Anda di halaman 1dari 4

Cerita tentang

Hadiah Sebuah Kejujuran

Sebentar lagi liburan tiba. Semua anak bahagia. Begitu pula dengan Dini, Tata,
Adit, Alin, dan Ucok. Mereka saling bertukar cerita saat pulang sekolah. Mereka bercerita
tentang apa yang akan dilakukan saat liburan tiba. Namun, Adit hanya diam saja.

“Liburan kali ini aku akan pergi ke Bali. Disana aku bisa bermain-main di
pantai,” kata Dini bangga.

“Wah, asyik tuh pergi ke Bali. Orang tuamu pasti sayang sekali padamu sampai-
sampai kamu dan kakakmu diajak berlibur ke Bali,” sahut Ucok.

“Betul juga katamu, Cok. Asyik juga punya orang tua seperti orang tua Dini,”
cetus Tata.

“Memang orang tua kalian tidak baik?” tanya Dini.

“Baik sih. Cuma tidak seperti orang tuamu. Paling-paling kami diajak berlibur
ke Taman Ria, itu saja,” jelas Tata.

“Itu berarti kita sama, Ta. Paling-paling aku berlibur ke Taman Ria. Itu juga
harus nunggu kakakku pulang,” lanjut Ucok.

“Heh! Dari tadi ngomong liburan aja. Tuh liat Adit dari tadi diam saja,” seru
Alin.

“Kamu kenapa, Dit? Dari tadi kok Cuma diam saja?” tanya Tata.

“Kamu sakit, ya?” tanya Ucok penuh perhatian.

Tak elak lagi teman-teman yang lain pun ikut menatap Adit.

“Eh, enggak.Aku gak papa kok,” jawab Adit.

“Bener nih kamu gak papa?” tanya Tata penasaran.

“Bener. Bener kok. Gak usah khawatir deh temen-temen. Aku gak papa kok,”
jawab Adit menutupi kegelisahan hatinya.

Sampai di pertigaan anak-anak berpisah menuju rumah masing-masing.


Sampai di rumah Adit langsung saja berganti pakaian dan masuk kamarnya. Adit tidak
langsung makan siang karena masakan ibu belum matang. Maklum Ibu baru masak setelah
pukul dua belas. Ibu harus mencuci dan menyetrika di rumah Ibu Ida, Bu Yeni, dan Bu Rina.
Hampir setiap hari Adit selalu makan siang lepas dari pukul dua.
Adit memang berasal dari keluarga yang sederhana. Untuk makan saja orang
tua Adit harus bekerja keras. Gaji Ayah Adit sebagai buruh di perusahaan kulit tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk itu, Ibu harus membantu ayah mencari
nafkah agar Adit dan adiknya, Nia, bisa makan dan sekolah.

Mengingat kenyataan itu Adit jadi sedih. Sebenarnya Adit ingin berlibur tapi
mana mungkin. Tiba-tiba suara Ibu mengagetkan Adit.

“Dit, makan dulu. Masakan ibu sudah matang, tuh,” ajak Ibu.

“Ya, Bu,” jawab Adit.

Melihat masakan Ibu, nafsu makan Adit pun bertambah. Adit, Nia, dan Ibu
makan dengan lahap. Di sela-sela makan Nia merengek minta diajak berlibur ke Taman Ria.

“Ya, Bu ya. Nanti kalau liburan kita pergi ke Taman Ria,” rengek Nia.

“Sabar Nia. Nanti kalau Ayah dan Ibu sudah punya uang pasti pergi ke Taman
Ria,” bujuk Ibu.

“Oh, ya, Dit. Nanti habis makan tolong belikan beras di warung Bi Ijah,” suruh
Ibu.

“Baik, bu. Nanti saya ke warung Bi Ijah setelah membereskan meja makan,”
jawab Adit.

“Terima kasih ya Dit,” kata Ibu.

Setelah membereskan meja makan Adit bergegas pergi ke warung Bi Ijah. Di


tengah perjalanan Adit terkejut. Ia menemukan sebuah dompet di pinggir jalan.

“Wah, dompet siapa nih? Astaga uangnya banyak sekali,” seru Adit.

Adit pun mempercepat jalannya agar segera sampai di warung Bi Ijah. Setelah
membeli beras, Adit pun bergegas pulang. Sampai di rumah Adit memperlihatkan dompet
tersebut kepada Ibunya.

“Bu, aku menemukan dompet di pinggir jalan,” cerita Adit.

“Sini Ibu lihat,” kata Ibu.

“Wah, kasihan sekali orang yang memiliki dompet ini. Ia pasti bingung mencari-
cari. Lihat Dit, ada KTP dan alamat pemilik dompet ini,” kata Ibu.

“Iya Bu, benar,” seru Adit.

“Begini saja Dit. Kamu kembalikan dompet ini sekarang. Alamat pemilik
dompet ini kan tidak jauh dari rumah kita,” saran Ibu.
Adit pun pergi mencari alamat pemilik dompet. Tidak begitu lama mencari, Adit
menemukan alamat tersebut. Adit mengetuk pintu rumah. Seorang laki-laki setengah baya
membukakan pintu.

“Selamat sore, Pak. Apakah Pak Pratama tinggal disini?” tanya Adit dengan
sopan.

“Saya Pak Pratama. Ada perlu apa ya, Dik?” tanya laki-laki itu.

“Saya Adit. Saya ingin mengembalikan dompet yang saya temukan di pinggir
jalan,” jawab Adit.

“Oh, untung sekali kamu menemukan dompet tersebut. Sebab dalam dompet
itu banyak surat penting. Terima kasih, ya Dik. Mari masuk dulu,” ajak Pak Pratama.

Adit mengikuti ajakan Pak Pratama. Ia segera masuk rumah. Di dalam rumah
Adit berbincang-bingang dengan Pak Pratama. Ternyata Pak Pratama adalah pengelola
Taman Ria di kota Adit. Sebagai ucapan terima kasih dan hadiah kejujuran Adit, Pak Pratama
memberi Adit empat tiket masuk Taman Ria dan seluruh fasilitas yang ada di Taman Ria.
Bahkan, sopir Pak Pratama sendiri yang akan menjemput Adit dan keluarga. Adit pun diberi
makanan dan juga amplop berisi uang. Adit sangat senang. Adit pun bersyukur atas rezeki
yang diberikan Tuhan.

Puisi hadiah sebuah kejujuran

Aduh . . .

sedihnya rasa hatiku

ingin berlibur tapi tak bisa

meski hanya ke Taman Ria

tapi aku bersyukur

ada Bapak yang baik hati

memberiku tiket ke Taman Ria

ditambah uang dan makanan

katanya itu hadiah

hadiah sebuah kejujuran

Terima kasih ya, Tuhan

atas semua rezeki-Mu

Anda mungkin juga menyukai