Disusun Oleh:
Kelompok I XI IPA
Ibu :”Bawang Putih, ingat baik-baik pesan ibu….(menahan batuk). Ibu ingin setelah ibu pergi
nanti, kau tetap patuh pada ayahmu, tetaplah menjadi anak yang pandai dan penuh sopan santun.
Hingga kelak kau dewasa, menikahlah dengan seorang wanita yang baik… Ibu akan selalu
mendoakanmu, nak…”
Bawang Putih :”Ibu jangan bicara demikian, ibu akan tetap bersama kami hingga aku dewasa
nanti. Ibu akan menyaksikan aku menikah…”
Ibu :”Ibu juga menginginkan hal yang sama denganmu, namun ibu tidak bisa melakukan itu
semua, nak…maafkan ibu… (menghembuskan nafas terakhir)”
Bawang Putih :”Ibu….(menjerit). Jangan tinggalkan aku bu, aku ingin terus bersama ibu.
Ayah…(menoleh ke arah sang ayah) jangan biarkan ibu pergi, Ayah. Minta ibu untuk tetap
tinggal bersama kita, Ayah… (sambil menangis).”
Ayah :”Ibumu sudah pergi anakku… Ibumu telah terbebas dari rasa sakitnya. Ia sudah bisa
tenang sekarang…(mencoba menenangkan sambil menahan tangis).”
Pemakaman pun telah dilakukan dan sepekan berlalu, namun kesedihan masih begitu tampak di
raut wajah ayah dan anak ini.
Ayah :”Ayah akan pergi berdagang dahulu. Sudah sepekan ayah meliburkan diri. Sesedih apapun
kita tetap harus melanjutkan hidup, nak… Ayah berangkat. Jaga dirimu baik-baik di rumah.
Ayah akan segera pulang.”
Perasaan Bawang Putih masih terus dibalut rasa sedih akan kehilangan ibunya. Hal ini membuat
Ibu dari Bawang Merah yang merupakan seorang janda merasa kasihan kepadanya. Ia sering
mendatangi rumah Bawang Putih setiap kali ayah Bawang Putih pergi berdagang. Ia datang
untuk membantu Bawang Putih mengerjakan pekerjaan rumah atau sekedar menemaninya saja.
Ibu Bawang Merah :”Bawang Putih kau tidak boleh terlalu lelah, sini ibu bantu mengerjakan
pekerjaanmu.”
Bawang Putih :”Eeee…terimakasih bu, ibu sangat baik kepadaku dan ayah. Ibu selalu membantu
kami.”
Ibu Bawang Merah :”Aah kamu, jangan berkata begitu. Kita ini kan adalah tetangga jadi harus
saling membantu. Bawang Merah juga selalu ingin bersamamu agar kamu tidak kesepian lagi.”
Keesokan harinya…
Bawang Putih :”Ayah, sebelum ayah pergi apakah aku bisa bicara dengan ayah sebentar?”
Bawang Putih :”Ayah tahu bahwa Ibu Bawang Merah selalu membantuku mengerjakan
pekerjaan rumah kita. Bawang Merah juga sering menemaniku bermain. Bukankah mereka
keluarga yang baik ya Ayah?”
Ayah :”Tentu saja anakku. Mereka telah sangat baik kepada kita.”
Bawang Putih :”Aku ingin memiliki ibu seperti ibunya Bawang Merah dan saudara seperti
Bawang Merah, Ayah…”
Ayah Bawang Putih terus memikirkan keinginan putrinya itu. Ia merasa Bawang Putih perlu
memiliki keluarga kembali agar ia tidak kesepian. Hingga tiba hari ayah Bawang Putih menikahi
ibu Bawang Merah dan mereka pun tinggal dalam satu rumah.
Ibu Bawang Merah :”Bawang Putih….(berteriak). Apa yang kamu lakukan? Mengapa meja ini
masih berantakan? Ayahmu sudah sejak tadi selesai sarapan di meja ini.”
Bawang Putih :”Ma..maafkan aku, bu… Aku tadi sedang mandi dan belum sempat
membersihkan meja ini.”
Ibu Bawang Merah :”Ah, dasar anak pemalas. Alasan saja yang selalu kau ucapkan.”
Bawang Putih baru mengetahui sifat asli dari ibu tiri dan saudara tirinya itu. Ia kerap mendapat
siksaan dan selalu diberi pekerjaan yang berat setiap kali ayahnya telah berangkat untuk
berdagang.
Tak lama setelah pernikahan kedua orangtuanya itu, ayah Bawang Putih mengalami sakit dan
akhirnya meninggal dunia. Tinggallah Bawang Putih tanpa ayah dan ibu kandung di sisinya
namun ia terus mematuhi perintah ibu tiri dan saudara tirinya dengan harapan mereka akan
menyayanginya dengan tulus.
Pagi ini seperti biasa Bawang Putih mendapat tugas mencuci pakaian di sungai. Ia begitu
semangat mencuci pakaian hingga tanpa sadar salah satu pakaian ibunya hanyut. Ketika henda
pulang ia baru menyadari bahwa jumlah pakaian ibunya berkurang.
[sc:ads]
Ia pun berusaha menyusuri sungai dan berharap pakaian itu dapat ditemukan namun tidak
berhasil.
Ibu Bawang Merah :”Dasar ceroboh! Aku tidak peduli, kau harus menemukan pakaianku dan
kau tidak boleh pulang sebelum menemukan pakaian itu.”
Bawang Putih berusaha menyusuri sungai sementara matahari mulai tenggelam perlahan. Ketika
berjalan, ia menjumpai seorang paman tengah memandikan kerbaunya.
Bawang Putih menayakan perihal pakaian ibunya yang hanyut dan sang paman menyuruhnya
untuk segera pergi ke arah pakaian yang hanyut itu. Bawang Putih segera bergegas menuju arah
yang ditunjukkan oleh sang paman. Langit semakin gelap namun pakaian sang ibu tetap tidak
dapat ditemukan. Bawang Putih melihat lampu yang menyala di sebuah gubuk dan ia
memutuskan untuk menumpang menginap di sana.
Bawang Putih :”Saya Bawang Putih, Nek. Saya sedang mencari pakaian kesayangan milik ibu
saya namun hari sudah terlalu gelap, apakah saya boleh menumpang menginap semalam di sini,
Nek?”
Nenek :”Sayang sekali, padahal aku menyukai pakaian itu. Pakaian itu tersangkut di depan
rumahku. Kau boleh mengambilnya kembali dengan syarat kau tinggal bersamaku terlebih
dahulu selama satu minggu di rumah ini.”
Bawang Putih merasa nenek tersebut kesepian di rumahnya, akhirnya ia pun menyetujui
persyaratan itu.
Nenek :”Nak, kau telah seminggu tinggal bersamaku. Aku menyukaimu karena kau anak yang
rajin. Seusai janjiku, kau boleh membawa pulang pakaian milik ibumu dan sebagai hadiah kau
boleh memilih salah satu dari dua buah labu ini.”
Bawang Putih :”Tidak perlu Nek, saya hanya perlu membawa pakaian ini kepada ibu saya.
Nenek tidak perlu repot-repot memberikan hadiah kepada saya.”
Bawang Putih :”Terimakasih, Nek. Nenek telah banyak membantu saya dan memberi hadiah
kepada saya.”
Sesampainya di rumah Bawang Putih menyerahkan pakaian milik ibu tirinya lalu ia ke dapur
untuk membelah labu. Ia pun terkejut melihat isi labu tersebut dan berteriak.
Bawang Putih :”Ma..maafkan aku. Aku terkejut melihat banyakya emas di dalam labu ini.
Bawang Putih :”Aku mendapatkannya sewaktu aku mencari pakaian ibu yang hanyut. Aku
bermaksud menginap di sebuah gubuk di pinggir sungai milik seorang nenek karena langit sudah
tampak begitu gelap. Lalu sang nenek memintaku menenmaninya selama seminggu dan ketika
akan pulang aku mendapat hadiah buah labu ini.”
Ibu :”Waahhh, kau harus melakukan hal yang sama putri cantikku, Bawang Merah.”
Keeseokan harinya Bawang Merah menjalankan rencana seperti yang telah ia buat bersama
ibunya. Ia berpura-pura kehilangan pakaian milik ibunya sewaktu mencuci di sungai hingga
sampailah ia di rumah san nenek.
Bawang Merah :”Nenek, sudah satu minggu aku berada di sini. Aku ingin pulang.”
Bawang Merah :”Bukankah seharusnya kau memberiku sebuah labu sebagai hadiah?”
(Bawang Merah merasa telah berjasa menemani sang nenek dan membantunya. Padahal ia hanya
bermalas-malasan dan membantu sang nenek dengan asal-asalan)
Nenek :”Baiklah, kau boleh memilih salah satu dari dua labu ini.”
(Bawang Merah mengambil labu yang berukuran besar dan lekas pergi tanpa mengucapkan
terimakasih).
Sesampainya di rumah…,
(Tertawa terbahak-bahak)
Mereka pun membelah buah labu tersebut, namun sayang isinya adalah hewan berbisa yang
menyerang Bawang Merah dan ibunya hingga tewas.
DAFTAR PUSTAKA
Rihanna, Sarnam. 2023. Contoh Naskah Drama Lima Orang Cerita Rakyat. diakses dari
https://ruangseni.ac.id/contoh-naskah-drama-5-orang-cerita-rakyat/, diakses pada 6 Mei
2023 pukul 13.45 WIB