Anda di halaman 1dari 10

NASKAH DRAMA KELOMPOK 3

Judul Drama: Cerita Rakyat Bawang Putih Bawang Merah


Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia
Kelas: XI- BR 1

Nama Kelompok : 1. Afiva Delvia Semphi


2. Apriliana
3. Deviena Dewi Santoso
4. Hilma Salsabila
5. Ifnu Zindan
6. Khaerunisa Maulidina
7. Mahardika Male Pradana
8. Ranti Atiyah
9. Septi Zahra Fahriska

Peran Pemain : 1. Afiva sebagai Ibu Bawang Merah


2. Apriliana sebagai Nenek Tua
3. Deviena sebagai Narator
4. Hilma sebagai Bawang Merah
5. Ifnu sebagai Bapak Pemancing
6. Khaerunisa sebagai Warga Sekitar
7. Mahardika sebagai Ayah
8. Ranti sebagai Ibu Bawang Putih
9. Septi sebagai Bawang Putih
Alkisah, pada dahulu kala di sebuah desa yang asri, hiduplah
sepasang orangtua dan seorang anak perempuannya. Anak
perempuan itu bernama Bawang Putih. Meskipun dia tidak memiliki
paras yang cantik, namun Bawang Putih memiliki hati dan sikap yang
sangat baik.

Bawang Putih lahir dari keluarga yang bahagia. Ayahnya adalah


seorang konglomerat yang kaya raya. Ibunya ialah perempuan yang
lembut nan penuh kasih sayang.

Ibu Bawang Putih: Nak mari ibu sisirkan rambut mu.

Bawang Putih: Baik bu.

Ibu Bawang Putih: Kamu sudah besar ya, kamu harus bisa mandiri
dan jaga dirimu sendiri.

Bawang Putih: Baiklah ibu.

Saat sedang menyisir rambut anaknya. Tiba-tiba Ibu Bawang Putih


sesak nafas.

Ibu Bawang Putih: *sesak nafas*

Bawang Putih: Bu ibu kenapa bu, mau bawang putih ambilkan


minum?

Ibu Bawang Putih: *mengangguk dengan nafas yang tersengal*

Bawang Putih: *berlari mengambil minum dan segera


memberikannya*
Namun, suatu hari ibu Bawang Putih sakit keras. Nafasnya
selalu tersengal dan menyebabkan tubuhnya semakin lemah setiap
harinya.

Ibu Bawang Putih: Nak kamu jaga diri ya dan turuti semua perkataan
ayah mu jangan membantahnya. (dengan lemas dan terengah)

Bawang Putih: Baik bu bawang putih akan menuruti ayah.

Ibu Bawang Putih: Suamiku aku titip Bawang putih jaga dia dan
sayangilah dia.

Ayah: Iya istriku aku berjanji akan menjaga anak ku dengan penuh
kasih sayang.

Tapi akhirnya Ibu Bawang Putih meninggal dunia. Bawang


Putih pun sangat berduka, begitu pula ayahnya.

Bawang Putih: Ayah, mengapa ibu pergi meninggalkan kita begitu


cepat? (sambil memeluk ayahnya)

Ayah: Ini memang sudah takdirnya, nak! Kamu harus tabah ya.

Bawang Putih: Tapi kenapa sangat cepat yah, aku sama siapa
sekarang kalau sudah tidak ada ibu yah!

Ayah: Sudahlah anakku yang sudah biarkan sudah, kamu masih


mempunyai ayah yang akan selalu menjaga kamu. (berpelukan).

Di desa yang asri itu pula tinggalah seorang janda dengan anak
gadisnya bernama Bawang Merah. Sejak ibu Bawang Putih
meninggal dunia, ibu Bawang Merah pun sering berkunjung kerumah
Bawang Putih. Dia sering membawakan makanan hingga membantu
Bawang Putih membereskan rumahnya. Bahkan seringkali ia datang
hanya untuk menemani Bawang Putih dan ayahnya ngobrol.

Ibu Bawang Merah: Bawang Putih, ini ada sedikit makanan ibu
bawakan untuk kamu dan ayahmu ya.

Bawang Putih: Waduh kok repot-repot bu, Terima kasih banyak ya


bu!

Ibu Bawang Merah: Iya, sama-sama. Jangan sungkan sama ibu kalau
butuh bantuan ya. Yasudah ibu pamit pulang dulu

Ayah: Oh, iya bu terima kasih ya bu. Maaf sudah merepotkan, salam
buat Bawang Merah ya!

Ibu Bawang Merah: Gapapa mas, tidak perlu sungkan. Iya mas, nanti
saya sampaikan salamnya untuk Bawang Merah!

Karena merasa Bawang Putih butuh peran seorang ibu, sang


ayah pun berpikir bahwa mungkin lebih baik jika ia menikah saja
dengan ibu Bawang Merah. Dengan berbagai pertimbangan dan
mendapatkan persetujuan dari Bawang Putih, sang ayah pun
menikah dengan ibu Bawang Merah.

Ayah: Bawang Putih sepertinya kamu butuh peran seorang ibu. Ayah
khawatir jika ayah sudah tiada, nanti siapa yang akan merawat kamu.
Jika ayah menikah dengan ibu Bawang Merah, apakah kamu setuju?

Bawang Putih: Aku sudah begitu percaya dengan keputusan ayah,


aku cuma akan mematuhinya saja. Lagi pula, ibu Bawang Merah juga
sangat baik kepadaku.
Begitu menerima persetujuan dari sang anak, Ayah pun
mendatangi Ibu Bawang Merah dan menyatakan maksud untuk
melamarnya,

*tok tok tok (suara pintu rumah diketuk)

Ayah: Assalamu’alaikum

Ibu Bawang Merah pun mendengar suara ketukan pintu rumahnya


dan segera membukanya

Ibu Bawang Merah: Waalaikumussalam, eh ada apa mas datang


kemari?

Ayah: saya kemari bermaksud untuk membicarakan sesuatu kepada


kamu dan Bawang merah

Ibu Bawang Merah: Oh boleh mas, silahkan masuk mas, Bawang


putih

Mereka pun berbincang bincang dan akirnya ayah beserta Ibu


bawang merah menikah.

Ibu Bawang Merah dan sang anak tinggal satu atap dengan
Bawang Putih dan sang ayah. Ibu Bawang Merah tampak selalu baik
hati kepada Bawang Putih. Semua pun terlihat baik-baik saja.

Hingga pada suatu hari, sang ayah harus bepergian ke luar kota
dan pergi meninggalkan rumah selama beberapa hari.

Ayah: Nak ayah akan keluar kota untuk bekerja kau jaga diri baik
baik disini ya.

Bawang Putih: Iya ayah, ayah juga hati hati disana.


Ibu Bawang Merah: Kamu hati hati disana ya.

Bawang Merah: Ayah jangan lupa belikan aku pakaian dan perhiasan
darisana ya.

Ayah pun pergi meninggalkan keluarganya untuk bekerja.Kehidupan


Bawang Putih pun sontak berubah. Seolah bertolak belakang dengan
sifat ketika sang ayah ada di rumah, ibu tiri dan Bawang Merah selalu
bersikap pilih kasih dan lebih menyayangi Bawang Merah.

Bawang Merah: Bawang Putih! sini kamu sapu nih rumah ini.

Bawang Putih: Iya kak.

Ibu Bawang Merah: Heh Bawang Putih kamu lipat nih pakaian ku.

Setiap harinya Bawang Putih diperlukan seperti itu oleh Ibu Bawang
Merah dan Bawang Merah.Bawang Putih hanya bisa bersabar dan
menjalani dengan ikhlas.

Ibu Bawang Merah: Heh kamu Bawang Putih sini.

Bawang Putih: Kenapa bu?

Ibu Bawang Merah: Cucikan nih baju ku.

Bawang Merah: Ya dan jangan lupa cuci kain ini, jangan sampai
hilang atau kamu akan ku hukum.

Bawang Putih: Iya Bu Kak.

Bawang Putih segera menuju sungai untuk mencuci pakaian Ibu tiri
dan Kakak tiri tersebut. Ia terlalu fokus mencuci hingga tak sadar
kain kesayangan Ibu hanyut terbawa arus sungai.
Bawang Putih: Aduh bisa gawat aku kalau kain nya hilang aku harus
mencarinya.

Bawang Putih bergegas menyusuri sungai untuk mencari kain


tersebut. Ia bergegas untuk mencari kain tersebut.

Bawang Putih: Mba apa kamu melihat kain berwarna merah yang
hanyut di sungai?

Mba: Maaf neng, saya tidak melihatnya coba neng susuri sungai saja.

Bawang Putih: Baiklah mba terimakasih.

Mba: Iya sama sama neng, hati hati licin ya neng.

Bawang Putih segera menyusuri sungai dan bertemu Bapak bapak


yang habis memancing.

Bawang Putih: Pak permisi, bapak lihat kain berwarna merah tidak?

Bapak pemancing: Oh liat neng tadi diambil sama nenek tua yang
tinggal di ujung sungai sana.

Bawang Putih: Dimana nenek itu tinggal pak?

Bapak pemancing: Neng tinggal ikuti sungai aja nanti ketemu gubuk
tua, nah itu tempat tinggalnya.

Bawang Putih: Terimakasih pak, saya permisi.

Ia pun menemukan gubuk yang terdapat Nenek tua didepannya. Ia


segera menghampiri Nenek tua tersebut.

Bawang Putih: Nek apa kamu lihat kain merah berbahan sutra?
Nenek: Ya, aku melihatnya dan itu ada didalam rumah ku.

Bawang Putih: Wahh! beneran Nek? bisa aku memintanya kain itu
berharga untuk ku Nek.

Nenek: Boleh saja cu namun kamu harus melakukan satu syarat


yaitu bantu Nenek bersihkan rumah Nenek.

Bawang Putih: Baik Nek aku akan bantu.

Bawang Putih membersihkan rumah Nenek tua tersebut dengan


cekatan dan rapi.Nenek yang melihat pekerjaan Bawang Putih
merasa senang.

Nenek: Cu ini kain mu dan pilihlah labu untuk kamu bawa pulang.

Bawang Putih: Tidak usah nek aku ikhlas mengerjakannya.

Nenek: Pilihlah labu ini cu.

Bawang Putih: Baiklah nek aku pilih ini, terimakasih Nek.

Bawang Putih pun pulang larut malam.Sesampainya di rumah Ibu


dan Bawang Merah marah karena menunggu terlalu lama.

Bawang Merah: Heh lama banget kamu cuci.

Ibu Bawang Merah: Lelet sekali pekerjaan mu, awas kalau sampai
tidak bersih baju nya.

Bawang Putih: Maaf Bu Kak, aku habis membantu Nenek tua dan
aku mendapat labu ini sebagai imbalannya.

Ibu Bawang Merah: Belahlah labu itu lalu masakan untuk kami.
Bawang Putih pun mengangguk dan menuju dapur untuk membelah
labu. Namun alangkah terkejutnya ia saat melihat isinya.

Bawang Putih: Hah astaga apa ini?

Ibu Bawang Merah: Hah dapat darimana kamu perhiasan ini semua?

Bawang Merah: Oh indahnya perhiasan ini.

Bawang Putih: Aku mendapatkannya dari Nenek tua yang tinggal di


pinggir sungai sana Bu.

Sontak Ibu tiri dan Bawang Merah segera merampas perhiasan


tersebut dan menyimpannya untuk diri sendiri.

Ibu Bawang Merah: Hei nak pergilah ke rumah Nenek tua tersebut
dan mintalah labu lagi.

Bawang Merah: Baik bu besok aku akan pergi kesana.

Keesokan harinya Bawang Merah pergi menuju rumah Nenek tua


tersebut untuk meminta labu lagi.

Bawang Merah: Hei Nenek tua bisakah kau berikan aku labu sama
seperti saudara ku kemarin?

Nenek: Boleh saja Nak tapi bantu nenek bersihkan rumah nenek
dulu.

Bawang Merah: Apa? aku harus bersihkan rumah mu?

Dengan terkejut dan malas ia membersihkan rumah Nenek tua


tersebut. Pekerjaan yang ia kerjakan sangat berantakan. Ia tak
terbiasa melakukan ini semua, karena biasanya hanya Bawang Putih
yang mengerjakannya.

Nenek: Baik cu silahkan ambil labu yang kamu inginkan.

Bawang Merah: Baik nek terimakasih.

Bawang Merah mengambil labu paling besar dan segera menuju


rumahnya. Sesampainya ia dirumah ia segera bersembunyi agar
Bawang Putih tidak tahu. Ia segera menuju dapur dan hendak
membelah labu itu.

Ibu Bawang Merah: Cepatlah buka labu itu.

Bawang Merah: Sabarlah bu.

Ibu Bawang Merah: HAH, Apa ini?

Bawang Merah: Aaaa ibu kenapa isinya hewan menjijikkan ini?

Ibu Bawang Merah: Iyuhh menyingkirlah kalian binatang menjijikkan.

Alangkah terkejutnya saat Bawang Merah membuka labu dan isinya


hewan beracun yang seketika menggigit tubuh mereka hingga
mereka meninggal. Bawang Putih sangat terkejut dan kaget akan
kejadian tersebut. Ia merasa sedih akibat kematian keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai