Anda di halaman 1dari 7

Naskah Drama

Ati & Udin


(Bukan kisah cinta biasa)

[SCENE 1] (anakku naburju)


Diceritakan seorang pemuda yang tinggal di Makassar bernama Udin.Ibunya telah meninggal di
usianya 9 tahun, dan ayahnya yang bernama Pandekar Sultan telah meninggal ketika ia remaja. Kini,
dirinya diasuh oleh orangtua angkatnya yang bernama Mak Base. Ketika ia mulai beranjak dewasa,
timbulah keinginannya untuk merantau ke kampongnya, yakni Minangkabau. Ia juga ingin
bersilaturahim dan melihat tanah nenek moyangnya.
Mak Base : “ Sungguh tak terasa bagiku, engkau sudah tumbuh menjadi seorang pemuda tampan,
Udin ”
Udin : “Ini semua berkat jasa Mak Base. Tapi ada satu hal yang saya inginkan, Mak.”
Mak Base : “Apa itu, Udin?”
Udin : “Izinkanlah saya untuk merantau ke tanah nenek moyang saya, tempat ayah saya dilahirkan.
Saya sangat ingin melihat negeri itu.Dan saya bukan hanya sembarang pergi kesana, tapi saya akan
menuntut ilmu agama dan ilmu dunia pula mak.”
Mak Base : (tercenggang) “Tapi apakah engkau sudah siap menghadapi ketidakakuan mereka
akan dirimu?”
Udin : ” Insyaallah saya sudah siap mak, asalkan mak memberi saya izin, agar saya tenang
disana.”
Mak Base : (Berpikir sejenak) “ Baiklah, jika itu keinginan kau. Pergilah, kejarlah cita-cita mu
tuntutlah ilmu sebanyak-banyak nya, bawalah harta warisan ayahmu bersamamu untuk bekal mu disana.

Zainddin : “Baiklah Mak, saya akan persiapkan barang-barang saya dan segera pergi.”
Atas restu dari Mak Base, Udin pun berangkat ke Minangkabau dengan kapal. Tak pernah terlintas
dipikirannya bagaimana dia akan menghapi kehidupan disana, dan akan terjadi apa ketika disana. Dia
hanya memikirkan kesenangan yang akan ia dapat di negeri itu. Padahal berjuta kesedihan menanti
dirinya disana.

[SCENE 2] (musik minang kabau)


Kini Udin tiba di Dusun Batipuh, Minangkabau.Ia sangat takjub dengan keindahan alam dan tak henti-
hentinya bertasbih. Setelah itu, ia mengunjungi rumah Mande Jamilah. Rencananya, ia hendak tinggal
disana.
Udin : (mengetuk pintu) “ Assalamualaikum!”
Mande Jamilah : “Waalaikumsalam.Siapakah gerangan yang kau cari di tengah malam begini?”
Udin : “Saya Udin dari Makassar.”
Mande Jamilah : “Udin? Dari Makassar?”
Udin : “Saya anak Pendekar Sultan.”
Mande Jamilah : (membukakan pintu) “Oh, silakan masuk, nak!”
(Udin dipersilahkan duduk di kursi tamu.)
Mande Jamilah : “Ada angin apa kau datang kemari, Udin?”
Udin : “Saya ingin bersilaturahim ke tanah nenek moyang saya, Mande. Saya juga ingin belajar
agama dan menetap untuk sementara waktu disini, jika Mande berkenan.”
Mande Jamilah : (dengan nada tidak senang) “Boleh saja, tapi….”
Udin : (menyodorkan uang) “Saya bisa membantu Mande dan saya berusaha untuk tidak
merepotkan Mande.”
Mande Jamilah : (Menerima uang dengan senang) “Baiklah, Mande akan siapkan kamar untukmu.”
[SCENE 3] (lagu inikah cinta)
Setiap hari, Udin pergi ke surau untuk belajar mengaji. Tidak lupa ia mengenakan pakaian terbaiknya,
Al-Quran pemberian Mak Base, dan peci yang bagus. Ia melangkah dengan senang hati dan berharap
dirinya mendapatkan pahala yang banyak. Namun hari ini menjadi hari yang tidak terlupakan bagi
Udin.Hujan turun deras selepas mengaji membuat para murid mengaji terjebak dan tidak bisa pulang.
Tepat di samping Udin, berdirilah seorang gadis elok nan jelita dan langsung mencuri hati Udin.
Ati : (sedih, bergumam) “Bagaimana ini, aku tidak bisa pulang!”
Zakia : “Yasudahlah mau dikata apa lagi.” (pasrah)
Ati : “Aku tidak boleh pulang terlalu larut.”
Zakia : “Begitupun aku. eh, Ati. Di samping kau itu ada seorang pemuda.Dia terus melirik ke
arahmu.”
Ati : (kaget) “Benarkah? Mengapa dia terus melirikku?”
Zakia : “Entahlah, mungkin ia terpesona oleh kecantikanmu.”
Ati : “Bagaimana ini…..”
Tiba-tiba, Zakia melangkah mundur dan tinggalah Ati dan Udin yang masih berdiri di teras masjid.
Udin : (menyerahkan payung) “Pakailah payungku, jika encik berkenan.”
Ati : (tersenyum) “Jikalau aku yang memakai payung ini, lantas bagaimana dengan encik?”
Udin : “Saya bisa bermalam disini jika hujan tak kunjung reda.”
Ati : “Tapi itu akan menyusahkan encik.”
Udin : “Tidak apa-apa. Segeralah pulang, keluarga encik pasti menunggu di rumah.”
Ati : (membuka payung) “Kemana aku akan mengembalikan payung ini?”
Udin : “Saya Udin, tinggal di rumah Mande Jamilah. Siapa nama encik? ”
Ati : “Nama saya Ati. Terimakasih banyak encik.Semoga hujan ini membawa berkah bagi kita
semua.”
Dengan langkah berat, Ati pulang dengan mengenakan payung milik Udin.Sementara Udin sendiri
memperhatikan Ati dengan terpana.
Udin : “Cantik betul Ati itu, macam kembang yang mekar di tengah hujan.”

[SCENE 4] (instrumen musik romantis)


Keesokan harinya, Udin diam-diam membawa sepucuk surat dan membacanya sendirian di tempat yang
sepi. Siapakah gerangan yang menulis sepucuk surat hingga membuat Udin seperti itu? Tentu saja Ati.
Tadi sore, adik Ati mengembalikan payung dan memberi sepucuk surat dari Ati. Udin sangat senang
dan tidak sabar untuk membaca surat tersebut. Ketika membaca surat tersebut, Udin tak henti-hentinya
tersenyum.
Ati : (dubbing) “Assalamualaikum Wr. Wb. Melalui surat ini saya pulangkan payung yang saya
pinjam. Amat besar terimakasih saya atas bantuan tuan. Pertama, sewaktu turun hujan, Tuan telah sudi
berbasah-basah memelihara diri seorang anak perempuan yang belum Tuan kenal.Kedua, kesyukuran
saya lebih lagi saat berkenalan dengan Tuan.Rasanya hujan kemarin bukan hanya membawa basah.Tapi
membawa rahmat.Moga-moga pada waktu kelak, saya dapat membalas budi Tuan.Ati.”
[SCENE 5] (cinta terlarang)

Kabar kedekatan mereka semakin santer didengar warga.karena mereka beda suku maka bisa
dibilang cinta mereka cinta terlarang. Sang Datuk berencana memisahkan mereka. Sang datuk pun
memanggil Udin untuk menghadap. Dengan firasat yang tidak enak Udin pun menghadap datuk.

Datuk : “Udin, segera tinggalkan Batipuh.”


Udin : “Ada apa gerangan, Datuk?”
Datuk : “Nama kau menjadi bahan omongan di dusun ini. mande dengar, ada beberapa anak muda yang
bermaksud jahat kepadamu. Pergilah ke Padang Panjang dengan segera.Disana, Mande punya cucu
bernama Mila.Di dekat rumahnya ada guru agama.Belajarlah dengan tenang disana, Udin.”
Udin : (terpaku) “Apakah kehadiranku disini mendatangkan bahaya?”
Datuk : “Ya, Udin. Kau tahu mengapa?Karena kau sering bercakap dengan Ati.Tetua adat sangat marah
mendengar kau dekat dengan Ati.Karena kau bukanlah orang asli disini.Mereka akan melakukan apa
saja untuk memisahkanmu dengan Ati.”
Udin : “Tapi, cintaku kepadanya suci, Datuk. Tidak sekalipun aku melanggar sopan santun.Aku
yakin Ati adalah wanita yang Allah titipkan untuk saya.”
Datuk : “Udin, Datuk mohon, pergilah. Kalau kau tak segera pergi, mereka terus mengejarmu dan kau
akan terusir.”
Udin berpikir sejenak. Tentu saja meninggalkan Batipuh adalah hal yang berat, terutama ia harus
meninggalkan Ati. Namun demi kebaikan bersama, Udin mengalah dan dengan hati yang berat ia
meninggalkan Batipuh.

[SCENE 6] (Sumpah mati /nidji)


Udin berangkat ke Padang Panjang.Sebelum berangkat, Ati dengan wajah pucat pasi datang
menghampiri Udin.
Ati : “Engku Udin!”
Udin : “Ati? Bagaimana kau tahu aku disini?”
Ati : “ Ini adalah tempat dimana kau sering menulis.”
(terdiam)
Ati : “Udin, aku dengar kau akan meninggalkan Batipuh hari ini. walaupun encik pergi, jiwamu
akan selalu dekat dengan jiwaku. Udin, cinta itu bukan untuk melemahkan hati, bukan juga membawa
tangis.Tetapi cinta itu menguatkan hati.”
Udin : “Ati, kau adalah sosok yang membuat aku menjadi berani menelusuri hidup ini. tapi, kau
pula yang menjadikanku sengsara selamanya.”
Ati : “Hatiku dipenuhi cinta kepadamu. Dan biarlah Tuhan mendengar hati saya, bahwa
engkaulah yang menjadi suamiku kelak.Bila tidak di dunia, maka aku janji di akhirat kelak.Aku tidak
akan menghianati janji saya, Udin.”
Udin : “Ati…….”
Ati : (melepas selendang) “Simpan ini sebagai azimatmu .Semoga kau sukses di Padang
Panjang. Akan aku usahakan untuk berkirim surat kepadamu. Selamat tinggal, Udin.”
Lalu, Ati perlahan pergi.Diam-diam, Udin tersenyum sambil memegang erat selendang milik Ati.
[SCENE 7] (penghianat cinta /ratu)
Waku perlahan berlalu dan Udin kini tinggal di Padang Panjang.Kehidupan di Padang Panjang sedikit
lebih modern daripada saat di Batipun.Udin sering pergi mengaji, belajar agama, dan menulis cerita.
Tidak lupa ia berkirim surat dengan Ati. Hingga pada suatu hari, Ati mengabarkan bahwa ia akan
dilamar oleh Aziz Pemuda kaya raya yang terpandang di Padang Panjang
Dan pada saat itu juga Udin datang bermaksud melamar Ati.namun bersamaan dengan lamaran Aziz dan
keluarganya..

Aziz : Assalamualaikum mak,kehadiran kami ini, yang pertama untuk silaturahmi,yang kedua
untuk mengikrorkan keseriusan cinta saya kepada Ati,sudikah kiranya Ati menerima
lamaranku.
Mamak Ati :Waalaikumsalam anakku,saya terima dengan tangan terbuka kehadiran
keluargamu.mengenai keniatan hatimu melamar Ati,kami sebenarnya sangat merestui.
Aziz : Ati??bagaimana dengan engkau, sudikah kau menerima lamaranku?
Ati : Sebenarnya sudah terisi cinta yang lain,namun apalah dayaku...
Tiba2 terdengar tok..tok..tok..tok...(suara pintu)
Zainuddi :Assalamualaikum..
Ati : Waalaikumsalam,,(Ati membuka pintu)
Udin : Kedatanganku ini bermaksud melamarmu..
Ati : (dengan gugup Ati menjawab)Maaf kak Udin,,hari ini mas Aziz juga datang melamarku.
Udin : Lalu....kau menerimanya..?kau memilih siapa..?.
Ati : Maafkan aku kakak.adik tidak berdaya,aku lebih memilih lamaran mas Aziz.
Udin : Kau sungguh tega...bukan kah engkau berjanji hanya mencintaiku ??
Ati : Maafkan aku kakak...
Zainudin : Sudahlah..kau pengkhianat

[SCENE 8] (iklan)
Akhinya Udin pun pergi, atas penolakan Ati
Karena ditolak cintanya, Zainudin sakit selama 2 bulan. Namun malang nasib Udin lagi. Datang berita
dari Makassar bahwa Mak Base telah meninggal dunia karena sakit.Udin tidak dapat melayat Mak Base
karena dirinya sendiri pun sedang terpuruk. Sudah seminggu ia hanya makan sedikit. Jangankan
bercakap dengan Muluk, keluar kamarpun tidak pernah, kecuali berwudhu. Muluk yang sudah
menganggap Udin sebagai kakak pun bingung dibuatnya. Oleh sebab itu ia memanggil dokter untuk
menanyakan kondisi Udin

Muluk : (menatap Udin dengan sedih) “Lihatlah dokter, abang ini tidak mau beranjak.
Jiwanya sangat melemah.”
Dokter : “Apakah dia memiliki masalah?”
Muluk : “Ati, perempuan yang ia cintai telah menikah dengan laki-laki lain. Dan Mak Base,
orangtua angkatnya telah meninggal. Ia seperti tidak tahu kemana ia akan pulang.”
Udin : (bangun) “Ati? Itukah engkau?Aku menunggumu disini.Mari, duduklah disampingku.”
(menghampiri Dokter)
Muluk : (panic) “Bang, sadarlah! Ini dokter bang, bukan Ati!”
( Dokter mengisyaratkan agar Mila diam saja)
Udin : “Seminggu rasanya aku ingin mati saja. Aku sangat merindukanmu.”
Dokter : “Udin ini bukan hanya sakit, melainkan jiwanya menderita. Ia harus bertemu Ati,
walaupun hanya sekali.”
[SCENE 9]

Bukan Udin namanya kalau terus menerus terpuruk.Setelah dokter merawatnya, kondisinya kembali
membaik dan mulai melupakan Ati. Ia dan Muluk memutuskan untuk pergi ke Pulau Jawa, tepatnya ke
Kota Surabaya karena kata orang, banyak pekerjaan yang akan menghasilkan uang di Surabaya.

Udin bertemu sahabat lamanya yang bernama Hasiani yang baru kembali dari Belanda.
Hasiani adalah seorang penulis terkenal. Mereka berdua mempunyai hobi menulis dari kecil.

Hasiani : kok lama banget sih, apa Udin lupa ya. (tiba-tiba Udin datang)
Udin : Hasian, masih ingat kah kau samaku?
Hasiani : Iya jelas kali, aku ingat sama kamu. Walau aku saudah lama di luar negeri.
Udin : Hasian, saat ini aku sedang terpuruk. Aku ingin menulis kisah cintaku dalam sebuah karya.
Apalah kamu mau mengajari aku bagaimana menulis yang bagus? Karena kulihat banyak tulisanmu
yang tayang diNyalanya.
Hasian : Cuma satu tips menulis. Menulislah dengan hati.
Udin : terimakasih Hasian. Aku akan mulai menuliskan kisahku.

[SCENE 10]

Udin memulai untuk menulis kembali. Setelah itu, ia mengirimkan karyanya ke sebuah penerbit koran.
Dalam waktu singkat, karyanya diterima dan dimuat.Tidak hanya itu, cerpennya dibaca banyak orang
dan menjadi terkenal di kalangan masyarakat. Maka pihak koran meminta Udin untuk membuat
kelanjutan cerpen yang berjudul “Teroesir” itu. Dengan semangat Udin terus menulis, menulis, dan
menulis.Sampai pada akhirnya, cerpen-cerpen Udin dibukukan.
Waktu berjalan dengan terasa cepat. Kesuksesan menghampiri Udin dan ia dapat membeli rumah
sendiri. Walaupun sudah sukses, Udin tidak sombong.Ia malah sering memberis edekah kepada orang
yang kurang mampu.

Muluk : “Lihatlah dirimu sekarang, Udin! Kau telah sukses. Namun kau tidak pernah
sombong dan pelit! Aku sangat bangga menjadi temanmu.”
Udin : “Ah, kau ini terlalu berlebihan, Mila. Aku ini tetap Udin yang dulu.Hanya saja, aku bangkit
dari masa laluku yang kelam.”
Muluk : “Hm….bagaimana kabar Ati dan Aziz ya? Apakah mereka bahagia??”
Udin : “Sudahlah Mila. Tak usah kau pikirkan, mereka pasti bahagia.Aziz adalah laki-laki yang
kaya raya, mapan dan sangat pantas untuk Ati.Dan jangan membicarakan masa lalu itu.”
Muluk : “Baiklah, maafkan aku. Tapi, bagaimana kalau kau bertemu dengan
mereka?Bukankah kita harus menyambung tali silaturahim?”
Udin : (menatap ke atas) “Entahlah Muluk, aku belum siap.”

[SCENE 11]

Sudah lama Aziz dan Ati menetap di Surabaya. Aziz mendapat pangkat tertinggi di pekerjaannya
sehingga ia mendapatkan uang banyak. Ati awalnya hidup berkecukupan, walaupun hanya mengurus
rumah. Namun karena kelakuan Aziz yang sering berfoya-foya kehidupan mereka hancur dililit hutang
dan suaminya dipecat .

Mak Rempong : Aziz..oh Aziz..piye iki, hutang u sudah enumpuk, sudah jatuh tempo
Aziz : Oh. Mak rempong berikanlah aku waktu
Mak Rempong : Tidak ..waktu mu sudah habis semua harta mu akan aku sita..pergi kalian !
[SCENE 12]
Beberapa hari kemudian, Aziz mendapatkan sebuah undangan.Yaitu undangan pesta sebuah pengarang
buku. Tak lain adalah pengarang yang berinisial Z. dengan semangat, Ati meminta Aziz untuk menhadiri
undangan tersebut. Walaupun curiga, Aziz menuruti permintaan Ati.Setibanya di undangan, betapa
terkejutnya Ati dan Aziz bahwa pengarang yang berinisial Z adalah Udin.Ia berdiri gagah dengan
percaya diri, beberapa pejabat menyalaminya. Dan yang mengejutkan adalah: Udin tersenyum
bahagia. Betapa luluh hati Ati melihat Udin.Aziz segera menghampiri Udin.

Zainudin : (tersenyum ramah) “Oh tuan Aziz ! Dan… Rangkayo Ati ! Sudah lama tinggal di Surabaya
ini ?”

Aziz : “Sudah 3 bulan.”

Zainudin : “Ajaib sekali, sekian lama di Surabaya, baru sekali ini kita bertemu.”

Aziz : “Kami pun tak menyangka bahwa pengarang ternama ahli tonil yang selalu jadi buah
mulut orang lantaran tulisan-tulisannya yang berarti itu adalah sahabat kami.Tuan Za..”

Zainudin : (memotong) “Shabir !tidak ada lagi nama yang lama. Nama Shabir lebih cocok, bukan ?”

Aziz : “Semua nama cocok buat orang seperti tuan.”

Zainudin : “Ah bisa saja tuan Aziz ini.”

(Pada saat itu juga Aziz mendapat telepon bahwa ia dipecat dari perusahaannya).
Udin : Ada apa tuan?kelihatannya ada kabar yang kurang baik.
Aziz :Ya..tuan saya dipecat.
Udin : Saya turut berduka
Aziz : Tuan.mohon bawalah Ati bersama tuan.untuk sementara saya mencari pekerjaan
lain.(melihat kearah Ati) saya khawatir nasib dia.
Udin : Kalau begitu untuk sementara tinggallah dirumahku..!(ajakan Udin)
Aziz :Ati,mari kita pulang bersam tuan Udin (ajak Aziz pada Ati
(Mereka pulang bersama-sama.)

[SCENE 13] (hati yang luka)

Setelah kepergian Aziz. Ati menjalani hari-hari dirumah Zainudin. Namun kesemptan ini tak
dimanfaatkan Aziz dengan baik, Aziz menunjukan sifat jeleknya,mabuk-mabukan,main
wanita,berjudi.Aziz pun meninggal akibat overdosis dan telah menceraikan Ati. Akhirnya berita ini
didengar oleh Udin.

Udin : Duduklah Ati,Ada yang ingin aku tanyakan padamu soal kabar perceraian kalian?
Ati : Benar tuan,apa yang harus saya lakukan?Dia telah pergi meninggalkan
aku..Bagaimana dengan nasibku? “Saya akan berkata terus terang kepadamu, saya akan
memanggil namamu sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan, Zainudin !saya akan
sudi menanggungkan segenap cobaan yang menimpa diriku itu, asal engkau sudi
memaafkan segenap kesalahanku.”

Zainudin : “Maaf ? Kau meminta maaf Ati ? Setelah segenap daun kehidupanku kau regas, segenap
pucuk pengaharapanku kau patahkan, kau meminta maaf ?”

Ati : “Mengapa engkau telah menjawab sekejam itu padaku Zainudin ? Lekas sekalikah pupus
daripada hatimu keadaan kita ?Kasihanilah seorang perempuan yang ditimpa celaka berganti-ganti ini.”
Zainudin : “Ya, demikianlah perempuan, dia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya,
walaupun kecil, dan dia lupa kekejamannya sendiri kepada orang lain walaupun bagaimana besarnya.
Lupakah kau ? Siapa diantara kita yang kejam, setelah aku diusir kau berjanji padaku akan menunggu
ku hingga aku kembali, tapi kau menikah dengan dia ! Hampir saya mati karena mu, siapa yang kejam
?siapa ? Sudah lah pulanglah kau ke tanah asalmu yang beradat itu ! Ongkosmu biar aku yang bayar,
biaya hidupmu biar aku yang tanggung.”

Ati : “Tidak !saya tidak akan pulang saya akan tinggal disini denganmu.. Saya tak perlu uang mu,
saya hanya butuh berada didekatmu !”

Zainudin : “Tidak Ati kau harus pulang ke Padang ! Biarkanlah saya dalam keadaan begini,
Janganlah hendak ditumpang hidup saya, orang tak tentu asal ! Negeri Minangkabau Beradat. Besok ada
kapal berlayar, kau bisa tumpangi kapal itu, ini ambil untuk belanja buat pulang !”

[SCENE 14]

Ati pun pergi,namun hati Udin bergejolak antara cinta dan rasa sakit hatinya. Zainudin merenung dan
mengenang cintanya,dan keesokan paginya.

Udin : Muluk..apakah Ati telah pergi


Muluk : Ati telah pergi tuanku
Udin : Saya harus mengejarnya. Saya akan pergi bersamanya, akan ku lupakan masa lalu dan
akan ku tatap masa depan (Dengan nada lebay)
Muluk : Itu keputusan yang lebih baik

Akhirnya Udin memutuskan mengejar Ati menuju Van Der Wijk dan bermaksud untuk kembali ke
Batipuh.
Hingga akhirnya mereka bertemu di Kapal Van Der Wijk...

Zainudin : Ati....Maafkanlah atas perkataan ku..kita akan pulang ke Batipuh bersama


Ati : Benarkah abang telah memaafkanku?
Zainudin : iya Ati aku ingin hidup dan mati bersamamu.
(Tiba-tiba kapal ditengah samudera Kapal Van Der Wijk tenggelam)

Ati : Ada apa ini tuan ?


Zainudin : Atiiiii........

[SCENE 15] (hilang)

Dan begitulah tragedi cinta Ati dan Zainudin, mereka tidak bersatu didunia ini, tapi siapa yang tau
dengan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk mereka hidup dialam yang abadi...

(Bernyanyi..Musikalisasi puisi)

Ati : Tuan ku Zainudin..kau kah itu?


Zainudin : Ati...akhirnya kita bersatu.

(Berlari dan bergandengan)

END

Anda mungkin juga menyukai