur buruk pada
6. Penyakit remaja:
7. Latihan dan
kelelahan 1. Rentan mengalami
8. Obat – obatan kecelakaan
9. Nutrisi 2. Masalah kesehatan
10. Motivasi fisik
3. Gangguan memori
dan pembelajaran
4. Tidak bahagia
5. Berisiko tinggi
mengalami obesitas
6. Mengalami masalah
kesehatan mental

Gambar kerangka 2.1 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Area yang diteliti

: Area yang tidak diteliti

:Arah hubungan yang diteliti

:Arah hubungan yang tidak diteliti


38

Kerangka konsep diatas berfokus terhadap kualitas tidur pada remaja.


Kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, perilaku merokok,
lingkungan, stres emosional, stimulan; dan alkohol, gaya hidup, penyakit,
latihan; dan kelelahan, obat – obatan, nutrisi, dan motivasi. Kualitas tidur
memiliki dampak positif maupun negatif. Dampak positif apabila kualitas tidur
pada remaja baik yaitu dapat mengurangi stres, mempertahankan tekanan darah,
menjaga kestabilan kadar kolestrol dan tekanan darah, dan meningkatkan energi.
Kualitas tidur pada remaja juga mempunyai dampak negatif berupa, rentan
mengalami kecelakaan, masalah kesehatan fisik, gangguan memori; dan
pembelajaran, tidak bahagia, berisiko tinggi mengalami obesitas, dan mengalami
masalah kesehatan mental

D. Hipotesis

Ada hubungan antara perilaku merokok dengan kualitas tidur pada remaja di

SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta Tahun 2019


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode penelitian analitik

yaitu penelitian yang menekankan adanya hubungan antar variabel [ CITATION

Swa15 \l 1057 ]. Variabel bebas dalam penelitian adalah perilaku merokok dan

variabel terikat adalah kualitas tidur. Data penelitian telah dianalisis secara

korelasional yaitu penelitian yang menghubungkan variabel yang satu dengan

yang lainya, selanjutnya telah diuji secara korelasi sehingga menghasilkan

koefisien korelasi[ CITATION Swa15 \l 1057 ].

Desain penelitian berdasarkan pendekatan waktu Cross Sectional Study,

yaitu suatu penelitian yang mempelajari arah korelasi antara faktor risiko dengan

efek, dengan cara pendekatan, pengamatan atau pengumpulan data sekaligus

dalam satu waktu [ CITATION Not181 \l 1057 ].

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab adanya perubahan variabel terikat[ CITATION Sug17 \t \l

1057 ]. Pada penelitian ini variabel bebas adalah perilaku merokok.

2. Variabel terikat

Variabel terikat yaitu variabel yang bergantung terhadap variabel

bebas [ CITATION Cre17 \l 1057 ]. Variabel terikat pada penelitian ini adalah

kualitas tidur.

39
40

3. Variabel pengganggu

Variabel pengganggu adalah variabel – variabel yang pengaruhnya

terhadap variabel terikat dianggap kecil (tidak berarti). Sehingga pengaruh

tersebut diabaikan, dan variabel - variabel tersebut dibiarkan tanpa

dilakukan perlakuan [ CITATION Bag13 \l 1057 ]. Variabel pengganggu pada

penelitian ini adalah:

a. Lingkungan

Dikendalikan dengan memilih responden yang berada di lingkungan

yang sama yaitu di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta.

b. Stres emosional

Tidak dikendalikan karena responden tidak sedang mengalami stres

emosional.

c. Stimulan dan alkohol

Tidak dikendalikan karena beberapa responden ada yang

mengkonsumsi alkohol dan tidak mengkonsumsi alkohol serta

minuman yang dapat menstimulasi tidur yaitu kafein (kopi) dengan

intensitas yang berbeda - beda

d. Gaya hidup

Tidak dikendalikan karena gaya hidup setiap responden berbeda-beda

e. Penyakit

Dikendalikan dengan memilih responden yang memiliki kondisi tubuh

sehat, dimana tidak mengidap penyakit kronis

f. Latihan dan kelelahan

Tidak dikendalikan karena setiap responden memiliki aktivitas yang

berbeda – beda.
41

g. Obat – obatan

Dikendalikan dengan memilih responden yang tidak sedang

mengkonsumsi obat – obatan yang dapat mempercepat tidur atau

memberikan rasa kantuk seperti obat antidepresan, diuretik, dan lain-

lain.

h. Nutrisi

Tidak dikendalikan karena asupan nutrisi setiap responden berbeda-

beda ada yang teratur maupun tidak teratur seperti jenis makanan,

jumlah asupan makan dan pola makan dalam waktu sehari

i. Motivasi

Tidak dikendalikan karena setiap responden memiliki motivasi yang

berbeda

C. Definisi Operasional Penelitian

1. Perilaku merokok

Sebuah aktivitas menghisap rokok yang diukur melalui intensitas

jumlah rokok yang di konsumsi dalam sehari. Perilaku merokok remaja

diukur dengan menggunakan kuesioner yaitu Glover Nillson Smoking

Behavior Quetionnaire (GN - SBQ).

GN - SBQ terdiri dari 11 pertanyaan terkait perilaku merokok.

Pengukuran ini menggunakan skala likert yang memiliki 5 respon yang

berbeda – beda dalam bentuk skor dari 0 sampai 4 untuk 11 pertanyaan

yaitu:

a. Pertanyaan no 1 sampai 2 terkait yaitu

1) Respon “tidak sama sekali” memiliki skor 0

2) Respon “agak” memiliki skor 1


42

3) Respon “sedang” memiliki skor 2

4) Respon “sangat” memiliki skor 3

5) Respon “sangat sekali” memiliki skor 4

b. Pertanyaan no 3 sampai 11 yaitu

1) Respon “tidak pernah” skor 0

2) Respon “jarang” skor 1

3) Respon “kadang – kadang” skor 2

4) Respon “ sering” skor 3

5) Respon “selalu” skor 4

Pada pengukuran ini menggunakan data ordinal. Interprestasi total

skor perilaku ketergantungan adalah sebagai berikut:

a. Total skor < 12 = perilaku merokok ketergantungan ringan

b. Total skor 12 – 22 = perilaku merokok ketergantungan sedang

c. Total skor 23 – 33 = perilaku merokok ketergantungan berat

d. Total skor > 33 = perilaku merokok ketergantungan sangat berat

2. Kualitas tidur

Suatu kondisi dimana seseorang dapat memulai proses tidur dengan

nyenyak tanpa ada gangguan sampai terbangun di pagi hari dengan kondisi

tubuh nyaman, sehat, dan bugar. Kualitas tidur diukur dengan kuesioner

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Instrumen tersebut terdiri dari 9

pertanyaan yang terdiri dari 7 domain yaitu: kualitas tidur, latensi tidur,

efisiensi kebiasaan tidur, durasi tidur, disfungsi di siang hari, gangguan

tidur, dan penggunaan obat. Setiap domain memiliki tingkat penilaian yang

sama yaitu 0 sampai 3 dari 7 domain tersebut akan dijumlahkan sehingga

mendapatkan total skor dengan rentang 0 sampai 21. Skala data pada
43

kualitas tidur adalah data ordinal. Interprestasi kuesioner PSQI adalah

sebagai berikut:

a. Total skor < 5 = kualitas tidur baik

b. Total skor ≥ 5 = kualitas tidur buruk

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah kumpulan individu yang akan diteliti sifat atau

kondisinya [ CITATION Bag13 \l 1057 ]. Populasi pada penelitian ini adalah

remaja yang merokok di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta sebanyak 115

siswa

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah kumpulan individu atau objek yang dapat diukur yang

diambil dari populasi [ CITATION Swa15 \l 1057 ]. Untuk menentukan ukuran

sampel dari suatu populasi menggunakan rumus Slovin yaitu [ CITATION

Nur14 \l 1057 ]:

N
n=
1+ N ε 2

Keterangan:

n = Jumlah sampel

ε = Kesalahan maksimal yang ditolerir ( 10% = 0,1)

N = Jumlah populasi

115
n= 2
1+115 ( 0,1 )

= 54 siswa
44

Setelah dihitung dengan menggunakan rumus Slovin, maka

didapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan yaitu sebesar 54 siswa. Pada

penelitian ini peneliti telah melakukan penelitian dan mendapatkan jumlah

responden sebesar 54 responden. Penelitian ini menggunakan teknik

pengambilan sampel dengan simple random sampling. Simple random

sampling adalah setiap anggota dari suatu populasi memiliki peluang yang

sama untuk diseleksi sebagai sampel. [ CITATION Not181 \l 1057 ]. Dengan

kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi sebagai berikut

1) Siswa yang bersedia menjadi responden

2) Siswa yang berjenis kelamin laki-laki

3) Siswa SMK jurusan teknik ototmotif

b. Kriteria eksklusi

1) Siswa yang tidak hadir di sekolah

2) Siswa yang tidak kooperatif

E. Etika Penelitian

Terdapat 4 prinsip etika dalam pelaksanaan penelitian yang harus

dilaksanakan antara lain (Notoatmodjo, 2018):

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti mempertimbangkan hak - hak subjek penelitian untuk memperoleh

informasi sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti memberikan kebebasan

terhadap subjek untuk ikut atau tidak dalam penelitian. Peneliti

mempersiapkan formulir persetujuan, mencakup:

a. Penjelasan manfaat penelitian


45

b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang akan

terjadi

c. Penjelasaan manfaat penelitian

d. Persetujuan peneliti dapat menjawab semua pertanyaan yang

diajukan oleh subjek yang berkaitan dengan prosedur penelitian

e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek

penelitian

f. Jaminan anonimitas dan kerahasian terhadap identitas dan informasi

yang telah diberikan oleh responden

Pada penelitian ini peneliti telah melakukan penelitian dengan

menghormati harkat dan martabat responden dalam ketersediaanya menjadi

responden sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku dalam pengisian

formulir persetujuan menjadi responden

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy

and confidentiality)

Peneliti tidak menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan

identitas subjek. Peneliti menggunakan coding sebagai pengganti identitas

responden. Peneliti telah melakukan penelitian bila responden tidak

bersedia identitasnya ditulis, maka peneliti tidak mencantumkan namanya

hanya mencantumkan inisial, tetapi pada penelitian ini responden bersedia

mencantumkan nama responden. Peneliti tetap menjaga kerahasian data

yang telah diambil dari responden yang telah diteliti dengan cara disimpan

dan tidak akan diberitahukan kepada orang lain kecuali kepada dosen

pembimbing skripsi.
46

3. Keadilan dan inklusivitas atau keterbukaan (respect for justice an

inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dilakukan oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan dan kehati – hatian. keterbukaan dilakukan peneliti dengan

menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan kepada semua subjek

penelitian mendapatkan perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa

membedakan gender, agama, etnis, dan sebagainya. Pada penelitian ini

peneliti telah menjelaskan prosedur penelitian kepada semua subjek

penelitian, mendapatkan perlakuan yang sama tanpa membeda – bedakan

responden dan responden mendapatkan keuntungan berupa souvenir

penelitian

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits)

Setiap penelitian yang dilakukan kepada subjek hendaknya:

a. Memenuhi kaidah keilmuan dan dilakukan atas kehendak hati

nurani, moral, kejujuran, kebebasan, dan tanggung jawab

b. Upaya mewujudkan ilmu pengetahuan kesejahteraan, martabat, dan

peradaban manusia, dan terhindar dari sesuatu yang membahayakan

subjek penelitian atau masyarakat pada umumnya.

Pada penelitian yang telah dilakukan tidak menimbulkan bahaya

apapun terhadap responden selama proses penelitian berlangsung melainkan

memberikan manfaat kepada responden dengan mendapatkan souvenir dari

peneliti
47

F. Alat Dan Metode Pengumpulan Data

1. Alat pengumpulan data

Data telah dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner

merupakan sekumpulan pertanyaan – pertanyaan yang telah disiapkan oleh

peneliti, kemudian akan digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data

penelitian [ CITATION Swa16 \t \l 1057 ].

Penelitian ini telah menggunakan instrumen berupa:

a. Data personal terdiri dari pernyataan mengenai nama, kelas, jenis

kelamin, usia, agama, alasan merokok, frekuensi merokok, dan jumlah

rokok yang di isap dalam sehari

b. Perilaku merokok diukur dengan Glover Nilsson Smoking Behavior

Questionnaire (GN-SBQ). Kuesioner GN-SBQ digunakan untuk

melihat kegiatan atau aktivitas merokok yang dimulai dari membakar,

mengisap sampai menghembuskan asap rokok. Kuesioner ini, bersifat

unidimensional yang terdiri dari dua kategori. Kategori pertama terdiri

dari dua pertanyaan yang menunjukan sikap merokok responden.

Kemudian kategori yang kedua terdiri dari 9 pertanyan yang

menunjukan seberapa sering responden berperilaku merokok. Total

pertanyaan dalam kuesioner adalah 11 pertanyaan. Pengisian kuesioner

menggunakan skala likert dengan rentan skor empat poin [ CITATION

Glo05 \l 1057 ].
48

Tabel. 3.1. Kisi – kisi kuesioner Glover Nilsson Smoking Behavior


Questionnaire (GN-SBQ)

Pertanyaan Kategori Keterangan Penilaian Jumlah


1 -2 Sikap a. Tidak sama 0 8
Merokok sekali 1
b. Agak 2
c. Sedang 3
d. Sangat 4
e. Sangat sekali
3-11 Perilaku a. Tidak pernah 0 36
Merokok b. Jarang 1
c. Kadang – 2
kadang 3
d. Sering 4
e. Selalu
Total skor 44
a. Kualitas tidur responden selama sebulan terakhir dinilai dengan

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI terdiri dari 19

pertanyaan yang dinilai sendiri. Pertanyaan yang terdiri dari 19 item

terbagi menjadi berbagai faktor yang berkaitan dengan kualitas tidur,

termasuk perkiraan durasi dan latensi tidur serta frekuensi dan tingkat

keparahan masalah terkait tidur. Pertanyaan yang berjumlah 19 item

ini dikelompokkan menjadi tujuh skor komponen, masing-masing

berbobot sama pada skala 0 - 3. Pertanyaan PSQI terdiri dari 7

komponen yang kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan skor

PSQI. PSQI memiliki total skor 0 - 21. Skor yang lebih tinggi

menunjukkan kualitas tidur yang lebih buruk. Tujuh komponen

tersebut terdiri dari kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur,

efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi

siang hari (Buysse, et al., 1988). Interpretasi total skor kuesioner

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yaitu skor ≥ 5, artinya


49

responden memiliki kualitas tidur yang buruk dan skor < 5, berarti

responden memiliki kualitas tidur yang baik[ CITATION Lut17 \l 1057 ].

Tabel 3.2. Kisi – Kisi Kuesioner Pittburgh Sleep Quality Index


(PSQI)

No Komponen Nomor item


1 Kualitas tidur No. 9
2 Latensi tidur No. 2 ( skor : ≤15 menit = 0; 16-30 menit = 1;
31-60 menit = 2, >60 menit = 3) + No. 5a
interpretasi hasil hitung adalah 0 = 0; 1-2= 1; 3-
4= 2; 5-6= 3
3 Durasi tidur No. 4
Total skor: >7= 0; 6-7= 1; 5-6= 2; <5= 3
4 Efisiensi tidur jumlah lamanya jam tidur ( No. 1−No 3 )
x 100 %
jumlah lamanya di tempat tidur ( No .4 )
Total skor: >85%= 0, 75%-84%= 1, 65%-74%=
2, <65%= 3)
5 Gangguan Jumlahkan skor No. 5b sampai No. 5j
tidur total skor: 0= 0; 1-9= 1; 10-18= 2; 19-27= 3
6 Penggunaan No. 6
obat
7 Disfungsi di No.7 + No. 8
siang hari Total skor: 0=0; 1-2=1; 3-4=2; 5-6=3
Sumber : [ CITATION Smy12 \l 1057 ]

2. Metode pengumpulan data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan

kuesioner perilaku merokok dan kualitas tidur. Pendekatan dan

pengumpulan data dilakukan di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta. Hal –

hal yang telah dilakukan oleh peneliti dalam mendapatkan data antara lain:

a. Peneliti sudah melakukan penelitian dengan bantuan guru bimbingan

konseling dan asisten penelitian di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta.

b. Peneliti, dan asisten memasuki ruang kelas untuk meminta responden

mengisi kuesioner

c. Peneliti dan asisten penelitian memilih responden yang sesuai

karakterstik responden berdasarkan data remaja yang sudah ada


50

d. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud, tujuan, dan manfaat

penelitian kepada responden, kemudian lembar persetujuan

ketersediaan remaja untuk menjadi responden.

e. Penilaian kuesioner dilakukan oleh peneliti, dan asisten dengan menilai

kelengkapan remaja mengisi kuesioner selama dalam proses

pengambilan data

f. Semua data penelitian telah terkumpul menjadi satu

g. Data telah diolah dan dianalisis

3. Uji Validitas dan Reabilitas

Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu

benar – benar mengukur apa yang di ukur [ CITATION Not181 \l 1057 ].

Reabilitas didefinisikan sebagai tingkat skor tes konsisten (consistence),

dapat dipercaya (dependable) dan dapat diulang (reapetable). Apabila

dilakukan pengukuran terhadap objek yang sama dalam waktu yang

berbeda, alat ukur reliabel akan menghasilkan skor yang sama [ CITATION

Pur16 \l 1057 ].

Penelitian tentang perilaku merokok menggunakan kuesioner Glover

Nilsson Smoking Behavior Questionnaire (GN–SBQ) dan kualitas tidur

menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Ini dipilih karena

GN-SBQ memiliki nilai validitas dan reabilitas, sehingga peneliti tidak

perlu untuk melakukan uji validitas dan reabilitas ulang. Menurut Glover et

al, (2005) pada penelitian yang telah dilakukan, mendapatkan nilai reabilitas

sebesar 0,836. Hasil validitas dan reabilitas GN-SBQ oleh Rath et al,

(2013). memiliki konsisten internal dan koefisien reabilitas (Cronbach’s


51

alpha) sebesar 0,82. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menggunakan GN-

SBQ memiliki konsistensi internal dan koefisien reabilitas yang memadai.

Sedangkan untuk kuesioner kualitas tidur menggunakan kuesioner

PSQI yang sebelumnya sudah di uji validitas dan reabilitas. Berdasarkan

penelitian dari Buysse, et al. (1988) pada penelitian tersebut PSQI teruji

valid dengan sensivitas 89,6% dan spesifitas 86,5% (kappa = 0,75,

p<0,001). Serta nilai validitasnya adalah 0,96. Tujuh skor komponen PSQI

memiliki koefisien reliabilitas keseluruhan (Cronbach alpha) sebesar 0,83

yang menunjukkan tingkat konsistensi internal yang tinggi.

G. Metode Pengolahan Dan Analisis Data

1. Metode Pengolahan Data

Langkah – langkah pengolahan data dari kuesioner terstruktur, yang

sudah dilakukan sebagai berikut [ CITATION Not181 \l 1057 ]:

a. Editing

Editing adalah kegiatan untuk pemeriksaan dan perbaikan isi formulir

atau kuesioner yang telah diisi oleh responden. Adapun yang sudah

dilakukan oleh peneliti yaitu, mengecek kelengkapan isi dan jumlah

kuesioner, kejelasan jawaban, kesinambungan jawaban dengan

pertanyaan. Setelah dilakukan pemeriksaan kuesioner terdapat

kesalahan berupa kuesioner tidak lengkap, tidak jelas, atau tidak relevan

dengan pertanyaan maka peneliti mengklarifikasi kembali jawabanya

kepada responden.

b. Coding
52

Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

berbentuk data angka atau bilangan. Adapun cara pengkodean data

penelitian antara lain:

1) Perilaku merokok

Mengenai kuesioner GN - SBQ ( Glover Nilsson Smoking

Behavior Quisionaire) yaitu untuk hasil interpretasi:

a) Total skor < 12 = perilaku merokok ketergantungan ringan,

diberi kode 1

b) Total skor 12 – 22 = perilaku merokok ketergantungan sedang,

diberi kode 2

c) Total skor 23 – 33 = perilaku merokok ketergantungan berat,

diberi kode 3

d) Total skor > 33 = perilaku merokok ketergantungan sangat

berat,diberi kode 4

2) Kualitas tidur

Mengenai kuesioner PSQI yaitu untuk interpretasi hasil:

a) Skor < 5 termasuk dalam kategori kualitas tidur baik, diberi

kode 1

b) Skor ≥ 5 termasuk dalam kategori kualitas tidur buruk, diberi

kode 2

c. Entry

Entry yaitu mengisi kolom – kolom lembar kode sesuai dengan

jawaban dari masing – masing pertanyaan. Jawaban – jawaban yang di

dapat dari masing – masing responden dalam bentuk kode (angka) telah
53

dimasukkan kedalam “software” komputer, kemudian dilakukan

pengolahan data dengan menggunakan paket program SPSS 16.

d. Pembersihan data

Data dari setiap responden selesai dimasukkan, kemudian dilakukan

pengecekan kembali untuk meminimalkan kemungkinan adanya

kesalahan – kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya,

kemudian dilakukan pembetulan.

2. Analisis Data

Analisis hasil penelitian melalui 2 tahap, yaitu:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis statistik yang hanya

menghitung faktor atau variabel tunggal [ CITATION Rah15 \l 1057 ].

Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian[ CITATION

Not181 \l 1057 ]. Langkah – langkah analisis univariat adalah sebagai

berikut:

x
f= X 100
N

f = Persentase

x = Jumlah yang didapat

N = Jumlah Sampel

Sumber : [ CITATION Rah15 \l 1057 ]

b. Analisis Bivariat

Model analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara

variabel bebas dan terikat disajikan dalam bentuk tabel silang dan uji
54

statistik yang digunakan yaitu Kendall Tau (τ). Kendall Tau digunakan

untuk menguji hipotesis antara dua variabel atau lebih, bila datanya

berbentuk ordinal ataupun rangking. Rumus dasar yang digunakan

adalah sebagai berikut:

τ=
∑ A−∑ B
N (N−1)
2

Keterangan :

τ = Koefisien korelasi Kendall Tau ( - 1 < 0 < 1)

∑A = Jumlah rangking atas

∑B = Jumlah rangking bawah

N = Jumlah anggota sampel

Sumber :[ CITATION Sug17 \t \l 1057 ]

Berdasarkan nilai p value dengan taraf signifikan 0,05 untuk

menentukan taraf koefisien korelasi antar variabel. Jika p < 0,05 maka

Ha diterima, dan Ho ditolak berarti terdapat hubungan antara perilaku

merokok dengan kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman

Yogyakarta. Jika p > 0,05 maka Ha ditolak, dan Ho diterima berarti

tidak terdapat hubungan antara perilaku merokok dengan kualitas tidur

pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta. Cara menguji nilai

tingkat koefisien korelasi menggunakan rumus Z. Rumusnya adalah

sebagai berikut:
55

τ
Z= 2 ( 2 N +5 )
√ 9 N ( N−1 )

Sumber: [ CITATION Riw13 \l 1057 ].

Tabel. 3.3. Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Tingkat Hubungan


Koefisien
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 0,1000 Sangat Kuat
Sumber: [ CITATION Sug17 \t \l 1057 ]

H. Prosedur Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Tahapan persiapan

a. Studi pustaka untuk menentukan masalah penelitian

b. Penentuan judul

Peneliti telah mengajukan judul kepada pihak dosen pembimbing dan

judul telah disetujui oleh dosen pembimbing.

c. Konsultasi kepada pembimbing

Peneliti melakukan bimbingan kepada dosen pembimbing untuk

mendiskusikan dan berkonsultasi terkait penelitian yang dilakukan

peneliti.

d. Melakukan studi pendahuluan


56

Studi pendahuluan telah dilaksanakan oleh peneliti untuk mencari

masalah tentang kualitas tidur dan mengetahui jumlah populasi remaja

yang merokok di lokasi peneitian.

e. Menyusun proposal

Peneliti telah menyusun proposal dari BAB I, BAB II, dan BAB III.

f. Mempresentasikan proposal penelitian

Peneliti sudah melakukan seminar proposal yang dihadiri oleh dosen

pembimbing, dosen penguji, dan peserta seminar proposal

g. Memperbaiki proposal penelitian

Perbaikan proposal sudah dilakukan peneliti atas dasar masukan dan

saran dari dosen pembimbing dan dosen penguji

4. Tahap pelaksanaan

a. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 11 sampai 29 Maret 2019

dengan mengumpulkan data melalui kuesioner di SMK Ma’arif 2

Sleman Yogyakarta. Pelaksanaan penelitian telah dibantu oleh asisten

peneliti serta guru bimbingan dan konseling. Kemudian, menyepakati

waktu dengan guru bimbingan konseling untuk menyebarkan kuesioner

kepada responden saat kegiatan belajar mengajar di sekolah. Peneliti

dan asisten peneliti menjelaskan lembar informed consent pelaksanaan

penelitian kepada responden, selanjutnya responden menandatangi

lembar formulir persetujuan menjadi responden. sebelum pengambilan

data, asisten peneliti sudah diberikan penjelasan terlebih dahulu tentang


57

cara mengumpulkan data dari responden agar memiliki persepsi yang

sama.

b. Semua kuesioner sudah terisi oleh responden, peneliti memeriksa

kelengkapan pengisian dan jumlah kuesioner. Setelah semua kuesioner

sudah lengkap, maka diolah oleh peneliti, meliputi (1) memeriksa nama

dan kelengkapan identitas responden; (2) memeriksa kelengkapan data;

(3) memberi skor pada setiap kuesioner dan data disusun dalam bentuk

tabel berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. (4) mengkoding data

perilaku merokok dengan diberi kode 1 – 4 pada tiap skor dan juga

kualitas tidur diberi kode 1 – 4 untuk tiap skor, kemudian data yang

telah dicoding dimasukan ke dalam SPSS 16. (5) memeriksa kembali

data yang telah di input ke SPSS. setelah semua data terkumpul, peneliti

melakukan analisis data dengan menggunakan analisis univariat dan

bivariat.

5. Tahap Akhir

Pada tahap akhir kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Peneliti menyusun laporan hasil penelitian yang telah didapatkan dari

proses pengolahan data di BAB IV penelitian, yang menjelaskan

tentang gambaran lokasi penelitian, karakteristik responden, perilaku

merokok dan, kualitas tidur remaja serta hubungan antar variabel di

SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta. Kemudian diambil kesimpulannya

b. Konsultasi hasil penelitian

Peneliti melakukaan bimbingan kepada dosen pembimbing mengenai

hasil dari penelitian yang telah disusun.

c. Seminar hasil penelitian


58

Peneliti melakukan seminar hasil penelitian yang dihadiri oleh dosen

penguji, dosen pembimbing, dan teman – teman sebagai peserta

seminar hasil penelitian

d. Revisi hasil penelitian

Perbaikan dilakukan oleh peneliti sesuai dengan saran yang diberikan

dosen penguji dan dosen pembimbing berdasarkan kesepakatan.

e. Pengumpulan hasil penelitian

Peneliti mengumpulkan hasil laporan penelitian dengan lengkap, berupa

hardcopy dan CD yang berisi softcopy skripsi dan naskah publikasi.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian tentang hubungan antara perilaku merokok dengan kualitas

tidur dilaksanakan pada tanggal 11 maret 2019 di SMK Ma’arif 2 Sleman

Yogyakarta yang beralamat di Jalan Turi KM 1, Merdikorejo, Tempel,

Sleman, Yogyakarta. SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta merupakan

sekolah menengah kejuruan swasta yang di dirikan pada tanggal 28 Februari

1989 di bawah Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Daerah

Istimewa Yogyakarta dengan luas tanah sebesar 5000 m 2. SMK Ma’arif 2

Sleman Yogyakarta sudah terakreditasi “A” oleh BAN - SM (Badan

Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah) pada tanggal 01 Januari 2014.

SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta memiliki 3 program keahlian

yaitu; tata busana, tata boga, dan teknik otomotif. Fasilitas yang dimiliki

oleh SMK Ma’arif 2 Sleman antara lain,  masjid, asrama, gedung sekolah,

perpustakaan, kamar mandi, gudang, laboratorium Bahasa, ruang tamu,

UKS (Unit Kesehatan Sekolah), aula, laboratorium tiap jurusan, dan

lapangan olahraga dan koperasi sekolah atau kantin sekolah. Fasilitas lain

yang dimiliki SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta yaitu terdapat kegiatan

ekstrakulikuler yang dapat di ikuti oleh seluruh siswa SMK Ma’arif 2

Sleman Yogyakarta, Ekstrakulikuler yang disediakan oleh sekolah antara

lain; paskibra, pramuka, Palang Merah Remaja (PMR), qiroah, hadrah,

dakwah, bahasa arab, bahasa inggris, futsal, basket, voli, dan bela diri

siswa ( taekwondo, dan tapak suci).

59
60

Pada tahun ajaran 2018/2019 jumlah siswa siswi di SMK Ma’arif 2

Sleman Yogyakarta berjumlah 637 siswa yang terdiri dari kelas 10

berjumlah 215 siswa, kelas 11 berjumlah 227 siswa dan kelas 12 berjumlah

195 siswa. jumlah guru yang mengajar di SMK Ma’arif 2 Sleman berjumah

35 orang. Ruang kelas berjumlah 18 ruang kelas dan setiap angkatan

jurusan masing – masing memiliki 2 ruang kelas. Kegiatan Belajar

Mengajar (KBM) di mulai pada jam 07.00 WIB.

Setiap sekolah memiliki tata tertib masing - masing, termasuk SMK

Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta baik untuk siswa, guru maupun karyawan.

Apabila terdapat pelanggaran terhadap tata tertib maka akan mendapatkan

sanksi bagi pihak yang bersangkutan. Siswa yang bermasalah akan di proses

oleh guru bimbingan dan konseling (BK) atau guru lainya. Salah satunya

pelanggaran yang dilakukan oleh siswa yaitu terlihat merokok di warung

yang terletak di depan SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta, dimana pemilik

warung menjualkan rokoknya kepada para siswa SMK Ma’arif 2 Sleman

Sebaliknya, untuk di lingkungan sekolah para siswa tidak terlihat

merokok di koperasi ataupun kantin sekolah karena kantin atau koperasi

sekolah tidak menjual rokok serta lokasi kantin atau koperasi sekolah

berdekatan dengan ruang guru. Sehingga guru bimbingan dan konseling

lebih sering melakukan razia terhadap siswa di warung depan sekolah,

kemudian memanggil siswa tersebut dan memberikan bimbingan dan

konseling, jika siswa tersebut masih mengulanginya maka guru konseling

akan memberikan surat panggilan kepada orang tua siswa tetapi para siswa

tetap saja melakukan perilaku merokok di warung depan sekolah

(Observasi, 10 Desember 2018).


61

2. Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan pada siswa jurusan teknik otomotif kelas 10,

11 dan 12 di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta. Jumlah sampel dalam

penelitian ini yaitu 54 responden. Karakteristik responden yang diamati

dalam penelitian ini adalah usia, usia pertama kali merokok, alasan

merokok, frekuensi merokok, jumlah batang rokok yang dihisap dalam

sehari. Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti dapat

mendeskripsikan karakteristik responden dalam bentuk tabel sebagai

berikut:
62

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di SMK Ma’arif 2 Sleman
Yogyakarta

Karakteristik
Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Usia (tahun)

15 5 9.3

16 15 27.8

17 14 25.9

18 17 31.5

19 3 5.6

Jumlah 54 100.0

2 Usia Pertama Kali Merokok

6–9 5 9.3

10 – 13 27 50.0

14 – 17 22 40.7

Jumlah 54 100.0

3 Alasan Merokok

Orang tua 2 3.7

Pengaruh teman 38 70.4


Pengaruh media massa maupun
3 5.6
media cetak
Dan lain – lain 11 20.4

Jumlah 54 100.0

4 Frekuensi Merokok

Beberapa kali dalam sehari 17 31.5

Beberapa kali dalam seminggu,


6 11.1
terutama saat weekend
63

Karakteristik
Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Usia (tahun)

15 5 9.3

16 15 27.8

17 14 25.9

18 17 31.5

19 3 5.6

Kapanpun saat sedang


berkumpul dengan teman - 18 33.3
teman yang merokok
Dan lain-lain 13 24.1
Jumlah 54 100.0
5 Jumlah Rokok Yang Diisap
Dalam Sehari
1-5 batang 44 81.5

6-10 batang 7 13.0

11-15 batang 3 5.6

Jumlah 54 100.0
Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat dari 54 responden sebagian besar

berusia 18 tahun berjumlah 17 responden (31,5 %) dan jumlah responden

paling sedikit pada usia 19 tahun berjumlah 3 responden ( 5,6 % ).

Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia pertama kali merokok

dijelaskan dalam bentuk tabel kelompok usia. Kelompok usia pertama kali

merokok terbanyak pada kelompok usia 10 – 13 tahun berjumlah 27

responden ( 50 %), dan paling sedikit adalah kelompok usia pertama kali

merokok 6 – 9 tahun berjumlah 5 responden ( 9,3 %). Responden dengan

alasan merokok paling banyak terjadi karena pengaruh teman berjumlah 38


64

responden ( 70,4 % ). Dan jumlah terendah dalam kategori alasan merokok

karena orang tua berjumlah 2 responden ( 3,7 %),

Tabel di atas menunjukan data responden berdasarkan frekuensi

merokok, tertinggi ditunjukkan pada kategori kapanpun saat sedang

berkumpul dengan teman - teman yang merokok berjumlah 18 responden

( 33,3 %), dan frekuensi merokok responden paling sedikit terdapat dalam

kategori beberapa kali dalam seminggu, terutama saat weekend berjumlah 6

responden ( 11,1 % ). Hasil data karakteristik responden berdasarkan jumlah

rokok yang diisap dalam sehari menunjukan jumlah responden yang paling

banyak menghabiskan rokok dalam sehari 1 – 5 batang yaitu 44 responden

( 81,5 % ), dan jumlah terendah rokok yang diisap dalam sehari oleh

responden sebanyak 11 – 15 batang yaitu 3 responden ( 5,6 % ).

3. Deskripsi Data Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti yaitu variabel

bebas ( perilaku merokok ) dan variabel terikat ( kualitas tidur )

a. Dekripsi data perilaku merokok

Hasil data penelitian untuk perilaku merokok, didapatkan dari

jawaban kuesioner yang terdiri dari 11 pertanyaan dengan jumlah

responden sebanyak 54 responden. Berikut ini hasil tabulasi data

perilaku merokok di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta dapat dilihat

pada tabel 4.2.


65

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Perilaku Merokok Pada Remaja di SMK Ma’arif 2
Sleman Yogyakarta
Perilaku Merokok Frekuensi ( F ) Persentasse ( % )
Ketergantungan Ringan 37 68.5
Ketergantungan Sedang 14 25.9
Ketergantungan Berat 3 5.6
Ketergantungan Sangat Berat 0 0.0
Jumlah 54 100.0
Sumber : Data Primer, 2019

Pada tabel 4.2. menunjukan hasil data perilaku merokok dari

jumlah 54 responden yang diteliti, dengan persentase terbanyak adalah

perilaku merokok yang didapatkan dalam kategori ketergantungan

ringan sebanyak 37 responden ( 68,5 % ), diurutan kedua perilaku

merokok dengan kategori ketergantungan sedang sebanyak 14

responden ( 25,9 % ), dan jumlah responden dengan perilaku merokok

dalam kategori ketergantungan berat sebanyak 3 responden ( 5,6 % ).

b. Deskripsi data kualitas tidur

Tabulasi data untuk kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif

2 Sleman Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Pada Remaja Di SMK Ma’arif 2
Sleman Yogyakarta

Kualitas Tidur Frekuensi ( F) Persentase (%)


Baik 14 25.9
Buruk 40 74.1
Jumlah 54 100.0
Sumber : Data Primer, 2019
66

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar

para remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta memiliki

karakteristik kualitas tidur dalam kategori buruk dari seluruh responden

yang diperoleh, yaitu 40 responden ( 74,1 % ). Responden yang

memiliki kualitas tidur baik diperoleh jumlah responden sebanyak 14

responden ( 25,4 %).

c. Deskripsi tabulasi silang hubungan antara perilaku merokok dengan

kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

Pada pengukuran hasil penelitian tentang perilaku merokok

dengan kualitas tidur kepada remaja yang telah mengisi kuesioner

penelitian diperoleh hasil tabulasi silang dalam bentuk tabel dapat

dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.4
Hasil Pengukuran Perilaku Merokok dengan Kualitas Tidur Pada
Remaja Di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

KualitasTidur P Koefisien
Total
Perilaku Merokok Baik Buruk value Korelasi
F % F % F %
Ketergantungan
14 25.9% 23 42.6% 37 68.5%
Ringan
Ketergantungan
Sedang 0 .0% 14 25.9% 14 25.9%
Ketergantungan 0,004 0,388
Berat 0 .0% 3 5.6% 3 5.6%
Ketergantungan
Sangat Berat 0 .0% 0 .0% 0 .0%

Total 14 25.9% 40 74.1% 54 100.0%


67

Sumber : Data Primer, 2019

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa semua responden yang

memiliki perilaku merokok ketergantungan ringan diperoleh jumlah

kualitas tidur dalam kategori baik yaitu sebanyak 14 responden ( 25,9

% ), dan distribusi jumlah responden terbanyak terdapat pada kategori

responden yang memiliki kualitas tidur buruk yaitu berjumlah 23

responden ( 42,6% ). Dari perilaku merokok yang termasuk ke dalam

kategori ketergantungan sedang mempunyai jumlah kualitas tidur

sebagian besar adalah kategori buruk sebanyak 14 responden ( 25,9 % ).

Perilaku merokok pada responden yang termasuk dalam kategori

ketergantungan berat terdapat jumlah kualitas tidur dalam kategori

buruk yang berjumlah 3 responden ( 5,6 % ).

Hasil dari uji statistik korelasi Kendall Tau antara perilaku

merokok dengan kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman

Yogyakarta menunjukkan hasil nilai p yaitu 0,004 dimana ( p < 0,05 )

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara perilaku merokok dengan kualitas tidur pada remaja di SMK

Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta. Pada hasil uji keeratan hubungan antara

variabel bebas ( perilaku merokok ) dengan variabel terikat ( kualitas

tidur ) menunjukan hasil nilai hubungan yaitu + 0,388 yang

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang rendah antara perilaku


68

merokok dengan kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman

Yogyakarta karena nilai keeratan hubungan terletak pada rentang antara

0,200 – 0,399. Tanda positif ( + ) menunjukan bahwa semakin sering

melakukan perilaku merokok maka semakin buruk kualitas tidur pada

remaja.

B. Pembahasan

Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan perhitungan yang

diperoleh dari 54 responden yang telah mengisi kuesioner penelitian. Hasilnya

menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara perilaku

merokok dengan kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman

Yogyakrta. Berikut ini penjelasan tentang deskripsi karakteristik responden,

perilaku merokok, dan kualitas tidur serta terkait hubungan antara perilaku

merokok dengan kualitas tidur:

1. Karakteristik responden pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

Remaja (adolescene) diartikan sebagai suatu periode penting dalam

kehidupan, suatu periode transisional, masa perubahan, masa usia

bermasalah, masa individu mencari identitas diri, usia penuh kekhawatiran,

dan ambang menuju kedewasaan Krori (2011, dalam Herlina, 2013). Pada

masa remaja mayoritas sudah mulai mengkonsumsi rokok Salim ( 2013,

dalam Fauzia, 2015 ).

Padahal dengan merokok bukan akan memperbaiki penampilan tetapi

akan memperburuk penampilan disebabkan oleh bau asap rokok, plak hitam

pada gigi dan bibir perokok berwarna hitam atau gelap. Disisi lain gejala

yang akan timbul ketika pertama kali merokok adalah batuk-batuk, lidah

terasa getir dan perut mual, gejala seperti ini tentu tidak enak dirasakan dan
69

sangat mengganggu. Namun para remaja mengabaikanya dan akan berlanjut

menjadi suatu kebiasaan yang akhirnya membuat para remaja kemudian

ketergantungan terhadap rokok, dan sulit untuk dapat menghindar, dan

berhenti merokok. Disisi lain sebagai pelajar, para remaja tentu mendapat

pendidikan kesehatan tentang bahaya, dan akibat dari merokok [ CITATION

Placeholder2 \l 1057 ]. Berikut ini deskripsi karakteristik responden

penelitian pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta yang

berperilaku merokok :

a. Umur

Berdasarkan hasil dari pengolahan data statistik pada tabel 4.1

menunjukkan bahwa umur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman

Yogyakarta sebagian besar terbanyak berusia 18 tahun dengan melihat

hasil distribusi frekuensi yang menunjukkan terdapat 17 responden

( 36,5 % ). Mayoritas responden berusia > 15 tahun dimana termasuk ke

dalam tahap remaja madya menuju ke tahap remaja akhir hal ini sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti, Dewi, &

Rifqatussa’adah, ( 2017 ) Proporsi merokok pada remaja perokok yang

berusia ≥15 tahun lebih besar dibanding dengan remaja yang berusia <

15 tahun. Dari data Riskesdas, ( 2018 ) menyatakan bahwa prevalensi

merokok mengalami peningkatan pada usia > 15 tahun yaitu sebesar

62,9 % pada penduduk berjenis kelamin laki – laki.

Sehubungan dengan usia mereka yang temasuk dalam masa

remaja, dimana masa remaja merupakan masa pencarian jati diri

sehingga mereka akan mencoba pengalaman baru termasuk tentang

rokok. Proses mencoba pengalaman baru ini belum seimbang dengan


70

pengetahuan yang baik, terkadang remaja belum memperhatikan risiko

dari pengalaman baru yang sedang mereka coba. Rasa penasaran

membuat remaja mencoba berulang-ulang sampai merasa yakin atau

bosan. Padahal rokok mengandung nikotin yang bersifat adiktif,

sehingga yang semula hanya berawal dari coba-coba akan menjadi

penasaran. Kemudian berlanjut menjadi ketergantungan yang membuat

remaja akan menjadi seorang perokok berat [ CITATION Tri16 \l 1057 ].

b. Usia pertama kali merokok

Berdasarkan tabel 4.1. karakteristik responden remaja di SMK

Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta pada kategori usia pertama kali merokok

sebagian besar remaja memulai merokok pada kelompok usia 10 – 13

tahun sebesar 27 responden ( 50 % ). Hasil penelitian ini sesuai dengan

hasil survey yang dilakukan oleh GYTS ( Global Youth Tobacco

Survey ) pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa 32,82 % siswa laki

- laki mencoba pertama kali merokok pada usia ≤ 13 tahun [ CITATION

Kus16 \l 1057 ]. Pada usia tersebut merupakan masa pencarian jati diri

yang dipengaruhi oleh lingkungan terutama teman sebaya dimana

remaja menganggap bahwa seseorang yang merokok dianggap jantan

dan meiliki harga diri Aryani ( 2012, dalam Silvia, 2018 ).

c. Alasan merokok dan frekuensi merokok

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat

pada tabel 4.1 karakteristik responden pada kategori alasan merokok

sebagian besar yang mempengaruhi remaja untuk berperilaku merokok

adalah pengaruh teman sebanyak 38 responden ( 70,4 % ) dan frekuensi


71

merokok pada remaja yaitu kapanpun saat sedang berkumpul dengan

teman - teman yang merokok sebanyak 18 responden ( 33,3 % ).

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa banyak remaja yang

merokok, diakibatkan karena sebagian besar teman-temanya sebagai

perokok. Adapun alasan remaja merokok yaitu demi relaksasi atau

ketenangan, serta mengurangi kecemasan atau ketegangan. Mengenali

penyebab merokok, seperti faktor kebiasaan dan kebutuhan mental

( Aula, 2010 )

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Setyawati D,

( 2016 ) tentang perilaku merokok pada anak didapatkan alasan

merokok pada remaja adalah pengaruh teman, karena adanya kemauan

untuk mencoba, paksaan dari temanya, ajakan merokok oleh teman,

keengganan untuk menolak ajakan merokok oleh teman, ikut – ikutan

teman merokok dan timbulnya perasaan iri karena teman sebayanya

merokok serta agar terlihat bergaya didepan teman – temanya yang lain.

Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibawa, Utomo,

dan Anggra (2013) didapatkan faktor yang menyebabkan frekuensi

merokok dalam kategori kapanpun saat berkumpul dengan teman –

teman yaitu faktor lingkungan dan faktor iklan rokok.

Frekuensi merokok yang ditunjukkan oleh remaja dalam hasil

penelitian ini termasuk ke dalam kategori kebiasaan merokok, karena

merokok bukan untuk mengendalikan perasaan remaja, tetapi sudah

menjadi kebiasaan. Merokok merupakan perilaku yang bersifat

otomatis, sehingga sering kali dilakukan tanpa dipikirkan dan disadari

( Aula, 2010). Dari hasil penelitian ini menjelaskan bahwa frekuensi


72

merokok dalam kategori kapanpun saat berkumpul dengan teman –

teman termasuk ke dalam kategori perokok dengan perasaan positif,

dimana merokok dijadikan untuk meningkatkan kenikmatan yang

sudah diperoleh, seperti perilaku merokok setelah minum kopi atau

makan, dan merokok yang dilakukan sekadarnya untuk memberikan

perasaan yang menyenangkan Green ( 1978, dalam Aula, 2010).

d. Jumlah rokok yang diisap dalam sehari

Berdasarkan dari hasil penelitian pada tabel 4.1 mayoritas

remaja menjawab bahwa jumlah rokok yang diisap dalam sehari

berjumlah 1 – 5 batang per hari sebanyak 44 responden ( 81,5 % ).

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Waciko, ( 2014 )

didapatkan hasil penelitian kepada mahasiswa pria rata-rata mengisap

rokok kurang lebih 5 batang dalam sehari yang dikategorikan sebagai

perokok ringan, Oleh karena itu, ini termasuk ke dalam tahap

maintenance of smoking yaitu tahap dimana merokok sudah menjadi

bagian dari cara pengendalian diri (self regulating). Merokok dilakukan

untuk memperoleh efek yang menyenangkan (Aula 2010).

2. Perilaku merokok pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

Dari hasil penelitian yang telah dilihat pada tabel 4.2. menunjukkan

bahwa dari 54 responden yang diteliti, didapatkan persentase terbanyak

perilaku merokok adalah dalam kategori ketergantungan ringan sebanyak 37

responden ( 68,5 % ), diurutan kedua perilaku merokok dengan kategori

ketergantungan sedang sebanyak 14 responden, dan jumlah responden

dengan perilaku merokok dalam kategori ketergantungan berat sebanyak 3

responden ( 5,6 % ).
73

Menurut Priyoto (2015), perilaku merokok adalah suatu aktivitas yang

dilakukan individu berupa membakar dan menghisapnya serta dapat

menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang – orang disekitarnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja memiliki

perilaku merokok ketergantungan ringan sebanyak 37 responden ( 68,5 % ).

Pada ketergantungan ringan responden termasuk ke dalam kategori sebagai

perokok awal, hal ini dikarenakan jika dilihat dari segi umur responden

yang sebagian besar berusia > 15 tahun, yang termasuk dalam tahap ingin

mencoba – coba sesuatu yang baru dan perilaku merokok terjadi berawal

dari ajakan teman.

Menurut Laventhal dan Clearly terdapat empat tahapan perilaku

merokok yaitu Tahap Preparatory; tahap memiliki gambaran yang

menyenangkan terkait merokok dengan cara mendengar, melihat, ataupun

hasil membaca, sehingga menimbulkan keinginan untuk merokok, Tahap

Initiation (Tahap Perintisan Merokok); Tahap perintisan merokok, yaitu

tahap mengambil keputusan untuk meneruskan atau berhenti dari perilaku

merokok, tahap Becoming a Smoker; Pada tahap ini, perokok yang

merokok sebanyak empat batang per hari cenderung menjadi perokok, dan

Tahap Maintaining of Smoking; tahap dimana merokok sudah menjadi

bagian dari cara pengendalian diri (self regulating). Dimana merokok

dilakukan untuk memperoleh efek yang menyenangkan ( Aula, 2010 ).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya terkait perilaku

merokok pada kalangan remaja di SMKN 1 Bitung oleh Runtukahu,

Sinolungan, & Opod, (2015 ) yang menyatakan bahwa sebagian besar

responden termasuk perilaku merokok dalam kategori perokok ringan


74

sebanyak 23 responden ( 34 % ). perilaku merokok selain disebabkan faktor

- faktor dari dalam diri yaitu kontrol diri, juga disebabkan faktor

lingkungan.

Menurut Sarafino ( dalam, Aula, 2010 ) yang menyatakan terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok antara lain; faktor

sosial yaitu pengaruh lingkungan ( teman sebaya yang perokok, dan

keluarga atau orang tua), faktor biologi yaitu relaksasi atau ketenangan,

serta mengurangi kecemasan atau ketegangan, dan faktor genetik yaitu

dipengaruhi faktor sosial dan psikologis, faktor lainya adalah pengaruh iklan

dan media masa. Adapun gejala yang timbul pada remaja sehingga menjadi

ketergantungan perilaku merokok yaitu adanya rasa ingin merokok yang

menggebu, merasa tidak tahan bila kehabisan rokok, sebagian kenikmatan

merokok terjadi saat menyalakan rokok, kesemutan di lengan dan kaki

berkeringat dan gemetar, gelisah, susah konsentrasi, sulit tidur, lelah, dan

pusing.

3. Kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

Dari tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar para remaja di

SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta memiliki karakteristik kualitas tidur

sebagian besar buruk dari seluruh responden diperoleh yaitu 40 responden

( 74,1 % ). Responden yang memiliki kualitas tidur baik diperoleh jumlah

responden sebanyak 14 responden ( 25,4 %). Kualitas tidur adalah keadaan

tidur yang dijalani seseorang akan menghasilkan kondisi tubuh yang segar
75

dan bugar disaat terbangun. Proses tidur maupun kondisi saat tidur yang

berlangsung optimal, akan menggambarkan tingginya kualitas tidur

seseorang [ CITATION Nas17 \l 1057 ].

Hasil penelitian menunjukan 74,1 % dari total responden memiliki

kualitas tidur yang buruk. Penelitian ini didukung dari penelitian

sebelumnya oleh Antara, Adnyana, & Samatra, (2015) menunjukkan

proporsi kualitas tidur buruk yang tinggi sejumlah 66 dari 69 responden. hal

ini terjadi disebabkan karena beberapa interaksi faktor biologis, psikologis,

dan sosial yang memendekkan durasi tidur remaja. Terdapat beberapa faktor

yang bisa mempengaruhi kualitas tidur pada remaja antara lain yaitu;

perilaku merokok, lingkungan , stres emosional, stimulan dan alkohol, gaya

hidup, penyakit, latihan dan kelelahan, obat – obatan, dan nutrisi, Motivasi (

Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010; Wartonah & Tarwanto, 2010;

Hidayat & Uliyah; 2015; Putra, 2011).

Menurut (Putra, 2010) pada masa remaja berusia 12 – 18 tahun

membutuhkan waktu tidur 8,5 jam/ hari, pada penelitian ini sebagian dari

remaja memiliki waktu tidur kurang dari 8,5 jam/hari sehingga kualitas tidur

remaja dalam kategori buruk. Masalah kualitas tidur yang buruk

berkepanjangan dapat berdampak buruk bagi remaja yaitu menyebabkan;

rentan mengalami kecelakaan, masalah kesehatan fisik, gangguan memori

dan pembelajaran, tidak bahagia, berisiko tinggi mengalami obesitas, dan

mengalami masalah kesehatan mental ( Naviri, 2016 ). Dari hasil observasi

yang dilakukan kepada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta saat

proses belajar mengajar terlihat mengalami gangguan pembelajaran dimana

beberapa remaja terlihat tertidur di kelas, sehingga sulit berkonsentrasi


76

dalam memperhatikan pelajaran. Akibat kurang tidur dapat menyebabkan

gangguan memori yang berpengaruh buruk pada pendidikan dan prestasi

akademik remaja secara keseluruhan.

4. Hubungan antara perilaku merokok dengan kualitas tidur pada remaja di

SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa seluruh responden yang memiliki

perilaku merokok ketergantungan ringan diperoleh jumlah kualitas tidur

dalam kategori baik yaitu sebanyak 14 responden ( 25,9 % ), dan distribusi

jumlah responden terbanyak terdapat pada kategori responden yang

memiliki kualitas tidur buruk yaitu berjumlah 23 responden ( 42,6% ). Dari

perilaku merokok yang termasuk ke dalam kategori ketergantungan sedang

mempunyai jumlah kualitas tidur sebagaian besar adalah kategori buruk

sebanyak 14 responden ( 25,9 % ). Perilaku merokok pada responden yang

termasuk dalam kategori ketergantungan berat terdapat jumlah kualitas tidur

dalam kategori buruk yang berjumlah 3 responden ( 5,6 % ).

Hasil dari uji statistik korelasi Kendall Tau antara perilaku merokok

dengan kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

menunjukkan hasil nilai p yaitu 0,004 dimana ( p < 0,05 ) sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku

merokok dengan kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman

Yogyakarta dengan pernyataan ini maka hipotesis Ha diterima. Pada hasil

uji keeratan hubungan antara variabel bebas ( perilaku merokok ) dengan

variabel terikat ( kualitas tidur ) menunjukan hasil nilai hubungan yaitu +

0,388 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang rendah antara

perilaku merokok dengan kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2


77

Sleman Yogyakarta karena nilai keeratan hubungan terletak pada rentang

antara 0,200 – 0,399. Tanda positif ( + ) menunjukan bahwa semakin sering

melakukan perilaku merokok maka semakin buruk kualitas tidur pada

remaja. Nilai keeratan hubungan dikategorikan rendah. Artinya, perilaku

merokok bukan satu – satunya faktor yang mempengaruhi kualitas tidur

pada remaja, ada faktor pengganggu yang mempengaruhi kualitas tidur pada

remaja seperti, lingkungan, stres emosional, stimulan dan alkohol, gaya

hidup, penyakit, latihan dan kelelahan, obat – obatan, nutrisi, dan motivasi.

Beberapa remaja laki - laki di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

menganggap merokok sudah menjadi suatu kebiasaan setiap hari yang harus

dilakukan terutama saat bersama dengan teman – teman sekolah. Remaja

mengkonsumsi rokok ketika berada di area luar sekolah tepatnya di warung

depan sekolah. Remaja mengkosumsi rokok ketika istirahat maupun saat

jam pelajaran mereka bolos sekolah, dan berkumpul bersama teman sebaya,

disertai mengkonsumsi rokok. Ketika di malam hari para remaja juga

mengkonsumsi rokok dan berkumpul dengan teman - temanya maupun saat

di rumah.

Pada penelitian ini perilaku merokok paling banyak adalah dalam

kategori ketergantungan ringan dengan kualitas tidur buruk sebanyak 23

responden ( 42,6% ). Hasil penelitian ini didapatkan dari data, bahwa

beberapa remaja dengan perilaku merokok ketergantungan ringan

menyatakan bahwa ketika malam hari remaja akan memulai tidur saat jam

menunjukkan tengah malam, dan terbangun kurang lebih jam 05.00 WIB

atau saat hari libur mereka tebangun jam 09.00 WIB. Remaja dalam

kategori ini menyatakan perasaan mengantuk dan terkadang tertidur di siang


78

hari maupun di pagi hari saat sedang proses kegiatan belajar dan mengajar

disekolah sehingga remaja mengalami masalah dalam gangguan memori

dan proses pembelajaran.

Perilaku merokok pada remaja ini dapat memberikan efek negatif bagi

kesehatan dalam jangka pendek akibat merokok berupa kerusakan sistem

pernapasan, ketagihan nikotin, dan risiko penggunaan obat lain. Merokok

secara negatif mempengaruhi kebugaran fisik saat bangun tidur,

pertumbuhan paru dan meningkatkan kemungkinan ketagihan pada remaja

[ CITATION Kyl14 \l 1057 ]. Selain itu juga perilaku merokok dapat

mengganggu kualitas tidur remaja menjadi buruk diakibatkan oleh

kandungan nikotin pada rokok. Kandungan nikotin pada rokok dapat

menghilangkan rasa kantuk dan akan merasakan tidur tidak nyenyak.

Perilaku merokok dapat mengganggu kenyamanan saat tidur sehingga

kualitas tidur remaja buruk. Rokok dapat meningkatkan tekanan darah dan

kecepatan denyut jantung sehingga berdampak pada masalah kualitas tidur

remaja[ CITATION Ide13 \l 1057 ].

Nikotin merupakan senyawa alkaloid yang bersifat stimulan dan pada

dosis tinggi dapat mengandung senyawa racun. [ CITATION Set151 \l 1057 ].

Remaja yang merokok memiliki resiko lebih besar untuk mengalami

gangguan tidur, penurunan kemampuan mengingat tugas‐tugas sederhana,

serta mendorong munculnya perilaku kompulsif. Pengaruh lain nikotin

adalah meningkatkan konsentrasi intrasypnaptic dopamine (DA) di ventral

striatum/nucleus accumbens (VST/NAc) dan serotonim sebagai

neurotrasnmiter penahan kantuk sehingga menimbulkan gangguan tidur

[ CITATION PEN10 \t \l 1057 ].


79

Sedangkan dari tinjauan islam pada surat Al – Isra (15) : ayat 26 – 27

menjelaskan bahwa:

P‫ ا‬P‫ ًر‬P‫ ي‬P‫ ِذ‬P‫ ْب‬Pَ‫ ت‬P‫ر‬Pْ P‫ ِّذ‬Pَ‫ ب‬Pُ‫ اَل ت‬P‫ َو‬P‫ل‬Pِ P‫ ي‬Pِ‫ ب‬PَّP‫س‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ن‬Pَ P‫ ْب‬P‫ ا‬P‫ َو‬P‫ن‬Pَ P‫ ي‬P‫ ِك‬P‫ ْس‬P‫ ِم‬P‫ ْل‬P‫ ا‬P‫و‬Pَ Pُ‫ ه‬Pَّ‫ ق‬P‫ َح‬P‫ى‬Pٰ Pَ‫ ب‬P‫ر‬Pْ Pُ‫ ق‬P‫ ْل‬P‫ ا‬P‫ ا‬P‫ َذ‬P‫ت‬
ِ P‫ آ‬P‫َو‬

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,

kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu

menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”.

P‫ ا‬P‫ ًر‬P‫ و‬Pُ‫ ف‬P‫ َك‬P‫ ِه‬PِّP‫ ب‬P‫ر‬Pَ Pِ‫ ل‬P‫ن‬Pُ P‫ ا‬P‫ط‬ Pِ P‫ ا‬Pَ‫ ي‬P‫ َّش‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ن‬Pَ P‫ ا‬P‫ َو‬P‫خ‬Pْ Pِ‫ إ‬P‫ا‬P‫ و‬Pُ‫ن‬P‫ ا‬P‫ َك‬P‫ن‬Pَ P‫ ي‬P‫ ِر‬P‫ ِّذ‬Pَ‫ ب‬P‫ ُم‬P‫ ْل‬P‫ ا‬P‫ َّن‬Pِ‫إ‬
َ P‫ ْي‬P‫ َّش‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ن‬Pَ P‫ ا‬P‫ َك‬P‫ َو‬Pۖ P‫ ِن‬P‫ ي‬P‫ط‬

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan

dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Kata boros dalam bahasa arab adalah mubazzir atau tabdzir yang

artinya mengambil harta dari jalan yang pantas, tetapi mengeluarkanya

dengan jalan yang tak pantas. Pemborosan adalah teman setan, dimana

teman setia memiliki pengaruh yang besar terhadap orang yang ditemaninya

( Hamka, 2015 ). Termasuk dengan merokok yang merupakan perbuatan

tabdzir yakni menghamburkan harta dan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi

ruh dan badan, tidak bermanfaat bagi dunia dan akhirat. merokok dapat

mencampakkan dirinya sendiri kedalam kondisi yang menimbulkan bahaya

bagi kesehatan, rasa lemas, dan keletihan jiwa[ CITATION Har15 \l 1057 ].

Sehingga mengalami masalah dalam kondisi tidurnya yang membuat

kualitas tidur menjadi buruk

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diana,

Hariyanto, & Ardiyani, ( 2016 ) terkait perokok aktif dengan gangguan

kualitas tidur yang menyatakan seseorang yang baru mulai kecanduan

rokok, akan mengalami kesulitan untuk memulai tidur sehingga mengalami

gangguan kualitas tidur yang dipicu oleh efek “ketagihan” dari kecanduan
80

nikotin. Kandungan senyawa dalam rokok dapat menyebabkan ketegangan

pada syaraf simpatik dan syaraf parasimpatik, sehingga akan tetap terjaga

saat malam hari. Ketika manusia dalam kondisi tidur, semua syaraf dan

organ dalam tubuh berelaksasi, bahkan denyut jantung mengalami

perlambatan.

Nikotin di dalam rokok akan memicu hormon dopamin yang

berfungsi untuk memberikan efek rasa senang, bahagia, merasa segar dan

tidak mengantuk, meningkatkan konsentrasi, daya pikir, dan daya ingat.

Oleh sebab itu, ketika hormon ini terpacu untuk meningkatkan fungsinya

termasuk syaraf simpatik maupun parasimpatik, akan menegang atau

berkontraksi. Dalam saat yang sama, hormon serotonin (kebalikan dari

hormon dopamin) akan sedikit bekerja atau bahkan tidak bekerja sama

sekali.

Hormon serotonin adalah hormon di dalam tubuh manusia yang

berfungsi untuk memberikan rasa tenang, relaks, dan mengantuk pada

manusia, sehingga memudahkan manusia untuk masuk dalam kondisi tidur.

Hormon ini seharusnya bekerja saat manusia merasa lelah dan

membutuhkan istirahat atau tidur. Tetapi hormon ini tidak bekerja sama

sekali akibat senyawa nikotin sehingga membuat hormon dopamin

meningkat dan menyebabkan gangguan kualitas tidur remaja buruk. Jadi,

pada hakikatnya kondisi seseorang yang tidak bisa tidur adalah kondisi

dimana syaraf-syaraf terus bekerja (berkontraksi) padahal seseorang tersebut

sangat menginginkan untuk merasa mengantuk atau merelaksasikan syaraf –

syaraf untuk beristirahat.


81

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Supit,

Langi, & Wariki, ( 2018 ) hasil penelitian merokok dengan kualitas tidur

diperoleh hasil uji chi – square dengan kekuatan hubungan dinyatakan

dalam odds ratio (OR) sebesar 2,934 dan p = 0,005 dimana nilai p < 0,05,

yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat ditarik kesimpulan

bahwa terdapat hubungan antara merokok dengan kualitas tidur pada pelajar

di SMAN 1 Romboken, Minahasa.

Maka hasil penelitian yang diperoleh peneliti sesuai dengan teori yang

di kemukakan oleh Kozier, Erb, Berman, & Snyder (2010), bahwa kualitas

tidur dipengaruhi oleh faktor perilaku merokok. Rokok mengandung nikotin

memiliki efek stimulan pada tubuh sehingga membuat ketergantungan, dan

perokok lebih sering sulit tertidur dibandingkan bukan perokok. Perokok

mudah terbangun ketika tidur dan sering kali menganggap dirinya sebagai

orang yang tidur di waktu fajar. Seseorang yang tidak merokok setelah

makan malam, biasanya dapat tidur dengan lebih baik. Terlebih lagi banyak

orang yang dahulunya perokok melaporkan bahwa kualitas tidur mereka

membaik setelah mereka berhenti merokok.

Menurut peniliti dalam penelitian tentang perilaku merokok sangat

mempengaruhi kualitas tidur pada remaja. Sesuai dari hasil penelitian

diperoleh mayoritas responden yang memiliki perilaku merokok dalam

kategori ketergantungan ringan dan setengah dari jumlah responden

mengalami kualitas tidur buruk. Remaja yang memiliki perilaku merokok

memiliki kualitas tidur buruk, pola tidur tidak teratur dan mengalami

gangguan tidur

C. Keterbatasan Penelitian
82

Penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang menyebabkan hasil

dari penelitian ini belum maksimal sehingga masih terdapat beberapa yang perlu

diperbaiki untuk menyempurnakan hasil penelitian. Keterbatasan yang dialami

oleh peneliti selama melaksanakan penelitian adalah :

1. Ada beberapa faktor pengganggu yang tidak dapat dikendalikan seperti

stimulan, kafein dan alkohol

2. Variabel yang memiliki potensi terjadinya recall bias adalah status merokok

dari responden. Status merokok didapatkan dari kuesioner saat melakukan

studi pendahuluan. Ketika saat proses penelitan terdapat 2 responden yang

sudah berhenti merokok sehingga selama proses penelitian peneliti

melakukan wawancara kembali terkait status merokok responden sebelum

membagikan kuesioner penelitian.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta, dapat

ditarik kesimpulan sebagai beriku ini:

1. Perilaku merokok pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

mayoritas termasuk perilaku merokok dalam kategori ketergantungan ringan

2. Kualitas tidur pada remaja di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta sebagian

besar mengalami kualitas tidur buruk

3. Hasil analisa dengan menggunakan uji Kendall Tau antara perilaku merokok

dengan kualitas tidur pada remaja didapatkan hubungan yang signifikan

dengan p – value sebesar 0,004 ( p-value <0,05 ).

4. Ada Hubungan Antara Perilaku Merokok Dengan Kualitas Tidur Pada

Remaja Di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta

B. Saran

1. Bagi remaja

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

informasi bagi siswa untuk lebih mengelola pola tidur, agar mendapatkan

kualitas tidur yang baik dengan mengurangi perilaku merokok ataupun

berhenti merokok

83
84

2. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan untuk institusi pendidikan SMK Ma’arif 2 sleman

terutama para guru dapat mengatur para siswa untuk tidak merokok di

lingkungan sekolah dengan diberikan sanksi termasuk para guru yang

merokok di lingkungan sekolah diberikan sanksi. Sanksi diberikan sebagai

pembelajaran bagi semua orang yang berada diarea sekolah untuk mentaati

peraturan yang berlaku. Dari sekolah perlu membuat jadwal rutin terkait

penyuluhan kesehatan tentang rokok agar siswa dapat meningkatkan

kesehatanya. Bagi institusi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dapat

dijadikan sebagai informasi tambahan bagi kepustakaan terutama untuk

pembaca di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

3. Bagi peneliti lain

Peneliti yang ingin meneliti tentang kualitas tidur diharapkan dapat

mencari variabel lain selain perilaku merokok yang mempengaruhi kualitas

tidur misalnya, penyakit, stres emosional, motivasi, stimulan, dan alkohol,

nutrisi, gaya hidup, dan obat – obatan, latihan dan kelelahan, dan

lingkungan. Selain itu untuk mengetahui kesesuaian karakteristik responden

perlu dilakukan dengan teknik wawancara agar mendapatkan hasil yang

memuaskan. Faktor pengganggu dalam penelitian harus dikendalikan

dengan baik dan disesuaikan dengan karakteristik responden


Daftar Pustaka

Antara, A., Adnyana, I. M., & Samatra, D. P. (2015). Korelasi Kualitas Tidur
Dengan Nyeri Kepala Primer Pada Siswa - Siswi SMAN 1 Amlapura
Kabupaten Karangasem. Jurnal Ilmiah Kedokteran.

Aula, E. L. (2010). Stop Merokok (Sekarang Atau Tidak Sama Sekali). Yogyakarta:
Graha Ilmu.

Bagyono, T. (2013). Kunci Praktis Untuk Metodologi Penelitian Kesehatan


Promotif-Preventif. Yogyakarta: Ombak.

Buysse, D., Reynolds III, C. F., Monk, T. H., Berman, S. R., & Kupfer, D. J. (1988).
The Pittsburgh Sleep Quality Index: A New Instrument For Psychiatric
Practice and Research. Psychiatry Research, 28, 193-213, 194.

Creswell, J. w. (2017). Research Design Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Mixed.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

D.I. Yogyakarta. (2018). statistik penduduk provinsi D.I. Yogyakarta. Diambil


kembali dari http://kependudukan.jogjaprov.go.id/olah.php?module=statistik.
diakses pada tanggal 05 September 2018

Depkes RI. (2015). Infodatin: Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta


Selatan: Kemenkes RI.

_________, (2017). Profil Kesehatan Kota Yogyakarta. Depkes.

Dewi, R. C., Oktiawati, A., & Saputri, L. D. (2015). Teori Dan Konsep Tumbuh
Kembang. Yogyakarta: Nuhamedika.

Diana, Hariyanto, T., & Ardiyani, V. M. (2016). Hubungan Antara Perokok Aktif
Dengan Gangguan Kualitas Tidur (Insomnia) Pada Dewasa (Usia 25 - 45
Tahun) Di RW 04 Desa Kalisonga Kecamatan Dau Kabupaten Malang.
Nursing News Volume 1, Nomor 1, 2016.

Fauzia, W. N. (2015). Faktor Penentu Intensi Berperilaku Tidak Merokok Pada


Remaja Putra Di SMA Negeri 1 Tuban Tahun 2015. Jurnal Promkes, Vol. 3,
134–145.

Glover, E. D., Westin, A., Nilsson, F., Glover, P. N., Laflin, M., & Persson, B.
(2005). Developmental History of the Glover-Nilsson Smoking Behavioral
Questionnaire. American Journal Of Health Behavior.

Hamka. (2015). Tafsir Al - Azhar: Jilid 5. Jakarta: GEMA INSANI.

Harun, N. (2015). Hukum Merokok Menurut Tinjauan Nash Dan Kaidah Syar'iyah.
Jurnal Ilmiah Al - Syirah Vol 13, No 2.

85
86

Herlina. (2013). Mengatasi Masalah Anak Dan Remaja Melalui Buku. Bandung:
Pustaka Cendikia Utama.

Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta
Selatan: Salemba Medika.

Hidayat, E., & Rochayati, A. S. (2015 ). Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi


Perilaku Merokok Remaja Di Sekolah Menengah Kejuruan Kabupaten
Kuningan. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of
Nursing), Volume 10, No.1,, 2.

Jannah, M. (2016). Remaja dan Tugas - Tugas Perkembanganya dalam Islam. Jurnal
Psikoislammedia, 245.

JM, R., E, S., & KH, B. (2013). Reliability And Validity Of The Glover-Nilsson
Smoking Behavioral Questionnaire. American Journal Of Health Behavior,
37,3,310-317.

Kemenkes RI. (2013). INFODATIN Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia.


Diambil kembali dari file http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-hari-tanpa-tembakau-sedunia.pdf.
diakses tanggal 28 Oktober 2018.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Kurniardi, A., & Prabandari, Y. S. (2017). Partisipasi guru SMP pada penerapan
kawasan. Berita Kedokteran Masyarakat (BKM Journal of Community
Medicine and Public Health), 536.

Kusumawardani, N., S, R., Wiryawan, Y., Anwar, A., Handayani, K., Mubasyiroh,
R., . . . Permana, M. (2016). Perilaku Beresiko Kesehatan Pelajar SMP dan
SMA di Indonesia. Jakarta: Dinas Kesehatan RI.

Kyle, T., & Carman, S. (2017). Buku Ajar Keperawatan Pediatri Edisi 2 Vol. 1.
Jakarta: EGC.

Liem, A. (2010). Pengaruh Nikotin Terhadap Aktivitas Dan Fungsi Otak Serta
Hubunganya Dengan Gangguan Psikologis Pada Pecandu Rokok. Buletin
Psikologi: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 38 - 44.

Luthfi B, M., Azmi, S., & Erkadius. ( 2017). Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; 6(2) .
Dipetik Oktober 28, 2018, dari h ttp://jurnal.fk.unand.ac.id :
http://jurnal.fk.unand.ac.id

Nashori, F., & Wulandari, E. D. (2017). Psikologi Tidur; Dari Kualitas Tidur
Hingga Insomnia. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
87

Naviri, T. (2016). 100 Fakta Seputar Tidur Yang Perlu Anda Tahun. Jakarta:
Gramedia.

Nizarhakim. (2015, Juli 12). 10 Trik Yang Bisa Kamu Lakukan Untuk Meningkatkan
Kualitas Tidur Malam. Diambil kembali dari Hipwee: www.Hipwee.com.
diakses pada tanggal 01 November 2018.

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT RINEKA


CIPTA.

Nursiyono, J. A. (2014). Kompas Teknik Pengambilan Sampel. Bogor: IN MEDIA.

Nururrahmah. (2014). Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan Dan Pembentukan


Karakter Manusia. Prosiding Seminar Nasional, 80.

Pangkalan Ide. (2013). Yoga Insomnia. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Permadi, A. (2017). Hubungan Perilaku Penggunaan Gadget Dengan Kualitas


Tidur Pada Anak Usia Remaja Di SMA Negeri 1 Srandakan Bantul.
Yogyakarta.

Prasadja, A. (2009). Ayo Bangun Dengan Bugar Karena Tidur Yang Benar. Jakarta:
Penerbit Hikmah.

Prawitasari, J. E. (2012). Psikologi Terapan. Yogyakarta: Erlangga.

Priyoto. (2015). Perubahan Dalam Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Purwanto, E. (2016). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Semarang: Pustaka Pelajar.

Putra, B. A. (2013). Skripsi Hubungan Antara Intensitas Perilaku Merokok dengan


Tingkat Insomnia. .http://lib.unnes.ac.id.

Putra, S. R. (2011). Tips Sehat Dengan Pola Tidur Yang Tepat Dan Cerdas.
Yogyakarta: BukuBiru.

Putro, K. Z. (2017). Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaj.


APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, 29-30.

Rahman, R. T. (2015). Analisis Statistik Penelitian Kesehatan. Bogor: IN MEDIA.

Riskesdas. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI.


Diambil kembali dari
www.depkes.go.id/resources/download/info...2018/Hasil%20Riskesdas
%202018.pdf. diakses pada tanggal 25 November 2018.

Riwidikdo, H. (2013). Statistik Kesehatan Dengan Aplikasi SPSS dalam Prosedur


Penelitian. Yogyakarta: Rohima Press.
88

Runtukahu, G. C., Sinolungan, J., & Opod, H. (2015). Hubungan Kontrol Diri
Dengan Perilaku Merokok Kalangan Remaja Di SMKN 1 Bitung. Jurnal e-
Biomedik (eBm), Volume 3, Nomor 1,.

Santrock, J. W. (2011). Masa Perkembangan Anak Children. Jakarta: Salemba


Humanika.

Saryono, & Widianti, A. T. (2011). Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta:


Nuhamedika.

Setyanda, Y. O., Sulastri, D., & Yuniar, L. (2015). Hubungan Merokok dengan
Kejadian Hipertensi pada LakiLaki Usia 35-65 Tahun di Kota Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 435 - 436.

Setyaningtyas, D. (2014). Hubungan Perilaku Merokok Dengan Risiko Insomnia


Pada Lansia Di Dusun Daleman Gadingharjo Sanden. Yogyakarta:
Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta.

Setyawati, D. (2015). Buku Seri Bahaya Narkoba Sejarah Narkoba. Surakarta: Tirta
Asih Jaya.

_________, (2016). Perilaku Merokok Pada Anak. Surakarta: Universitas


Muhammadiyah Surakarta.

Sholeh, D. R. (2017). Hubungan Perilaku Menonton Televisi Dengan Kualitas Tidur


Pada Anak Usia Remaja Di SMA Negeri 1 Srandakal Bantul.
YOGYAKARTA.

Siddiq, R. M. (2009). Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Pengharaman


Merokok. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Silvia, T. M. (2018). Hubungan Intensitas Merokok Dengan Motivasi Belajar Siswa


SMK Migas Teknologi Riau. JOM Fkp, Vol. 5 No.2, 498.

Sleman, P. K. (2017, Mei 12). Kendalikan Konsumsi Rokok Di Tempat Umum,


Pemkab Sleman Adakan Lokakarya Perda KTR. Dipetik Oktober 02, 2018,
dari Pemerintah Kabupaten Sleman:
http://www.slemankab.go.id/10612/kendalikan-konsumsi-rokok-di-tempat-
umum-pemkab-sleman-adakan-lokakarya-ktr.slm

Smyth, C. (2012). The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Dipetik November 21,
2018, dari https://consultgeri.org: https://consultgeri.org/try-this/general-
assessment/issue-6.1.pdf

Soetjiningsih, & Ranuh, I. G. (2015). Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.
89

________. (2017). Statistika Untuk Penelitian. Banadung: Alfabeta.

Sunyoto, Sutaryono, & Martono, N. (2010). Karakteristik Kebiasaan Merokok Pada


Pasien Laki-Laki Penderita Hipertensi Di Rumah Sakit Islam Klaten.
CERATA Jurnal Ilmu Farmasi (Journal of Pharmacy Science), 3.

Supit, I. C., Langi, F., & Wariki, W. M. (2018). Hubungan Antara Merokok Dengan
Kualitas Tidur Pada Pelajar. Jurnal KESMAS, Vol, 7 No. 5, 2018.

Swarjana, I. K. (2015). Metode Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: ANDI OFFSET.

_________. (2016). Statistika Kesehatan. Yogyakarta: ANDI.

Tristanti, I. (2016). Remaja Dan Perilaku Merokok. The 3rd Universty Research
Colloquium ISSN 2407-9189, 338.

Waciko, K. J. (2014). Pengaruh Jumlah Rokok Yang Dihisap Setiap Hari Terhadap
Penyakit Kanker Paru-Paru Pada Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Bali International Institue Of Tourism Management (STIE –BITTM) Sahid.
Soshum Jurnal Sosial Dan Humanoria, VOL. 4, NO.1, Maret 2014 , Volume
4, 63.

Wartonah, & Tarwanto. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses


keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

WHO. (2018). Prevalence Of Tobacco Smoking. Diambil kembali dari world health
organization: www.who.int/. diakses pada tanggal 05 November 2018

Wibawa, D. S., Utomo, M., & Anggra, M. T. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan,
lingkungan Sosial, dan Pengaruh Iklan. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah
Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013, volume 1, 24 - 25.

Wijayanti, E., Dewi, C., & Rifqatussa’adah. (2017). Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Perilaku Merokok pada Remaja Kampung Bojong Rawalele,
Jatimakmur, Bekasi. Global Medical and Health Communication, Vol. 5 No.
3 Tahun 2017, vol 5, 197.

Wiyono, J. (2015). Perbedaan Kualitas Tidur Pada Remaja Putri Yang Menggunakan
Lampu Dan Tidak Menggunakan Lampu. Jurnal Keperawatan Terapan, Vol
1 No 2, 61.
90

Anda mungkin juga menyukai