Ibu Bawang Putih: Kamu sudah besar ya, kamu harus bisa mandiri
dan jaga dirimu sendiri.
Ibu Bawang Putih: Nak kamu jaga diri ya dan turuti semua perkataan
ayah mu jangan membantahnya. (dengan lemas dan terengah)
Ibu Bawang Putih: Suamiku aku titip Bawang putih jaga dia dan
sayangilah dia.
Ayah: Iya istriku aku berjanji akan menjaga anak ku dengan penuh
kasih sayang.
Ayah: Ini memang sudah takdirnya, nak! Kamu harus tabah ya.
Bawang Putih: Tapi kenapa sangat cepat yah, aku sama siapa
sekarang kalau sudah tidak ada ibu yah!
Di desa yang asri itu pula tinggalah seorang janda dengan anak
gadisnya bernama Bawang Merah. Sejak ibu Bawang Putih
meninggal dunia, ibu Bawang Merah pun sering berkunjung kerumah
Bawang Putih. Dia sering membawakan makanan hingga membantu
Bawang Putih membereskan rumahnya. Bahkan seringkali ia datang
hanya untuk menemani Bawang Putih dan ayahnya ngobrol.
Ibu Bawang Merah: Bawang Putih, ini ada sedikit makanan ibu
bawakan untuk kamu dan ayahmu ya.
Ibu Bawang Merah: Iya, sama-sama. Jangan sungkan sama ibu kalau
butuh bantuan ya. Yasudah ibu pamit pulang dulu
Ayah: Oh, iya bu terima kasih ya bu. Maaf sudah merepotkan, salam
buat Bawang Merah ya!
Ibu Bawang Merah: Gapapa mas, tidak perlu sungkan. Iya mas, nanti
saya sampaikan salamnya untuk Bawang Merah!
Ayah: Bawang Putih sepertinya kamu butuh peran seorang ibu. Ayah
khawatir jika ayah sudah tiada, nanti siapa yang akan merawat kamu.
Jika ayah menikah dengan ibu Bawang Merah, apakah kamu setuju?
Ayah: Assalamu’alaikum
Ibu Bawang Merah dan sang anak tinggal satu atap dengan
Bawang Putih dan sang ayah. Ibu Bawang Merah tampak selalu baik
hati kepada Bawang Putih. Semua pun terlihat baik-baik saja.
Hingga pada suatu hari, sang ayah harus bepergian ke luar kota
dan pergi meninggalkan rumah selama beberapa hari.
Ayah: Nak ayah akan keluar kota untuk bekerja kau jaga diri baik
baik disini ya.
Bawang Merah: Ayah jangan lupa belikan aku pakaian dan perhiasan
darisana ya.
Bawang Merah: Bawang Putih! sini kamu sapu nih rumah ini.
Ibu Bawang Merah: Heh Bawang Putih kamu lipat nih pakaian ku.
Setiap harinya Bawang Putih diperlukan seperti itu oleh Ibu Bawang
Merah dan Bawang Merah.Bawang Putih hanya bisa bersabar dan
menjalani dengan ikhlas.
Bawang Merah: Ya dan jangan lupa cuci kain ini, jangan sampai
hilang atau kamu akan ku hukum.
Bawang Putih segera menuju sungai untuk mencuci pakaian Ibu tiri
dan Kakak tiri tersebut. Ia terlalu fokus mencuci hingga tak sadar
kain kesayangan Ibu hanyut terbawa arus sungai.
Bawang Putih: Aduh bisa gawat aku kalau kain nya hilang aku harus
mencarinya.
Bawang Putih: Mba apa kamu melihat kain berwarna merah yang
hanyut di sungai?
Mba: Maaf neng, saya tidak melihatnya coba neng susuri sungai saja.
Bawang Putih: Pak permisi, bapak lihat kain berwarna merah tidak?
Bapak pemancing: Oh liat neng tadi diambil sama nenek tua yang
tinggal di ujung sungai sana.
Bapak pemancing: Neng tinggal ikuti sungai aja nanti ketemu gubuk
tua, nah itu tempat tinggalnya.
Bawang Putih: Nek apa kamu lihat kain merah berbahan sutra?
Nenek: Ya, aku melihatnya dan itu ada didalam rumah ku.
Bawang Putih: Wahh! beneran Nek? bisa aku memintanya kain itu
berharga untuk ku Nek.
Nenek: Cu ini kain mu dan pilihlah labu untuk kamu bawa pulang.
Ibu Bawang Merah: Lelet sekali pekerjaan mu, awas kalau sampai
tidak bersih baju nya.
Bawang Putih: Maaf Bu Kak, aku habis membantu Nenek tua dan
aku mendapat labu ini sebagai imbalannya.
Ibu Bawang Merah: Belahlah labu itu lalu masakan untuk kami.
Bawang Putih pun mengangguk dan menuju dapur untuk membelah
labu. Namun alangkah terkejutnya ia saat melihat isinya.
Ibu Bawang Merah: Hah dapat darimana kamu perhiasan ini semua?
Ibu Bawang Merah: Hei nak pergilah ke rumah Nenek tua tersebut
dan mintalah labu lagi.
Bawang Merah: Hei Nenek tua bisakah kau berikan aku labu sama
seperti saudara ku kemarin?
Nenek: Boleh saja Nak tapi bantu nenek bersihkan rumah nenek
dulu.