Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Analisis Situasi

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju ke dewasa. Meskipun dari
fisik terlihat dewasa namun cara berfikir dan perilakunya masih anak-anak. Pada masa ini
remaja tidak mau dikatakan sebagai anak-anak karena dia merasa bahwa usianya diatas batas
usia anak-anak. Pada fase ini remaja juga mencari jati dirinya dan pengakuan dari
lingkungannya (Khamim and Putro Zarkasih, 2017).

Perilaku merokok adalah perilaku yang memberikan dampak negatif bagi kesehatan,
meskipun rokok membahayakan tubuh tetapi masih banyak orang yang merokok dan tidak
menghiraukan dampak dari bahaya merokok. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi orang untuk merokok yaitu psikologis, biologi, dan lingkungan (Fikriyah and
Febrijanto, 2012).

Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2018 menunjukan, bahwa perokok pada usia 10-18
tahun mencapai 9,1%. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan data Rikesdas tahun
2013 sebesar 7,2 %. Industri rokok mulai mengancam kelangsungan generasi penerus
bangsa dengan target usia remaja (10-18 tahun), maka dari itu kesadaran pada remaja
tentang bahaya rokok sangat penting, sehingga peneliti melakukan penelitian dengan
menggunakan media Smofving (Smoking Effect Video Learning) sebagai upaya menumbuhkan
kesadaran remaja Sekolah Menengah Pertama di Kediri terhadap bahaya merokok.

Rokok adalah silinder dari kertas yang didalamnya berisi cacahan daun tembakau yang
dilengkapi dengan filter atau tanpa filter (Fajar,R., 2011). Terdapat berbagai senyawa dalam
rokok, diantaranya adalah karbon monoksida, tar, dan nikotin. Karbon monoksida adalah
gas beracun, dalam tubuh akan bereaksi dengan hemoglobin sehingga terjadi penurunan kadar
oksigen dalam darah, tar adalah zat karsinogenik, dan nikotin adalah zat beracun yang
merusak organ tubuh dan penyebab kecanduan (P2PTM Kemenkes RI, 2018). Jumlah
perokok di Indonesia adalah urutan ketujuh di dunia pada tahun 2016 dan tertinggi di
Kawasan Asia Tenggara sampai sekarang. Badan Pusat Statistik menginformasikan pada
tahun 2020 sebanyak 28,69% penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 15 tahun adalah
perokok (BPS, 2020).

Menurut laporan Nasional RISKESDAS 2018 ada peningkatan prevalensi merokok sebesar
0,5% pada kelompok usia 15-18 tahun dari tahun 2013 (11,2%) ke tahun 2018 (12,7%).
Sebagai konsekuensi peningkatan prevalensi ini adalah timbulnya masalah kesehatan bagi
remaja tersebut pada masa yang akan datang. Selain itu ada resiko lain yang kemungkinan
besar terjadi akibat perilaku merokok, yakni ada kecenderungan untuk berperilaku yang
kurang tepat seperti penyalahgunaan narkotika dan minum minuman keras (Dalimunte and
Dewi Harahap, 2019).

Siswa di Sekolah Menengah Pertama 1 Kolaka dan SMU 1 Kolaka adalah masuk pada
kelompok umur 15-18 tahun atau fase remaja madya. Pada masa usia remaja ini mulai
berkembang sifat ingin tahu yang besar serta ingin merasakan dan mencoba hal-hal baru
(Hidayanto, W., 2016). Oleh sebab itu mereka harus mendapatkan pengarahan yang benar
agar tidak terjerumus pada hal-hal yang merugikan seperti menjadi perokok atau penyalah-
guna narkoba. Mereka adalah asset bangsa yang harus dijaga, karena nasib negara pada
masa yang akan datang adalah tergantung dari kualitas penduduk Indonesia yang sekarang ini
masih tergolong usia remaja. Menyadari permasalahan ini maka perlu dilakukan edukasi
tentang bahaya merokok dan penyalahgunaan narkoba bagi kesehatan kepada siswa Sekolah
Menengah Pertama 1 Kolaka dan SMU 1 Kolaka.

Semakin banyak terjadi penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau yang lebih dikenal dengan
sebutan narkoba. Penyalahgunaan narkoba dari hari ke hari semakin bertambah. Dalam Program
GEPENTA (2002), Pejabat Kesehatan RI menyebutkan angka pertambahan setiap harinya
sebesar 0,065 % dari jumlah penduduk 200 juta jiwa atau sama dengan 130.000 jiwa perhari.
World Drugs Reports 2018 yang diterbitkan United Nations Office on Drugs and Crime
(UNODC), menyebutkan sebanyak 275 juta penduduk di dunia atau 5,6 % dari penduduk dunia
(usia 15-64 tahun) pernah mengonsumsi narkoba. Sementara di Indonesia, BNN selaku focal
point di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN) mengantongi angka penyalahgunaan narkoba tahun 2017 sebanyak 3.376.115 orang
pada rentang usia 10-59 tahun. Sedangkan angka penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar di
tahun 2018 (dari 13 ibukota provinsi di Indonesia ) mencapai angka 2,29 juta orang. Salah satu
kelompok masyarakat yang rawan terpapar penyalahgunaan narkoba adalah mereka yang berada
pada rentang usia 15-35 tahun atau generasi milenial, (Soelton et al., 2018; Soelton dan
Nugrahati, 2018). Menurut Soelton et al., 2018: Individu yang terlibat penyalahgunaan narkoba
sampai pada akhirnya mengalami ketergantungan, akan membawa dampak yang buruk tidak saja
bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh, rusaknya hubungan
kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk, sampai pada perubahan mental dan perilaku menjadi antisosial.
Bahkan pada Harian Republika Minggu, 13 Februari 2005 Prof. Dr. Zubairi Djoeban, ahli
hematologi FKUI menyebutkan bahwa sekitar 30 % pengguna narkotika bakal terinfeksi
HIV/AIDS. Keprihatinan tersebut bukanlah tidak beralasan, sebab banyak diantara penggunanya
merupakan remaja. Menurut Hawari (2002) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa 97 %
penyalahguna narkoba adalah remaja. Sebagaimana diutarakan oleh Hawari (2002) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa pengaruh/bujukan teman merupakan 81,3 % dari awal
seseorang menggunakan narkoba. Remaja yang sulit untuk menjadi berbeda dengan
temantemannya biasanya memiliki solidaritas kelompok yang sangat tinggi. Remaja yang tidak
dapat bertahan ditengah-tengah keberbedaannya dengan lingkungannya cenderung menemui
kendala dalam menampilkan dirinya, mengemukakan hak-haknya, mengekspresikan pikiran,
perasaan, serta keyakinannya. Akhirnya, remaja tersebut membiarkan dirinya tenggelam dalam
kesamaan identitas lingkungan temanteman sebayanya, seperti yang terjadi pada para remaja
penyalahguna narkoba. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka dalam diri remaja
diperlukan adanya suatu kemampuan yang mendukung proses mereka dalam bersosialisasi.
Kemampuan untuk tetap menjadi diri sendiri dalam bergaul juga diperlukan agar tidak
terjerumus dalam pengembangan perilaku merugikan. Kemampuan untuk menyatakan diri secara
jujur dan sesuai dalam menegakkan hak pribadi dan mengekspresikan pikiran-pikiran, perasaan
perasaan dan keyakinan-keyakinannya tanpa mengorbankan hak-hak orang lain atau merugikan
orang lain disekitarnya. Dengan kata lain, remaja sangat memerlukan kemampuan untuk menjadi
asertif. Asertif juga merupakan suatu ketrampilan sosial yang memungkinkan seseorang
berhubungan secara efektif dengan orang lain (Alberti & Emmons, 1995). Asertivitas bukan
merupakan suatu karakteristik yang dengan tiba-tiba muncul pada masa remaja, juga bukan
merupakan faktor yang dibawa individu sejak ia dilahirkan.

Masa remaja merupakan peralihan antara masa anak-anak menuju masa dewasa yang diawali
dengan terjadinya kematangan seksual (Mairo, 2015). Proses ini ditandai dengan terjadinya
perubahan fisik. Menurut buku pedoman pelaksanaan KIE yang dilansir dari web
kemenkes.go.id, Terjadinya perubahan fisik pada remaja, sebagai tanda aktifnya tanda-tanda
seks primer dan sekunder. Tanda seks primer langsung berhubungan dengan organ seks
seperti menstruasi (pada wanita) dan mimpi basah (pada pria). Sedangkan tanda seks
sekunder pada wanita adanya perubahan dengan membesarnya payudara, pinggul melebar,
dan tumbuhnya rambut di sekitar kemaluan dan ketiak. Pada pria terjadi perubahan suara,
perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi
dan ejakulasi, badan berotot, tumbuh kumis, cambang dan rambut di sekitar kemaluan dan
ketiak.

Perubahan yang terjadi tentunya mempengaruhi pula kejiwaan dan emosional remaja. Masa
peralihan ini juga memberikan pemikiran kritis dan imajinasi-imajinasi abstrak. Rasa ingin
tahu yang meningkat dengan adanya perubahan pada dirinya harus diarahkan dengan
positif. Dari segi kesehatan reproduksi, perilaku ingin mencoba dalam bidang seks sangatlah
rawan, karena dapat mengakibatkan dampak buruk yang merugikan masa depan, terutama
remaja perempuan. Hal ini tentunya menjadi polemik. Dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak,
mulai dari melayani pertanyaan, mau mendengar, dan tidak tabu atau sungkan menbicarakan
dan membahas permasalahan kesehatan reproduksi.

Memberikan pemahaman pendidikan seks kepada remaja diharapkan dapat


menghindarkannya dari resiko negatif. Dengan sendirinya mereka diharapkan akan tahu
mengenai seksualitas dan dampaknya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan (Panjaitan dkk,
2015). Edukasi seks diperlukan untuk menjembatani antara rasa ingin tahu remaja tentang
banyak hal tawaran informasi yang vulgar (browsing tidak terkontrol), dengan cara
pemberian informasi tentang seksualitas yang benar, jujur, tepat sasaran, lengkap, dan
disesuaikan dengan kematangna usianya.

World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa kesehatan reproduksi merupakan


suatu keadaan fisik, mental serta sosial yang utuh, yang bebas dari penyakit dan kecacatan
sistem reproduksi. Sehat secara reproduksi juga berhubungan dengan bekerjanya segala
aspek dalam sistem reproduksi mulai dari fungsi organ reproduksi hingga mekanisme kerja
organ tersebut secara baik dan aman (Aisyaroh, 2011).

Laman kemkes.go.id, menyebutkan, menjaga kesehatan reproduksi dimulai dengan


mengenalkan beberapa hal yakni (1) Pengenalan tentang proses, fungsi, dan sistem organ
reproduksi; (2) Mengetahui penyakit pada sistem reproduksi seperti : HIV/AIDS dan
penyakit menular seksual lainnya, serta dampaknya pada kondisi kesehatan organ
reproduksi; (3) Memahami dan menghindari terjadinya kekerasan seksual; (4) Mengetahui
pengaruh media sosial terhadap aktivitas seksual; (5) Mengembangkan kemampuan dalam
berkomunikasi, terutama membentuk kepercayaan diri dengan tujuan untuk menghindari
perilaku berisiko.

Adapun cara untuk menjaga kebersihan dan kesehatan organ reproduksi masih dari Laman
kemkes.go.id diantaranya : (1) Pakai handuk yang lembut, kering, bersih, dan tidak berbau atau
lembab; (2) Memakai pakaian dalam berbahan yang mudah menyerap keringat; (3) Pakaian
dalam diganti minimal 2 kali dalam sehari; (4) Bagi perempuan, sesudah buang air kecil,
membersihkan alat kelamin sebaiknya dilakukan dari arah depan menuju belakang agar kuman
yang terdapat pada anus tidak masuk ke dalam organ reproduksi; (5) Bagi laki-laki,
dianjurkan untuk dikhitan atau disunat agar mencegah terjadinya penularan penyakit menular
seksual serta menurunkan risiko kanker penis.

Masalah yang paling banyak dibicarakan remaja saat ini, seperti masalah seksualitas dan
perilaku menyimpang dikalangan remaja. Selain itu, edukasi merupakan salah satu cara
untuk mencegah masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dimasa remaja sehingga
dipandang sangat perlu dilakukan. Kesehatan reproduksi pada remaja tidak hanya berkaitan
dengan penyakit atau kelainan sistem dan fungsi organ reproduksi tetapi juga menyangkut sehat
secara mental dan sosial yang berkaitan dengan dengan alat reproduksinya.

B. Permasalahan Mitra

Berdasarkan pada analisis situasi yang diuraikan di atas, maka permasalahan mitra dinyatakan
sebagai berikut:

1. Kurangnya pemahaman orangtua dalam pentingnya aktivitas afektif untuk anak Anak
sejak usia Dini tentang bahaya dan efek yang diakibatkan NAFZA.
2. Kurangnya pemahaman orangtua dalam pentingnya aktivitas kognitif untuk anak Anak
Usia Dini tentang bahaya dan efek yang diakibatkan NAFZA.
3. Kurangnya pemahaman orangtua dalam pentingnya aktivitas psiko motorik untuk anak
Anak Usia Dini tentang bahaya dan efek yang diakibatkan NAPZA.

C. Tujuan Kegiatan

Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:


1. Meningkatkan pengetahuan siswa terkait rokok, NAPZA, dan sex bebas.
2. Meningkatkan peran dan partisipasi guru tentang bahaya dan efek yang diakibatkan
NAFZA di SMP 1 dan SMU 1 Kolaka.

D. Manfaat Kegiatan

Manfaat dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:


1. Siswa dapat lebih mengenal bahaya dari rokok, narkoba, dan sex bebas
2. Guru dapat lebih mengontrol perilaku siswa disekolah yang berkaitan dengan rokok,
penyalahgunaan narkoba, dan sex bebas
BAB II
SOLUSI TARGET DAN LUARAN

A. Solusi Target
Solusi target yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini adalah
sebagai berikut:
1. Siswa dapat mengenali tanda dan bahaya dari rokok, NAPZA, dan sex bebas.
2. Guru dapat lebih meningkatkan keterampilan dalam mengawasi perilaku siswa disekolah.

B. Luaran
Adapun luaran dari kegiatan ini adalah sesuai tabel di bawah:
No. Jenis Luaran Indikator
Capaian
1. Publikasi ilmiah pada jurnal ber ISSN/prosiding
2. Publikasi pada media masa cetak/online/repocitory PT
3. Peningkatan daya saing (peningkatan kualitas, kuantitas, serta
nilai tambah barang, jasa, diversifikasi produk, atau sumber
daya lainnya)
4. Peningkatan penerapan iptek di masyarakat (mekanisasi, IT,
dan manajemen)
5. Perbaikan tata nilai masyarakat (seni budaya, sosial, politik,
keamanan, ketentraman, pendidikan, kesehatan)
6. Publikasi di jurnal internasional
7. Jasa, rekayasa sosial, metode atau sistem, produk/barang
8. Inovasi baru TTG
9. Hak kekayaan intelektual (Paten, Paten sederhana, Hak Cipta,
Merek dagang, Rahasia dagang, Desain Produk Industri,
Perlindungan Varietas Tanaman, Perlindungan Desain
Topografi Sirkuit Terpadu)
10. Buku ber ISBN

BAB III
METODE PELAKSANAAN

A. Lokasi Kegiatan
Pengabdian Kepada Masyarakat ini berlokasi di SMP 1 Kolaka dan SMU 1 Kolaka.
B. Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran untuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah seluruh siswa SMP 1
Kolaka dan SMU 1 Kolaka. Audiensi lainnya yang diundang adalah Guru, dan staff, dengan total
60 orang.
C. Jenis Kegiatan
Dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada mitra sebagaimana yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dalam Program Kemitraan Masyarakat ini ditawarkan beberapa metoda
pendekatan yang dapat membantu dalam menyelesaikan masalah yang ada yaitu dengan
melakukan Metode pemberian edukasi sehingga kelompok remaja di SMP 1 Kolaka dan SMU 1
Kolaka pengetahuannya meningkat.
D. Tahapan kegiatan
Kegiatan Pelaksanaan Program Kemitraan Masyarakat terbagi menjadi tiga tahap, yaitu
persiapan, pelaksanaan, dan tahap monitoring. Berikut adalah rincian tiap tahapan yang akan
dilaksanakan:
1. Tahap Persiapan
Penyusunan program kerja penyuluhan dan pelatihan
a. Penyusunan program penyuluhan
Agar kegiatan yang dilaksanakan menjadi lebih teratur dan terarah. Program ini
meliputi semua hal-hal yang bersifat teknis, manajerial dan penjadwalan (time
schedule).
b. Penyusunan modul pelatihan
Modul manajemen meliputi teknik pendampingan, penanganan dan penyuluhan
berkesinambungan.
c. Persiapan sarana dan prasarana pelatihan.
Persiapan ini meliputi penyediaan sarana dan prasarana tempat pelatihan dan
penyuluhan.
d. Koordinasi lapangan.
Koordinasi lapangan akan dilakukan oleh Tim. Sosialisasi program dilakukan secara
langsung melalui koordinasi Puskesmas Kolaka dengan Kepala Sekolah.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Sosialisasi edukasi
Sosialisasi yang kedua bertujuan untuk menjelaskan lebih rinci tentang tujuan
pemberian edukasi. Sosialisasi ini dipermudah dengan pembagian leaflet penyuluhan.
Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala sekolah, Tim Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Sembilanbelas Novemeber Kolaka dan siswa SMP dan SMU 1 Kolaka.
b. Edukasi tentang bahaya rokok, Napza, sex bebas
Edukasi ini diharapkan dapat dilakukan secara komprehensif dan kontinyu guna
memastikan bahwa mitra benar-benar paham dan menguasai mengenai bahaya dari
rokok, Napza, sex bebas.
3. Tahap Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan secara tertulis diakhir
kegiata penyuluhan, dan evaluasi juga dilakukan secara langsung saat penyuluhan
berlangsung.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan tema peningkatan kesadaran bahaya asap
rokok bagi kesehatan dimulai dengan survey dan perijinan kepada pihak sekolah.
Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan selama dua hari. Kegiatan hari pertama adalah dengan
melaksanakan pretes kepada 40 peserta PKM. Pretes dilaksanakan untuk mengetahui
tingkat pengetahuan dan sikap siswa yang menjadi sasaran kegiatan tentang bahaya perilaku
merokok, NAPZA, dan sex bebas.

Kegiatan inti dari PKM dilaksanakan pada hari kedua. Pelaksanaan pengabdian kepada
masyarakat terbagi ke dalam beberapa segmen. Segmen acara tersebut adalah
penyampaian materi. Materi tentang bahaya rokok, napza, dan sex bebas yang disampaikan oleh
Tim PKM didampingi oleh pihak Puskesmas Kolaka. Kegiatan PKM selanjutnya adalah
sesi tanya jawab. Sesi ini dilaksanakan untuk memperkuat materi PKM sehingga siswa
memiliki pemahaman yang kuat tentang bahaya rokok, napza, dan sex bebas. Sesi terakhir
dari kegiatan ini adalah pelaksanaan postes.

Pemilihan judul kegiatan pengabdian kali ini karena adanya kesadaran bahwa edukasi
terkait kesehatan reproduksi sangat penting dikalangan remaja. Edukasi ini dilakukan
melalui metode ceramah (gambar 2). Hal ini dilakukan mengingat banyaknya kejadian dari
media, tentang perilaku menyimpang yang kerap dilakukan oleh para remaja. Hal ini dilakukan
sebagai bentuk rasa penasaran serta keinginan mencoba hal-hal yang berkaitan dengan
reproduksi. Rasa penasaran dalam diri remaja yang tanpa dibarengi oleh pertimbangan yang
matang, ketika dibiarkan tanpa ada pengawasan serta pemahaman maka akan merugikan diri
sendiri, keluarga dan lingkungan. Selain itu, pemahaman tentangkesehatan reproduksi juga
sangat minim dikalangan remaja karena mereka tidak dibekali pengetahuan dari orang tua.
Para orang tua menganggap bahwa membicarakan masalah reproduksi adalah hal yangtabu dan
memalukan untuk dilakukan.Padahal, peranan orang tua sangatlah penting untuk menanamkan
nilai moral bagiremaja, termasuk menjelaskan tentang dampak negatif dari kegiatan sex
pranikah, baik dari segidampak kesehatan maupun mental dan dampak sosial yang
ditimbulkan.Beberapa hasil penelitian tentang perilaku seksual remaja di kota besar seperti
Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan menunjukkan bahwa dari 450 responden usia 15-
24 tahun, sekitar 65% mendapatkan informasi tentang seks dari kawan, 30% sisanya dari film
porno dan hanya 5% yang mendapatkan informasi tentang seks dari orang tuannya.Pengetahuan
yang dimiliki remaja akan memengaruhi perilaku remaja tersebut khususnya pola pacaran
dan sex bebas. Hasil survey awal diperoleh hasil bahwa para remaja di SMP dan SMU 1 Kolaka
belum memahami akan pentingnya kesehatan reproduksi. Sebagian remaja beranggapan
bahwa kesehatan reproduksi hanya terkait dengan hubungan seksual saja. Hasil wawancara
secara pribadi dengan beberapa siswa/i diperoleh kesimpulan bahwa umumnya remaja
tersebut belajar dari internet atau sharing dengan sesamateman. Rohmawati & Sukanto (2020)
menyatakan bahwa teman sebaya memiliki peranan yang penting dalam membentuk
perilaku remaja.Hal ini didukung oleh Azinar (2013) yang menyatakan bahwa perilaku
pacaran, seksual teman sebaya dapat mempengaruhi perilkau seksual (Azinar 2013).Hal ini
tentu akan sangat membahayakan karena dikhawatirkan mereka menyerapinformasi yang
diperoleh tanpa filter. Selain itu paraorangtua siswa yang merupakan petani dan pedagang
sudah sangat sibuk sehingga acapkali remaja berkembang tanpa dibekali oleh
pengetahuan dan adanya anggapan dari orang tua yang menyatakan bahwa membicarakan
hal yang berkaitan dengan reproduksi adalah hal yang tabu dilakukan. Dukungan media
elektronikpun turut andil memengaruhi perilaku seksual remaja. Perkembangan tekhnologi
mempermudah remaja mencari informasi melalui internet. Kecanggihan HP saat ini menjadi
sarana mereka mendapatkan informasi tanpa didampingi oleh orang tua. Hal ini menyebabkan
para remaja dapat dengan bebas mengakses berbagai informasi bahkan adanya rasa
penasaran mendorong mereka menyaksikan konten pornografi yang akhirnya mendorong
hawa nafsu dan tidak menutup kemungkinan hal ini akan menimbulkan rasa penasaran
untuk mencoba apa yang telah mereka nonton sebelumnya. Hal ini didukung oleh Sarwono
(2011) yang menyatakan bahwa penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui
media seperti video, kaset dan VCD merupakan hal yang mendorong meningkatnya
kejadian perilaku seksual menyimpang. Selain itu, masuknyaminimarket ke daerah yang menjual
bebas kondom turut serta mempermudah remaja mempraktekkan free sex.Gambar 2. Pemaparan
materi kesehatan reproduksi remaja dan bahaya sex bebasKesehatan reproduksi
menyangkutmasalah kesehatansecara fisik, mental dan sosial. Fitriyanti (2011) menyatakan
bahwa persepsi yang keliru pada remaja akan meningkatkan resiko penularan penyakit
menular seksual (PMS), diantaranya keputihan, Klamidia, Gonorea, 13 hingga HIV AIDS. Selain
itu, juga akan berdampak pada kehamilan yang tidak dinginkan (KTD), pernikahan dini
hingga putus sekolah dan dikucilkan dari masyarakat sertainfeksi organ reproduksi
menyebabkan infeksi organ reproduksi (Rohmawati & Sukanto,2020). Sesi Tanya jawab
(evaluasi hasil kegiatan)Kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat berjalan sesuai yang
dinginkan berkat adanya kerjasama antar tim pengabdian dengan mitra. Hal ini terlihat
dari respon Kepala Sekolah yang sekaligus membuka acara, serta antusiasme para siswa/i
sekolah tersebut saat mengikuti kegiatan. Hasil pengabdian masyarakat kali ini pada siswa/i
sebagai mitra pada kegiatan ini terlihatterjadi peningkatan pengetahuan serta sikap terhadap
Kesehatan Reproduksi dan Bahaya Sex Bebas. Hal ini terlihat dari hasil pre test dan post test
yang dilakukan. Selain itu, siswa/i juga semakin mampu berfikir kritis seperti kemampuan
memberikan penjelasan sekaligus contoh sikap dalam merespon tayangan-tayangan sinteron di
TV saat iniyang sangat sarat unsur pornografinya. Hal ini sesuai dengan pendapatMeilan et al.
(2018) menyatakan bahwa salah satu upaya untuk memecahkan masalah yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi adalah memberikan materi pendidikan seks. Selain itu
Umarohet al.(2015) juga menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi perilaku remaja khususnya dalam pola pacaran, sex bebas, kehamilan
diluar nikah dan aborsi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kegiatan pengabdian masyarakat telah berjalan dengan baik, terjadi peningkatan
pemahaman peserta. Melalui kegiatan ini siswa dapat mengetahui dengan tepat dampak dari
rokok, napza dan sex bebas. Orang tua dan guru merupakan sentral dalam upaya mencegah
perilaku siswa.

B. Saran
Kegiatan PKM ini agar dapat dilakukan diseluruh sekolah baik dasar maupun tingkat atas agar
hal-hal negative yang tidak diharapkan dapat dihindari sedini mungkin.

Anda mungkin juga menyukai