Anda di halaman 1dari 50

NABIL HARIZ

1102010
SKENARIO 1 : KESEHATAN IBU,ANAK DAN REMAJA
LI 1. Memahami dan Menjeaskan Perilaku Beresiko dan Perilaku
Kesehatan pada Masa Pubertas
Sehat adalah keadaan sejahtera seutuhnya baik secara fisis, jiwa maupun
sosial, bukan hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan. Remaja merupakan
kelompok masyarakat yang hampir selalu diasumsikan dalam keadaan sehat.
Padahal banyak remaja yang meninggal sebelum waktunya akibat kecelakaan,
percobaan bunuh diri, kekerasan, kehamilan yang mengalami komplikasi dan
penyakit lainnya yang sebenarnya bisa dicegah atau diobati. Banyak juga
penyakit serius akibat perilaku yang dimulai sejak masa remaja contohnya
merokok, penyakit menular seksual, penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), Human Immunodeficiency Virus
Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV-AIDS), kurang gizi, dan kurang
berolahraga. Semua ini, yang akan mencetuskan penyakit atau kematian pada
usia muda.
Pada masa remaja terjadi perubahan baik fisis maupun psikis yang
menyebabkan remaja dalam kondisi rawan pada proses pertumbuhan dan
perkembangannya. Masa ini merupakan masa terjadinya proses awal
pematangan organ reproduksi dan perubahan hormonal yang nyata. Remaja
menghadapi berbagai masalah yang kompleks terkait dengan perubahan fisis,
kecukupan gizi, perkembangan psikososial, emosi dan kecerdasan yang akhirnya
menimbulkan konflik dalam dirinya yang kemudian memengaruhi kesehatannya.
Remaja yang mengalami gangguan kesehatan berupaya untuk melakukan reaksi
menarik diri karena alasan-alasan tersebut. Pencegahan terhadap terjadinya
gangguan kesehatan pada remaja memerlukan pengertian dan perhatian dari
lingkungan baik orangtua, guru, teman sebayanya, dan juga pihak terkait agar
mereka dapat melalui masa transisi dari kanak menjadi dewasa dengan baik
Yang termasuk dalam kelompok remaja
Remaja dimengerti sebagai individu yang berada pada masa peralihan dari masa
kanak ke masa dewasa. Peralihan ini disebut sebagai fase pematangan
(pubertas), yang ditandai dengan perubahan fisis, psikis, dan pematangan fungsi
seksual. Pada masa pubertas, hormon yang berhubungan dengan pertumbuhan
aktif diproduksi, dan menjadikan remaja memiliki kemampuan reproduksi.
Perkembangan psikologis ditunjukkan dengan kemampuan berpikir secara logis
dan abstrak sehingga mampu berpikir secara multi-dimensi. Emosi pada masa
remaja cenderung tidak stabil, sering berubah, dan tak menentu. Remaja
berupaya melepaskan ketergantungan sosial-ekonomi, menjadi relatif lebih
mandiri. Masa remaja merupakan periode krisis dalam upaya mencari identitas
dirinya.
Ditinjau dari sisi bahwa remaja belum mampu menguasai fungsi fisis dan
psikisnya secara optimal, remaja termasuk golongan anak. Untuk hal ini, remaja
dikelompokkan menurut rentang usia sesuai dengan sasaran pelayanan
kesehatan anak. Disesuaikan dengan konvensi tentang hak-hak anak dan UU RI
no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, remaja berusia antara 10-18

11

NABIL HARIZ
1102010
tahun.

Pengertian Perilaku Beresiko


Perilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek psikososial sehingga
remaja sulit berhasil dalam melalui masa perkembangannya. Perilaku berisiko
dilakukan remaja dengan tujuan tertentu yaitu untuk dapat memenuhi
perkembangan psikologisnya. Contoh : Merokok, penggunaan narkoba agar
diterima teman sebayanya, bukti kemandirian dari orang tua
Hubungan Perilaku Berisiko
Tingkah laku berisiko cenderung dihubungkan satu sama lain dengan
memperkirakan bahwa permulaan dari suatu perilaku dapat menunjukkan bahwa
perilaku lain mempunyai kemungkinan besar sebagai awal dari masa yang akan
datang. Hubungan yang erat antara minum alkohol dan kecelakaan yang tidak
disengaja telah banyak diketahui. Hubungan alkohol dengan kecelakaan
kendaraan bermotor merupakan penyebab utama kematian pada akhir remaja.
Alkohol juga dihubungkan dengan kecelakaan termasuk bukan penggunaan
kendaraan dan olah raga air. Penyalahgunaan obat mempunyai hubungan positif
dengan mulanya perilaku seksual dini. Remaja wanita yang dilaporkan
menggunakan obat-obat yang tidak sah dan merokok sigaret lebih suka tidak
menggunakan kontrasepsi dan tidak menginginkan kehamilan.
Di antara masalah penyalahgunaan obat, pola penggunaan dihubungkan
dengan berbagai kebiasaan yang diperkirakan. Permulaan kebiasaan minum
alkohol dan merokok merupakan hal yang merusak. Sebagai rangkaian kemajuan
selanjutnya, penggunaan mariyuana didahului dengan minum alkohol dan
merokok; alkohol, sigaret (rokok) dan mariyuana mendahului obat-obat illegal
yang lain (termasuk pelanggaran hokum, kokain, heroin, sedatif dan tranquiliser)
dan penggunaan obat psikoaktif akan diikuti oleh obat-obat bius yang lain. Pada
anak wanita, merokok sering merupakan prediksi yang penting untuk
penyalahgunaan obat bius yang lain. Penggunaan obat bius secara umum akan
mengakibatkan mudahnya penggunaan obat bius yang lain yang menyebabkan
efek kumulatif dari semua obat bius.

11

NABIL HARIZ
1102010
Konsekuensi medis dari perilaku berisiko dapat berdampak jangka pendek
maupun jangka panjang dari tingkah laku berisiko. Dampak jangka pendek
terlihat dalam beberapa minggu atau bulan, yaitu selama masa remaja; efek
jangka panjang akan muncul umumnya setelah masa remaja. Konsekuensi
jangka pendek dari penggunaan alkohol terlihat pada umumnya di ruang gawat
darurat yang dikaitkan dengan kecelakaan. Bahan psikoaktif delta-9-tetra
hidrokanabinol dalam mariyuana menyebabkan perubahan suasana hati. Risiko
jangka panjang tidak akan didokumentasi. Disfungsi psikologis pada umumnya

sering dilaporkan dalam penggunaan obat bius. Petunjuk penting untuk


kekurangan disfungsi termasuk di sini adalah gangguan motivasi secara umum
dan gangguan perkembangan di dalam sekolah. Pencarian identitas bagi yang
sudah berpengalaman pada pecandu sangat sulit karena tidak mungkin untuk
mengidentifikasi karena remaja tidak mungkin memakai obat-obatan tanpa jalan
pintas

Perlunya memperhatikan kesehatan remaja


Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dari aspek fisis, emosi, intelektual,
dan sosial pada masa remaja merupakan pola karakteristik yang ditunjukkan
dengan rasa keingintahuan yang besar, keinginan untuk bereksperimen,
berpetualang, dan mencoba bermacam tantangan, selain cenderung berani

11

NABIL HARIZ
1102010
mengambil risiko tanpa pertimbangan matang terlebih dahulu. Ketersediaan
akan akses terhadap informasi yang baik dan akurat, serta pengetahuan untuk
memenuhi keingintahuan mempengaruhi keterampilan remaja dalam mengambil
keputusan untuk berperilaku. Remaja akan menjalani perilaku berisiko, bila
keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat dan selanjutnya
menerima akibat yang harus ditanggung seumur hidupnya dalam berbagai
bentuk masalah kesehatan fisis dan psikososial.
Beberapa alasan mengapa program kesehatan remaja ini perlu diperhatikan
antara lain disebabkan:
1. Jumlah remaja di Indonesia lebih kurang 20% dari populasi;
2. Remaja merupakan aset sekaligus investasi generasi mendatang;
3. Upaya pemenuhan Hak Asasi Manusia;
4. Untuk melindungi sumber daya manusia potensial.

Keadaan kesehatan remaja di Indonesia


Remaja menghadapi masalah kesehatan yang kompleks, walaupun selama ini
diasumsikan sebagai kelompok yang sehat. Dari beberapa survei diketahui
besaran masalah remaja, sebagaimana ditunjukkan oleh data berikut: survei
demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan 17%
perempuan yang saat ini berusia 45-49, menikah pada usia 15 tahun; Sementara
itu, terdapat peningkatan secara substansial pada usia perempuan pertama kali
menikah. Perempuan usia 30-34 tahun yang menikah pada usia 15 tahun
sebesar 9%, sedangkan perempuan usia 20-24 tahun yang menikah pada usia 15
tahun sebesar 4% (BPS and Macro International, 2008).
Menurut survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007,
persentase perempuan dan lelaki yang tidak menikah, berusia 15-19 tahun
merupakan :

Perokok aktif hingga saat ini: Perempuan: 0,7%; sedangkan lelaki: 47,0%.

Mantan peminum alkohol: Perempuan: 1,7%; dan lelaki: 15,6%.

Peminum alkohol aktif: perempuan: 3,7%; lelaki: 15,5 %.

Lelaki pengguna obat dengan cara dihisap: 2,3%; dihirup: 0,3 %; ditelan
1,3%.

Perempuan pertama kali pacaran pada usia <12 tahun: 5,5%; pada yusia
12-14 tahun: 22,6%; usia 15-17 tahun: 39,5%; usia 18-19 tahun: 3,2%.
Melakukan petting pada saat pacaran: 6,5%.

11

NABIL HARIZ
1102010

Lelaki pertama kali pacaran pada usia <12 tahun: 5,0%; usia 12-14
ytahun: 18,6%; usia 15-17 tahun: 36,9%; usia 18-19 tahun: 3,2%.
Melakukan petting saat pacaran: 19,2%.

Pengalaman seksual pada perempuan: 1,3%; lelaki: 3,7%.y

Lelaki yang memiliki pengalaman seks untuk pertama kali pada usia: <15
tahun: 1,0%; usia 16 tahun : 0,8%; usia 17 tahun: 1,2%; usia 18 tahun:
0,5%; usia 19 tahun: 0,1%.

Alasan melakukan hubungan seksual pertama kali sebelum menikah


ypada remaja berusia 15-24 tahun ialah: Untuk perempuan alasan
tertinggi adalah karena terjadi begitu saja (38,4%); dipaksa oleh
pasangannya (21,2%). Sedangkan pada lelaki, alasan tertinggi ialah
karena ingin tahu (51,3%); karena terjadi begitu saja (25,8%).

Delapan puluh empat orang (1%) dari responden pernah mengalami KTD,
60% di antaranya mengalami atau melakukan aborsi.

Kasus AIDS sampai dengan 31 Maret 2009 dilaporkan melalui laporan triwulan
Direktorat jendral pengendalian penyakit dan pengendalian lingkungan (Ditjen
P2PL), sebagai berikut:

Persentase kumulatif kasus AIDS berdasarkan:

Cara penularan: pengguna jarum suntik: 42%; heteroseksual: 48,4%;


yhomoseksual: 3,7%.

Kelompok usia: 15-19 tahun: 3,08%; 20-29 tahun: 50,5%.

Provinsi dengan jumlah pasien AIDS terbanyak pada pengguna napza


ysuntik adalah Jawa Barat, sebanyak 2.366 orang.

Persentase kasus AIDS pada pengguna napza suntik di Indonesia


yberdasarkan jenis kelamin, yaitu: lelaki: 91,8%; perempuan: 7,5%; tidak
diketahui: 0,7%.

Persentase kumulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di


yIndonesia berdasarkan golongan usia, yaitu: 15-19 tahun: 1,7%; dan 2029 tahun: 64,7%.

Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007:

Secara nasional persentase kebiasaan merokok penduduk Indonesia


berumur >10 tahun sebesar 23,7%, lelaki 46,8%; dan perempuan: 3 %.
Jika kebiasaan merokok ini dibagi menurut karakteristik usia responden,
didapatkan data bahwa pada usia 10-14 tahun: 0,7%; usia 15-24 tahun:
17,3%.

Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut


karakteristik responden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan, yaitu:

11

NABIL HARIZ
1102010
1. Umur 5-14 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,2%; diabetes mellitus: 0%;
tumor 1,0%.
2. Umur 15-24 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,3%; diabetes mellitus: 0,1%;
tumor: 2,4%.
3. Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut
karakteristik responden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau
dengan gejala:
4. Umur 5-14 tahun: asma: 2%, jantung: 2,2%, diabetes mellitus: 0%.
5. Umur 15-24 tahun: asma 2,2%, jantung: 4,8%, diabetes mellitus: 0,4%.

Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun


ke
atas
(berdasarkan self
reporting
questionnaire-20)
menurut
karakteristik responden 15-24 tahun adalah: 8,7%

Prevalensi anemi menurut kelompok umur 5-14 tahun: 9,4%; 15-24 tahun:
6,9%.

Prevalensi cedera dan penyebab cedera menurut karakteristik yresponden


usia 5-14 tahun: cedera akibat terjatuh: 78,4%; usia 15-24 tahun: cedera
akibat terjatuh 47,9%.

Prevalensi jenis cedera menurut karakteristik responden berusia 5-14


tahun: luka lecet 62,5%; usia 15-24 tahun: luka lecet 57,8%.

Prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk berusia 10 tahun ymenurut


karakteristik usia: 10-14 tahun: 66,9%; 15-24 tahun: 52%. Sedangkan jika
dilihat berdasarkan jenis kelamin lelaki: 41,4%; dan perempuan: 54,5%.

Tingginya perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan oleh data di atas
merupakan hasil akhir dari sifat khas remaja, pengetahuan remaja tentang
kesehatan, nilai moral yang dianut, serta ada tidaknya kondisi lingkungan yang
turut memengaruhi. Sebagai contoh bagaimana SPN akan menyebabkan
kehamilan dan persalinan dengan komplikasi, bayi yang dilahirkan dengan
komplikasi, atau mengakibatkan KTD yang dapat menimbulkan kejadian aborsi
yang menyebabkan kematian. Demikian halnya dengan penyalahgunaan napza
yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi HIV yang selanjutnya menjadi AIDS
dan akhirnya mengakibatkan kematian. Secara tidak langsung masalah
kesehatan remaja tersebut turut menghambat laju pembangunan manusia
(human development) di Indonesia, dan pencapaian pembangunan tujuan
millenium (millenium development goal).
Hal yang telah dilakukan
Penanganan masalah remaja dilakukan melalui kerjasama multi-sektoral dan
multidimensional, dengan intervensi pada aspek preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif yang komprehensif.
Program kesehatan remaja sudah mulai diperkenalkan di puskesmas sejak satu
dekade yang lalu. Selama lebih dari 10 tahun, program ini lebih banyak bergerak
11

NABIL HARIZ
1102010
dalam pemberian informasi, berupa penyuluhan dan diskusi dengan remaja
tentang masalah kesehatan melalui wadah usaha kesehatan sekolah (UKS),
karang taruna, atau organisasi pemuda, dan kader remaja lainnya yang dibentuk
oleh puskesmas. Petugas puskesmas berperan sebagai fasilitator dan
narasumber. Pemberian pelayanan khusus kepada remaja yang disesuaikan
dengan keinginan, selera, dan kebutuhan remaja belum dilaksanakan. Remaja
yang berkunjung ke puskesmas masih diperlakukan selayaknya pasien lain
sesuai dengan keluhan atau penyakitnya.
Melihat kebutuhan remaja dan memperhitungkan tugas puskesmas sebagai
barisan terdepan pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat, puskesmas
sebaiknya memberikan pelayanan langsung kepada remaja sebagai salah satu
kelompok masyarakat yang dilayaninya. Pelayanan kesehatan remaja di
puskesmas amat strategis dan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien
mengingat ketersediaan tenaga kesehatan dan kesanggupan jangkauan
puskesmas ke segenap penjuru Indonesia seperti halnya keberadaan remaja
sendiri, dari daerah perkotaan hingga terpencil perdesaan. Sesuai dengan
kebutuhan, puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis,
melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan
sosial juga dilakukan oleh puskesmas, misalnya penyaluran kepada lembaga
keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalahgunaan napza, atau penyaluran
kepada lembaga tertentu agar mendapatkan program pendampingan dalam
upaya rehabilitasi mental korban perkosaan. Sedangkan rujukan pranata hukum
untuk memberi kekuatan hukum bagi kasus tertentu atau dukungan dalam
menindaklanjuti suatu kasus belum banyak dilakukan. Pelayanan komprehensif
kepada remaja ini merupakan bentuk kerjasama berbagai sektor yang diawali
dengan komitmen antar institusi terkait.
Bentuk pelayanan kesehatan remaja
Beberapa tahun terakhir mulai dilaksanakan beberapa model pelayanan
kesehatan remaja yang memenuhi kebutuhan, hak dan selera remaja di
beberapa propinsi, dan diperkenalkan dengan sebutan pelayanan kesehatan
peduli remaja atau disingkat PKPR. Sebutan ini merupakan terjemahan dari
istilah adolescent friendly health services (AFHS), yang sebelumnya dikenal
dengan youth friendly health services (YFHS). Pelayanan kesehatan remaja
sesuai permasalahannya, lebih intensif kepada aspek promotif dan preventif
dengan cara peduli remaja. Memberi layanan pada remaja dengan model PKPR
ini merupakan salah satu strategi yang penting dalam mengupayakan kesehatan
yang optimal bagi remaja kita. Pelayanan kesehatan peduli remaja
diselenggarakan di puskesmas, rumah sakit, dan tempat-tempat umum lainnya
di mana remaja berkumpul.
Hingga akhir tahun 2008, sebanyak 1611 dari 8114 puskesmas di seluruh
Indonesia (22,39%) melaporkan telah melaksanakan PKPR dengan jumlah tenaga
yang dilatih untuk menangani PKPR ini sejumlah 2866 orang. Sementara itu
beberapa rumah sakit seperti rumah sakit Kariadi, Semarang, rumah sakit
Fatmawati di Jakarta, dan rumah sakit Hasan Sadikin Bandung, telah melakukan
pengembangkan tim kesehatan remaja atau poliklinik kesehatan remaja.
Selain itu, beberapa badan donor telah memberikan dukungan bagi pendekatan
pelayanan kesehatan peduli remaja. Di propinsi Jawa Barat, remaja di sekolah
dilatih dan dibina oleh puskesmas menjadi konselor sebaya; di propinsi Papua
dan Nusa Tenggara Timur (NTT) pelayanan bagi remaja dilaksanakan di luar
11

NABIL HARIZ
1102010
gedung puskesmas; Di beberapa propinsi lainnya petugas kesehatan dilatih agar
kompeten dalam menghadapai masalah kesehatan remaja.
Jenis kegiatan dalam PKPR
Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dapat
dilaksanakan di dalam atau di luar gedung. Untuk sasaran perorangan atau
kelompok, dilaksanakan oleh petugas puskesmas atau petugas lain di institusi
atau masyarakat, berdasarkan kemitraan.
Jenis kegiatan tersebut meliputi:
1. Pemberian informasi dan edukasi

Dilaksanakan di dalam atau di luar gedung, baik secara perorangan atau


berkelompok.

Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah,
atau dari lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau
sepengetahuan) puskesmas.

Menggunakan
metoda
ceramah
tanya
jawab, focus
group
discussion (FGD), diskusi interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu
media cetak atau media elektronik (radio, email, dan telepon/hotline,
SMS).

Menggunakan sarana komunikasi informasi edukasi (KIE) yang lengkap,


dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja, orangtua,
guru) dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk
bersikap tidak menggurui serta perlu bersikap santai.

2. Pelayanan
rujukannya.

klinis

medis

termasuk

pemeriksaan

penunjang

dan

Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke


puskesmas adalah:

Bagi remaja yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan


mengacu pada prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.

Petugas dari balai pengobatan umum, balai pengobatan gigi, kesehatan


ibu dan anak (KIA) dalam menghadapi remaja yangdatang, diharapkan
dapat menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi
masalah khusus remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke
ruang konseling bila diperlukan.

Petugas yang menjaring remaja dari ruangan, dan juga petugas loket
atau petugas laboratorium, seperti halnya petugas khusus PKPR juga
harus menjaga kerahasiaan remaja tersebut, dan memenuhi kriteria peduli
remaja.

11

NABIL HARIZ
1102010

Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil


rujukan kasus per kasus.

3. Konseling
Tujuan konseling dalam PKPR yaitu:

Membantu remaja untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya


agar dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus
dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.

Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber


daya secara berkesinambungan hingga dapat membantu remaja agar
mampu:

1. mengatasi kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.


2. meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi
pada dirinya.
3. mempunyai motivasi untuk mencari bantuan bila menghadapi masalah.
4.Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)
Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme
bahwa bila remaja dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan
sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. Pendidikan
ketrampilan hidup sehat merupakan adaptasi dari life skills education (LSE).
Sedangkan life skills atau keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial
seseorang untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalah dalam
kehidupan sehari-hari secara efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting
dalam promosi kesehatan dalam lingkup yang luas, yaitu: kesehatan fisis,
mental, dan sosial.
Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat
memberi kontribusi yang berarti dalam kehidupan keseharian adalah
keterampilan mengatasi masalah perilaku yang berkaitan dengan ketidak
sanggupan mengatasi stres dan tekanan dalam hidup dengan baik. Keterampilan
psikososial di bidang kesehatan dikenal dengan istilah PKHS. Pendidikan
ketrampilan hidup sehat dapat diberikan secara berkelompok di mana saja,
antara lain: di sekolah, puskesmas, sanggar, rumah singgah, dan sebagainya.
Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu:
1.Pengambilan keputusan
Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan
konstruktif dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya.
Keputusan yang salah tak jarang mengakibatkan masa depan menjadi
suram.
2.Pemecahan masalah

11

NABIL HARIZ
1102010
Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya
keterampilan pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan
ketegangan fisis.
3. Berpikir kreatif
Berfikir kreatif akan membantu pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah. Berpikir kreatif terealisasi karena adanya
kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada dan mempertimbangkan
sisi baik dan buruk dari tindakan yang akan diambil. Meski tak
menghasilkan suatu keputusan, berpikir kreatif akan membantu remaja
merespons secara fleksibel segala situasi dalam keseharian hidup.
4. Berpikir kritis
Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan
pengalaman secara objektif. Hal ini akan membantu mengenali dan
menilai faktor yang memengaruhi sikap dan perilaku, misalnya: tata-nilai,
tekanan teman sebaya, dan media.
5. Komunikasi efektif
Komunikasi ini akan membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik
secara verbal maupun non-verbal. Harus disesuaikan antara budaya dan
situasi, dengan cara menyampaikan keinginan, pendapat, kebutuhan dan
kekhawatirannya. Hal ini akan mempermudah remaja untuk meminta
nasihat atau pertolongan bilamana mereka membutuhkan.

6. Hubungan interpersonal
Membantu menjalin hubungan dengan cara positif dengan orang lain,
sehingga mereka dapat meciptakan persahabatan, meningkatkan
hubungan baik sesama anggota keluarga, untuk mendapatkan dukungan
sosial, dan yang terpenting adalah mereka dapat mempertahankan
hubungan tersebut; Hubungan interpersonal ini sangat penting untuk
kesejahteraan mental remaja itu sendiri. Keahlian ini diperlukan juga agar
terampil dalam mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang
positif.
7. Kesadaran diri
Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan
kelemahan, serta pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci.
Kesadaran diri akan mengembangkan kepekaan pengenalan dini akan
adanya stres dan tekanan yang harus dihadapi. Kesadaran diri ini harus
dimiliki untuk menciptakan komunikasi yang efektif dan hubungan
interpersonal yang baik, serta mengembangkan empati terhadap orang
lain.
8. Empati

11

NABIL HARIZ
1102010
Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik,
remaja mampu membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati
melatih remaja untuk mengerti dan menerima orang lain yang mungkin
berbeda dengan dirinya, dan juga membantu menimbulkan perilaku positif
terhadap sesama yang mengalaminya.
9. Mengendalikan emosi
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui
bagaimana emosi dapat memengaruhi perilaku, memudahkan menggali
kemampuan merespons emosi dengan benar. Mengendalikan dan
mengatasi emosi diperlukan karena luapan emosi kemarahan atau
kesedihan dapat merugikan kesehatan bila tidak disikapi secara benar.
10. Mengatasi stres
Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap
tubuh, membantu mengontrol stres, dan mengurangi sumber
penyebabnya. Misalnya membuat perubahan di lingkungan sekitar atau
merubah cara hidup (lifestyle). Diajarkan pula bagaimana bersikap santai
sehingga tekanan yang terjadi oleh stres yang tak terhindarkan tidak
berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius.
Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan
segera untuk menolak ajakan tersebut, merasa yakin akan
kemampuannya menolak ajakan tersebut, berpikir kreatif untuk mencari
cara penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan mengerahkan
kemampuan berkomunikasi secara efektif dan mengendalikan emosi,
sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus.
Dalam menghindari diri dari tindak kekerasan baik fisis ataupun mental,
beberapa kompetensi dari life skills ini dapat membantu remaja
mengambil keputusan agar dapat merespons ancaman atau tindak
kekerasan tersebut. Kekerasan fisis termasuk kekerasan seksual dapat
dihindari dengan berpikir kritis dan kreatif serta menggunakan komunikasi
efektif untuk menghindari dan menyelamatkan diri dari ancaman tersebut.
Kekerasan mental (tekanan, pelecehan, penghinaan) tidak menimbulkan
akibat psikis apabila kompetensi life skills diterapkan seperti berpikir
kreatif, pengendalian emosi dan komunikasi efektif.
Pelaksanaan PKHS di puskesmas di samping meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi
remaja sehingga dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung kali berikut,
serta mendorong melakukan promosi tentang adanya PKPR di puskesmas
kepada temannya dan menjadi sumber penular pengetahuan dan
keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya.
5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya
Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja
sebagai salah satu syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi
kader kesehatan remaja atau konselor sebaya dan pendidik sebaya, beberapa
keuntungan diperoleh, yaitu kelompok ini berperan sebagai agen perubahan di

11

NABIL HARIZ
1102010
antara kelompok sebayanya agar berperilaku sehat. Lebih dari itu, kelompok ini
terlibat dan siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
PKPR. Kader yang berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat curhat bagi
teman yang membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk
memperdalam keterampilan interpersonal relationship dan konseling.
Kesimpulan
Remaja bukanlah kelompok masyarakat yang tidak menghadapi masalah
kesehatan. Perilaku berisiko yang dijalani akibat tidak tepatnya keputusan yang
diambil pada masa remaja yang labil menghadapkan remaja kepada masalah
kesehatan. Di Indonesia, laju masalah kesehatan pada remaja sebagai akibat
perilaku berisiko jauh lebih cepat daripada penanganan yang dilakukan oleh
banyak pihak. Koordinasi, integrasi dan sinkronisasi menjadi esensial bagi upaya
penanganan masalah kesehatan pada remaja untuk menekan laju tersebut.
Remaja dengan sifat khasnya dilibatkan secara aktif dalam tiap upaya, selain
dididik sejak dini dan dibekali dengan pendidikan ketrampilan hidup sehat hingga
terampil dalam mengembangkan potensi dirinya untuk hidup secara kreatif dan
produktif. Remaja diberi kesempatan dan akses seluas-luasnya agar berperilaku
positif dan sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi dirinya sendiri
maupun orang lain serta mampu menghadapi tantangan secara efektif dalam
kehidupannya, sehingga pembangunan manusia dan tujuan pembangunan
milenium dapat tercapai.
LI 2. Memahami dan Menjeaskan
Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)

Kehamilan

pada

Remaja

dan

Kehamilan pada remaja


Menurut BKKBN usia yang ideal 20-30 tahun, lebih atau kurang dari usia itu
adalah berisiko.
Kesiapan untuk hamil dan melahirkan ditentukan
oleh:
Kesiapan fisik
Kesiapan mental/emosi/psikologis
Kesiapan sosial ekonomi
Usia 20 tahun secara fisik dianggap sudah siap,

Mengapa banyak remaja (usia < 20 tahun) hamil saat ini?


Faktor sosiodemografik (kemiskinan, kebiasaan, peran wanita di masy.,
seksualitas aktif & penggunaan kontrasepsi, media massa)
Karakteristik keluarga (hubungan antar keluarga)

11

NABIL HARIZ
1102010
Status perkembangan (kurang pemikiran tentang masa depan, ingin
mencoba-coba,
kebutuhan thd perhatian)
Penggunaan dan penyalahgunaan obat obatan
Mengapa Remaja Melakukan Hubungan Seks?
Tekanan pasangan
Merasa sudah siap melakukan hubungan seks
Keinginan dicintai
Keingintahuan ttg seks
Keinginan menjadi populer
Tidak ingin diejek masih perawan
Film, tayangan TV, & media massa (termasuk internet) menampakkan
bahwa normal bagi
remaja utk melakukan hubungan seks
Tekanan dari seseorang untuk melakukan hubungan seks
Apa yang terjadi jika remaja menikah/hamil di usia muda?
Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehamilannya termasuk
kontrol kehamilan
1.Risiko kehamilan (ibu & janin)
Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami risiko
2.Berakibat pada kematian ibu
Kehamilan usia muda dapat berisiko menderita kanker di masa yang akan datang
Gilbert, et al (2004): kehamilan remaja awal (11-15 th), remaja akhir (1619 th). Komplikasi pd kehamilan remaja: persalinan prematur, IUGR, BBLR &
kematian perinatal. Studi thd kelompok remaja hispanik & non hispanik, Afrika
Amerika & Asia; hasil kehamilan: kematian bayi & neonatal, BBLR, persalinan
prematur, PEB, eklampsia, pyelonefritis, komplikasi infeksi.
Ahmad (2004) dari laporan Save the Children: 1 dari 10 persalinan dialami
oleh ibu yang masih anak2, berusia 11-12 tahun ;komplikasi kehamilan &
persalinan membunuh 70,000 remaja puteri tiap tahun, jika pun selamat maka
akan menderita injuri permanen. Estimasi bayi yg dilahirkan pun 1 juta
meninggal dlm tahun pertama kehidupannya. Risiko kematian > tinggi 50% dp
bayi yg dilahirkan dari ibu berusia >20 th. Merekomendasikan pe biaya u/

11

NABIL HARIZ
1102010
pelayanan kesehatan, kelangsungan hidup anak
berencana yg memenuhi kebutuhan remaja puteri

dan

program

keluarga

1. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)


Suatu kehamilan yang karena suatu sebab maka keberadaannya tdk
diinginkan oleh salah satu atau kedua orangtua bayi tersebut.
Faktor penyebabnya:
Karena kurangnya pengetahuan yg lengkap & benar ttg proses
terjadinya kehamilan & metode2 pencegahannya
Akibat terjadi tindak perkosaan
Kegagalan alat kontrasepsi
Jika remaja mengalami KTD:
Hanya ada pilihan Mempertahankan atau Aborsi, hal ini akan beresiko
terhadap fisik, psikis dan sosial remaja.
Mempertahankan Kehamilan
1. Risiko Fisik: kesulitan dalam persalinan seperti pendarahan, komplikasi lain
(PEB, persalinan prematur, IUGR, CPD) hingga kematian
2. Risiko Psikis/Psikologis.
pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan tidak mau
menikahinya/ tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Kalau mereka menikah: perkawinan bermasalah yang penuh konflik krn
sama-sama belum dewasa & siap memikul tanggung jawab sebagai orang
tua.
Pasangan muda terutama pihak perempuan : dibebani o/ berbagai
perasaan yg tdk nyaman (dihantui rasa malu terus menerus, rendah diri,
bersalah/ berdosa, depresi atau tertekan, pesimis dll) hingga gangguan
kejiwaan
3. Risiko Sosial
berhenti/putus sekolah atas kemauan sendiri krn rasa malu/cuti
melahirkan.
dikeluarkan dari sekolah sekolah tdk mentolerir siswi hamil.
menjadi objek gosip, kehilangan masa remaja yg seharusnya dinikmati,
& terkena cap buruk karena melahirkan anak "di luar nikah" kelahiran
anak di luar nikah masih menjadi beban orang tua maupun anak yg lahir.
4. Risiko Ekonomi
11

NABIL HARIZ
1102010
Merawat kehamilan, melahirkan & membesarkan bayi/anak membutuhkan
biaya besar
Mengakhiri Kehamilan
Abortus dalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)
sebelum buah
kehamilan tersebut mampu untuk hidup diluar kandungan, dimana
beratnya < 500 gram atau sebelum kehamilan usia 20 mgg
Abortus terbagi 2:
Abortus spontan keguguran
Abortus buatan pengguguran, aborsiImami/KRR 24

Risiko aborsi tdk aman


1. Risiko Fisik: Pendarahan & komplikasi lain (infeksi, emboli, KE, robekan ddg
rahim, kerusakan leher rahim) kematian. Aborsi yang berulang: komplikasi &
juga mengakibatkan kemandulan.
2. Risiko Psikis
Pelaku aborsi: perasaan takut, panik, tertekan atau stress, trauma
mengingat proses aborsi dan kesakitan. Kecemasan karena rasa bersalah/
dosa akibat aborsi bisa berlangsung lama
Depresi
Perasaan sedih karena kehilangan bayi
Kehilangan kepercayaan diri
3. Risiko Sosial
Ketergantungan pada pasangan menjadi > besar karena perempuan
merasa sudah tidak perawan, pernah mengalami KTD dan aborsi.
Remaja perempuan > sukar menolak ajakan seksual pasangannya.
Pendidikan terputus dan masa depan terganggu.
4.Risiko Ekonomi.
Biaya aborsi cukup tinggi. Bila terjadi komplikasi maka biaya menjadi semakin
tinggi.
Kerugian & bahaya KTD pd remaja
Remaja jadi putus sekolah

11

NABIL HARIZ
1102010
Kehilangan kesempatan meniti karir
Menjadi orangtua tunggal & pernikahan dini yg tdk terencana
Kesulitan dalam beradaptasi secara psikologis (sulit mengharapkan
adanya perasaan kasih sayang)
Kesulitan beradaptasi
kehamilannya & bayinya)

menjadi

orangtua

(tidak

bisa

mengurus

Perilaku yang tidak efektif (stress, konflik)


Kesulitan beradaptasi dengan pasangan
Mengakhiri kehamilannya aborsi ilegal kematian & kesakitan ibu
LI 3. Memahami dan Menjeaskan Penatalaksanaan Resiko Tinggi
Kehamilan
1. Pengertian Kehamilan Resiko Tinggi.
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya, emosional
ibu belum stabil dan ibu mudah tegang. Sementara kecacatan kelahiran bisa
muncul akibat ketegangan saat dalam kandungan, adanya rasa penolakan
secara emosional ketika si ibu mengandung bayinya. (Ubaydillah, 2000).
2. Dampak Kehamilan Resiko Tinggi pada Usia Muda.
a. Keguguran.
Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya :
karena terkejut, cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan
oleh tenaga non profesional sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping
yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang
pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.
Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi
terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan
lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu
yang belum menginjak 20 tahun. cacat bawaan dipengaruhi kurangnya
pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah,
pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. selain
itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses
pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit
sytotec) atau dengan loncat-loncat dan memijat perutnya sendiri.
Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih
kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat

11

NABIL HARIZ
1102010
pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran
prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.
c. Mudah terjadi infeksi.
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan
terjadi infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.
d. Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.
Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan
akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda.karena pada saat hamil
mayoritas seorang ibu mengalami anemia. tambahan zat besi dalam tubuh
fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah
merah janin dan plasenta.lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah
merah akan menjadi anemis..

e. Keracunan Kehamilan (Gestosis).


Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin
meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau
eklampsia. Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena
dapat menyebabkan kematian.
f. Kematian ibu yang tinggi.
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan
infeksi. Selain itu angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup
tinggi.yang kebanyakan dilakukan oleh tenaga non profesional (dukun).
Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
a. Resiko bagi ibunya :
(1) Mengalami perdarahan.
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang
terlalu lemah dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan selaput ketuban
stosel (bekuan darah yang tertinggal didalam rahim).kemudian proses
pembekuan darah yang lambat dan juga dipengaruhi oleh adanya sobekan pada
jalan lahir.
(2) Kemungkinan keguguran / abortus.
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik
dengan obat-obatan maupun memakai alat.
(3) Persalinan yang lama dan sulit.

11

NABIL HARIZ
1102010
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari
persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul,
kelaina kekuatan his dan mengejan serta pimpinan persalinan yang
salahKematian ibu.
Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.
b. Dari bayinya :
(1) Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.
Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal ini terjadi
karena pada saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan berkurang.

(2) Berat badan lahir rendah (BBLR).


Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram.
kebanyakan hal ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil
kurang dari 20 tahun. dapat juga dipengaruhi penyakit menahun yang diderita
oleh ibu hamil.
(3) Cacat bawaan.
Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat
pertumbuhan.hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan
genetik dan kromosom, infeksi, virus rubela serta faktor gizi dan kelainan
hormon.
(4) Kematian bayi.kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya
atau kematian perinatal.yang disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram,
kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari), kelahiran kongenital serta lahir
dengan asfiksia.(Manuaba,1998).
Faktor-Faktor Resiko pada Kehamilan
Menurut Azrul Azwar (2008) faktor-faktor resiko pada ibu hamil meliputi:
1.

Umur

a.

Terlalu muda yaitu < 20 tahun

Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik
sehingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit.
b.

Terlalu tua yaitu > 35 tahun

Pada umur ini kesehatan dan rahim ibu sudah tidak baik seperti pada umur
20-35 tahun sebelumnya sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya
persalinan lama, perdarahan dan resiko cacat bawaan.
2.

Paritas

11

NABIL HARIZ
1102010
Paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai kemungkinan persalinan lama, karena
semakin banyak anak keadaan rahim ibu semakin lemah.
3.

Interval

Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang < 2 tahun, bila
jarak terlalu dekat maka rahim dan kesehatan ibu bulum pulih, keadaan ini perl
diwaspadai persalinan lama, kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik atau
perdarahan.
4.

Tinggi badan

Tinggi badan < 145 cm, pada keadaan ini paerlu diwaspadai ibu yang
mempunyai panggul sempit sehingga sulit untuk melahirkan
5.

Lingkar Lengan Atas

Lila < 23,5 cm, ini berarti ibu beresiko memderita KEK (Kekurangan Energi
Kronik) atau kekurangan gizi yang lama. Pada keadaan ini perlu diwaspadai
kemungkinan ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah,
pertumbuhan dan perkembangan otak janin terhambat sehingga mempengaruhi
kecerdasan anak dikemudian hari.
6.
Riwayat Keluarga menderita penyakit kencing manis (DM), Hipertensi dan
riwayat cacat kongenital.
7.

Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul

Menurut Wordpress (2008), faktor resiko atau resiko sedang dalam


kehamilan yaitu: tinggi badan kurang dari 145 cm, jarak antara kelahiran/
kehamilan kurang dari 2 tahun, paritas lebih dari 3 orang, usia >35 tahun dan
<20 tahun, serta lingkar lengan atas <23,5 cm.
Banyak Faktor yang menentukan resiko pada kehamilan contohnya:
1.
Ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi
diperlukannya operasi Caesaria
2.
Bila bayi terlalu besar atau berat badan naik terlalu berat masalah yang
biasa terjadi adalah kelahiran melalui vagina biasanya sulit terjadi.
3.
Pada ibu hamil dengan factor resiko usia diatas 35 tahun, bayi biasannya
berada pada posis yang menimbulkan komplikasi pada saat kelahiran, seperti
pada bagian pantat atau kaki yang berada di bawah.
4.
Placenta previa suatu keadaan dimana placenta menutup saluran rahim
baik sescara keseluruhan maupun hanya sebagian, yang menyebabkan
diperlukannya operasi Caesar.
Tanda-Tanda Bahaya pada Kehamilan

11

NABIL HARIZ
1102010
Tanda-tanda bahaya pada kehamilan adalah keadaan pada ibu hamil yang
mengancam jiwa ibu atau janin yang dikandungnya.
Tanda bahaya pada kehamilan adalah:
a.

Perdarahan pervaginam

b.

Sakit kepala yang hebat, menetap dan tidak menghilang

c.

Perubahan visual yang hebat

d.

Nyeri abdomen yang hebat

e.

Bayi kurang bergerak seperti biasa

f.

Pembengkakan pada wajah dan tangan

Penatalaksanaan
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dicegah bila gejalanya dapat
ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikannya.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan:
Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya sedini mungkin dan teratur ke
petugas kesehatan minimal 4 kali selama kehamilan.
Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2
Bila ditemukan dengan kelainan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering
dan lebih intensif
Mengkonsumsi makanan dengan pola makan teratur dan gizi seimbang.
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dihindari dengan mengenali tanda-tanda
kehamilan beresiko serta segera datang ke petugas kesehatan bila ditemukan
tanda-tanda bahaya kehamilan
LI 4. Memahami dan Menjeaskan AKI , AKB dan AMP
ANGKA KEMATIAN IBU
I.

Kematian Ibu
Kematian ibu menurut International Classification of Diseases (ICD) adalah
kematian wanita dalam kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, tanpa
memandang usia kehamilan dan kelainan kehamilan, yang disebabkan baik oleh
kehamilannya maupun tatalaksana, namun bukan akibat kecelakaan. Kematian
ini terbagi dua, yaitu kematian langsung dan tidak langsung. Kematian yang

11

NABIL HARIZ
1102010
bersifat koinsidental, terjadi selama masa kehamilan atau 42 hari pascaterminasi
kehamilan, namun tidak terkait dengan kehamilannya.
Saat ini, WHO telah menetapkan sistem klasifikasi kematian ibu. Sistem
klasifikasi kematian ibu bertujuan:

Mengembangkan sistem klasifikasi standar guna identifikasi kausa


kematian ibu yang akurat, diperlukan perbandingan berbagai studi

penelitian
Menjamin sistem tersebut dapat diterapkan secara luas
Mengembangkan sistem klasifikasi paralel terhadap

morbiditas

maternal berat.
Hal-hal yang mendasari sebab kematian ibu, dapat diklasifikasikan
berdasarkan sejumlah variabel, yaitu sebab/kondisi yang secara langsung
mendasari kematian, gejala/tanda dari penyakit yang menyebabkan kematian,
misalnya perdarahan pascapartum, dan kondisi lain yang memperberat sebab
kematian, misalnya HIV dan Anemia. Prinsip sistem klasifikasi kematian ibu
menurut WHO, yaitu:

Harus dapat diterapkan dan dipahami dalam penggunaannya, baik oleh

dokter, ahli epidemiologi, dan pihak-pihak lain yang terkait.


Kondisi/penyakit spesifik dengan sebab yang belum jelas harus dipisah

dari kondisi lainnya.


Sistem klasifikasi baru harus sesuai dengan International Classification of
Diseases (ICD)

Penyebab kematian ibu di berbagai belahan dunia dapat dilihat pada gambar
berikut:

11

NABIL HARIZ
1102010

II.

Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)


Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian
ibu untuk setiap 100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan
kematian ibu. Penyebab kematian tersebut dapat berhubungan langsung
maupun tidak langsung dengan kehamilan, dan umumnya terdapat sebab utama
yang mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO
telah menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya
sistem ini, diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan,
dan pada akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu
target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan
ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai
tahun 2015 adalah mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil
survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu,
namun

demikian

upaya

untuk

mewujudkan

target

tujuan

pembangunan

millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.
Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015

11

NABIL HARIZ
1102010
(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)

Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari


tahun 1994 sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang
signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI
Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka
tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara target Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 Kelahiran
Hidup.
III.

Penyebab Kematian Ibu Melahirkan


Sejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal.
Penyebab mayor dari kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap
kematian bayi.

11

NABIL HARIZ
1102010

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi


faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus
diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi
lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan
yang disertai kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain
yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu
baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat
dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus
berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih
bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena
masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya
perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu,
pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah
secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat
diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah,
swasta, maupun masyarakat terutama suami.
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan
akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan
infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara
mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar
kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia
uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses
kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang
tepat waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu
24 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen).
Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses
terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian
ibu karena eklampsia.

11

NABIL HARIZ
1102010

Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan


Aborsi yang tidak aman. Bertanggung jawab ter hadap 11 persen
kematian ibu di Indonesia (ratarata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya
dapat dicegah jika perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan
pelayanan kontrasepsi serta perawatan terhadap komplikasi aborsi. Data dari
SDKI 20022003 menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan.
Prevalensi pemakai alat kontrasepsi. Kontrasepsi modern memainkan
peran penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 2002
2003 menunjukkan bahwa kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet need) dalam
pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami
banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive
Prevalence Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2
persen pada 20026 (Gambar 2 dan Tabel 1). Untuk indikator yang sama, SDKI
20022003 menunjukkan angka 60.3 persen.
Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih. Pola
penyebab kematian di atas menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan
neonatal darurat serta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih
menjadi sangat penting dalam upaya penurunan kematian ibu. Walaupun
sebagian besar perempuan bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat membantu
mengenali kegawatan medis dan membantu keluarga untuk mencari perawatan
darurat. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih terus
11

NABIL HARIZ
1102010
meningkat dari 40,7 persen pada 1992 menjadi 68,4 persen pada 2002. Akan
tetapi, proporsi ini bervariasi antarprovinsi dengan Sulawesi Tenggara sebagai
yang terendah, yaitu 35 persen, dan DKI Jakarta yang tertinggi, yaitu 96 persen,
pada 20028 (Tabel 2 dan 3). Proporsi ini juga berbeda cukup jauh mengikuti
tingkat pendapatan. Pada ibu dengan dengan pendapatan lebih tinggi, 89,2
persen kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan, sementara pada golongan
berpendapatan

rendah

hanya

21,39 persen.

Hal

ini

menunjukkan

tidak

meratanya akses finansial terhadap pelayanan kesehatan dan tidak meratanya


distribusi tenaga terlatih terutama bidan.
Penyebab tidak langsung. Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh
adanya anemia dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB),
hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil
masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen. 10 Anemia
pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam
kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan
berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir.
Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002,
17,6 persen wanita usia subur (WUS) men derita KEK. Tingkat sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan
transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan
kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai 3 T (terlambat). Yang pertama
adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas,
serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu
dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi
geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan
kesehatan yang memadai di tempat rujukan.
4T (Terlambat)
1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi pada ibu hamil di tingkat
keluarga
2. Terlambat

untuk

memutuskan

mencari

pertolongan

pada

tenaga

kesehatan
3. Terlabat untuk datang di fasilitas pelayanan kesehatan
4. Terlambat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan yang
cepat dan berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan
4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi:

11

NABIL HARIZ
1102010
1.
2.
3.
4.
IV.

Terlalu
Terlalu
Terlalu
Terlalu

muda
tua
sering
banyak

Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan


Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena
relatif

masih

rendahnya

cakupan

pertolongan

oleh

tenaga

kesehatan.

Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh


tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa
persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66
persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini
relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura,
Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
hampir mencapai 90%. Apabila dilihat dari proyeksi angka pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun
2004 dimana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari
angka proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi perhatian kita semua maka
diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 %
pada tahun 2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas
pada resiko angka kematian ibu meningkat. Kondisi geografis, persebaran
penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya
aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan
tentunya disparitas antar daerah akan berbeda satu sama lain.
Tempat

Persalinan

dan

Penolong

Persalinan

dengan

Kualifikasi

Terendah

11

NABIL HARIZ
1102010

Distribusi Persentase Anak Lahir Hidup Terakhir Dalam Lima Tahun

Sementara dilihat dari latar belakang pendidikan, ibu dengan status tidak
sekolah lebih banyak ditolong oleh Dukun bayi.

11

NABIL HARIZ
1102010
Apabila dilihat dari tren pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga
kesehatan dari tahun 2000-2007 menunjukkan bahwa pertolongan persalinan
oleh dokter dari tahun trendnya meningkat baik di desa maupun di kota. Bahkan
di daerah perkotaan angka pertolongan persalinan oleh dokter pada tahun 2007
telah lebih dari 20%. Sedangkan cakupan pertolongan persalinan oleh bidan
relatif tidak banyak bergerak bahkan apabila dibandingkan antara tahun 2007
dan 2004 secara total pertolongan persalinan oleh bidan kecenderunganya
menjadi turun.
V.

Upaya Menurunkan AKI


1. Peningkatan pelayanan kesehatan primer menurunkan AKI 20%
2. Sistem rujukan yang efektif menurunkan sampai 80%
Upaya safe motherhood
Tahuin 1988 diadakan Lokakarya Kesejahteraan Ibu, yang merupakan
kelanjutan konferensi tentang kematian ibu di Nairobi setahuin sebelumnya.
Lokakarya bertujuan mengemukakan betapa kompleksnya masalah kematian
ibu, sehingga penanganannya perlu dilaksanakan berbagai sector dan pihak
terkait. Pada waktu itu ditandatangani kesepakatam oleh sejumlah 17 sektor.
Sebagai koordinator dalam upaya itu ditetapkan Kantor Menteri Negara Urusan
Peranan Wanita ( sekarang : Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan ).
Tahun 1990-1991, Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan
UNDP melaksanakan Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan ini
adalah rekomendasi Rencana Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan
menerapkan rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu ( AKI ). Sasarannya adalah
menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada 1986, menjadi 225
pada tahun 2000.
Awal
Kesehatan

tahun

1996,

Reproduksi,

Departemen
yang

Kesehatan

mengadakan

Lokakarya

PELAYANAN
OBSTETR
menunjukkan
komitmen Indonesia
untukAMAN
ASUHAN
PERSALINAN
BERSIH
DAN

melaksanakan upaya kesehatan resproduksi


ANTE sebagaimana dinyatakan dalam

KB

MOTHERHOOD
ICPD di Kairo. Pada pertengahan tahun itu
juga,SAFE
Menperta
meluncurkan Gerakan
NATAL

Sayang Ibu, yaitu upaya advokasi dan mobilisasi social untuk mendukung upaya
percepatan penurunan AKI.
Intervensi Strategis Dalam Upaya Safe Motherhood

PELAYANAN KEBIDANAN DASAR

PELAYANAN KESEHATAN PRIMER


PEMBERDAYAAN WANITA

11

NABIL HARIZ
1102010

Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat


pilar safe motherhood, yaitu :
a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan
mempunyai

akses

ke

informasi

dan

pelayanan

KB

agar

dapat

merencanakan waktu
yang
untuk kehamilan, jarak kehamilan dan
Empat
pilartepat
Safe Motherhood
jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang tak
diinginkan. Kehamilan yang masuk dala, kategori 4 terlalu, yaitu terlalu
muda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu
banyak anak.
b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila
mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin
serta ditangani secara memadai.
c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan
mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan
pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas
kepada ibu dan bayi
d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik
untuk resiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang
membutuhkannya.
Keempat intervensi strategis diatas perlu dilaksanakan lewat pelayanan
kesehatan dasar, dan bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.
Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penurunan AKI
Tingginya AKI di Indonesia yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup ( SDKI,
1994 ) tertinggi di ASEAN, menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program
prioritas. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara
lain adalah pendarahan, infeksi, dan eklampsia. Ke dalam pendarahan dan
infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat
abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan

11

NABIL HARIZ
1102010
oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan
infeksi yang kronis.
Selain itu, keadaan ibu sejak pra-hamil dapat berpengaruh terhadap
kehamilannya. Penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah
anemia, kurang energi kronis ( KEK ) dan keadaan 4 terlalu ( terlalu muda/tua,
terlalu sering, dan terlalu banyak ). Tahun 1995, kejadian anemia ibu hamil
sekitar 51%, dan kejadian resiko KEK pada ibu hamil ( lingkar / lengan atas
kurang dari 23,5 cm ) sekitar 30%.
Lagipula, seperti dikemukakan diatas, kematian ibu diwarnai oleh hal-hal
nonteknis yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti rendahnya status
wanita, ketidakberdayaannya dan tarif pendidikan yang rendah. Hal nonteknis ini
ditangani oleh sektor terkait diluar sektor kesehatan, sedangkan sector
kesehatan

lebih

memfokuskan

intervensinya

untuk

mengatasi

penyebab

langsung dan tidak langsung dari kematian ibu.


Dalam menjalankan fokus intervensinya itu Departemen Kesehatan tetap
memerlukan

dukungan

dari

sektor dan

pihak

terkait lainnya.

Kebijakan

Departemen Kesehatan tersebut dalam upaya mempercepat penurunan AKI


pada dasarnya mengacu kepada inventarisasi strategis Empat pilar Safe
Mothehood . Dewasa ini, program keluarga berencana sebagai pilar pertama
telah dianggap berhasil. Namun, untuk mendukung upaya mempercepat
penurunan AKI, diperlukan penajaman sasaran agar kejadian 4 terlalu dan
kehamilan yang tak diinginkan dapat ditekan serendah mungkin. Akses terhadap
pelayanan antenatal sebagai pilar kedua cukup baik, yaitu 87% pada tahun
1997; namun mutunya masih perlu ditingkatkan terus.. persalinan yang aman
sebagai pilar ketiga - yang dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan, pada tahun 1997 baru mempunyai 60%.
Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar angka 80%. Cakupan
pelayanan obstetrik esensial sebagai pilar keempat masih sangat rendah, dan
mutunya belum optimal. Mengingat kira-kira 90% kematian ibu terjadi di saat
sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi
obstetrik yang sering tak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijaksanaan
Departemen

Kesehatan

untuk

mempercepat

penurunan

AKI

adalah

mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh


bidan, dan pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil.

11

NABIL HARIZ
1102010
Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai
keadaan tersebut adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan ditempatkan di desa
selama 1989/1990 sampai 1996/1997. Dalam pelaksanaan operasional, sejak
tahun 1994 diterapkan strategi berikut :
a. Penggerakan Tim Dati II ( Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke
tingkat kecamatan dan desa, RS Dati II dan pihak terkait ) dalam upaya
mempercepat penurunan AKI sesuai dengan peran dan fungsinya masingmasing.
b. Pembinaan daerah yang intensif di setiap Dati II, sehingga pada akhir Pelita
VII :
- Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80% atau lebih.
- Cakupan penanganan kasus obstetrik ( resiko tinggi dan komplikasi
-

obstetrik ) minimal meliputi 10% seluruh persalinan.


Bidan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan
obstetrik neonatal dan puskesmas sanggup memberikan pelayanan
obstetrik-neonatal esensial dasar ( PONED ), yang didukung oleh RS Dati
II sebagai fasilitas rujukan utama yang mampu menyediakan pelayanan
obstetrik-neonatal esensial komprehensif ( PONEK ) 24 jam; sehingga
tercipta jaringan pelayanan obstetrik yang mantap dengan bidan desa

sebagai ujung tombaknya.


c. Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, antara lain melalui
penerapan standar pelayanan, prosedur tetap, penilaian kerja, pelatihan
klinis dan kegiatan audit maternal-perinatal.
d. Meingkatkan komunikasi, informasi, dan esukasi ( KIE ) untuk mendukung
upaya percepatan penurunan AKI
e. Pemantapan keikutsertaan masyrakat dalam berbagai kegiatan pendukung
untuk mempercepat penurunan AKI.
Keterlibatan Lintas Sektor
Dalam mempercepat penurunan AKI, keterlibatan sector lain disamping
kesehatan sangat diperlukan. Berbagai bentuk keterlibatan lintas sector dalam
upaya penurunan AKI adalah sebagai berikut :
a. Gerakan Sayang Ibu ( GSI )
GSI dirintis oleh kantor Menperta pada tahun 1996 di 8 kabupaten perintis
di 8 propinsi. Ruang lingkup kegiatan GSI meliputi advokasi dan mobilisasi
social. Dalam pelaksanaannya, GSI mempromosikan kegiatan yang berkaitan
dengan Kecamatan Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Ibu, unruk
mencegah tiga macam keterlambatan, yaitu :
- Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan
-

membuat keputusan untuk segera mencari pertolongan.


Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan
11

NABIL HARIZ
1102010
-

Keterlambatan

di

fasilitas

pelayanan

kesehatan

untuk

mendapat

pertolongan yang dibutuhkan.


Kegiatan yang terkait dengan Kecamatan Sayang Ibu berusaha
mencegah keterlambatan pertama dan kedua, sedangkan kegiatan yang
terkait dengan Rumah Sakit Sayang Ibu adalah mencegah keterlambatan
ketiga.
Pada tahun 1997 diadakan Rakornas GSI yang diadakan bersamaan
dengan Rakerkesnas. Pada saat itu pengalaman di 8 kabupaten perintis
diinformasikan ke wakil-eakil semua propinsi dan selanjutnya mereka
diharapkan akan melaksanakan kegiatan GSI. Sampai pertengahan 1998
upaya perluasan kegiatan GSI masih terus dilaksanakan.
b. Kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindungan ibu dan anak
Upaya yang dirintis sejak 1990 oleh Dirjen Pembangunan Daerah,
Depdagri, dengan bantuan UNICEF yang lebih dikenal sebagai upaya KHPPIA
ini bertujuan menghimpun koordinasi lintas sector dalam penentuan kegiatan
dan pembiayaan dari berbagai sumber dana, antara lain untuk menurunkan
AKI dan AKB. Kegiatan utamanya adalah koordinasi perencanaan kegiatan
dari sector terkait dalam upaya itu. Propinsi yang dilibatkan adalah mereka
yang mendapat bantuan UNICEF, namun pola ini akan diperluas oleh
Depdagri ke semua propinsi.
c. Gerakan Reproduksi keluarga Sehat ( GRKS )
GRKS dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan dari Gerakan Sayang Ibu
Sehat Sejahtera. Gerakan ini intinya merupakan upaya promosi mendukung
terciptanya keluarga yang sadar akan pentingnya mengupayakan kegiatan
reproduksi. Di antara masalah yang dikemukakan adalah masalah kematian
ibu. Karena itu, promosi yang dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi
untuk kesejahteraan ibu.
Selain ketiga upaya lintas sector tersebut, masih ada perbagai kegiatan
lain yang dilaksanakan pihak terkait, seperti organisasi profesi, yaitu POGI,
IBI, Perinasia, PKK, dan pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya masingmasing
Pemantauan dan Evaluasi
Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indicator
cakupan, yaitu : cakupan antenatal ( K1 untuk askes dan K4 untuk kelengkapan
layanan antenatal ), cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan
kunjungan neonatal/nifas. Untuk itu, sejak awal tahun 1990-an telah digunakan

11

NABIL HARIZ
1102010
alat pantau berupa Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
( PWS-KIA ), yang mengikuti jejak program imunisasi. Dengan adanya PWS-KIA,
data cakupan layanan program kesehatan ibu dapat diperoleh setiap tahunnya
dari semua propinsi.
Walau

demikian,

disadari

bahwa

indikator

cakupan

tersebut

cukup

memberikan gambaran untuk menilai kemajuan upaya menurunkan AKI.


Mengingat bahwa mengukur AKI, sebagai indicator dampak, secara berkala
dalam waktu kurang dari 5-10 trahun tidak realistis, maka para pakar dunia
menganjurkan pemakaian indikator praktis atau indikator outcome. Indicator
tersebut antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.

Cakupan penanganan kasus obstetrik


Case fatality rate kasus obstetric yang ditangani.
Jumlah kematian absolute
Penyebaran fasilitas pelayanan obstetric yang mampu PONEK dan PONED
Persentase bedah sesar terhadap seluruh persalinan di suatu wilayah

Indikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan dalam Repelita VII,
agar pemantauan dan evaluasi terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.
Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan
(SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta
intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan).
Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10.Temu

wicara

(konseling),

termasuk

Perencanaan

Persalinan

dan

Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

11

NABIL HARIZ
1102010
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah,
hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan
di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berrisiko, pemeriksaan yang
dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan
thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal
disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi
standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal
adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian
pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
-

Minimal 1 kali pada triwulan pertama.

Minimal 1 kali pada triwulan kedua.

Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.


Standar

waktu

pelayanan

antenatal

tersebut

dianjurkan

untuk

menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
antenatal kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter,
bidan dan perawat.
Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan
persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan
tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga
kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Manajemen aktif kala III
4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi.
5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.

11

NABIL HARIZ
1102010
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan
bidan.
VI.

VII.

Mempercepat Penurunan AKI


1. Peningkatan deteksi dan penanganan RISTI
2. Peningkatan cakupan pertolongan/pendampingan
3. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan maternal
4. Peningkatan pembinaan teknis bidan
5. Pemantapan kerja Dinkes dan RS
6. Pemantapan kemampuan pengelolaan KIA
7. Peningkatan peran serta lintas program
Indikator Keberhasilan
1. Jumlah kematian maternal menurun
2. Cakupan akses dan pelayanan ANC
3. Cakupan persalinan yang ditolong/didampingi
4. Adanya fasilitas POED dan POEK
5. Proporsi RISTI yang ditangani adekuat
6. Case fatality rate RISTI per tahun dibagi jumlah RISTI yang ditangani kali
100%
7. Presentasi bedah sesar terhadap seluruh persalinan

VIII.

Program Dari Puskesmas


Standar minimal ANC:
1. Medical record
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik 7K
4. Pemeriksaan penunjang K1: golongan darah, Hb, AL, urine (protein,
5.
6.
7.
8.

reduksi)
Pemeriksaan pada minggu 12: Hb, AL, urine, konsultasi gizi
Pemeriksaan pada minggu ke 36: Hb, AL, CT, BT, urine
Konsultasi dokter ahli pada minggu 12, 28, 36, 40
USG:
Minggu 12: kondisi janin
Minggu 28: presentasi, kelainan plasenta
Minggu 36: presentasi, rencana persalinan

AUDIT MATERNAL DAN PERINATAL


Audit maternal perinatal nerupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab
kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan
dan kematian dimasa yang akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga
kesehatan menentukan hubungan antara faktor penyebab yang dapat dicegah
dan kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata lain, istilah audit maternal
perinatal merupakan kegiatan death and case follow up. Dari kegiatan ini dapat
ditentukan:

11

NABIL HARIZ
1102010

Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan


perinatal

Dimana dan mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah


kematian

Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan

Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan
sistem rujukan. Agar fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan :
1. Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat
pelayanan kesehatan
2. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara
otopsi verbal, yaitu wawancara kepada keluatga atau orang lain yang
mengetahui riwayat penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh sebelum
penderita meninggal sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian.
ujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA
di seluruh wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan perinatal
Tujuan khusus
Tujuan khusus audit maternal adalah :
a.

Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal


secara teratur dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta dan
puskesmas, rumah bnersalin (RB), bidan praktek swasta atau BPS di wilayah
kabupaten/kota dan dilintas batas kabupaten/kota provinsi
b. Menetukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang di
perlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam
pembahasan kasus
c. Mengembangkan
mekanisme
koordinasi
antara
dinas
kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit
bersalin dan BPS dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
terhadap intervensi yang disepakati.
Dalam pelaksanaan audit maternal perinatal ini diperlukan mekanisme
pencatatan yang akurat ,baik ditingkat puskesmas,maupun ditingkat RS
kabupaten/kota .pencatatan yang diperlukan adalah sebagai berikut
A.Tingkat puskesmas
Selain menggunakan rekam medis yang sudah ada dipuskesmas ,ditambahkan
pula :
1.

Formulir R (formulir rujukan maternal dan perinatal )

11

NABIL HARIZ
1102010
Formulir ini dipakai oleh puskesmas,bidan didesa maupunbidan swasta untuk
merujuk kasus ibu maupun perinatal.
2.

Form OM dan OP (formulir otopsi verbal maternal dan perinatal )

OM Digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas yang meninggal


sedangkan form OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal . untuk
mengisi formulir tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang
meninggal oleh tenaga puskesmas.
B.Tingkat RS kabupaten/kota
Formulir yang dipakai adalah
1.

Form MP (formulir maternal dan perinatal )

Form ini mencatat data dasar semua ibu bersalin /nifas dan perinatal yang
masuk kerumah sakit. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat
2.

Form MA (formulir medical audit )

Dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun audit


perinatal. Yang mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas dibagian
kebidanan dan kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus
perinatal)
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang ,yaitu :
1.

Laporan dari RS kabupaten/kota ke dinas kesehatan

Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta
sebab kematian ) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit
kandungan serta bagian anak.
2.

Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota

Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas ,dan jumlah kasus
yang dirujuk ke RS kabupaten/kota
3.

Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ketingkat propinsi

Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal ditangani
oleh Rs kabupaten /kota ,puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnya ,serta
tingkat kematian dari tiap jenis komplikasi atau gangguan . laporan merupakan
rekapitulasi dari form MP dan form R,yang hendaknya diusahakan agar tidak
terjadi duplikasi pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS.
Pada tahap awal ,jenis kasus yang dilaporkan adalah komplikasi yang paling
sering terjadi pada ibu maternal dan perinatal.
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari tiga komponen demografi
selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi
umur penduduk.
11

NABIL HARIZ
1102010
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kematian sebagai suatu
peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang
bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.
Bermacam-macam indikator mortalitas atau angka kematian yang umum dipakai
adalah:
1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR).
Konsep Dasar
Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah angka yang menunjukkan
berapa besarnya kematian yang terjadi pada suatu tahun tertentu untuk setiap
1000 penduduk. Angka ini disebut kasar sebab belum memperhitungkan umur
penduduk. Penduduk tua mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk yang masih muda.
Kegunaan
Angka Kematian Kasar adalah indikator sederhana yang tidak memperhitungkan
pengaruh umur penduduk. Tetapi jika tidak ada indikator kematian yang lain
angka ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan
kesejahteraan penduduk pada suatu tahun yang bersangkutan. Apabila
dikurangkan dari Angka kelahiran Kasar akan menjadi dasar perhitungan
pertumbuhan penduduk alamiah.
Definisi
Angka Kematian Kasar adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian
per 1000 penduduk pada pertengahan tahun tertentu, di suatu wilayah tertentu.

CDR=

D
P

jumlah kematian pada tahun X


jumlah penduduk pada pertengahan tahun X X 1000

xk

Dimana:
D

: Jumlah kematian pada tahun x

: jumlah penduduk pada pertengahan tahun x

: 1000

Catatan1: P idealnya adalah "jumlah penduduk pertengahan tahun tertentu"


tetapi yang umumnya tersedia adalah "jumlah penduduk pada satu tahun
tertentu" maka jumlah dapat dipakai sebagai pembagi. Kalau ada jumlah

11

NABIL HARIZ
1102010
penduduk dari 2 data dengan tahun berurutan, maka rata-rata kedua data
tersebut dapat dianggap sebagai penduduk tengah tahun.
2. Age Specific Death Rate (ASDR = Angka Kematian Menurut Umur)

3. Angka Kematian Bayi (AKB)


Konsep Dasar
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir
sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan
dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi
ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal;
adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan
umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang
diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi
yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Kegunaan Angka Kematian Bayi dan Balita
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat
dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk
pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian
bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang
berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi
angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program
pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan
suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka
Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan
program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular
terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gisi dan pemberian
makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun.
Definisi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah
satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

11

NABIL HARIZ
1102010

jumlah kematian bayiberumur


dibawah 1 tahunselama tahun x
Angka kematian bayi=
jumlah kelahiran selama tahun x

X 1000

Angka kematian neo-natal


Definisi
Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur
satu bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Dimana :
Angka Kematian Neo-Natal =Angka Kematian Bayi umur 0-<1bulan
D 0-<1bulan =Jumlah Kematian Bayi umur 0 - kurang 1 bulan pada satu tahun
tertentu di daerah tertentu.
lahir hidup = Jumlah Kelahiran hidup pada satu tahun tertentu di daerah
tertentu
K = 1000
Angka kematian post neo-natal
Definisi
Angka Kematian Post Neo-natal atau Post Neo-natal Death Rate adalah kematian
yang terjadi pada bayiyang berumur antara 1 bulan sampai dengan kurang 1
tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Rumus

Angka Kematian Post Neo-Natal = angka kematian bayi berumur 1 bulan sampai
dengan kurang dari 1 tahun

11

NABIL HARIZ
1102010
D 1bulan-<1tahun = Jumlah kematian bayi berumur satu bulan sampai dengan
kurang dari 1 tahun pada satu tahun tertentu & daerah tertentu
lahir hidup = Jumlah kelahiran hidup pada satu tahun tertentu & daerah
tertentu
K = konstanta (1000)
4. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)
Konsep
Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir,
yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari).
Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4 tahun.
Definisi
Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama
satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu
(termasuk kematian bayi)
Cara Menghitung

Dimana:
Jumlah Kematian Balita (0-4)th = Banyaknya kematian anak berusia 0-4 tahun
pada satu tahun tertentu di daerah tertentu
Jumlah Penduduk Balita (0-4)th = jumlah penduduk berusia 0-4 th pada
pertengahan tahun tertentu di daerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000.
5. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)
Konsep
Yang dimaksud dengan anak (1-4 tahun) disini adalah penduduk yang berusia
satu sampai menjelang 5 tahun atau tepatnya 1 sampai dengan 4 tahun 11
bulan 29 hari.
Angka Kematian Anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang
langsung mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Angka Kematian Anak akan
tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi buruk, kebersihan diri dan

11

NABIL HARIZ
1102010
kebersihan yang buruk, tingginya prevalensi penyakit menular pada anak, atau
kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar rumah (Budi Utomo, 1985).
Definisi
Angka Kematian Anak adalah jumlah kematian anak berusia 1-4 tahun selama
satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu.
Jadi Angka Kematian Anak tidak termasuk kematian bayi.

Dimana:
Jumlah kematian Anak (1-4)th =Banyaknya kematian anak berusia 1-4 th (yang
belum tepat berusia 5 tahun) pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
Jumlah Penduduk (1-4) th =jumlah penduduk berusia 1-4 th pada pertengahan
tahun tertentu didaerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000
6. Angka Kematian IBU (AKI)
Konsep
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam
kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya
kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain
sepertikecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).
Definisi
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat
hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama
dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran
hidup.
Cara Menghitung
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan
per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka

11

NABIL HARIZ
1102010
fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal
per 100.000 kelahiran.

Dimana:
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang
disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan,
pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun
tertentu, di daerah tertentu.
Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.
Keterbatasan
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar,
mengingat kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita
umumnya dignakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan
perencanaan program.
LI 5. Memahami dan Menjeaskan Resiko Hamil di Luar Nikah Menurut
Islam
Haram hukumnya seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang
mengandung anak dari orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya
nasab anak tersebut.
Dalilnya adalah beberapa nash berikut ini:
Nabi SAW bersabda, "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil
(karena zina)"
Nabi SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada
Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR
Abu Daud dan Tirmizy)
Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di
luar nikah, maka umumnya para ulama membolehkannya, dengan beberapa
varisasi detail pendapat :
Pendapat Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang
menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh.

11

NABIL HARIZ
1102010
Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya,
maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Malik dan Imam
Ahmad bin Hanbal mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh
mengawini wanita yang hamil. Kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan
telah habis masa 'iddahnya. Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu
wanita tersebut harus sudah tobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari
dosa zina, maka dia masih boleh menikah dengan siapa pun. Demikian
disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam AnNawawi, jus XVI halaman 253.
Pendapat Imam Asy-Syafi'i Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, pendapat beliau adalah
bahwa baik laki-laki yang menghamili atau pun yang tidak menghamili,
dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab
karya Abu Ishaq Asy- Syairazi juz II halaman 43.
Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan
dengan laki-laki yang menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut ini :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang
berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau
bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram
tidak bisa mengharamkan yang halal`. (HR Tabarany dan Daruquthuny).
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Isteriku ini seorang yang suka
berzina`. Beliau menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`.
`Kalau begitu mut`ahilah dia`. (HR Abu Daud dan An- Nasa`i)

Apakah hukumnya jika wanita yang hamil diluar nikah itu ditikahkan? Kemudian
apa status anak tersebut secara humum Islam ?
Untuk masalah tersebut, tidak ada ayat Quran atau Hadits yang menegaskan
untuk masalah ini. Sehingga melahirkan 2 pendapat.
Pendapat Yang Membolehkan
Dari Imam As-SyafiI, syaratnya kedua keluarga dan pasangan tersebut tidak
mengekspos kepada yang lain, cukup mereka dan pihak Kantor Urusan Agama.
Tujuannya, supaya yang lain tidak melakukan perbuatan yang sama.
Ulama yang membolehkan juga menggambarkan, misal wanita yang dihamili
oleh si A, boleh dinikahi oleh si A walaupun belum lepas masa iddah karena masa
iddah dipandang untuk memperjelas siapa ayah biologis si anak karena selama
masa iddah, si wanita tidak disentuh oleh siapapun. Jadi, laki laki yang berzina
dengan seorang wanita, kemudian wanita tersebut hamil, maka laki-laki itu boleh
menikahi wanita itu, karena sudah jelas bahwa anak yang dikandung tersebut
adalah anak laki-laki tersebut.

11

NABIL HARIZ
1102010

Riwayat Sebuah Hadits


" Sesungguhnya Ummar pernah pukul seorang laki-laki dan wanita yang berzina,
kemudian Ummar menyuruhnya untuk menikahi, akan tetapi laki-laki tersebut
menolaknya (Al-Mughni) "
Pendapat Yang Melarang atau Mengharamkan
Sebagian ulama lagi mengatakan tidak halal untuk ditikahkan, walaupun laki-laki
tersebut yang menghamilinya, kecuali jika wanita tersebut telah melahirkan.
Surat At-Thalaq ayat 4,
" . . . . wanita yang mengandung, iddahnya adalah setelah dia melahirkan
anaknya "
Begitu juga melalui riwayat sebuah hadits, dari Imam Ibnu Qudamah Al Maqdasi
di dalam Asy-Syarhul Kabier 7 : 502
" . . . tidak boleh dicampuri seorang wanita yang hamil, kecuali setelah dia
melahirkan "
Ada juga dari sebuah hadits
" Seorang laki-laki yang berhubungan badan dengan seorang wanita lalu wanita
tersebut mengandung, kemudian dia bertanya kepada Rasul SAW, lalu nabi
berkata, pisahkan mereka."Imam Ibnu Taimiyah, sebelum bayi tersebut lahir atau
istibro lalu bersih dari nifas.
Dari Ibnu Abbas R.A.
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya istriku
tidak menolak dengan tangan penyentuh, Nabi bersabda ceraikanlah dia, lalu
si laki-laki berkata nafsuku kepadanya. Nabi bersabda, kalau begitu bersenangsenanglah dengannya
Hanya saja, untuk kesimpulan permasalahan diatas, jika ingin selamat maka
tunggulah sampai wanita hamil tersebut melahirkan anaknya, atau sampai haid
sekali, bahkan lebih baik lagi jika melewati dulu 3 kali masa haid.
Adapun Status anak tersebut di dalam Islam
Anak tersebut tidak mendapatkan hak wali, juga tidak mendapatkan hak waris
dari garis Ayahnya, kalau dari garis Ibu, kakek dan neneknya dia
mendapatkannya
LI 6. Memahami dan Menjeaskan Aborsi menurut Islam

11

NABIL HARIZ
1102010


Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka
kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs
An Nisa : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud bahwasanya Rosulullah
saw bersabda :


Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam
perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua,
terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga ,
berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat
untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu
penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka,
maupun yang bahagia. ( Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi
dua bagian sebagai berikut :
1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga
pendapat :
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian
dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat
Al Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, SyafiI, dan Hambali.
Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh
Fathul Qadir : 2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Masud di atas yang menunjukkan bahwa
sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum
sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.
Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai
pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak
boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk
kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan
Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab SyafiI . ( Hasyiyah Ibnu Abidin :
6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
11

NABIL HARIZ
1102010
Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa
air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita
sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan
kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi
( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah
dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati.
Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak
dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang
bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di
dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu
bentuk Abortus
Profocatus
Therapeuticum, yaitu
jika
bertujuan
untuk
kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam
katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang
bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas.
2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah
peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur
empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Masud di
atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat
itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum
ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya
akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama
berbeda pendapat:
Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap
haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan
keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas
Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :



Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. ( Q.S. Al Israa: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang
keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan
kaidah fiqhiyah : Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan
sesuatu yang masih ragu., yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup

11

NABIL HARIZ
1102010
rohnya yang merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan
kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang masih diragukan. ( Hasyiyah
Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan
tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika
sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika
hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian.
Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan
janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan
kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir.( Mausuah Fiqhiyah :
2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu
kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu Alam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat
bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan
kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syarI
hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang
diharamkan Allah swt.
Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus
Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan
jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007,
laporan nasional 2007, badan penelitian dan pengembangan kesehatan,
Jakarta: Indonesia. 2008.
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Peta%20Kesehatan
%202007.pdf
http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/3-3-13.pdf
http://staff.ui.ac.id/internal/132147454/material/PelatihanKesehatanReprod
uksiRemaja.pdf
Statistics Indonesia (Badan Pusat Statistik-BPS) and Macro International.
Indonesia demographic and health survey 2007. Calverton, Maryland, USA:
BPS and Macro International. 2008.
World Health Organization (WHO). Adolescent friendly health service, an
agenda for change, Geneva: Switzerland. 2002.
World Health Organization (WHO). Life skills education for children and
adolescents in schools, introduction and guidelines to facilitate the

11

NABIL HARIZ
1102010
development and implementation of life skill programme, programme on
mental health, Geneva: 1997.

11

Anda mungkin juga menyukai