Once upon a time, there was a village called the "spice" village. The village is very fertile, the trees of
the height grow there, the abundant water and the crystal flow from the river in this village. The
inhabitants are always prosperous and very friendly. In the village downstream this river is a happy
little and proud source. The family is the onion father, thu onion, and her daughter, garlic. The onion
father works in his shop in the market. The garlic itself is a good boy, he is diligent and always help
his parents. This family is very harmonious. In contrast to his neighbors called onions, he was very
lazy and spoiled. He only lives with his mother because his father has long died. (On the terrace of the
house - the morning)
Ibu Bawang Daun : nah itu dia lagi nyapu di depan, putiih...
Ibu Bawang Daun : itu nak ayahmu mau pamit kerja, ayah jadi berangkat sekarang?
Ibu Bawang Daun : oh iya yah, nanti Putih akan mengantarkan makan Siang ayah.
Ayah Bawang : baiklah, ayah tunggu nanti Siang. kalo begitu ayah pergi dulu
ya..assalamualaikum. (salim)
Ayah bawang putih pun pergi ke pasar. Dia berjualan di lapak miliknya. Tinggallah bawang
putih dan ibunya di rumah tersebut. Karena tidak tega melihat ibunya yang sedang sakit itu
Ibu Bawang Daun : Putih, ibu mau mencuci baju di sungai. Kamu jaga rumah ya nak...
Bawang Putih : biar Putih saja buk yang pergi ke sungai, ibu di rumah saja.
Bawang Putih : Putih juga senang punya orang tua seperti ayah dan ibu (memeluk
ibunya)
Ibu Bawang Daun : ibu sayang sekali sama kamu nak. Ya sudah, pergilah sebelum
Bawang Putih : baiklah bu, Putih ainhil baju kotorny a dulu. (mengambil haju kotor)
Ibu Bawang Daun: waalaikumsalam, hati-hati di jalan. Putih...putih tidak terasa kini kau
telah tumbuh dewasa. Cantik, baik, dan berbakti pada orang tua. Betapa bahagianya aku. Terima kasih
Tuhan, dia adalah anugerah terindah dalam hidup hamba.
Bawang putih pun pergi ke sungai untuk mencuci. Ternyata bawang merah dan ibunya sudah mengintai
dari balik pohon dan merencanakan hal buruk.
Ibu Bawang Merah: hahaha. bagus, Ini saatnya kita menjalankan rencana anakku.
Bawang Merah: benar mah ! ayo cepat mumpung ibu bawang daun lagi sendirian
tuh!
Akhirnya bawang merah dan ibunya datang ke rumah bawang putih dengan membawa kue yang telah
dicampur dengan racun.
Ibu Bawang Daun: si putih sedang mencuci baju di sungai. Oh iya ngomong-ngomong
Bawang Merah: ini loh bik, kami bawakan kue yang sangaaat enak!
Ibu Bawang Merah: tidak ada acara apa-apa sih buk. Kebetulan says lagi mencoba resep
baru.
Thu Bawang Daun: sepertinya enak sekali ya bu. Terima kasih ya. Ayo buk, mari kita
makan bersama.
Bawang Merah: oh tidak- tidak bik, terima makasih, tadi kami sudah makan di
Ibu Bawang Daun: oh, begitu. Sekali lagi terima kasih yaa
Ibu Bawang Merah: yasudah buk, kalo begitu kita pulang dulu ya. Asalamualaikum.
Thu Bawang Daun: walaikumsalam. Tapi aneh sekali, tidak biasanya mereka bersikap
baik. Ah tidak, mungkn ini hanya perasaanku saja. Aku tidak boleh berprasangka buruk.
Ibu bawang daun pun memakan kue yang pemberian Bawang Merah dan Ibunya.
Ibu Bawang Merah : HAHAHAHAHA rasain kamu ! sebentar lagi kau akan mati, dan suamimu akan
menikah denganku ! otomatis seluruh hartanya akan menjadi milikku! Bawang Merah : benar
mah ! setelah ini kita akan jadi kaya raya!
Akhirnya ibu bawang daun menghembuskan napas terakhirnya. Beberapa saat kemudian Bawang Putih
pulang dan sungai. Dia sangat terkejut melihat ibunya tergeletak di lantai dan sudah talc bernyawa.
Bawang Putih menjatuhkan keranjang cuciannya dan berteriak histeris.
Bangun!!!
Sejak kehilangan sosok ibu yang sangat menyayanginya, bawang putih amat merasa kesepian dan
kerap menyendiri di kamarnya. Pada saat itu Ibu Bawang Merah sexing berkunjung ke mmahnya untuk
membawa makanan, bahkan membantu bawang putih membersihkan rumah dan memasak. Hal itulah
yang membuat Ayah Bawang tertarik untuk menikahi Ibu Bawang Merah agar putrinya tidak kesepian lagi.
Pernikahan dirayakan dengan sangat sederhana. Hanya beberapa tetangga dan keluarga yang datang
menghadari acara ini.
Ibu bawang merah: ah, emang dasar malas tu penghulu. (sambil berdiri mondar mandir).
Setelah menunggu lama akhirnya penghulu datang juga. Dia datang dengan tergopoh-gopoh
ibu bawang merah: bapak ini dari mana aja sih. (sambil berlari menghampiri penghulu)
penghulu: maaf bu maaf
ibu bawang merah: sudahlah, kita mulai saja sekarang (sambil menarik penghulu).
penghulu: ya saya naikahkan, bapak bawang putih dengan ibuk bawang merah, dengan mas kawin
seperangkat bumbu dapur dibayar tunai.
Ayah bawang: saya terima nikahnya ibu bawang merah dengan mas kawin seperangkat bumbu dapur di
bayar tunai
Setelah acara pernikahan itu, ayah bawang, ibu bawang merah, bawang putih dan bawang merah hidup
bersama di rumah bawang putih. Ketika ayah bawang di rumah, mereka memperlakukan bawang putih
dengan sakit baik. Namun... ketika ayah keluar rumah, mereka berlaku buruk pada bawang putih.
Mereka sering memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat.
Ibu bawang merah: hey kau bawang merah, sapu sapu dong yang rajin kayak bawang putih. Sapu sampai
bersih.
ibu bawang merah: sudah sudah, bawang putih sini nak. Kamu duduk bersama ibu dan ayah.
ibu bawang merah: nanti dulu lah yah, minum teh dulu (bergegas menuju dapur)
ayah bawang: tidak usah nak. Kamu dirumah saja, merah kemarilah, duduklah disini