Anda di halaman 1dari 47

BAB I

CERITA RAKYAT
(FOLKLORE)

 Cerita Rakyat Riau,


Bawang Merah & Bawang Putih
Pada zaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri
dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih.
Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang
biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih
sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian
pula ayahnya.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang
Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering
berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan,
membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang
Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa
mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya
Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih
menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang
merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka
mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya
pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih
harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya
hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya,
karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia.
Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena
terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah
harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi
Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak,
menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika,
membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih
selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat
ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang
akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di
pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang
putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu
asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut
terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya.
Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih
mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil
menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya
kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu
harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum
menemukannya. Mengerti?”
1|Page
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera
menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun
Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya,
dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu
baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah
condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang
memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik,
apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus
menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu
mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari
kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa.
Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya
lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera
menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang
hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?”
tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku
menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau
harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol
dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek
itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan
menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata
Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari
Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek
itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil
bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang
rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu
pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai
hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya.
Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat
membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang
putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu
tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah
terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas
permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan
memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan
serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang
putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut.
Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk
melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya.
Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai

2|Page
tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya
selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu
bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka
hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan.
Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi.
“Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena
menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa
menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan.
Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan
terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan
gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan
meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu
dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas
permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa
seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung
menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang
yang serakah.

3|Page
 Cerita Rakyat Jawa
Keong Mas
Alkisah pada jaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda bernama Galoran. Ia
termasuk orang yang disegani karena kekayaan dan pangkat orangtuanya. Namun
Galoran sangatlah malas dan boros. Sehari-hari kerjanya hanya menghambur-
hamburkan harta orangtuanya, bahkan pada waktu orang tuanya meninggal dunia
ia semakin sering berfoya-foya. Karena itu lama kelamaan habislah harta
orangtuanya. Walaupun demikian tidak membuat Galoran sadar juga, bahkan
waktu dihabiskannya dengan hanya bermalas-malasan dan berjalan-jalan. Iba
warga kampung melihatnya. Namun setiap kali ada yang menawarkan pekerjaan
kepadanya, Galoran hanya makan dan tidur saja tanpa mau melakukan pekerjaan
tersebut. Namun akhirnya galoran dipungut oleh seorang janda berkecukupan
untuk dijadikan teman hidupnya. Hal ini membuat Galoran sangat senang ; "Pucuk
dicinta ulam pun tiba", demikian pikir Galoran.
Janda tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang sangat rajin dan
pandai menenun, namanya Jambean. Begitu bagusnya tenunan Jambean sampai
dikenal diseluruh dusun tersebut. Namun Galoran sangat membenci anak tirinya
itu, karena seringkali Jambean menegurnya karena selalu bermalas-malasan.
Rasa benci Galoran sedemikian dalamnya, sampai tega merencanakan
pembunuhan anak tirinya sendiri. Dengan tajam dia berkata pada istrinya : " Hai,
Nyai, sungguh beraninya Jambean kepadaku. Beraninya ia menasehati orangtua!
Patutkah itu ?" "Sabar, Kak. Jambean tidak bermaksud buruk terhadap kakak"
bujuk istrinya itu. "Tahu aku mengapa ia berbuat kasar padaku, agar aku pergi
meninggalkan rumah ini !" seru nya lagi sambil melototkan matanya. "Jangan
begitu kak, Jambean hanya sekedar mengingatkan agar kakak mau bekerja"
demikian usaha sang istri meredakan amarahnya. "Ah .. omong kosong.
Pendeknya sekarang engkau harus memilih .. aku atau anakmu !" demikian
Galoran mengancam.
Sedih hati ibu Jambean. Sang ibu menangis siang-malam karena bingung
hatinya. Ratapnya : " Sampai hati bapakmu menyiksaku jambean. Jambean
anakku, mari kemari nak" serunya lirih. "Sebentar mak, tinggal sedikit tenunanku"
jawab Jambean. "Nah selesai sudah" serunya lagi. Langsung Jambean
mendapatkan ibunya yang tengah bersedih. "Mengapa emak bersedih saja"
tanyanya dengan iba. Maka diceritakanlah rencana bapak Jambean yang
merencanakan akan membunuh Jambean. Dengan sedih Jambean pun berkata : "
Sudahlah mak jangan bersedih, biarlah aku memenuhi keinginan bapak. Yang
benar akhirnya akan bahagia mak". "Namun hanya satu pesanku mak, apabila aku
sudah dibunuh ayah janganlah mayatku ditanam tapi buang saja ke bendungan"
jawabnya lagi. Dengan sangat sedih sang ibu pun mengangguk-angguk. Akhirnya
Jambean pun dibunuh oleh ayah tirinya, dan sesuai permintaan Jambean sang ibu
membuang mayatnya di bendungan. Dengan ajaib batang tubuh dan kepala
Jambean berubah menjadi udang dan siput, atau disebut juga dengan keong dalam
bahasa Jawanya.
Tersebutlah di Desa Dadapan dua orang janda bersaudara bernama Mbok
Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil. Kedua janda itu hidup dengan
sangat melarat dan bermata pencaharian mengumpulkan kayu dan daun talas.
Suatu hari kedua bersaudara tersebut pergi ke dekat bendungan untuk mencari
daun talas. Sangat terpana mereka melihat udang dan siput yang berwarna kuning
keemasan. "Alangkah indahnya udang dan siput ini" seru Mbok Rondo Sambega
"Lihatlah betapa indahnya warna kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa
memeliharanya" serunya lagi. "Yah sangat indah, kita bawa saja udang dan keong

4|Page
ini pulang" sahut Mbok Rondo Sembadil. Maka dipungutnya udang dan siput
tersebut untuk dibawa pulang. Kemudian udang dan siput tersebut mereka taruh di
dalam tempayan tanah liat di dapur. Sejak mereka memelihara udang dan siput
emas tersebut kehidupan merekapun berubah. Terutama setiap sehabis pulang
bekerja, didapur telah tersedia lauk pauk dan rumah menjadi sangat rapih dan
bersih. Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil juga merasa keheranan
dengan adanya hal tersebut. Sampai pada suatu hari mereka berencana untuk
mencari tahu siapakah gerangan yang melakukan hal tersebut.

Suatu hari mereka seperti biasanya pergi untuk mencari kayu dan daun talas,
mereka berpura-pura pergi dan kemudian setelah berjalan agak jauh mereka
segera kembali menyelinap ke dapur. Dari dapur terdengar suara gemerisik, kedua
bersaudara itu segera mengintip dan melihat seorang gadis cantik keluar dari
tempayan tanah liat yang berisi udang dan Keong Emas peliharaan mereka. "tentu
dia adalah jelmaan keong dan udang emas itu" bisik Mbok Rondo Sambega
kepada Mbok Rondo Sembadil. "Ayo kita tangkap sebelum menjelma kembali
menjadi udang dan Keong Emas" bisik Mbok Rondo Sembadil. Dengan perlahan-
lahan mereka masuk ke dapur, lalu ditangkapnya gadis yang sedang asik memasak
itu. "Ayo ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu itu" desak Mbok Rondo
Sambega "Bidadarikah kamu ?" sahutnya lagi. "bukan Mak, saya manusia biasa
yang karena dibunuh dan dibuang oleh orang tua saya, maka saya menjelma
menjadi udang dan keong" sahut Jambean lirih. "terharu mendengar cerita
Jambean kedua bersaudara itu akhirnya mengambil Keong Emas sebagai anak
angkat mereka. Sejak itu Keong Emas membantu kedua bersaudara tersebut
dengan menenun. Tenunannya sangat indah dan bagus sehingga terkenallah
tenunan terebut keseluruh negeri, dan kedua janda bersaudara tersebut menjadi
bertambah kaya dari hari kehari.

Sampailah tenunan tersebut di ibu kota kerajaan. Sang raja muda sangat
tertarik dengan tenunan buatan Jambean atau Keong Emas tersebut. Akhirnya raja
memutuskan untuk meninjau sendiri pembuatan tenunan tersebut dan pergi
meninggalkan kerajaan dengan menyamar sebagai saudagar kain. Akhirnya
tahulah raja perihal Keong Emas tersebut, dan sangat tertarik oleh kecantikan dan
kerajinan Keong Emas. Raja menitahkan kedua bersaudara tersebut untuk
membawa Jambean atau Keong Emas untuk masuk ke kerajaan dan meminang si
Keong Emas untuk dijadikan permaisurinya. Betapa senang hati kedua janda
bersaudara tersebut.

5|Page
 Cerita Rakyat Jawa Barat
Lutung Kasarung
Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh
seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.
Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang
dan adiknya Purbasari. Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung
menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua,
saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa. Purbasari memiliki kakak yang
bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah
mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai
penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya.
Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat
mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai
Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba
kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk
mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi
seorang Ratu !” ujar Purbararang. Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk
mengasingkan Purbasari ke hutan.
Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah
pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri.
Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama
Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari. Selama di hutan ia mempunyai
banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan
tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang
paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan
Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan
bersama teman-temannya.
Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia
berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada
Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak
lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga
kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.
Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya
untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi
ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi
pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik
kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga
tersebut.
Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia
pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia
akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak
percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau
kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling
panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari
tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut
Purbasari lebih panjang.
“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini
tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari
mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung
Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan
Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.

6|Page
Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi
suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah
berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu
seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan
kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk
tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu
akhirnya mereka semua kembali ke Istana.
Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya.
Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud
seekor lutung.

7|Page
 Cerita Rakyat Sumatera Utara
Danau Toba
Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup
sendiri sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan mencari ikan
dengan tidak mengenal lelah. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.
Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat tinggalnya,
ia bermaksud mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah
kail, umpan dan tempat ikan, ia pun langsung menuju ke sungai. Setelah
sesampainya di sungai, petani tersebut langsung melemparkan kailnya. Sambil
menunggu kailnya dimakan ikan, petani tersebut berdoa,“Ya Alloh, semoga aku
dapat ikan banyak hari ini”. Beberapa saat setelah berdoa, kail yang
dilemparkannya tadi nampak bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya.
Petani tersebut sangat senang sekali, karena ikan yang didapatkannya sangat besar
dan cantik sekali.
Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, petani itu
sangat terkejut. Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara. “Tolong aku
jangan dimakan Pak!! Biarkan aku hidup”, teriak ikan itu. Tanpa banyak Tanya,
ikan tangkapannya itu langsung dikembalikan ke dalam air lagi. Setelah
mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu bertambah terkejut, karena tiba-tiba
ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik.
“Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu”, kata si ikan. “Siapakah
kamu ini? Bukankah kamu seekor ikan?, Tanya petani itu. “Aku adalah seorang
putri yang dikutuk, karena melanggar aturan kerajaan”, jawab wanita itu.
“Terimakasih engkau sudah membebaskan aku dari kutukan itu, dan sebagai
imbalannya aku bersedia kau jadikan istri”, kata wanita itu. Petani itupun setuju.
Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah
disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari
seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.
Setelah beberapa lama mereka menikah, akhirnya kebahagiaan Petani dan
istrinya bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak
mereka tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan kuat, tetapi ada kebiasaan
yang membuat heran semua orang. Anak tersebut selalu merasa lapar, dan tidak
pernah merasa kenyang. Semua jatah makanan dilahapnya tanpa sisa.
Hingga suatu hari anak petani tersebut mendapat tugas dari ibunya untuk
mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja.
Tetapi tugasnya tidak dipenuhinya. Semua makanan yang seharusnya untuk
ayahnya dilahap habis, dan setelah itu dia tertidur di sebuah gubug. Pak tani
menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Karena tidak
tahan menahan lapar, maka ia langsung pulang ke rumah. Di tengah perjalanan
pulang, pak tani melihat anaknya sedang tidur di gubug. Petani tersebut langsung
membangunkannya. “Hey, bangun!, teriak petani itu.

Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya. “Mana


makanan buat ayah?”, Tanya petani. “Sudah habis kumakan”, jawab si anak.
Dengan nada tinggi petani itu langsung memarahi anaknya. "Anak tidak tau
diuntung ! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!," umpat si Petani tanpa sadar telah
mengucapkan kata pantangan dari istrinya.
Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan
istrinya hilang lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba
menyemburlah air yang sangat deras. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga
8|Page
membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu
akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba.

9|Page
 Cerita Rakyat Jawa Tengah
Timun Mas
Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di
sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja
dikaruniai seorang anak pun.
Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar
segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal
mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian
memberi mereka biji mentimun.
“Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,”
kata Raksasa. “Terima kasih, Raksasa,” kata suami istri itu. “Tapi ada syaratnya.
Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan padaku,” sahut Raksasa. Suami
istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang
mereka setuju.
Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari
mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin.
Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.
Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu
masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa
terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi perempuan yang
sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu
Timun Mas.
Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik.
Kedua orang tuanya sangat bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut.
Karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa datang kembali.
Raksasa itu menangih janji untuk mengambil Timun Mas.
Petani itu mencoba tenang. “Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang
bermain. Istriku akan memanggilnya,” katanya. Petani itu segera menemui
anaknya. “Anakkku, ambillah ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah kantung
kain. “Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat
mungkin,” katanya. Maka Timun Mas pun segera melarikan diri.
Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela
kalau anaknya menjadi santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia
menjadi tak sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun
menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.
Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat.
Timun Mas segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu
garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun
terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.
Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil
menyusulnya. Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia
mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika
pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa
berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan diri.
Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas.
Maka Timun Mas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji
mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa
sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu
dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.

Timun Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan

10 | P a g e
tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun dari tidurnya.
Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat ketakutan. Ia pun
melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi
keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke
dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu
menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.
Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang
tuanya. Ayah dan Ibu Timun Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat.
Mereka menyambutnya. “Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan
anakku,” kata mereka gembira.

11 | P a g e
 Cindelaras (Jawa Timur)
Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia
didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang
memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam
istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja merencanakan
sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut dilakukan karena selir
Raden Putra ingin menjadi permaisuri.

Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan
rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera
dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan
bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri.
"Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda
menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih
untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.

Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah
hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri.
Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak
perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah
hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri
pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang
patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.

Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak
laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi
seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan
binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali
menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan
bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor
anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin.
Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat.
Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda
dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah
rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu

Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera


memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul
mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras
bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di
ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya.
Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam.
Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani,
adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras.
Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan
dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali
diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.

Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke
Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra
menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba

12 | P a g e
menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan
cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam
Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam
Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya
menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat,
ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak
sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku
akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya
Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan
sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi.
"Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun
kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden
Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya
baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah
permaisuri Baginda."

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua
peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan
kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang
setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden
Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta
maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera
menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan
Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia,
Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan
adil dan bijaksana.

13 | P a g e
 Cerita Legenda Kalimantan
Batu Menangis
Disebuah bukit yang jauh dari desa, didaerah Kalimantan hiduplah seorang
janda miskin dan seorang anak gadisnya.

Anak gadis janda itu sangat cantik jelita. Namun sayang, ia mempunyai prilaku
yang amat buruk. Gadis itu amat pemalas, tak pernah membantu ibunya
melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.

Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Segala permintaannya harus
dituruti. Setiap kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa
memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting tulang
mencari sesuap nasi.

Pada suatu hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak
pasar desa itu amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup
melelahkan. Anak gadis itu berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang
bagus dan bersolek agar orang dijalan yang melihatnya nanti akan mengagumi
kecantikannya. Sementara ibunya berjalan dibelakang sambil membawa keranjang
dengan pakaian sangat dekil. Karena mereka hidup ditempat terpencil, tak
seorangpun mengetahui bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan
anak.

Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka.


Mereka begitu terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda
desa yang tak puas-puasnya memandang wajah gadis itu. Namun ketika melihat
orang yang berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu
membuat orang bertanya-tanya.

Di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya
kepada gadis itu, "Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan dibelakang itu ibumu?"
Namun, apa jawaban anak gadis itu ?
"Bukan," katanya dengan angkuh. "Ia adalah pembantuku !"
Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh,
mendekati lagi seorang pemuda dan bertanya kepada anak gadis itu.
"Hai, manis. Apakah yang berjalan dibelakangmu itu ibumu?"
"Bukan, bukan," jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. " Ia adalah
budakk!"
Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang disepanjang jalan yang
menanyakan perihal ibunya, selalu jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai
pembantu atau budaknya.

Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si
ibu masih dapat menahan diri. Namun setelah berulang kali didengarnya
jawabannya sama dan yang amat menyakitkan hati, akhirnya si ibu yang malang
itu tak dapat menahan diri. Si ibu berdoa.

"Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu
teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anak
durhaka ini ! Hukumlah dia...."

14 | P a g e
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu
berubah menjadi batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah
mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada
ibunya.

" Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini.


Ibu...Ibu...ampunilah anakmu.." Anak gadis itu terus meratap dan menangis
memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh
gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang
dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang
menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan
ibunya itu disebut " Batu Menangis ".

15 | P a g e
 Cerita Rakyat Jawa Barat
Sangkuriang
Pada jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama
Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang.
Anak tersebut sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu
ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang bernama Tumang. Tumang
sebenarnya adalah titisan dewa, dan juga bapak kandung Sangkuriang, tetapi
Sangkuriang tidak tahu hal itu dan ibunya memang sengaja merahasiakannya.

Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu.
Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat
ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang
Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang
lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam
saja dan tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada
Tumang, maka Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke
rumah bersamanya lagi.

Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada


ibunya. Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah.
Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena merasa
kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi
mengembara, dan meninggalkan rumahnya.

Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa


setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali.
Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa memberinya
sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda selamanya.

Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat


untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut
sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total. Rasa senang
Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan
seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi.
Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung
melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan
sepakat akan menikah di waktu dekat. Pada suatu hari, Sangkuriang meminta ijin
calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang
Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah
terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala
Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas
luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu,
Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya
tersebut adalah anaknya sendiri.

Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan
anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba
berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana
pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui
Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.

16 | P a g e
Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak
pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara
terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila
Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau
dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan.
Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan
yang kedua adalah, meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat
besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar
menyingsing.

Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji


akan menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang
dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk
membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi
mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena
Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi
sebelum fajar.

Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain
sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di
timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang
langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat
yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.

Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang
telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan
seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah
dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah
gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

17 | P a g e
 Cerita Rakyat Sumatera Barat
Malin Kundang

Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra.
Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena
kondisi keluarga mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan
untuk pergi ke negeri seberang.

Besar harapan malin dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan
membawa uang banyak yang nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari.
Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan
akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya.

Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di


negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia
sudah menjadi seorang yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar
bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang
sudah sukses.

Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran
pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun
tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya
dia sangat mahir dalam hal perkapalan.

Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah


perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut.
Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak
laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut
dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak
dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera
bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang


ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin
Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa
tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah
sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin
terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya
dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia
memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100
orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis
untuk menjadi istrinya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan
kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang
banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal
yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang
berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah
anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup

18 | P a g e
dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah
ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku,
mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil
memeluk Malin Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan
mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku
sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak
mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan
baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak,
ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar
mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan
diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia
tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang
memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan,
kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama
kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan
kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku
dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

19 | P a g e
 Cerita Rakyat Asal-Usul Kota Surabaya

Dahulu kala, di lautan nan luas (tepatnya di Laut Jawa), hiduplah 2 hewan buas
yang sama-sama angkuh dan tak mau kalah. Kedua hewan tersebut adalah ikan hiu
sura dan seekor buaya. Karena tinggal berdampingan, dua hewan tersebut sering
berselisih dan berkelahi ketika memperebutkan makanan. Karena sama-sama kuat,
tangkas, ganas, dan sama-sama cerdik, perkelahianpun terus berlangsung karena
tidak ada yang bisa menang dan tidak ada yang bisa kalah. Pada akhirnya, kedua
hewan tersebut merasa bosan dan lelah jika harus terus berkelahi. Menyadari hal
itu keduanya kemudian sepakat mengadakan perjanjian tentang pembagian area
kekuasaan.

"Hai Buaya, lama-lama aku bosan berkelahi denganmu." kata ikan hiu Sura.
"Hmm, Aku juga, Sura. Lalu, apa yang mesti kita lakukan supaya perkelahian kita
ini bisa berhenti?" tanya Buaya.
"Untuk mencegah terjadinya perkelahian lagi di antara kita, alangkah baiknya jika
kita membagi daerah ini menjadi 2 daerah kekuasaan. Aku berkuasa di dalam air
dan hanya bisa mencari mangsa di dalam air, sedang engkau barkuasa di daratan
dan dengan begitu mangsamu harus pula yang ada di daratan. Lalu, sebagai
batasnya, kita tentukan lebih dulu yaitu tanah yang dapat dicapai air laut pada saat
pasang surut!"
"Oke, aku setujui dengan gagasanmu itu, Sura!" kata Buaya sambil mengangguk.

Dengan adanya perjanjian tersebut, untuk beberapa saat ikan hiu Sura dan buaya
tak pernah berkelahi lagi. Keduanya sepakat untuk saling menghormati wilayah
kekuasaannya masing-masing. Namun, setelah waktu berselang begitu lama, ikan-
ikan yang menjadi mangsa hiu sura mulai habis dilautan. Sebagian ikan yang
tersisa justru bermigrasi ke arah muara sungai Brantas karena takut dimangsa si
hiu Sura. Menyadari hal itu, ikan hiu sura terpaksa dengan sembunyi-sembunyi
mulai mencari mangsanya di muara sungai agar tidak ketahuan oleh buaya.
Namun tanpa disadari si buaya ternyata mengetahui tingkah si hiu sura dan
langsung menyerangnya.
cerita rakyat asal usul Surabaya
" Sura, kenapa kau melanggar perjanjian yang sudah kita berdua sepakati? Kenapa
kamu berani-beraninya memasuki wilayah sungai yang adalah daerah
kekuasaanku?" tanya si Buaya.
"Eits... Aku melanggar perjanjian? Ingatkah engkau akan bunyi perjanjian kita?
Bukankah sungai ini berair? Dan karena ada airnya, jadi sungai ini juga termasuk
daerah kekuasaanku, bukan?" Kata Sura mengelak.
"Apa maksudmu Sura? Bukankah sungai itu berada di darat, sedang daerah
kekuasaanmu ada di laut, berarti sungai itu termasuk daerah kekuasaanku!" jawab
Buaya ngotot.
"Ohh... Tidak bisa. Bukankah aku tidak pernah sekalipun mengatakan kalau air itu
hanya air laut? Bukankah pula air sungai itu ait" jawab Hiu Sura.
"Hmm... Rupanya sengaja kau mencari gara-gara denganku, Sura?" hentak Buaya.

20 | P a g e
"Tidak!! Ku kira alasanku sudah cukup kuat dan aku ada dipihak yang benar!"
elak Sura.
"Kau memang benar-benar sengaja mengakaliku Sura. Aku tidaklah sebodoh yang
engkau kira!" jawab Buaya mulai marah.
"Aku tak peduli kau pintar atau bodoh, yang jelas sungai dan laut merupakan
daerah kekuasaanku!" serang Sura tak mau mengalah.

Adu mulut antara Sura dan Baya pun berakhir dengan perkelahian yang sengit.
Perkelahian kali ini menjadi sangat seru dan dahsyat karena keduanya merasa
sama-sama tidak salah. Mereka saling menggigit, menerjang, memukul, dan
menerkam. Dan dalam waktu sekejap, air sungai disekitarnya tempat perkelahian
itu menjadi merah karena darah yang keluar dari luka kedua binatang itu. Mereka
bertarung dengan mati-matian. Buaya mendapat gigitan Sura di ujung ekor
sebelah kanan, sehingga ekor tersebut selalu membengkok ke kiri. Sedangkan
Sura tergigit ekornya hingga nyaris putus. Karena sama-sama sudah terluka parah,
keduanya kemudian berhenti berkelahi. Ikan surapun mengalah dan akhirnya
kembali ke laut. Buaya yang menahan sakitnya pun merasa puas karena telah
mampu mempertahankan daerah kekuasaannya.
cerita rakyat asal usul Surabaya
Tak berselang lama diketahui bahwa kedua hewan tersebut ternyata mati karena
luka yang cukup parah dari bekas perkelahian. Dan untuk mengenangnya,
penduduk sekitar menyatakan untuk memberi nama Surabaya pada daerah
disekitar tempat perkelahian antara ikan Sura dan Buaya tersebut.

21 | P a g e
 Cerita Rakyat Sumatera Utara Legenda Lubuk Emas

Tersebutlah seorang raja yang bertakhta di daerah Teluk Dalam. Raja


Simangolong namanya . Sang Raja mempunyai seorang anak perempuan yang
sangat cantik wajahnya yang bernama Sri Pandan.

Sri Pandan tidak hanya cantik jelita wajahnya . Namun juga terampil pula ia
bekerja, ia pandai menenun, menganyam tikar dan terbiasa pula menumbuk padi.

Kecantikann Sri Pandan begitu tersebar . Tidak hanya diketahui rakyat ,


melainkan para pemuda dari negeri lain. Raja Simangolong sangat berharap,
putrinya itu akan menikah dengan pangeran dari negeri lain . dengan demikian
hubungan persahabatan dengan negeri lain akan dapat terjalin dengan baik.

Raja simangolong amat gembira ketika akhirnya datang lamaran dari kerajaan
Aceh. Raja aceh meminang Sri Pandan untuk dinikahkan dengan pangeran Aceh
yang telah dinobatkan sebagai putra mahkota. Namun demikian Raja
Simangolong tidak serta mertamenerima lamaran itu sebelum meminta pendapat
putrinya terlebih dahulu. Oleh karena itu ia meminta waktu kepada utusan Raja
aceh.”setelah putriku menyatakan persetujuannya ,” katanya, “ aku akan sesegera
mungkin mengirimkan utusan kepada Raja Aceh untuk mengabarkannya”.

Sepulang utusan Raja Aceh Raja Simangolong pun bertanya kepada putrinya Sri
Pandan, “anakku , utusan Raja Aceh telah melamarmu . engkau hendak
dinikahkan dengan putra mahkota Raja aceh. Sungguh, Ayahmu ini sangat
berbahagia menerima lamaran itu karena ayah sangat berharap engaku dapat
disunting putra raja dan kelak engkau akan dapat kemuliaan sebagai permaisuri.
Bagaimana pendapatmu dengan lamaran Raja Aceh itu., Wahai anakku?.

Sri Pandan tidak buru-buru menjawab , ia bahkan menundukan wajah. Airmatanya


pun luruh.

Sikap Sri Pandan sangat membuat keheranan raja simalongong. “mengapa engkau
menagis Anakku? Apakah kau menagis bahagia atau ada hal lain?”

Sri Pandan Tidak juga lekas menjawab pertanyaan Ayahandanya. Airmatanya


bahkan kian deras menetes.

“ jawablah, “ kata Raja Simangolongsangat ingin mendengar kesanggupan


putrinya menerima lamaran itu sesuai harapannya.

“ ampun Ayahanda, “ kata Sri Pandan akhirnya. Suaranya terdengar lirih dan
wajahnya tetap tertunduk. “bukan hamba tidak inginberbakti kepada Ayahanda
dengan menerima lamaran tersebut melainkan..”

“Melainkan apa”

Dengan suara terbata-bata Sri Pandan lantas menjelaskan , ia sesungguhnya telah


menjalin hubungan dengan seorang pemuda . ia bahkan telah saling mengikat janji
dengan kekasih hatinya itu.

“ Siapakah pemuda yang engkau maksud itu?” Tanya Raja simangolong yang
sangat terkejut mendengar penjelasan anaknya.
22 | P a g e
“ Hobatan, Ayahanda, “

“ Apa?” kedua bola mata Raja Simangolong Membesar ketika mendapat jawaban
Putrinya.

“ maksudmu… Hobatan pembantu setia kita itu?’

“benar Ayahanda, “

“engkau memilih tetap Setia dengan hobatan dan menolak lamaran Putra Mahkota
Kerajaan Aceh?’

Sri Pandan menganggukan kepala. Tak terperikan kemarahan raja Simangolong


mendapati keteguhan sikap putrinya yang tetap memilih menjadi istri pembantu
setianya dibandingkan disunting Putra Mahkota Kerajaan Aceh. Dengan
kemarahan yang terus meninggi berujarlah Raja Simangolong., “Terimalah
lamaran Putra Mahkota Kerajaan Aceh! Putuskan hubungan mu dengan Hobatan!
Jika engkau tidak juga memutuskan hubunganmu, niscaya Hobatan Akan aku
Usir!’

Sri Pandan Tidak berdaya menghadapi perintah Ayahnya. Ia lantas menemui


Hobatan dan mengajaknya untuk pergi dari istana kerajaan. Betapa kecewanya Sri
Pandan ketika mendengar Hobatan mmenolak ajakannya. Tidak hanya menolak
Hobatan bahkan menyarankan agar Sri Pandan menerima saja lamaran Putra
Mahkota Kerajaan Aceh. Kata Hobatan, “ itu lebih baik bagimu. Kelak engkau
akan menjadi permaisuri setelah putra mahkota yang melamarmu itu bertakhta
selaku Raja”.

Sri Pandan yang sangat kecewa lantas berujar ,” baiklah jika itu yang menjadi
kehendakmu. Aku akan terjun ke lubuk dibandingkan harus menikah dengan
orang yang tidak aku cintai. Ketahuilah wahai kekasihku, aku akan tetap setia
dengan cintaku padamu!”

Hobatan tetap pada pendiriannya, ia menyarankan pada kekasihnya itu


mengurungkan rencana anehnya itu dan lebih baik menerima pinangan Putra
Mahkota Kerajaan aceh.

Bertambah-tambah kekecewaan Sri Pandan. Hari itu juga ia berkemas-kemas.


Dibawanya beberapa lembar pakaiannya. Semua perhiasan yang terbuat dari emas
turut dibawanya serta. Dengan langkah mantap ia meninggalkan istana kerajaan
dan menuju lubuk sungai asahan.

Setibanya ditempat yang dimaksudnya Sri Pandan melemparkan semua barang


bawaannya ke dalam lubuk yang dalam itu. Pakaian dan perhiasan emas yang
banyak jumlahnya itu pun berjatuhan dan masuk kedalam lubuk. Tak berapa lama
Sri Pandan pun berujar.” tidak akan ada lagi perempuan cantik di kerajaan ini!”

Selesai berujar Sri Pandan lantas menerjunkan dirinya ke dalam lubuk membawa
cinta dan kesetiaannya.

Kegemparan besar melanda istana kerajaan ketika Raja Simalongong dan


permaisuri tidak menemukan Sri pandan. Raja Simalongong Lantas memanggil
Hobatan.

23 | P a g e
Di hadapan Raja Simalongong, Hobatan menceritakan kejadian yang dialaminya
berkenaan dengan Sri Pandan. Ia telah menyarankan agar Sri pandan menerima
pinangan Putra Mahkota Kerajaan Aceh namun Sri pandan malah mengancam
akan terjun ke lubuk dibandingkan harus menikah dengan lelaki yang tidak
dicintainya .

Raja Simangolong amat menyesali tindakannya.

Raja Simalongong dengan diiringi para prajurit segera menuju lubuk di sungai
asahan itu. Para prajurit bergegas menerjuni lubuk untuk mencari Sri Pandan.
Namun setelah berulang-ulang menyelam dan mencari, Sri Pandan tidak juga
mereka ketemukan . mengingat Sri Pandan terjun kedalam lubuk dengan
membawa seluruh perhiasan emasnya, maka lubuk itu pun dinamakan lubuk emas.

24 | P a g e
 Puteri Hijau Cerita Rakyat Sumatra utara
Sekitar abad 15 dan 16 masehi , berdiri kerajaan di daerah Medan Deli dengan
istana yang diberi nama istana Maimun. Sultan Muhayat Syah adalah raja dari
kerajaan melayu itu.
Beliau memiliki 3 orang anak , anak pertama bernama Mambang Jazid, anak
kedua bernama Mambang Khayali dan anak ketiganya bernama Putri Hijau.

Ketiga anak ini memiliki kekuatan yang hebat , Mambang Jazid mampu merubah
dirinya menjadi Naga , Mambang Khayali mampu merubah dirinya menjadi
meriam dan Putri Hijau mampu mengeluarkan cahaya hijau nan indah saat malam
bulan purnama. Namun ada kelebihan lain yang di miliki Putri Hijau yaitu
wajahnya yang amat cantik jelita serta sifatnya yang ramah dan bersahaja terhadap
rakyat sehingga banyak rakyat yang menyukainya sebagai pemimpin yang
bijaksana.

Saat itu malam bulan purnama , seperti biasa Putri Hijau berjalan-jalan di sekitar
taman istana, dari tubuhnya memancarkan cahaya hijau yang indah, bahkan
cahaya itu sampai terlihat oleh sultan kerajaan Aceh yang bersebelahan dengan
kerajaan Deli saat itu.

Sultan Aceh yang terpesona karna melihat pancaran cahaya hijau yang indah dari
kerajaan tetangganya itu , mengutus beberapa pengawal nya untuk mencari tahu
asal dari cahaya itu. Tak perlu waktu lama , para pengawal itu mendapat informasi
bahwa cahaya hijau itu terpancar dari tubuh seorang Putri Raja Deli yang cantik
jelita.

Mendengar informasi dari sang pengawal , membuat Sultan Aceh berkeinginan


untuk mempersunting Putri Hijau. Beragam perhiasan dan beberapa pengawal di
utusnya untuk meminang putri hijau. Namun pinangan dari sultan Aceh di tolak
mentah-mentah oleh Putri Hijau.

Sultan Aceh yang mendengar penolakan pinangan nya itu menjadi murka dan
menganggap kerajaan Deli telah menebar benih peperangan terhadap kerajaan
nya. Ratusan prajurit di utus sultan Aceh untuk menghancurkan kerajaan Deli.
Namun pasukan yang di kirim nya kalah telak oleh pasukan dan benteng
pertahanan kerajaan deli yang terkenal kuat. Lalu Sultan Aceh membuat sebuah
siasat licik , yaitu menembakkan meriam dengan peluru koin emas.

Dan siasat nya itu berhasil. Para prajurit sibuk mengutip koin-koin emas yang
berserakkan , di saat seperti itulah pasukan kerajaan Aceh menyerang kerajaan
Deli. Hasil nya kerajaan Deli kalah , namun Mambang Khayali tak terima dengan
kekalahan itu lalu merubah diri nya menjadi meriam dan menembakkan peluru
dengan gencar ke arah musuh.

Karena terlalu lama menembak kan peluru , meriam jelmaan Mambang Khayali
menjadi sangat panas dan akhirnya putus terbelah Dua . Ujung mariam terlempar
jauh hingga ke perbatasan Aceh sedang kan pangkal nya masih bisa kita temui di
Istana Maimun Medan.

Melihat keadaan yang tidak menguntungkan ini , akhirnya kerajaan Deli mengaku
kalah, dan Putri Hijau di bawa oleh pasukan sultan Aceh. Mambang Jazid

25 | P a g e
memberi persyaratan kepada sultan Aceh untuk tidak menyentuh Putri hijau
sampai tiba di kerajaan Aceh dan memasukkan putri hijau kedalam peti kaca yang
telah di siap kan mambang Jazid , lalu saat tiba di daerah Jambu Air , putri hijau di
suruh abang nya untuk membakar menyan dan menabur kan beras dan telur ke
sungai lalu menyebutkan nama abang nya Mambang Jazid sebanyak 3 kali.
Persyaratan itu pun di terima oleh sultan Aceh karna menurut nya itu hal yang
mudah.

Lalu pergi lah sultan Aceh beserta rombongan pasukan nya menggunakan kapal
berlayar di Sungai Deli (dahulu sungai Deli bisa di layari kapal) dan Putri Hijau di
masuk kan ke dalam peti kaca.

Saat tiba di daerah Jambu Air , putri hijau keluar dari peti kaca , lalu mengerjakan
amanat yang di berikan abang nya kepada nya , yaitu menabur beras dan telur di
sungai Deli lalu membakar menyan dan menyebut nama mambang Jazid 3 kali.
''Mambang Jazid , Mambang Jazid ; mambang , Jazid , datang lah abangku ,
selamat kan lah adik mu ini dari genggaman sultan Aceh''.

Tiba-tiba air sungai deli yang tadi nya tenang berubah bergemuruh , langit
menjadi gelap seolah mau turun badai, dan petir menyambar saling bersahutan.
Saat seperti itu , Putri Hijau kembali masuk ke dalam peti kaca.Tak lama muncul
seekor naga dari sungai deli yang tak lain adalah jelmaan Mambang Jazid. Naga
itu mengamuk dan menghancurkan kapal rombongan sultan aceh .

Peti kaca yang berisi Putri Hijau terlempar ke sungai deli dan terapung-apung.
Lalu naga jelmaan Mambang Jazid memasukan peti kaca berisi Putri Hijau ke
dalam mulut nya dan membawa pergi ke laut .

Sampai sekarang tidak ada yang tau , apa kah putri hijau masih hidup sebagai
manusia.

Lagenda ini sampai sekarang masih dikenal dikalangan orang-orang Deli dan
malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia. Di Deli Tua masih terdapat
reruntuhan benteng dari Putri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedangkan sisa
meriam, penjelmaan abang Putri Hijau, dapat dilihat di halaman Istana Maimoon,
Medan hingga saat ini.

26 | P a g e
 Kisah Ande-Ande Lumut (Cerita Rakyat Jawa Timur)

Dahulu kala, ada dua buah kerajaan, Kediri dan Jenggala. Kedua kerajaan itu
berasal dari sebuah kerajaan yang bernama Kahuripan. Raja Erlangga membagi
kerajaan itu menjadi dua untuk menghindari perang saudara. Namun sebelum
meninggal raja Erlangga berpesan bahwa kedua kerajaan itu harus disatukan
kembali.
Maka kedua raja pun bersepakat menyatukan kembali kedua kerajaan dengan
menikahkan putera mahkota Jenggala, Raden Panji Asmarabangun dengan puteri
Kediri, Dewi Sekartaji.
Ibu tiri Sekartaji, selir raja Kediri, tidak menghendaki Sekartaji menikah dengan
Raden Panji karena ia menginginkan puteri kandungnya sendiri yang nantinya
menjadi ratu Jenggala. Maka ia menyekap dan menyembunyikan Sekartaji dan
ibunya.
Pada saat Raden Panji datang ke Kediri untuk menikah dengan Sekartaji, puteri itu
sudah menghilang. Raden Panji sangat kecewa. Ibu tiri Sekartaji membujuknya
untuk tetap melangsungkan pernikahan dengan puterinya sebagai pengganti
Sekartaji, namun Raden Panji menolak.
Raden Panji kemudian berkelana. Ia mengganti namanya menjadi Ande-Ande
Lumut. Pada suatu hari ia tiba di desa Dadapan. Ia bertemu dengan seorang janda
yang biasa dipanggil Mbok Randa Dadapan. Mbok Randa mengangkatnya sebagai
anak dan sejak itu ia tinggal di rumah Mbok Randa.
Ande-Ande Lumut kemudian minta ibu angkatnya untuk mengumumkan bahwa ia
mencari calon isteri. Maka berdatanganlah gadis-gadis dari desa-desa di sekitar
Dadapan untuk melamar Ande-Ande Lumut. Tak seorangpun ia terima sebagai
isterinya.
Sementara itu, Sekartaji berhasil membebaskan diri dari sekapan ibu tirinya. Ia
berniat untuk menemukan Raden Panji. Ia berkelana hingga tiba di rumah seorang
janda yang mempunyai tiga anak gadis, Klething Abang, Klething Ijo dan si
bungsu Klething Biru. Ibu janda menerimanya sebagai anak dan diberi nama
Klething Kuning.
Klething Kuning disuruh menyelesaikan pekerjaan sehari-hari dari membersihkan
rumah, mencuci pakaian dan peralatan dapur. Pada suatu hari karena kelelahan
Klething Kuning menangis. Tiba-tiba datang seekor bangau besar. Klething
Kuning hampir lari ketakutan. Namun bangau itu berkata, “Jangan takut, aku
datang untuk membantumu.”
Bangau itu kemudian mengibaskan sayapnya dan pakaian yang harus dicuci
Klething Kuning berubah menjadi bersih. Peralatan dapur juga dibersihkannya.
Setelah itu bangau terbang kembali.
Bangau itu kembali setiap hari untuk membantu Klething Kuning. Pada suatu hari
bangau menceritakan tentang Ande-Ande Lumut kepada Klething Kuning dan
menyuruhnya pergi melamar.
Klething Kuning minta ijin kepada ibu angkatnya untuk pergi ke Dadapan. Ibunya
mengijinkan ia pergi bila pekerjaannya sudah selesai. Ia pun sengaja menyuruh
Klething Kuning mencuci sebanyak mungkin pakaian agar ia tidak dapat pergi.
27 | P a g e
Sementara itu ibu janda mengajak ketiga anak gadisnya ke Dadapan untuk
melamar Ande-Ande Lumut. Di perjalanan mereka tiba di sebuah sungai yang
sangat lebar. Tidak ada jembatan atau perahu yang melintas. Mereka kebingungan.
Lalu mereka melihat seekor kepiting raksasa menghampiri mereka.
“Namaku Yuyu Kangkang. Kalian mau kuseberangkan?”
Mereka tentu saja mau.
“Tentu saja kalian harus memberiku imbalan.”
“Kau mau uang? Berapa?” tanya ibu janda.
“Aku tak mau uangmu. Anak gadismu cantik-cantik. Aku mau mereka
menciumku.’
Mereka terperanjat mendengar jawaban Yuyu Kangkang. Namun mereka tidak
mempunyai pilihan lain. Akhirnya mereka setuju. Kepiting raksasa itu
menyeberangkan mereka satu persatu dan mereka pun memberikan ciuman
sebagai imbalan.
Sesampainya di rumah mbok Randa, mereka minta bertemu dengan Ande-Ande
Lumut.
Mbok Randa mengetuk kamar Ande-Ande Lumut, katanya, “Puteraku, lihatlah,
gadis-gadis cantik ini ingin melamarmu. Pilihlah satu sebagai isterimu.”
“Ibu,” sahut Ande-Ande Lumut, “Katakan kepada mereka, aku tidak mau
mengambil kekasih Yuyu Kangkang sebagai isteriku.”
Ibu Janda dan ketiga anak gadisnya terkejut mendengar jawaban Ande-Ande
Lumut. Bagaimana pemuda itu tahu bahwa mereka tadi bertemu dengan kepiting
raksasa itu? Dengan kecewa mereka pun pulang.
Di rumah, Klething Kuning sudah menyelesaikan semua tugasnya berkat bantuan
bangau ajaib. Bangau itu memberinya sebatang lidi.
Ketika ibu angkatnya kembali Klething Kuning sekali lagi meminta ijin untuk
pergi menemui Ande-Ande Lumut. Ibu angkatnya terpaksa mengijinkan, namun ia
sengaja mengoleskan kotoran ayam ke punggung Klething Kuning.
Klething Kuning pun berangkat. Tibalah ia di sungai besar. Kepiting raksasa itu
mendatanginya untuk menawarkan jasa membawanya ke seberang sungai.
“Gadis cantik, kau mau ke seberang? Mari kuantarkan,” kata Yuyu Kangkang
“Tidak usah, terima kasih” kata Klething Kuning sambil berjalan menjauh.
“Ayolah, kau tak perlu membayar,” Yuyu Kangkang mengejarnya.”Cukup sebuah
ci... Aduh!”
Klething Kuning mencambuk Yuyu Kangkang dengan lidi pemberian bangau.
Kepiting raksasa itu pun lari ketakutan.
Klething Kuning kemudian mendekati tepi air sungai dan menyabetkan lidinya
sekali lagi. Air sungai terbelah, dan ia pun bisa berjalan di dasar sungai sampai ke
seberang.
Klething Kuning akhirnya tiba di rumah Mbok Randa. Mbok Randa menerimanya
sambil mengernyitkan hidung karena baju Klething Kuning bau kotoran ayam. Ia
pun menyilakan gadis itu masuk lalu ia pergi ke kamar Ande-Ande Lumut.
“Ande anakku, ada seorang gadis cantik, tetapi kau tak perlu menemuinya.
Bajunya bau sekali, seperti bau kotoran ayam. Biar kusuruh ia pulang saja.”

28 | P a g e
“Aku akan menemuinya, Ibu,” kata Ande-Ande Lumut.
“Tetapi... ia...,” sahut Mbok Randa.
“Ia satu-satunya gadis yang menyeberang tanpa bantuan Yuyu Kangkang, ibu.
Ialah gadis yang aku tunggu-tunggu selama ini.”
Mbok Randa pun terdiam. Ia mengikuti Ande-Ande Lumut menemui gadis itu.
Klething Kuning terkejut sekali melihat Ande-Ande Lumut adalah tunangannya,
Raden Panji Asmarabangun.
“Sekartaji, akhirnya kita bertemu lagi,” kata Raden Panji.
Raden Panji kemudian membawa Dewi Sekartaji dan Mbok Randa Dadapan ke
Jenggala. Raden Panji dan Dewi Sekartaji pun menikah. Kerajaan Kediri dan
Jenggala pun dipersatukan kembali.

29 | P a g e
 Legenda Telaga Pasir (Jawa Timur)

Pada Suatu Hari di suatu tempat di daerah kaki Gunung lawu daerah Magetan
Jawa Timur hiduplah suami istri bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir, Mereka
adalah sepasang suami istri yang tinggal di sebuah gubung di tepi hutan. meskipun
terbuat dari kayu dan beratap dedaunan namun gubuk mungil itu sudah jukup
aman bagi kiyai Pasir dan istrinya. dari gangguan binatang liar dan panasnya terik
matahari, dinding gubuk itu terbuat dari kulit kayu yang di ikatkan pada sebuah
tiang kayu dengan menggunakan rotan. diantara dinding-dinding kayu itu diberi
sedikit celah sebagai ventilasi sehingga udara segar dapat keluar masuk kedalam
gubuk yg mereka tempati itu.
Kyai Pasir adalah seorang petani ladang dari hasil ladang itulah ia dan istrinya
bisa hidup, walaupun dengan hidup seadanya. ladang milik Kyai pasir terletak di
tepi hutan, tidak jauh dari tempat tinggalnya, suatu hari, lelaki tua yg mulai renta
itu berangkat keladang dengan mebawa sebuah kapak untuk membabat hutan dan
hendak membua ladang baru di dekat ladang miliknya. ketika hendak menebang
selah satu pohon besar, tiba-tiba Kyai Pasir melihat sebuah telur besa ter geletak
di bawah pohon yang hedak ia tebang itu.
Haaa... telur binatang apa ini gumamnya dengan heran dan kyai Pasir sangat
penasaran melihat telur besar itu. dan diambilah telur besar itu seraya diamatinya.
Ah... tidak mukin kalo telur ayam, mana mukin telur ayam sebesar ini lagi pula
tidak ada ayam di daerah ini''
Kyai pasir ia tidak mau memikirkan itu binatang apa, baginya, itu adalah lauk
makan siang oleh karnanya ia pun bergegas membawa telur itu untuk lauk makan
siang ia dan istrinya.
Setelah sampai di rumah ia pun segera menyuruh istrinya, Bu'' tolong masakin
telur itu untuk lauk makan siang kita..'' ujar Kyai Pasir.
Wah, besar sekali telur ini, baru pertama kali ini aku melihat telur sebesar ini'' ujar
Nyai Pasir dengan heran saat menerima telur itu.. dari mana telur ini pak tanya
Nyai pasir pada suaminya.
Kyai pasir pun bercerita bagaimana ia menemukan telur itu, setelah itu ia pun
kembali meminta untuk segera memasak telur itu karena sudah kelaparan, ia juga
tidak sabar ingin segera menyantap telur itu.
ini telur binatang apa pak'' tanya istrinya.
Sudah lah Bu, tidak usah banyak tanya ujar kyai pasir mulai kesel, cepatlah masak
telur itu perutku sudah keroncongan.!
Nyai Pasir pun segera kedapur untuk segera memasak telur itu, smbil menunggu
telur matang, Kyai pasir pun sambil berabah tubuhnya sejenak karena merasa
kecapekan, tak berapa lama isterinya pun selalsai memasak telurnya.
Pak hidangan makan siang telah siap, kita makan dulu, ujar Nyi Pasir.
Kyai pasir pun beranjak dari tidurnya, ia dan isterinya pun segera menyantap telur
itu dengan lahap,
telur rebus itu pun mereka bagi dua sama rata, usai makan siang ia pun kembali
kehutan untuk melanjutkan pekerjaannya, ditengah perjalanan ia pun masih
merasakan nikmatnya telur rebus tadi, setelah sesampai diladang, sekujur

30 | P a g e
tubuhnya kaku dan merasa kesakitan.

aduhhh.. kenapa sekujur tubuhku merasa sakit seperti ini'' ratap Kyai Pasir.
semakin lama rasa sakit ditubuhnya semakin menjadi-jadi, Kyai pasir pun tidak
kuat menahan rasa sakit itu sehingga rebah ketanah dan berguling-guling kesana
kemari, selang beberapa saat kemudian tubuhnya berubah menjadi seekor ular
naga besar, sungutnya sangat tajam dan keras Kyai pasir yg berubah menjadi
seekor naga jantan pun terus berguling-guling tanpa henti.
pada saat yg bersamaan Nyai Pasir yg berada di rumah pun mengalami nasib yg
sama.
rupanya telur yg telah makan tadi adalah sebuah telur naga, Nyai pasir yg telah
merasa kan kesakitan pun segera berlari keladang untuk minta tolong kepada
suaminya. alangkah terkejutnya setelah ia tiba diladang, ia mendapati suaminya yg
telah berubah menjadi naga yg sangat menakutkan, ia pun segera berlari merasa
ketakutan, namun karena tidak sanggup lagi menahan rasa sakit di sekujur
tubuhnya Nyai pasir pun ahirnya rebah dan berguling-guling ditanah, tak lama
kemudian hingga ahirnya sekujur tubuhnya di tumbuhi sisik dan menjadi naga
betina.
kedua naga berguling-guling sehingga tanah disekitarnya berserakan dan
membentuk cekung seperti habis digali, lama kelamaan cekungan tanah itu pun
menjadi luas dan dalam. kemudian muncul sebuah semburan air yang deras dari
dasar cekungan itu hingga memenuhi cekungan tersebut semakin deras air yang
menyembur dari dasar cekungan, dan ahirnya menjadi sebuah telaga,

oleh masarakat setemat, telaga itu dinamakan telaga pasit yaitu diambil dari nama
Kyai dan Nyai Pasir, namun karena lokasinya di sebuah Kelurahan Sarangan
telaga ini bisa disebut telaga sarangan.

31 | P a g e
 REOG PONOROGO ( Jawa Timur)
Dewi Sanggalangit, putri Raja Kediri tampak berduka. Ia bingung memilih siapa
yang tepat menjadi suaminya. Sementara, puluhan raja menantikan kepastian dari
sang Dewi.
Sore itu datang dua pelamar lagi. Mereka adalah Patih Iderkala dan Patih Bujang
Ganong. Patih Iderkala melamarkan Raja Singabarong dari kerajaan Ladoya,
Blitar. Patih Bujang Ganong mewakili Raja Kelana Suwandana dari Kerajaan
Wengker, Ponorogo.
"Kali ini kau harus bisa menentukan pilihanmu. Kedua raja itu amat sakti. Mereka
akan menyerang kita kalau mereka kau buat malu," nasehat ayah Dewi
Sanggalangit.
"Beri hamba waktu sepuluh hari Ayahanda, agar hamba bisa menimbang dengan
bijaksana," sahut Dewi Sanggalangit.
"Baik. Janjimu itu akan Ayah teruskan kepada raja pelamarmu," ujar ayah Dewi
Sanggalangit lega.
Dewi Sanggalangit masuk ke kamarnya. Ia bersemedi dengan khidmat. Ketika
genap sepuluh hari, Dewi Sanggalangit memperoleh bimbingan dari Dewata. Ia
lalu menghadap ayahnya.
"Bagaimana, anakku? Siapakah pilihanmu? Tanya ayah Dewi Sanggalangit
dengan sedikit tegang.
"Hamba belum bisa menentukan sekarang, Ayah, sebab Hamba punya beberapa
syarat untuk calon suami hamba itu," Jawab Dewi Sanggalangit.
"Cepat sebutkan syaratmu itu!' seru ayah Dewi Sanggalangit penasaran.
"Pertama calon suamiku harus bisa menyediakan 144 kuda kembar yang
ditunggangi oleh pemuda-pemuda rupawan.
Kedua; Ia harus membawa seekor binatang berkepala dua.
Ketiga; Ia harus bisa menyajikan sebuah tontonan menarik yang belum pernah
disaksikan orang," jelas Dewi Sanggalangit.
"Hm, aneh sekali permintaanmu itu, Sanggalangit. Akan tetapi, aku akan
menyampaikannya kepada mereka." kata Ayah Dewi Sanggalangit.
"Terima kasih, Ayah." Raja Kediri mengumpulkan para pelamar Dewi
Sanggalangit di balairung istana. Ia menyampaikan keinginan putrinya. Para raja
nampak putus asa, karena merasa tak sanggup memenuhi syarat yang diajukan
Dewi Sanggalangit. Namun, tidak demikian dengan Patih Iderkala dan Patih
Bujang Ganong.
Patih Iderkala cepat kembali ke Blitar. Lalu, ia segera menghadap Raja
Singabarong. Raja Singabarong amat sakti. Wajahnya amat menyeramkan. Ia
adalah manusia yang berwajah harimau.
Di bahu Raja Singabarong bertengger seekor burung merak. Burung cantik ini
tadinya milik patih Iderkala. Kemudian, oleh Iderkala burung sakti itu
dihadiahkan kepada Raja Singabarong, karena Raja Singabarong telah berbaik hati
mengangkatnya menjadi patih Kerajaan Lodaya.
Sebaliknya, Raja Singabarong merasa beruntung mendapat burung merak itu.
Selain sakti, burung itu pintar mencari kutu di rambut raja yang berkepala harimau
itu. Ya, banyak kutu! Ini memang merupakan penyakit yang meresahkan Raja
Singabarong. Namun berkat burung merak mematuki kutu-kutu di rambutnya,
penderitaan Singabarong menjadi agak ringan. Kepalanya serasa dipijit-pijit kalau
burung itu sedang mematuki kutu-kutu di rambutnya.
"Apakah lamaranku diterima, Iderkala?" tanya Raja Singabarong.
"Pelamar Dewi Sanggalangit banyak sekali, Gusti. Ia mengajukan tiga syarat
untuk calon suaminya," lapor Patih Iderkala. Lalu Patih Iderkala menyebutkan

32 | P a g e
ketiga syarat itu.
"Dari semua pelamar Dewi Sanggalangit , siapa yang merupakan saingan
terberatku?" tanya Raja Singabarong pongah.
"Raja Kelana Suwandana dari Kerajaan Wengker, Gusti. Ia terkenal sakti
mandraguna!" jawab Patih Iderkala.
"Hm, Kelana Suwandana memang sakti. Apakah kau sudah mengatur siasat untuk
mengalahkannya?" tanya Raja Singabarong ingin tahu.
"Hamba akan menyebar mata-mata ke Kerajaan Wengker. Bila Raja Kelana
Suwandana berhasil memenuhi ketiga syarat itu. Hamba akan merampasnya di
tengah jalan," jelas Patih Iderkala licik.
"Bagus! Lakukan siasatmu itu, Iderkala!" ujar Raja Singabarong senang.
Patih Iderkala berpamitan. Ia segera bertindak. Ia dan beberapa orang prajurit
menyamar menjadi pedagang keliling. Kemudian, mereka berangkat menuju
Kerajaan Wengker.
Sementara itu, Raja Kelana Suwandana sedang mempersiapkan diri. Ia dibantu
oleh Patih Bujang Ganong yang setia. Berkat kesaktiannya, seratus empat puluh
empat kuda kembar siap dipersembahkan untuk sang Dewi.
Hal itu akhirnya diketahui Patih Iderkala. ""Raja Kelana Suwandana memang
benar-benar sakti!" gumam Patih Iderkala kagum.
Sialnya, dua anak buah Patih Iderkala tertangkap. Lodra dan Ardawalika dibawa
menghadap Raja Kelana Suwandana. Berkali-kali Raja bertanya kepada kedua
utusan Kerajaan Lodaya itu. Namum, mereka tetap membungkam.
"Cambuk mereka! Jangan berhenti sebelum mereka mau mengaku siapa dirinya!"
perintah Raja Kelana Suwandana pada algojo.
Lodra dan Ardawalika sangat menderita. Akan tetapi mereka tetap tak mau
mengaku. Lama-lama Ardawalika berteriak,"Hentikan! Aku akan mengaku!"
"Cepat katakan siapa kamu!" bentak algojo.
"Jangan,Ardawalika! Bukankah kau seorang prajurit sejati?" bujuk Lodra
mengingatkan.
"Aku sudah tidak tahan Lodra, maafkan aku!" sahut Ardawalika. Lalu, ia berkata
pada Raja Kelana Suwandana," Hamba berasal dari Kerajaan Lodaya, Gusti!"
"Kenapa kau memata-matai aku?" tanya Raja Kelana Suwandana.
"Kami ditugaskan untuk mengetahui persiapan Gusti dalam rangka peminangan
Dewi Sangalangit," tutur Ardawalika.
"Cuma itu?" bentak Raja Kelana Suwandana.
Ardawalika mengangguk. Raja Kelana Suwandana pun berteriak lantang,"Algojo!
cambuk dia sampai mau mengaku lagi.
"Tunggu...! Kami juga disuruh merampas kuda-kuda kembar dan binatang
berkepala dua milik Paduka. Oh, saya telah mengatakan semuanya. Tolong
bebaskan saya, Gusti ...!" rengek Ardawalika.
"Sayang sekali aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu, Ardawalika. Aku
benci pada kelakuanmu. Kau adalah seorang pengecut hina. Cis! Aku jijik
melihatmu!" Raja Kelana Suwandana kemudian berkata pada Algojo," penjarakan
dia seumur hidup.!"
Raja Kelana Suwandana lalu menghampiri Lodra. "Aku kagum pada keteguhan
hatimu. Kubebaskan kau meskipun sebenarnya kau adalah musuhku!'
"Terima kasih, Gusti!" jawab Lodra girang. Lalu, ia bergegas pulang ke Blitar.
Ternyata, Patih Iderkala pun bernasib sial. Ia dihadang Patih Bujang Ganong di
perbatasan Kerajaan Wengker. Kedua patih itu saling berhadapan. Mereka lau
mengadu kesaktian. Dalam pertarungan itu, Patih Iderkala terbunuh oleh keris
Patih Bujang Ganong.

33 | P a g e
Sementara itu, Raja Singabarong tak sabar menunggu kedatangan Patih Iderkala.
Lalu ia menyusul ke Kerajaan Wengker. Ia amat marah sewaktu menemukan
mayat Patih Iderkala. Lalu, ia menantang Patih Bujang Ganong, "Keparat! kau
telah membunuh Patihku ! Ayo sekarang lawan aku, Bujang Ganong!"
Pertarungan antara Raja Singabarong dan Patih Bujang Ganong berlangsung tidak
seimbang. Raja Singabarong jauh lebih sakti dibading Patih Bujang Ganong.
Ketika Patih Bujang Ganong nyaris kalah, tiba-tiba Raja Kelana Suwandana
muncul di situ.
"Mundur, Bujang Ganong! dia bukan tandinganmu!" seru Raja Kelana
Suwandana. Lalu Raja Kelana Suwandana berkata marah,"kau sungguh tak tahu
malu, Singabarong! kau utus orang-orangmu untuk merampas milikku, Cis!
Langkahi dulu mayatku sebelum kaujalankan niatmu!"
"Bedebah ....! teriak Raja Singabarong dengan muka merah padam."Ayo kita
bertarung !"
Kedua raja itu saling mengadu kesaktian. Beberapa jurus kemudian, Raja
Singabarong kelihatan semakin lamban gerakannya. Hal itu disebabkan oleh kutu-
kutu di kepalanya yang mulai beraksi, sehingga ia tak bisa memusatkan pikiran.
"Kutu sialan! Lebih baik aku lari daripada dikalahkan Kelana Suwandana!' umpat
Raja Singabarong. Lalu, secepat kilat ia memacu kudanya pulang ke Blitar.
"Dasar pengecut! Kuhabisi nyawamu kalau sempat bertarung lagi!" teriak Raja
Kelana Suwandana bersumpah. Lalu ia memacu dan diam-diam mengikuti Raja
Singabarong ke Blitar.
Setibanya di istana, Raja Singabarong segera memerintahkan burung merak untuk
mencari kutu di rambutnya.
"Ayo terus! Ayo terus!' teriak Raja Singabarong keenakan. Tiba-tiba sesosok
bayangan muncul di belakang Raja Singabarong. Ternyata ia adalah Raja Kelana
Suwandana.
"Hm, mungkin inilah binatang berkepala dua yang diinginkan Dewi
Sanggalangit," gumam Raja Kelana Suwandana ketika melihat burung merak itu
sedang mematuki kutu-kutu di rambut Raja Singabarong.
Raja Kelana Suwandana mengheningkan cipta. Ia memohon kekuatan dari dewata.
"Jadilah kau binatang berkepala dua, Singabarong!" kutuk Raja Kelana
Suwandana.
Tiba-tiba, tubuh burung merak itu menyatu di bahu Raja Singabarong, sehingga
manusia berkepala harimau itu seolah-olah berkepala dua. Kepalanya yang satu
adalah kepala burung merak itu!
"Kurang ajar! Kubunuh kau ....!" pekik Raja Singabarong marah. Ia menyerang
Raja Kelana Suwandana. Dengan gesit Raja Kelana Suwandana menangkisnya.
Lalu ia mengeluarkan cemeti saktinya. "Daar....darr....!" Cemeti itu menghajar
tubuh Raja Singabarong hingga ia berguling-guling di tanah.
Ajaib! Sekujur tubuh Raja Singabarong seketika berubah menjadi binatang.
Binatang berkepala dua!
Beberapa hari kemudian, Raja Kelana Suwandana pergi ke Kerajaan Kediri. Ia
hendak melamar Dewi Sanggalangit. Iring-iringan panjang terlihat di belakang
kudanya. Seratus empat puluh empat kuda ekor kuda kembar yang ditunggangi
pemuda-pemuda rupawan. Nampak pula sekelompok penari dan seekor binatang
berkepala dua, yang tak lain adalah jelmaan Raja Singabarong.
Raja Kelana Suwandana disambut dengan meriah oleh seluruh rakyat Kediri.
Kemudian ia dinikahkan dengan Dewi Sanggalangit. Untuk meramaikan upacara
pernikahan itu, di alun-alun Kediri diadakan tari-tarian yang diiringi dengan
berbagai tetabuhan. Tontonan itu kemudian dinamai reog. Karena asal reog dari
Ponorogo maka reog itu disebut Reog Ponorogo.

34 | P a g e
 Legenda Gunung Bromo - Suku Tengger (Jawa Timur)

Dikisahkan zaman dulu hidup pasang muda suami istri di suatu dusun. Sang istri
akhirnya hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan. Anehnya, bayi
perempuan ini sewaktu dilahirkan tidaklah menangis, sehingga kedua orang
tuanya memberinya nama: Roro Anteng yang berarti perempuan yang tenang atau
diam.
Waktu pun berlalu hingga Roro Anteng tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita.
Kecantikannya terkenal di kalangan para jejaka saat itu. Tak terkecuali seorang
sakti mandraguna bernama Kiai Bima. Berbekal kebringasannya alias
kesaktiannya, Kiai Bima mendatangi Roro Anteng untuk melamarnya disertai
ancaman. Lamaran tersebut harus diterima, jika tidak ia akan membuat dusunnya
binasa.
Sebenarnya Roro Anteng merasa berat hati menerima lamaran tersebut. Namun, ia
terpaksa menerimanya demi menyelamatkan dusunnya. Dan ia memiliki sebuah
rencana untuk menggagalkan lamaran tersebut. Ya, Roro Anteng mensyaratkan
kepada Kiai Bima jika ingin lamarannya diterima maka harus membuatkan sebuah
danau dalam tempo satu malam.
Karena tak ingin kehilangan Roro Anteng, Kiai Bima menyanggupinya. Berbekal
batok kelapa Kiai Bima mulai mengeruk tanah untuk dijadikan danau. Dalam
waktu singkat, danau sudah tampak akan selesai. Roro Anteng yang telah bersiasat
kemudian meminta orang-orang dusun untuk memukul-mukul alu supaya hari
sudah terdengar pagi dan ayam mulai berkokok.
Kiai Bima segera sadar jika dirinya tidak berhasil menyelesaikan tantangan dari
Roro Anteng. Ia pun tidak bisa memaksakan lamarannya. Hatinya yang kesal
segera membanting batok kelapa yang dipegangnya kemudian meninggalkannya.
Bekas batok kelapanya kemudian menjadi Gunung Batok yang terletak di sebelah
Gunung Bromo. Sementara, bekas galiannya menjadi Segara Wedi (lautan pasir)
yang bisa dilihat sampai saat ini.
Roro Anteng pun akhirnya bertemu Joko Seger dan menikah. Selama bertahun-
tahun menikah mereka belum juga dikaruniai seorang anakpun. Akhirnya Joko
Seger berdoa kepada sang pencipta jika dikaruniai anak, dia bersedia
mengorbankan anaknya itu.
Doa Joko Seger dikabulkan. Roro Anteng dan Joko Seger pun dikaruniai beberapa
orang anak. Waktu berlalu sampai-sampai Joko Seger lupa dengan syarat doanya
dulu. Waktu tidur, Joko Seger mendapat bisikan untuk memenuhi janjinya.
Joko Seger sebenarnya tidak rela mengorbankan salah satu anaknya. Namun,
karena jika tidak dituruti akan terjadi bencana dan lagipula itu adalah janjinya
sendiri, maka ia menyampaikannya kepada anak-anaknya. Salah seorang di antara
anak-anak Joko Seger dan Roro Anteng pun bersedia untuk dikorbankan.
Hari H pun tiba. Keluarga Joko Seger menuju kawah Gunung Bromo seraya
membawa aneka hasil bumi untuk sesaji. Salah seorang anak Joko Seger yang
dikorbankan juga telah disiapkan. Bersama sesaji anak tersebut terjun ke kawah
Gunung Bromo tersebut.

35 | P a g e
Setelah janji tersebut dilaksanakan keluarga Joko Seger pun hidup bahagia di
sekitaran Gunung Bromo. Keturunan mereka menamai diri Suku Tengger - yang
berasal dari nama Roro Anteng dan Joko Seger.
Upacara pengorbanan anak-anak mereka masih bisa kita saksikan sampai
sekarang. Di bulan purnama tanggal 14 atau 15 bulan Kasodo (penanggalan Jawa)
dilakukan upacara Kasodo, di mana terdapat proses pelemparan sesaji ke kawah
Gunung Bromo.

36 | P a g e
 Legenda Rawa Pening (Cerita Dari Jawa Tengah)

Dahulu kala, warga desa Ngebel terkejut melihat seekor ular yang sangat besar.
Karena takut ular itu akan menyerang mereka, warga desa beramai-ramai
menangkap ular yang bernama Baru Klinting itu. Setelah tertangkap ular itu
dibunuh dan dagingnya disantap dalam sebuah pesta. Hanya satu warga desa yang
tidak mereka ajak menikmati pesta itu, yaitu seorang nenek tua miskin bernama
Nyai Latung.
Beberapa hari kemudian muncul seorang anak laki-laki berumur sekitar sepuluh
tahun. Ia tampak kumal dan tidak terawat, bahkan kulitnya pun ditumbuhi
penyakit. Anak itu mendatangi setiap rumah dan meminta makanan kepada warga
desa. Namun tak seorang pun memberinya makanan atau air minum. Mereka
malah mengusirnya dan mencaci makinya.
Akhirnya ia tiba di rumah yang terakhir, rumah Nyai Latung. Di depan rumah reot
itu Nyai Latung sedang menumbuk padi dengan lesung.
“Nenek,” kata anak itu, “Saya haus. Boleh minta air, nek?”
Nenek Latung mengambil segelas air yang diminum anak itu dengan lahap. Nyai
Latung memandangi anak itu dengan iba.
“Mau air lagi? Kau mau makan? Tapi nenek cuma punya nasi, tidak ada lauk.”
“Mau, nek. Nasi saja sudah cukup. Saya lapar,” sahut anak itu.
Nenek segera mengambilkan nasi dan sisa sayur yang ada. Ia juga mengambilkan
air lagi untuk anak itu, Anak itu makan dengan lahap, hingga tidak sebutir nasipun
tersisa.
“Siapa namamu, nak? Di mana ayah ibumu?”
“Namaku Baru Klinting. Ayah dan ibu sudah tiada.”
“Kau tinggal saja di sini menemani nenek,”
“Terima kasih, nek. Tapi saya pergi saja. Orang-orang di sini jahat, nek. Hanya
nenek saja yang baik hati kepadaku.”
Baru Klinting kemudian bercerita tentang warga desa yang tidak ramah
kepadanya. Kemudian, ia pun pamit. Sebelum pergi, ia berpesan kepada Nyai
Latung.
“Nek, nanti jika nenek mendengar suara kentongan, nenek naiklah ke atas lesung.
Nenek akan selamat.”
Meskipun tidak mengerti maksud Baru Klinting, Nyai Latung mengiyakan saja.
Baru Klinting masuk ke desa lagi. Ia mendatangi anak-anak yang sedang bermain.
Ia mengambil sebatang lidi lalu menancapkannya di tanah. Lalu ia memanggil
anak-anak.
“Ayo... siapa yang bisa mencabut lidi ini?”
Anak-anak mengejek Baru Klinting namun ketika satu per satu mereka mencoba
mencabut lidi, tak ada yang berhasil. Mereka pun memanggil anak-anak yang
lebih besar. Semua mencoba, semua gagal. Orang-orang dewasa pun berkumpul
dan mencoba mencabut lidi. Tetap tidak ada yang berhasil.
Akhirnya Baru Klinting sendiri yang mencabut sendiri lidi itu. Dari lubang di
tanah bekas menancapnya lidi memancar air yang makin lama makin banyak dan
makin deras. Orang-orang berlarian kalang kabut, Salah seorang membunyikan
kentongan sebagai tanda bahaya. Namun air cepat menjadi banjir dan
menenggelamkan seluruh desa.
Nyai Latung mendengar bunyi kentongan di kejauhan, Ia teringat pesan Baru
Klinting dan segera naik ke atas lesung. Baru ia duduk di dalam lesung, air sudah
datang dan makin tinggi. Lesung itu terapung-apung. Nyai Latung melihat para
tetangganya sudah mati tenggelam.
37 | P a g e
Setelah beberapa lama, air berhenti naik dan perlahan-lahan mulai surut. Lesung
Nyai Latung terbawa menepi sehingga ia dapat naik ke darat. Hanya ia yang
selamat dari banjir. Warga desa yang lain semuanya tewas.
Air tidak seluruhnya kering kembali namun meninggalkan genangan luas
berbentuk danau yang sekarang disebut Rawa Pening. Rawa Pening terletak di
daerah Ambarawa.
Rawa Pening luasnya 2670 hektare. Sekarang digunakan untuk pengairan dan budi
daya ikan selain juga menjadi tempat wisata. Enceng gondok yang memenuhi
permukaannya digunakan untuk bahan kerajinan dan keperluan lain. Sedangkan
air sungai Tuntang yang berhulu di danau itu digunakan untuk pembangkit listrik.
Namun sekarang Rawa Pening mengalami pendangkalan dan dikhawatirkan
lambat laun akan lenyap bila tetap dibiarkan seperti saat ini.

38 | P a g e
 Si Kabayan Cerita Rakyat Sunda Jawa Barat

Tersebutlah seorang lelaki di tanah Pasundan pada masa lampau. Si Kabayan


namanya. Ia lelaki yang pemalas namun memiliki banyak akal. Banyak akal pula
dirinya meski akalnya itu kerap digunakannya untuk mendukung kemalasannya.
Si Kabayan telah beristri. Nyi Iteung nama istrinya.
Pada suatu hari Si Kabayan disuruh mertuanya untuk mengambil siput-siput
sawah. Si Kabayan melakukannya dengan malas-malasan. Setibanya di sawah, ia
tidak segera mengambil siput-siput sawah yang banyak terdapat di sawah itu,
melainkan hanya duduk-duduk di pematang sawah.
Lama ditunggu tidak kembali, mertua Si Kabayan pun menyusul ke sawah.
Terperanjatlah ia mendapati Si Kabayan hanya duduk di pematang sawah.
"Kabayan! Apa yang engkau lakukan? Mengapa engkau tidak segera turun ke
sawah dan mengambil tutut-tutut (Siput) itu?"
"Abah-abah (Bapak), aku takut turun ke sawah karena sawah ini sangat dalam.
Lihatlah, Bah, begitu dalamnya sawah ini hingga langit pun terlihat di dalamnya,"
jawab Si Kabayan.
Mertua Si Kabayan menjadi geram. Didorongnya tubuh Si Kabayan hingga
menantunya itu terjatuh ke sawah.
Si Kabayan hanya tersenyum-senyum sendiri seolah tidak bersalah. "Ternyata
sawah ini dangkal ya, Bah?" katanya dengan senyum menyebalkannya. Ia pun
lantas mengambil siput-siput sawah yang banyak terdapat di sawah itu.
Pada hari yang lain mertua Si Kabayan menyuruh Si Kabayan untuk memetik
buah nangka yang telah matang. Pohon nangka itu tumbuh di pinggir sungai dan
batangnya menjorok di atas sungai. Si Kabayan sesungguhnya malas untuk
melakukannya. Hanya setelah mertuanya terlihat marah, Si Kabayan akhirnya
menurut. Ia memanjat batang pohon. Dipetiknya satu buah nangka yang telah
masak. Sayang, buah nangka itu terjatuh ke sungai. Si Kabayan tidak buru-buru
turun ke sungai untuk mengambil buah nangka yang terjatuh. Dibiarkannya buah
nangka itu hanyut.
Mertua Si Kabayan terheran-heran melihat Si Kabayan pulang tanpa membawa
buah nangka. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan raut wajah jengkel. "Mana
buah nangka yang kuperintahkan untuk dipetik?"
Dengan wajah polos seolah tanpa berdosa, Si Kabayan menukas, "Lho? Bukankah
buah nangka itu tadi telah kuminta untuk berjalan duluan? Apakah buah nangka
itu belum juga tiba?"
"Bagaimana maksudmu, Kabayan?"
"Waktu kupetik, buah nangka itu jatuh ke sungai. Rupanya ia ingin berjalan
sendirian. Maka, kubiarkan ia berjalan dan kusebutkan agar ia lekas pulang ke
rumah. Kuperingatkan pula agar ia segera membelok ke rumah ini. Dasar nangka
tua tak tahu diri, tidak menuruti perintahku pula!"
"Ah, itu hanya alasanmu yang mengada-ada saja, Kabayan!" mertua Si Kabayan
bersungut-sungut. "Bilang saja kalau kamu itu malas membawa nangka itu ke
rumah!"
Si Kabayan hanya tertawa-tawa meski dimarahi mertuanya.
Pada waktu yang lain mertua Si Kabayan mengajak menantunya yang malas lagi
bodoh itu untuk memetik kacang koro di kebun. Mereka membawa karung untuk
tempat kacang koro yang mereka petik. Baru beberapa buah kacang koro yang
dipetiknya, Si Kabayan telah malas untuk melanjutkannya. Si Kabayan
mengantuk. Ia pun lantas tidur di dalam karung.

39 | P a g e
Ketika azan Dhuhur terdengar, mertua Si Kabayan menyelesaikan pekerjaannya.
Ia sangat keheranan karena tidak mendapati Si Kabayan bersamanya. "Dasar
pemalas!" gerutunya. "Ia tentu telah pulang duluan karena malas membawa
karung berisi kacang koro yang berat!"
Mertua Si Kabayan terpaksa menggotong karung berisi Si Kabayan itu kembali ke
rumah. Betapa terperanjatnya ia saat mengetahui isi karung yang dipanggulnya itu
bukan kacang koro, melainkan Si Kabayan!
"Karung ini bukan untuk manusia tapi untuk kacang koro!" omel mertua Si
Kabayan setelah mengetahui Si Kabayan lah yang dipanggulnya hingga tiba di
rumah.
Keesokan harinya mertua Si Kabayan kembali mengajak menantunya itu untuk ke
kebun lagi guna memetik kacang-kacang koro. Mertua Si Kabayan masih jengkel
dengan kejadian kemarin. Ia ingin membalas dendam pada Si Kabayan. Ketika Si
Kabayan sedang memetik kacang koro, dengan diam-diam mertua Si Kabayan
masuk ke dalam karung dan tidur. Ia ingin Si Kabayan memanggulnya pulang
seperti yang diperbuatnya kemarin.
Adzan Dhuhur terdengar dari surau di kejauhan. Si Kabayan menghentikan
pekerjaannya. Dilihatnya mertuanya tidak bersamanya. Ketika ia melihat ke dalam
karung, ia melihat mertuanya itu tengah tertidur. Tanpa banyak bicara, Si Kabayan
lantas mengikat karung itu dan menyeretnya.
Terperanjatlah mertua Si Kabayan mendapati dirinya diseret Si Kabayan. Ia pun
berteriak-teriak dari dalam karung, "Kabayan! Ini Abah! Jangan engkau seret
Abah seperti ini!"
Namun, Si Kabayan tetap saja menyeret karung berisi mertuanya itu hingga tiba di
rumah. Katanya seraya menyeret, "Karung ini untuk tempat kacang koro, bukan
untuk manusia.”
Karena kejadian itu mertua Si Kabayan sangat marah kepada Si Kabayan. Ia
mendiamkan Si Kabayan. Tidak mau mengajaknya berbicara dan bahkan
melengoskan wajah jika Si Kabayan menyapa atau mengajaknya bicara. Ia terlihat
sangat benci dengan menantunya yang malas lagi banyak alasan itu.
Si Kabayan menyadari kebencian mertuanya itu kepadanya. Bagaimanapun juga
ia merasa tidak enak diperlakukan seperti itu. Ia lantas mencari cara agar
mertuanya tidak lagi membenci dirinya. Ditemukannya cara itu. Ia pun bertanya
pada istrinya perihal nama asli mertuanya.
"Mengetahui nama asli mertua itu pantangan, Akang!" kata Nyi Iteung
memperingatkan. "Bukankah Akang sudah tahu masalah ini?"
Si Kabayan berusaha membujuk. Disebutkannya jika ia hendak mendoakan
mertuanya itu agar panjang umur, selalu sehat, murah rejeki, dan jauh dari segala
mara bahaya. "Jika aku tidak mengetahui nama Abah, bagaimana nanti jika doaku
tidak tertuju kepada Abah dan malah tertuju kepada orang lain?"
Nyi Iteung akhirnya bersedia memberitahu jika suaminya itu berjanji untuk tidak
menyebarkan rahasia itu. katanya, "Nama Abah yang asli itu Ki Nolednad. Ingat,
jangan sekali-kali engkau sebutkan nama Abah itu kepada siapa pun!"
Setelah mengetahui nama ash mertuanya, Si Kabayan lantas mencari air enau
yang masih mengental. Diambilnya pula kapuk dalam jumlah yang banyak. Si
Kabayan menuju lubuk, tempat mertuanya itu biasa mandi. Ia lantas membasahi
seluruh tubuhnya dengan air enau yang kental dan menempelkan kapuk di sekujur
tubuhnya. Si Kabayan kemudian memanjat pohon dan duduk di dahan pohon
seraya menunggu kedatangan mertuanya yang akan mandi.
Ketika mertuanya sedang asyik mandi, Si Kabayan lantas berseru dengan suara
yang dibuatnya terdengar lebih berat, "Nolednad! Nolednad!"

40 | P a g e
Mertua Si Kabayan sangat terperanjat mendengar namanya dipanggil. Seketika ia
menatap arah sumber suara pemanggilnya, kian terperanjatlah ia ketika melihat
ada makhluk putih yang sangat menyeramkan pada pandangannya. "Si siapa engk
... engkau itu?" tanyanya terbata-bata.
"Nolednad, aku ini Kakek penunggu lubuk ini." kata Si Kabayan. "Aku
peringatkan kepadamu Nolednad, hendaklah engkau menyayangi Kabayan karena
ia cucu kesayanganku. Jangan berani-berani engkau menyia-nyiakannya. Urus dia
baik-baik. Urus sandang dan pangannya. Jika engkau tidak melakukan pesanku
ini, niscaya engkau tidak akan selamat!"
Mertua Si Kabayan sangat takut mendengar ucapan 'Kakek penunggu lubuk' itu.Ia
pun berjanji untuk melaksanakan pesan 'Kakek penunggu lubuk' itu.
Sejak saat itu mertua Si Kabayan tidak lagi membenci Si Kabayan. Disayanginya
menantunya itu. Dicukupinya kebutuhan sandang dan pangan Si Kabayan.
Bahkan, dibuatkannya pula rumah, meski kecil, untuk tempat tinggal menantunya
tersebut.
Setelah mendapatkan perlakuan yang sangat baik dari mertuanya, Si Kabayan juga
sadar akan sikap buruknya selama itu. Ia pun mengubah sikap dan perilakunya. Ia
tidak lagi malas-malasan untuk bekerja. Ia pun bekerja sebagai buruh.
Kehidupannya bersama istrinya membaik yang membuat istrinya itu bertambah
sayang kepadanya. Si Kabayan juga bertambah sayang kepada Nyi Iteung seperti
sayangnya kepada mertuanya yang tetap baik perlakuan terhadapnya. Mertuanya
tetap menyangka Si Kabayan sebagai cucu 'Kakek penunggu lubuk'. Ki Nolednad
sangat takut untuk memusuhi atau menyia-nyiakan Si Kabayan karena takut tidak
akan selamat dalam hidupnya seperti yang telah dipesankan 'Kakek penunggu
lubuk'!

41 | P a g e
 Cerita Rakyat – Nyai Anteh Sang Penunggu Bulan Cerita Rakyat dari
Jawa Barat

Pada jaman dahulu kala di Jawa Barat ada sebuah kerajaan bernama kerajaan
Pakuan. Pakuan adalah kerajaan yang sangat subur dan memiliki panorama alam
yang sangat indah. Rakyatnya pun hidup damai di bawah pimpinan raja yang
bijaksana. Di dalam istana ada dua gadis remaja yang sama-sama jelita dan selalu
kelihatan sangat rukun. Yang satu bernama Endahwarni dan yang satu lagi
bernama Anteh. Raja dan Ratu sangat menyayangi keduanya, meski sebenarnya
kedua gadis itu memiliki status sosial yang berbeda. Putri Endahwarni adalah
calon pewaris kerajaan Pakuan, sedangkan Nyai Anteh adalah hanya anak seorang
dayang kesayangan sang ratu. Karena Nyai Dadap, ibu Nyai Anteh sudah
meninggal saat melahirkan Anteh, maka sejak saat itu Nyai Anteh dibesarkan
bersama putri Endahwarni yang kebetulan juga baru lahir. Kini setelah Nyai
Anteh menginjak remaja, dia pun diangkat menjadi dayang pribadi putri
Endahwarni.

“Kau jangan memanggilku Gusti putri kalau sedang berdua denganku,” kata putri.
“Bagiku kau tetap adik tercintaku. Tidak perduli satatusmu yang hanya seorang
dayang. Ingat sejak bayi kita dibesarkan bersama, maka sampai kapan pun kita
akan tetap bersaudara. Awas ya! Kalau lupa lagi kamu akan aku hukum!”
“Baik Gust…..eh kakak!” jawab Nyai Anteh.
“Anteh, sebenarnya aku iri padamu,” kata putri.
“Ah, iri kenapa kak. Saya tidak punya sesuatu yang bisa membuat orang lain iri,”
kata Anteh heran.
“Apa kau tidak tahu bahwa kamu lebih cantik dariku. Jika kamu seorang putri,
pasti sudah banyak pangeran yang meminangmu,” ujar putri sambil tersenyum.
“Ha ha ha.. kakak bisa saja. Mana bisa wajah jelek seperti ini dibilang cantik.
Yang cantik tuh kak Endah, kemarin saja waktu pangeran dari kerajaan sebrang
datang, dia sampai terpesona melihat kakak. Iya kan kak???” jawab Anteh dengan
semangat.
“Ah kamu bisa saja. Itu karena waktu itu kau memilihkan baju yang cocok
untukku. O ya kau buat di penjahit mana baju itu?” tanya putri.
“Eeee…itu…itu…saya yang jahit sendiri kak.” jawab Anteh.
“Benarkah? Wah aku tidak menyangka kau pandai menjahit. Kalau begitu lain
kali kau harus membuatkan baju untukku lagi ya. Hmmmm…mungkin baju
pengantinku?” seru putri.
“Aduh mana berani saya membuat baju untuk pernikahan kakak. Kalau jelek, saya
pasti akan dimarahi rakyat,” kata Anteh ketakutan.
“Tidak akan gagal! Kemarin baju pesta saja bisa…jadi baju pengantin pun pasti
bisa,” kata putri tegas.

Suatu malam ratu memanggil putri Endahwarni dan Nyai Anteh ke kamarnya.
“Endah putriku, ada sesuatu yang ingin ibu bicarakan,” kata ratu.
“Ya ibu,” jawab putri.
“Endah, kau adalah anakku satu-satunya. Kelak kau akan menjadi ratu
menggantikan ayahmu memimpin rakyat Pakuan,” ujar ratu. “Sesuai ketentuan
keraton kau harus memiliki pendamping hidup sebelum bisa diangkat menjadi
ratu.”
“Maksud ibu, Endah harus segera menikah?” tanya putri.
“ya nak, dan ibu juga ayahmu sudah berunding dan sepakat bahwa calon
pendamping yang cocok untukmu adalah Anantakusuma, anak adipati dari
42 | P a g e
kadipaten wetan. Dia pemuda yang baik dan terlebih lagi dia gagah dan tampan.
Kau pasti akan bahagia bersamanya,” kata ratu. “Dan kau Anteh, tugasmu adalah
menjaga dan menyediakan keperluan kakakmu supaya tidak terjadi apa-apa
padanya.”
“Baik gusti ratu,” jawab Anteh.

Malam itu putri Endahwarni meminta Nyai Anteh untuk menemaninya.


“Aku takut sekali Anteh,” kata putri dengan sedih. “Bagaimana aku bisa menikah
dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal. Bagaimana kalau dia tidak
mencintaiku?”
“Kakak jangan berpikiran buruk dulu,” hibur Anteh. “Saya yakin gusti Raja dan
Ratu tidak akan sembarangan memilih jodoh buat kakak. Dan pemuda mana yang
tidak akan jatuh hati melihat kecantikan kakak. Ah sudahlah, kakak tenang dan
berdoa saja. Semoga semuanya berjalan lancar.”

Suatu pagi yang cerah, Anteh sedang mengumpulkan bunga melati untuk
menghias sanggul putri Endahwarni. Anteh senang menyaksikan bunga-bunga
yang bermekaran dan kupu-kupu saling berebut bunga. Dia mulai bersenandung
dengan gembira. Suara Anteh yang merdu terbang tertiup angin melewati tembok
istana. Saat itu seorang pemuda tampan sedang melintas di balik tembok taman
istana. Dia tepesona mendengar suara yang begitu merdu. Ternyata pemuda itu
adalah Anantakusuma. Dia sangat sakti, maka tembok istana yang begitu tinggi
dengan mudah dilompatinya. Dia bersembunyi di balik gerumbulan bunga, dan
tampaklah olehnya seorang gadis yang sangat cantik. Anantakusuma merasakan
dadanya bergetar, “alangkah cantiknya dia, apakah dia putri Endahwarni calon
istriku?” batinnya. Anantakusuma keluar dari persembunyiannya. Anteh terkejut
ketika tiba-tiba di hadapannya muncul pemuda yang tidak dikenalnya.
“Siapa tuan?” tanya Anteh.
“Aku Anantakusuma. Apakah kau…..”
Belum sempat Anantakusuma bertanya seseorang memanggil Anteh. “Anteh!!!
Cepat!!! Putri memanggilmu!” kata seorang dayang.
“Ya. Saya segera datang. Maaf tuan saya harus pergi,” kata Anteh yang langsung
lari meninggalkan Anantakusuma. “Dia ternyata bukan Endahwarni,” pikir
Anantakusuma. “Dan aku jatuh cinta padanya. Aku ingin dialah yang jadi istriku.”

Beberapa hari kemudian, di istana terlihat kesibukan yang lain daripada biasanya.
Hari ini Adipati wetan akan datang bersama anaknya, Anantakusuma, untuk
melamar putri Endahwarni secara resmi. Raja dan Ratu menjamu tamunya dengan
sukacita. Putri Endahwarni juga tampak senang melihat calon suaminya yang
sangat gagah dan tampan. Lain halnya dengan Anantakusuma yang terlihat tidak
semangat. Dia kecewa karena ternyata bukan gadis impiannya yang akan
dinikahinya.

Tibalah saat perjamuan. Anteh dan beberapa dayang istana lainnya masuk ke
ruangan dengan membawa nampan-nampan berisi makanan.
“Silahkan mencicipi makanan istimewa istana ini,” kata Anteh dengan hormat.
“Terima kasih Anteh, silahkan langsung dicicipi,” kata Raja kepada para tamunya.
Anantakusuma tertegun melihat gadis impiannya kini ada di hadapannya.
Kerongkongannya terasa kering dan matanya tak mau lepas dari Nyai Anteh yang
saat itu sibuk mengatur hidangan. Kejadian itu tidak luput dari perhatian putri
Endahwarni. Pahamlah ia bahwa calon suaminya telah menaruh hati pada gasis
lain, dan gadis itu adalah Anteh. Putri Endahwarni merasa cemburu, kecewa dan

43 | P a g e
sakit hati. Timbul dendam di hatinya pada Anteh. Dia merasa Antehlah yang
bersalah sehinggga Anantakusuma tidak mencintainya.

Setelah perjamuan selesai dan putri kembali ke kamarnya, Anteh menemui sang
putri.
“Bagaimana kak? Kakak senang kan sudah melihat calon suami kakak? Wah
ternyata dia sangat tampan ya?” kata Anteh.
Hati putri Endahwarni terasa terbakar mendengar kata-kata Anteh. Dia teringat
kembali bagaimana Anantakusuma memandang Anteh dengan penuh cinta.
“Anteh, mulai saat ini kau tidak usah melayaniku. Aku juga tidak mau kau ada di
dekatku. Aku tidak mau melihat wajahmu,” kata putri Endahwarni.
“A..apa kesalahanku kak? Kenapa kakak tiba-tiba marah begitu?” tanya Anteh
kaget.
“Pokoknya aku sebal melihat mukamu!” bentak putri. “Aku tidak mau kau dekat-
dekat denganku lagi…Tidak! Aku tidak mau kau ada di istana ini. Kau harus pergi
dari sini hari ini juga!”
“Tapi kenapa kak? Setidaknya katakanlah apa kesalahanku?” tangis Anteh.
“Ah jangan banyak tanya. Kau sudah mengkianatiku. Karena kau Anantakusuma
tidak mencintaiku. Dia mencintaimu. Aku tahu itu. Dan itu karena dia melihat kau
yang lebih cantik dariku. Kau harus pergi dari sini Anteh, biar Anantakusuma bisa
melupakanmu!” kata putri.
“Baiklah kak, aku akan pergi dari sini. Tapi kak, sungguh saya tidak pernah
sedikitpun ingin mengkhianati kakak. Tolong sampaikan permohonan maaf dan
terima kasih saya pada Gusti Raja dan Ratu.”
Anteh beranjak pergi dari kamar putri Endahwarni menuju kamarnya lalu mulai
mengemasi barang-barangnya. Kepada dayang lainnya dia berpesan untuk
menjaga putri Endahwarni dengan baik.

Nyai Anteh berjalan keluar dari gerbang istana tanpa tahu apa yang harus
dilakukannya di luar istana. Tapi dia memutuskan untuk pergi ke kampung
halaman ibunya. Anteh belum pernah pergi kesana, tapi waktu itu beberapa
dayang senior pernah menceritakannya. Ketika hari sudah hampir malam, Anteh
tiba di kampung tempat ibunya dilahirkan. Ketika dia sedang termenung
memikirkan apa yang harus dilakukan, tiba-tiba seorang laki-laki yang sudah
berumur menegurnya.
“Maaf nak, apakah anak bukan orang sini?” tanyanya.
“Iya paman, saya baru datang!” kata Anteh ketakutan.
“Oh maaf bukan maksudku menakutimu, tapi wajahmu mengingatkanku pada
seseorang. Wajahmu mirip sekali dengan kakakku Dadap,”
“Dadap? Nama ibuku juga Dadap. Apakah kakak paman bekerja di istana sebagai
dayang?” tanya Anteh.
“Ya….! Apakah….kau anaknya Dadap?” tanya paman itu.
“Betul paman!” jawab Anteh.
“Oh, kalau begitu kau adalah keponakanku. Aku adalah pamanmu Waru, adik
ibumu,” kata paman Waru dengan mata berkaca-kaca.
“Benarkah? Oh paman akhirnya aku menemukan keluarga ibuku!” kata Anteh
dengan gembira.
“Sedang apakah kau disini? Bukankah kau juga seorang dayang?” tanya paman
Waru.
“Ceritanya panjang paman. Tapi bolehkah saya minta ijin untuk tinggal di rumah
paman. Saya tidak tahu harus kemana,” pinta Anteh.
“Tentu saja nak, kau adalah anakku juga. Tentu kau boleh tinggal di rumahku.
Ayo kita pergi!” kata paman Waru.
44 | P a g e
Sejak saat itu Anteh tinggal di rumah pamannya di desa. Untuk membantu
pamannya, Anteh menerima pesanan menjahit baju. Mula-mula Anteh
menjahitkan baju-baju tetangga, lama-lama karena jahitannya yang bagus, orang-
orang dari desa yang jauh pun ikut menjahitkan baju mereka kepada Anteh.
Sehingga ia dan keluarga pamannya bisa hidup cukup dari hasilnya menjahit.

Bertahun-tahun telah berlalu. Anteh kini sudah bersuami dan memiliki dua orang
anak. Suatu hari di depan rumahnya berhenti sebuah kereta kencana dan banyak
sekali pengawal yang menunggang kuda. Begitu pemilik kereta kencana itu
melongokkan kepalanya, Anteh menjerit. Ternyata itu adalah putri Endahwarni.
Putri Endahwarni turun dari kereta dan langsung menangis memeluk Anteh.
“Oh Anteh, sudah lama aku mecarimu! Kemana saja kau selama ni? Kenapa tidak
sekalipun kau menghubungiku? Apakah aku benar-benar menyakiti hatimu?
Maafkan aku Anteh. Waktu itu aku kalap, sehingga aku mengusirmu padahal kau
tidak bersalah. Maafkan aku…” tangis putri.
“Gusti…jangan begitu. Seharusnya aku yang minta maaf karena telah
membuatmu gusar,” kata Anteh.
“Tidak. Akulah yang bersalah. Untuk itu Anteh, kau harus ikut denganku kembali
ke istana!” pinta putri.
“Tapi putri aku sekarang punya suami dan anak. Saya juga bekerja sebagai
penjahit. Jika saya pergi, mereka akan kehilangan,” jawab Anteh.
“Suami dan anak-anakmu tentu saja harus kau bawa juga ke istana,” kata putri
sambil tertawa. “Mengenai pekerjaanmu, kau akan kuangkat sebagai penjahit
istana. Bagaimana? Kau tidak boleh menolak, ini perintah!”

Akhirnya Anteh dan keluarganya pindah ke istana. Putri Endahwarni telah


membuatkan sebuah rumah di pinggir taman untuk mereka tinggal. Namun Anteh
selalu merasa tidak enak setiap bertemu dengan pangeran Anantakusuma, suami
putri Endahwarni. Pangeran Anantakusuma ternyata tidak pernah melupakan gadis
impiannya. Kembalinya Anteh telah membuat cintanya yang terkubur bangkit
kembali. Mulanya pangeran Anantakusuma mencoba bertahan dengan tidak
memperdulikan kehadiran Anteh. Namun semakin lama cintanya semakin
menggelora.

Hingga suatu malam pangeran Anantakusuma nekat pergi ke taman istana, siapa
tahu dia bisa bertemu dengan Anteh. Benar saja. Dilihatnya Anteh sedang berada
di beranda rumahnya, sedang bercanda dengan Candramawat, kucing
kesayangannya sambil menikmati indahnya sinar bulan purnama. Meski kini
sudah berumur, namun bagi pangeran Anantakusuma, Anteh masih secantik dulu
saat pertama mereka bertemu. Perlahan-lahan didekatinya Anteh.
“Anteh!” tegurnya.
Anteh terkejut. Dilihatnya pangeran Antakusuma berdiri di hadapannya.
“Pa..pangeran? kenapa pangeran kemari? Bagaimana kalau ada orang yang
melihat?” tanya Anteh ketakutan.
“Aku tidak perduli. Yang penting aku bisa bersamamu. Anteh tahukah kau?
Bahwa aku sangat mencintaimu. Sejak kita bertemu di taman hingga hari ini, aku
tetap mencintaimu,” kata pangeran.
“Pangeran, kau tidak boleh berkata seperti itu. Kau adalah suami putri
Endahwarni. Dia adalah kakak yang sangat kucintai. Jika kau menyakitinya, itu
sama saja kau menyakitiku,” kata Anteh sambil memeluk Candramawat.

45 | P a g e
“Aku tidak bisa… Aku tidak bisa melupakanmu! Kau harus menjadi milikku
Anteh! Kemarilah biarkan aku memelukmu!” kata pangeran sambil berusaha
memegang tangan Anteh.
Anteh mundur dengan ketakutan. “Sadarlah pangeran! Kau tidak boleh
mengkhianati Gusti putri.”
Namun pangeran Ananta kusuma tetap mendekati Anteh.

Anteh yang ketakutan berusaha melarikan diri. Namun pangeran Anantakusuma


tetap mengejarnya.
“Oh Tuhan, tolonglah hambaMu ini!” doa Anteh, “Berilah hamba kekuatan untuk
bisa lepas dari pangeran Anantakusuma. Hamba tahu dia sangat sakti. Karena itu
tolonglah Hamba. Jangan biarkan dia menyakiti hamba dan kakak hamba!”
Tiba-tiba Anteh merasa ada kekuatan yang menarik tubuhnya ke atas. Dia
mendongak dan dilihatnya sinar bulan menyelimutinya dan menariknya. Pangeran
Anantakusuma hanya bisa terpana menyaksikan kepergian Anteh yang semakin
lama semakin tinggi dan akhirnya hilang bersama sinar bulan yang tertutup awan.

Sejak saat itu Nyai Anteh tinggal di bulan, sendirian dan hanya ditemani kucing
kesayangannya. Dia tidak bisa kembali ke bumi karena takut pangeran
Anantakusuma akan mengejarnya. Jika rindunya pada keluarganya sudah tak
dapat ditahan, dia akan menenun kain untuk dijadikan tangga. Tapi sayang
tenunannya tidak pernah selesai karena si kucing selalu merusaknya. Kini jika
bulan purnama kita bisa melihat bayangan Nyai Anteh duduk menenun ditemani
Candramawat. Begitulah kisah Nyai Anteh sang penunggu bulan.

46 | P a g e
BAB II
PENUTUP

KESIMPULAN
Jangan bosan untuk membaca atau mendengarkan cerita
rakyat, karena kita bisa mendapat banyak manfaat dan
Pengajaran dari cerita tersebut.

47 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai