Anda di halaman 1dari 5

Bwang Putih Bawang Merah

Bawang putih = Nayla (baju putih)


Bawang merah = Ame (baju merah)
mamah merah = Najwa
nenek = Tama
ayah = Feli
bibi = Jeber
Narator 1 = Nadin
Narator 2 = saha

Properti : 1 labu kecil 1 labu besar, kain (baju ibu), sapu aula

Alkisah, pada dahulu kala di sebuah desa yang asri, hiduplah sepasang orangtua dan seorang anak
perempuannya.Anak perempuan itu bernama Bawang Putih. Meskipun dia tidak memiliki paras yang
cantik, namun Bawang Putih memiliki hati dan sikap yang sangat baik.Bawang Putih lahir dari
keluarga yang bahagia. Ayahnya adalah seorang konglomerat yang kaya raya.Namun, suatu hari ibu
Bawang Putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang Putih pun sangat berduka, begitu
pula ayahnya.

Putih: “Ayah, mengapa ibu pergi meninggalkan kita begitu cepat?”

Ayah: “Ini memang sudah takdirnya, nak! Kamu harus tabah ya.”

Putih: “Tapi kenapa sangat cepat yah, aku sama siapa sekarang kalau sudah tidak ada ibu yah!”

Ayah: “Sudahlah anakku yang sudah biarkan sudah

Di desa yang asri itu pula tinggalah seorang janda dengan anak gadisnya bernama Bawang Merah.
Sejak ibu Bawang Putih meninggal dunia, ibu Bawang Merah pun sering berkunjung kerumah
Bawang Putih.Dia sering membawakan makanan hingga membantu Bawang Putih membereskan
rumahnya. Bahkan seringkali ia datang hanya untuk menemani Bawang Putih dan ayahnya ngobrol.

Ibu Merah: “Bawang Putih, ini ada sedikit makanan ibu bawakan untuk kamu dan ayahmu ya.”

Putih: “Waduh kok repot-repot bu, Terima kasih banyak ya bu!”

Ibu Merah: “Iya, sama-sama. Jangan sungkan sama ibu kalau butuh bantuan ya. Yasudah ibu pamit
pulang dulu, ya!”

Ayah: “Oh, iya bu terima kasih ya bu. Maaf sudah merepotkan, salam buat Bawang Merah ya!

Ayah: “Bawang Putih sepertinya kamu butuh peran seorang ibu. Ayah khawatir jika ayah sudah tiada,
nanti siapa yang akan merawat kamu. Jika ayah menikah dengan ibu Bawang Merah, apakah kamu
setuju?”

Putih: “Aku sudah begitu percaya dengan keputusan ayah, aku cuma akan mematuhinya saja. Lagi
pula, ibu Bawang Merah juga sangat baik kepadaku.”

Ayah: “Baiklah, bila engkau menyetujuinya. Ayah akan memperlihatkan maksud ayah kepada ibu
Bawang Merah.”

Akhirnya, mereka pun menikah. Di awal pernikahan tersebut, ibu Bawang Merah tampak selalu baik
hati kepada Bawang Putih. Semua pun terlihat baik-baik saja. Hingga pada suatu hari, sang ayah
harus bepergian ke luar kota dan pergi meninggalkan rumah selama beberapa hari. Kehidupan
Bawang Putih pun sontak berubah. Seolah bertolak belakang dengan sifat ketika sang ayah ada di
rumah, ibu tiri dan Bawang Merah selalu bersikap pilih kasih dan lebih menyayangi Bawang Merah.

Ibu merah: “Hei Bawang Putih, kerjamu jangan cuma bermalas-malasan saja. Sana bersih-bersih dan
beres-beres rumah!”

Putih: “Baiklah bu”

Merah: “Putih, jangan lupa juga kau mesti mencucikan bajuku dan membersihkan barang-barangku
hari ini!”

Bawang Putih: “Baiklah kak”

Pada suatu hari, sang ayah pun mengalami sakit keras hingga akhirnya meninggal dunia.Bawang
Putih pun menjadi seorang yatim piatu. Semenjak sang ayah sudah tiada, sang ibu tiri dan Bawang
Merah semakin bertindak keterlaluan terhadap Bawang Putih.

Ibu Bawang Merah: “Hai Bawang Putih, kamu setiap hari harus bangun pagi-pagi. Jangan lupa untuk
menyiapkan makanan, beres-beres rumah dan lain-lain. Paham kan kau?”

Bawang Putih: “Iya ibu, Akan saya lakukan.”

Meskipun selalu diperlakukan seenaknya, Bawang Putih tidak pernah membenci ibu dan saudara
tirinya. Dia selalu bersikap baik dan mematuhi segala perintah mereka. Hingga suatu, Bawang Putih
menghadapi masalah besar karena menghanyutkan salah satu baju milik ibu tirinya ketika sedang
mencuci pakaian di pinggir sungai.

Bawang Putih pun menyusuri setiap sisi sungai untuk menemukan keberadaan baju ibu tirinya itu. Ia
sangat takut, jika ia tidak menemukannya, ibu tirinya pasti akan sangat marah.Namun, Bawang Putih
tidak berhasil menemukan baju sang ibu. Dengan putus asa, ia pun kembali kerumah dan
menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya.

Putih: “Bu, maafkan Putih karena baju ibu hanyut terbawa arus ketika Putih sedang mencucinya.”

Ibu Merah : “Apa? Dasar ceroboh! Cepat cari baju ku, ga ketemu? Gausah balik!

Dengan bersedih, Bawang Putih pun terpaksa menuruti perintah ibu tirinya. Dia kembal menyusuri
sungai tempat ia mencuci tadi. Matahari pun mulai meninggi, namun Bawang Putih tak kunjung
menemukan baju milik sang ibu. Dia pun memasang matanya dengan teliti, diperiksanya setiap
juliuran akar pohon yang menjorok ke sungai dan berharap menemukan baju sang ibu tersangkut di
sana. Namun, pencarian Bawang Putih tersebut pun belum berhasil. Setelah matahari sudah mulai
terbenam, ia melihat seorang ibu yang hendak pergi ke pasar.

Putih: “Permisi, bi.”

Bibi: “Ya nak, ada yang bisa bibi bantu?”

Putih: “Bibi, apakah bibi melihat ada baju berwarna merah yang hanyut lewat sini? Baju ibu saya
terbawa arus sungai, saya harus menemukannya dan membawanya pulang.”

Bibi: “Oh baju berwarna merah ya nak? Iya nak, tadi bibi ada lihat. Coba kamu telusuri sungai ini
hingga menemukan sebuah gubuk, di sana ada seorang nenek. Pasti baju yang kamu cari sudah
sampai di ujung sungai tepat di mana gubuk nenek itu berdiri. Mungkin sang nenek yang ada
menemukan baju yang kamu cari nak.

Putih: “Baiklah bibi, saya akan kesana. Terimakasih!”

Putih: “Permisi.” tok tok tok

Nenek: “Iya nak, siapa kamu?”

Bawang Putih: “Saya Bawang Putih, nek. Saya datang kemari ingin menanyakan, apakah nenek ada
melihat baju ibu saya yang hanyut di sungai?”

Nenek: “Baju berwarna merah ya nak? Iya, tadi nenek melihat baju itu tersangkut di depan rumahku.
Sayang, padahal aku sangat menyukai baju itu. Tapi, baiklah aku akan mengembalikannya kepadamu
dengan syarat kamu harus menemeniku disini selama beberapa hari. Aku sudah lama aku tidak
ngobrol dengan siapapun dan butuh ditemani. Bagaimana?”

Putih: “Baiklah nek, saya akan menemani nenek dan tinggal disini selama beberapa hari asalkan
nenek tidak bosan saja dengan saya.”

Akhirnya, Bawang Putih pun tinggal bersama dengan nenek itu selama seminggu lamanya. Setiap
hari, Bawang Putih selalu membantu berbagai pekerjaan rumah nenek.

Nenek: “Nak, kini sudah genap seminggu kamu tinggal disini. Aku merasa sangat senang karena kamu
sangat baik hati dan berbakti kepada orangtua. Untuk itu sesuai janjiku, kau boleh membawa
kembali baju ini pulang ke rumah. Dan satu lagi, kamu juga boleh memilih salah satu dari labu kuning
ini sebagai hadiah!”

Putih: “Tidak usah repot-repot, nek!”

Nenek: “Ayolah, Bawang Putih. Tidak apa-apa.”

Putih: “Yasudah nek, Putih memilih yang kecil saja ya.”

Nenek: “Mengapa kamu memilih buah yang kecil, nak?”

Putih: “Tidak apa-apa nek. Saya takut tidak kuat jika harus membawa yang besar, nek.”

Bawang Putih pun pulang ke rumah sambil membawa baju dan buah labu kuning. Sesampainya di
rumah, Bawang Putih langsung menyerahkan baju merah milik ibu tirinya.

Putih: “Ibu, maaf saya baru kembali. Saya baru berhasil menemukan baju ibu. Ini Bajunya.”

Merah: “ Dasar sudah seminggu kau tidak pulang kerumah, dasar gembel gembel! apa itu yang kamu
bawa?”

Ibu: “Iya, apa itu yang kamu bawa?”

putih: “Ini buah labu, bu. Tadi aku diberikan oleh nenek-nenek yang menemukan baju ibu.”

Merah: “Sini, berikan labunya.”

Putih: “Merah, jangan!”

Labu kuning tersebut pun jatuh terbanting oleh Bawang Merah hingga akhirnya terbelah. Bawang
Merah dan sang ibu pun langsung berteriak kegirangan karena melihat isi dari buah labu tersebut.

Merah: “Heh gembel! Kamu dapat dari mana labu berisi emas dan permata ini?”
Ibu: “Iya, dari mana kamu mendapatkan buah ajaib ini?”

Putih: “Aku mendapatkan labu ini dari …..” (hening sejenak)

Merah: “Dari mana Putih? Jawab!”

Putih: “Ketika aku mencari baju ibu yang hanyut terbawa arus sungai, hari sudah gelap sehingga aku
harus menginap di sebuah rumah milik seorang nenek di pinggir sungai. Aku pun diminta oleh nenek
itu untuk menemaninhya selama seminggu. Setelah genap seminggu dan ketika ingin pamit pulang,
aku diberi hadiah ini.”

Setelah mendengar cerita Bawang Putih, Bawang Merah pun berencana untuk melakukan hal yang
sama agar bisa mendapatkan hadiah seperti itu.

Ibu: “Bawang Merah kamu harus melakukan apa yang dilakukan oleh anak haram itu !”

Merah: “Baiklah ibu!”

Ibu: “Kalau begitu, besok pagi kamu harus pergi ke sungai.”

Merah: “Baik bu!”

Keesokan harinya Bawang Merah pun menghanyutkan bajunya ke sungai, hingga akhirnya ia tiba di
gubuk nenek yang diceritakan oleh Bawang Putih.

Merah: “Nek, apakah nenek ada melihat bajuku bewarna merah yang hanyut di sungai ini?”

Nenek: “Nenek tahu, tapi kamu harus menginap disini selama seminggu kalau ingin nenek
mengembalikannya.”

Merah: “Baiklah, nek! Akan kutemani nenek selama seminggu.”

Selama seminggu Bawang Merah menginap di rumah sang nenek hanya dengan bermalas-malasan.
Jikalau pun ada yang ia kerjakan, pasti berujung dengan hasil yang tidak bagus karena dikerjakan
secara asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu lamanya, sang nenek membolehkan Bawang Merah
pulang.

Bawang Merah: “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu
selama seminggu?”

Nenek: “Ya, sudah silahkan kamu memilih salah satu dari labu ini!”

Merah: (mengambil yang besar, langsung pergi)

Sesampainya di rumah, Bawang Merah segera menemui ibunya dan dengan gembira
memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut Bawang Putih meminta bagian, mereka
menyuruh Bawang Putih untuk pergi ke sungai selagi mereka membuka labu tersebut.

Ibu: “Putih sana pergi ke sungai cuci baju-baju yang kotor.”

Putih: “Baiklah, bu ! “

Setelah Bawang Putih pergi, mereka pun membelah buah labu tersebut. Namun ternyata, buah labu
tersebut tidak menyimpan emas namun puluhan ular berbisa.

Binatang tersebut pun langsung menyerang Bawang Merah dan Ibunya hingga akhirnya keduanya
tewas.

Anda mungkin juga menyukai