PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk yang berada pada rentang usia
disebut masa remaja awal, usia 14-16 tahun disebut masa remaja tengah dan
orang muda daripada sebelumnya. Dari 7,2 miliar orang di seluruh dunia lebih
dari 3 miliar orang muda dari 25 tahun, yang merupakan 42% dari populasi
dunia. Sekitar 1,2 miliar dari kaum muda ini adalah remaja berusia antara 10
dunia pada Januari 2018 mencapai 7,53 miliar jiwa. Dari jumlah tersebut,
terbanyak merupakan remaja, yakni usia 10-14 tahun sebanyak 618 juta jiwa,
usia 15-19 603 juta jiwa dan 20-24 tahun sebanyak 603 juta jiwa. Sementara
yang berusia di atas 100 tahun mencapai 500 ribu jiwa atau sekitar 0,01% dari
jiwa. Menurut jenis kelamin, jumlah tersebut terdiri atas 134 juta jiwa laki-
dan 132,89 juta jiwa perempuan. Indonesia saat ini memiliki jumlah penduduk
usia produktif lebih banyak dari usia tidak produktif, yakni lebih dari 68%
dari total populasi. Dengan kelompok usia 0-14 tahun (usia anak-anak)
mencapai 66,17 juta jiwa atau sekitar 24,8% dari total populasi. Kemudian
penduduk usia 15-64 tahun (usia produktif) sebanyak 183,36 juta jiwa atau
sebesar 68,7% dan kelompok usia lebih dari 65 tahun (usia sudah tidak
produktif) berjumlah 17,37 juta jiwa atau sebesar 6,51 dari total populasi. (Iko
kanai kck ibuk tadi ndk usah bahas usia produktifnyo yg remaja nyo se)
dan sosial (Kyle & Carman, 2013). Pada masa ini terjadi perkembangan dan
perubahan hormon yang belum matang pada remaja, dimana pada masa ini
remaja masih sensitif dengan hal hal yang baru yang dapat mempengaruhi
pada tahap tersebut mengalami banyak perubahan baik secara emosi, tubuh,
minat, pola perilaku dan juga penuh dengan masalah-masalah pada masa
(iko ganti kato” tpi ndk tau a do bg, wkwk. Kck ibuk tu ndk sadonyo usia iko
masalah do, jan tajaman bana ngck an iko bamasalah. Itu tdi bg) mereka
yakni, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak
yang sering tampak pada masa remaja awal, antara lain adalah marah, malu,
takut, cemas (anxiety), cemburu (jealoucy), iri hati (envy), sedih, gembira,
kasih-sayang dan ingin tahu. Dalam hal emosi negatif, umumnya remaja
pertama, yakni 1.434 kasus, disusul kasus terkait keluarga dan pengasuhan
anak sebanyak 857 kasus. Kasus pornografi dan kejahatan siber di posisi
khusus di bidang pendidikan. Hasilnya, dari data 2018 tercatat 445 kasus,
jumlah tersebut meningkat hampir 100 kasus dibanding tahun lalu 338 kasus,
dan dua tahun lalu yang hanya 327 kasus. Kekerasan fisik dan bully masih
menjadi kasus terbanyak diderita anak dalam bidang pendidikan. 51, 20%
kebijakan dilakukan pihak sekolah 16,50%. Data pada bulan januari sampai
dengan korban dan pelaku anak. Tercatat jumlahnya sebanyak 17 kasus yang
eksploitasi. (Iko gabuangan jo data kesehatan mentalnyo bg, ndk paham bana
acuh tdi do wkwk, ibuk tu tdi ngecek kasus ko skli jalan se lah ndk usah
banyak terjadi pada remaja jika tidak terselesaikan dengan baik dapat
individu akan dapat tampil optimal sesuai kapasitasnya serta produktif, yang
sering dikenal sebagai proses sedang dalam fase pencarian jati diri yang penuh
gangguan mental dimulai pada usia 14 dan tiga perempat pada pertengahan
utama di banyak negara dan dapat menyebabkan perilaku berisiko seperti seks
yang tidak aman atau mengemudi yang berbahaya. Bunuh diri adalah
depresi adalah penyebab utama ketiga. Menurut Our Word In Data (2017)
kemdian Eropa 15,31%, Afrika 15,25%, dan Asia 14%. Diperkirakan leboh
dari 1,1 miliar orang di seluruh dunia memiliki gangguan mental atau
gangguan mental emosional pada remaja berumur >15 tahun sebesar 9,8%.
Dengan persentase perempuan sebanyak 12,1% dan laki- laki 7,6%. Angka jni
meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar 6%. Dan prevalensi pada
emosional pada pelajar SMP dan SMA di Indonesia sebesar 62,38 % atau
7.027 orang. Dengan jumlah pada laki-laki sebanyak 2.954 orang (57,73%),
2012). Semakin banyak faktor risiko yang dihadapi remaja, maka semakin
jalehan dek aa faktor yh di ambiak tu media sosial bg, faktor lain ado lo mah
cek ibuk, jalehan fenomenanyo baa, dasar maambiak media sosial tu baa)
untuk orang awam (Chris Brogan, 2010). Menurut laporan global oleh Digital
aktif di media sosial. Jumlah pengguna media sosial melalui ponsel adalah
3,356 juta orang. Sekitar 2,19 miliar orang aktif menggunakan Facebook, 1,9
Ogaji el al (2017) di Afrika yang menyatakan bentuk media sosial yang paling
dan Twitter.
orang, menghubungkan mereka dengan teman, keluarga dan orang asing dari
sosial, dan ruang dunia virtual yang didukung oleh teknologi multimedia yang
belahan dunia, akan tetapi penggunaan media sosial yang berlebihan juga
dapat menyebabkan dampak negatif seperti berkurangnya interaksi
melebihi dosis, serta persoalan etika dan hukum karena kontennya yang
Hal ini didukung dari penelitian yang dilakukan oleh The Royal
Society for Public Health (RSPH) dan charity Young Health Movement
(2017) di Inggris terhadap 1.500 anak muda (rentang usia 14-24 tahun)
depresi, kesepian, tidur, bullying, dan FoMo (Fear of Missing Out). Dari
negatif yang paling banyak. Aplikasi untuk berbagi foto ini dianggap merusak
persepsi soal citra tubuh, meningkatkan tasa takut akan ketinggalan (FoMo),
Serikat pada 1.787 dewasa awal yang berusia 19-32 tahun mengatakan mereka
yang menggunakan paling banyak situs media sosial memiliki peluang lebih
lain yang dilakukakan oleh Wood dan Scott (2016) pada 467 remaja
berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk, harga diri lebih rendah, serta
gejala depresi lebih besar pada anak perempuan. Penelitian yang dilakukan
sosial dikaitkan dengan pelecehan online, kurang tidur, harga diri rendah dan
citra tubuh yang buruk, lebih besar menyebabkan gejala depresi bagi anak
online, cendrung memiliki harga diri rendah, ketidakpuasan berat badan atau
mental remaja di X.
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
remaja x
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
remaja di X.
2. Manfaat praktis
remaja.
c. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana pengembangan