ABSTRAK
Erisipelas merupakan infeksi pada jaringan lunak kulit yang bila tidak diterapi dapat menimbulkan komplikasi
necrotizing fasciitis (NF). Diagnosis NF ditegakkan berdasarkan sistem skor The Laboratory Risk for Necrotizing
Fasciitis (LRINEC), yang merupakan metode penapisan NF. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) jarang dilaporkan
sebagai kuman penyebab NF.
Kasus pertama, laki-laki, 33 tahun, dengan erisipelas bulosa regio femur dan kruris sinistra dengan skor LRINEC 9.
Hasil rontgen menunjukkan pembengkakan jaringan ikat lunak, hasil kultur P. aeruginosa dan histopatologis sesuai NF.
Kasus kedua, laki-laki, 46 tahun, dengan erisipelas bulosa regio kruris sinistra dengan skor LRINEC 6. Hasil rontgen
dicurigai gas gangren, hasil kultur Acinetobacter baumannii dan P. aeruginosa dengan histopatologis sesuai stadium awal
NF. Kasus ketiga, perempuan, 52 tahun, dengan erisipelas bulosa regio kruris dan pedis dekstra dengan skor LRINEC 8.
Hasil rontgen cedera jaringan ikat lunak, hasil kultur P. aeruginosa dan histopatologis sesuai NF.
Diagnosis dini, bedah debridement, dan terapi antibiotik spektrum luas merupakan pilihan terapi efektif untuk
meminimalkan mortalitas kasus NF. Diagnosis erisipelas bulosa dengan komplikasi NF pada ketiga kasus ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis, skor LRINEC, dan hasil histopatologis. Kondisi ketiga kasus membaik dengan terapi
antibiotik sistemik, debridement, dan perawatan luka.
Kata kunci: Erisipelas bulosa, necrotizing fasciitis, skor LRINEC, Pseudomonas aeruginosa
Korespondensi:
Jl. Diponegoro, Denpasar - Bali
Telp : 0361-257517
Email: mangsurya@yahoo.com
182
Yusharyahya SN & Bianti M (EBCR) efektivitas famsiklovir dibandingkan dengan valasiklovir
177
Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap
MDVI Vol. 44 No. 4 Tahun 2017; 169 - 175
KASUS II
Laki-laki, 46 tahun, dengan riwayat diabetes melitus
(DM), dikonsulkan dengan keluhan ruam merah, disertai
lepuh, terasa nyeri dan bengkak pada tungkai bawah kiri.
Pada anamnesis didapatkan riwayat trauma seminggu
sebelum MRS yang diikuti demam sehari kemudian.
Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Status
dermatologis pada kruris sinistra tampak bula berisi
cairan hemoragik dengan dasar kulit eritematosa, peau
d’orange, nyeri dan hangat pada perabaan di beberapa
tempat tampak jaringan nekrotik (gambar 5).
Laboratorium menunjukkan leukositosis (32,9 K/µL),
hipoalbuminemia (1,8 g/dl), peningkatan CRP (64,9
mg/dl). Pemeriksaan Gram dari dasar luka didapatkan
lekosit dan bakteri berbentuk kokus. Evaluasi selama
perawatan didapatkan perluasan lesi kulit (gambar 6)
dengan skor LRINEC 6 (tabel 2). Hasil rontgen pada
regio kruris sinistra dicurigai adanya gas gangren. Kultur
dari dasar luka didapatkan Pseudomonas aeruginosa
sedangkan kultur jaringan debridement ditemukan
Acinetobacter baumanii dan Pseudomonas aeruginosa.
Pemeriksaan histopatologis ditemukan jaringan nekrosis
dengan radang kronis supuratif pada beberapa fokus
jaringan lemak dan trombus pembuluh darah sesuai
gambaran stadium awal NF (gambar 7,8). Pasien
didiagnosis erisipelas bulosa dengan komplikasi NF.
Kondisi pasien membaik dengan terapi kombinasi
sefoperason sulbaktam 2x1 gram dan metronidazol
3x500 mg (intravena) selama 14 hari diikuti
levofloksasin 1x500 mg (intravena) selama 7 hari, bedah
debridement dan perawatan luka.
178
Yusharyahya SN & Bianti M (EBCR) efektivitas famsiklovir dibandingkan dengan valasiklovir
KASUS III
Perempuan, 52 tahun, dengan keluhan ruam merah didapatkan perluasan lesi kulit (gambar 10)
disertai lepuh, terasa nyeri dan bengkak pada tungkai dengan skor LRINEC 8 (tabel 2). Hasil rontgen regio
bawah kanan. Pada anamnesis didapatkan riwayat trauma pedis dekstra didapatkan cedera jaringan ikat lunak.
tiga hari sebelum berobat. Pemeriksaan fisik dalam batas Hasil kultur jaringan diditemukan P. aeruginosa.
normal. Status dermatologis pada pedis dan kruris destra Pemeriksaan histopatologis ditemukan nekrosis luas
tampak bula berisi cairan hemoragik dengan dasar kulit dengan infiltrat netrofil sesuai gambaran NF (gambar
eritematosa, peau d’orange, nyeri dan hangat pada 11,12). Pasien didiagnosis erisipelas bulosa dengan
perabaan, di beberapa tempat tampak jaringan nekrotik komplikasi NF dan diterapi dengan terapi kombinasi
(gambar 9). Hasil laboratorium menunjukkan leukositosis seftriakson 2x1 gr dan metronidazol 3x500 mg (intravena)
(24,7 K/µL), peningkatan CRP (429 mg/dl), dan selama 7 hari diikuti dengan seftazidin 2x1 gr (intravena)
hipoalbuminemia (3,35 g/dl). Evaluasi selama perawatan selama 7 hari, bedah debridement, dan perawatan luka.
179
Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap
MDVI Vol. 44 No. 4 Tahun 2017; 169 - 175
180
Yusharyahya SN & Bianti M (EBCR) efektivitas famsiklovir dibandingkan dengan valasiklovir
181
Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap
MDVI Vol. 44 No. 4 Tahun 2017; 169 - 175
penting pada NF. Pemeriksaan dengan MRI dapat kronis supuratif pada beberapa fokus jaringan lemak
membedakan jaringan nekrotik dengan peradangan atau dan trombus pembuluh darah sesuai gambaran stadium
edema. Pemeriksaan rontgen dapat menunjukkan gas awal NF.
subkutan yang bersifat spesifik tapi tidak sensitif (positif Prinsip penanganan kasus NF adalah kombinasi rawat
<25% kasus), tetapi tidak diditemukannya gas tidak dapat inap, pemberian antibiotika dan bedah debridement.
menyingkirkan diagnosis NF.9 Pada ketiga kasus tidak Terapi antibiotik yang diberikan harus berdasarkan hasil
dilakukan pemeriksaan CT Scan maupun MRI. Hasil identifikasi agen penyebab infeksi. Jika data agen
pemeriksaan rontgen didapatkan hasil pembengkakan penyebab belum tersedia, dapat diberikan antibiotik
jaringan ikat lunak (kasus I), didapatkan gas gangren spektrum luas. Tindakan debridement sebaiknya
(pada kasus II), dan cedera jaringan ikat lunak (pada dilakukan sedini mungkin, dengan semua jaringan
kasus III). nekrotik termasuk kulit, fasia, dan otot yang terlibat
Pemeriksaan histopatologis dari jaringan debridement dibersihkan saat debridement. Pada ketiga kasus diberikan
merupakan standar baku emas dalam menegakkan terapi bedah debridement dan antibiotik spekrum luas
diagnosis NF.2 Sampel biopsi diambil dari area dengan sebelum hasil kultur diperoleh, dan ketiga kasus
proses infeksi, misalnya tepi meninggi pada area eritema, menunjukkan respons terapi yang baik.
edema, nekrotik, atau indurasi.9 Gambaran histopatologis
menunjukkan nekrosis koagulatif fasia superfisial, lemak
PENUTUP
subkutan, dan kadang pada fasia profunda. Infiltrat sel
inflamasi, misalnya leukosit polimorfonuklear dan sel Telah dilaporkan tiga kasus erisipelas bulosa dengan
mononuklear, trombosis pembuluh darah, dan nekrosis komplikasi NF yang disebabkan oleh kuman
glandula subkutan dapat terlihat dengan atau tanpa Pseudomonas aeruginosa. Diagnosis ditegakkan
infiltrasi bakteri yang jelas.2,8 Pada kasus I dan III berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
didapatkan gambaran nekrosis luas dengan radang pemeriksaan penunjang. Ketiga kasus membaik dengan
supuratif sampai jaringan lemak sesuai NF, sedangkan terapi antibiotik spektrum luas, bedah debridement, dan
pada kasus II didapatkan jaringan nekrosis dengan radang perawatan luka yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lipworth A, Saavedra AP, Weinberg A N, Johnson RA. Non- 7. Shaikh N, Khawaiter J, Al-Thani H. Necrotizing fasciitis: A
necrotizing infections of the dermis and subcutaneous fat: surgical and medical emergency. Sci Res. 2012; 3: 518-25.
cellulitis and erysipelas. Dalam: Goldsmith LA. KS, Gilchrest 8. Machado NO. Necrotizing fasciitis: The importance of early
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K. Fitzpatrick’s Dermatology diagnosis, prompt surgical debridement and adjuvant therapy.
in General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw Hill; North American J Med Scienc. 2011; 3: 107-18.
2012.h.4048-79 9. Vijayakumar A, Pullugura R, Thimmappa D. Necrotizing
2. Lipworth A, Saavedra AP, Weinberg A N, Johnson RA. fasciitis: diagnostic challenges and current practices. ISRN
Necrotizing soft tissue infections: necrotizing fasciitis, Infect Dis. 2014: 1-8.
gangrenous cellulitis, and myonecrosis. Dalam: Goldsmith 10. Guberman D, Gilead LT, Zlotogorski A, Schamroth J. Bullous
LA. KS, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K, erysipelas: A retrospective study of 26 patients. J Am Acad
penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General medicine. Dermatol. 1999; 41: 733-7.
Edisi ke-8. New York: McGraw Hill; 2012.h.4064-78. 11. Hirschmann J, Raugi GJ. Lower limb cellulitis and its mimics.
3. Al-Fifi S, Azraqi TA, Hasan IA, Al-Hayani A, Shomrani A, J Am Acad Dermatol. 2012; 67: e1-9.
Hamid M. Fatal necrotizing fasciitis caused by Pseudomonas 12. Eron L. Cellulitis and soft tissue infection. Ann Inter Med.
aeruginosa in infants. Bahrain Med Bul. 2010; 32: 107-18. 2009: ITC 1-16.
4. Ahmed S, Ali SR, Samani TZ. Pseudomonas necrotizing 13. Charnot A, Dorafshar AH, Aycock JK, David MZ, Weber
fasciitis in an otherwise healthy infant.. Case Rep Infect SG, Frank KM. Two cases of necrotizing fasciitis due to
Dis.2012; 2012: 1-3. Acinetobacter baumannii. J. Clin Microbiol. 2009; 47: 258-63.
5. Reisman JS, Weinberg A, Ponte C, Kradin R. Monomicrobial 14. Corradino B, Toia F, Lorenzo S, Cordova A, Moschella F. A
pseudomonas necrotizing fasciitis: A case of infection by two difficult case of necrotizing fasciitis caused by Acinetobacter
strains and a review of 37 cases in the literature. Scandinavian baumannii. Int J Lower Extremity Wounds. 2010; 9: 152-4.
J Infect Dis. 2012; 44: 216-21.
6. Aynıoğlu A, Altunok ES, Arslanalp E, Gündeş S. Three cases
of necrotising fasciitis caused by Pseudomonas aeruginosa
and Stenotrophomonas maltophilia: the importance of
immunosuppression. J Microbiol Infect Dis. 2015; 5: 25-8.
182