Anda di halaman 1dari 17

1 – Makassar (Zainuddin, Mak Base)

Terdapat sebuah kisah yang menceritakan tentang seorang pemuda dan kisah perjuangan cintanya yang sangat
begitu mengharukan. Dan cerita ini dimulai dengan seorang pemuda yatim piatu yang meminta untuk diceritakan kembali
tentang orang tuanya yang sudah kembali ke alam baqa.   Diceritakan lah oleh orang tua angkatnya yang telah
merawatnya sejak dia ditinggal kedua orangtuanya yang ia panggil Mak Base.

Sungguh malang nasib pemuda itu, dia telah ditinggal ibunya pada saat dia baru berumur 9 bulan, dan tidak
lama pula dia ditinggal ayahnya. Dia pun dianggap orang asing di tanah lahirnya sendiri, karena ayahnya bukanlah orang
Makassar asli. Di tanah ayahnya dia dianggap orang asing pula, karena ibunya bukan lah orang minangkabau. D itanah
ibunya dia tak dianggap di tanah ayahnya pun dia tak dianggap juga. Dia selalu menginginkan untuk pergi merantau ke
tanah lahir ayahnya minangkabau, untuk melihat tanah nenek moyangnya. Dan akhirnya niatnya bulat untuk pergi
merantau. Dan diminta izinnya terlebih dahulu kepada mamaknya. Dan akhirnya diizinkan pula dirinya pergi merantau.

Zainuddin : “Sempit rasanya alamku, mak base. Jika aku masih tetap juga di Makassar ini. Biarlah kita
sempurnakan juga cita-cita ayah bundaku. Biarlah aku melihat tanah asalku. Tanah tempat ayahku
dilahirkan dahulunya.”

Mak Base : “Mak cuma takut nak, kalau-kalau keluarga di Padang tak sudi menyambutmu dengan baik.”

Zainuddin : “Ah, masa, itu cuma was-was Mak saja. Bukankah aku anak Pendekar Sutan yang sah? Keluarga Ayah
pasti akan menyambutku dengan gembira, Mak. Zainuddin pamit pda pusara Ayah dan Bunda dulu.
Mak Base, banyak orang memuji-muji negeri Padang. Banyak orang berkata agama Islam masuk kemari
pun dari sana. Dan kabarnya saat ini di sana sudah ada sekolah-sekolah agama.”

Mak Base : “Sebelum meninggal, ayahmu, Daeng Sutan, menitipkan uang 1000 gulden untuk biaya hidup kita dan
sekolahmu selama ini.”

Zainuddin : “Uang itu mesti Mak Base perniagakan seperti biasa. Aku hanya butuh untuk di perjalanan saja, Mak.
Dan beberapa ratus untuk hidup di sana.”

2 – Baru Sampai di Rumah Mak Cik Jamilah (Zainuddin, Mak Cik Jamilah, Datuk Ipih)

                  Lalu pergilah merantau Zainudin itu, ke tanah kelahiran ayahnya tanah Minangkabau. Tak pernah terlintas
dipikirannya bagaimana dia akan menghapi kehidupan disana, dan akan terjadi apa ketika disana. Dia hanya memikirkan
kesenangan yang akan ia dapat di negeri itu. Padahal berjuta kesedihan menanti dirinya disana.

(Zainuddin mengedor-ngedor pintu)

Mak Cik Jamilah : “Waaalaikumsalam. Sia tu? Mau cari sia, malam-malam begini?”

Zainuddin : “Maaf, saya mencari rumah Mande Jamilah,”

Mak Cik Jamilah : “Saya Mande Jamilah, angko sia?”

Zainuddin : “Saya Zainuddin, dari Makassar,”

Mak Cik Jamilah : “Zainuddin? Dari Makassar?”

Zainuddin : “Saya ini, anak Pendekar Sutan!”

Mak Cik Jamilah : “Zainuddin, anak si Sutan?”

Zainuddin : “Iye, Mande,”

Mak Cik Jamilah : “Lah masuklah, masuk. Nak mengape Zainuddin kemari? Apa ada amanat Ayah sebelum meninggal
yang harus disampaikan?”

Zainuddin : “Tidak ada, Mande, saya hanya ingin menjalin tali silahturahim. Saya ingin menjambi kerabat Ayah di
negeri Batipuh ini,”

Mak Cik Jamilah : “Kalau begitu lama Zainuddin tinggal di sini. Baiknya dibicarakan dulu dengan penghulu adat suku
mande. Begitu lah cara kami menerima tamu di sini. Terus terang Mande bukan orang-“

Zainuddin : “Saya- bisa sedikit membantu Mande. Yang penting bisa tinggal di sini. Saya ingin melihat keindahan
tanah kelahiran Ayah. Saya juga ingin belajar agama.”
Mak Cik Jamilah : “Jangan salah paham, Zainuddin. Bukan maksud mintak pitih, cuman Mande takut dak mampu
menjamu tamu. Ehh.. minum lah dulu,”

Zainuddin : “Ye, Mande.”

3 – Pandangan Pertama, Sawah (Zainuddin, Datuk Ipih, Hayati, Upik Banun, Pedagang Hujan, +2)

Suatu waktu, hujan yang sangat lebat mengguyur daerah Batipuh itu. terdapat Zainudin dan Datuk Ipih sedang
meminum kopi sambil berbincang mengenai negari Batipuh. Di tempat itu pula, ada dua orang gadis yang sedang
berteduh, karena mereka tak membawa payung. Zainudin melihat ke arah Hayati dan jatuh pada pandangan pertama.
kepada Hyati, Bunga Desa Batipuh. Ingin rasanya Zainuddin menawarkan pertolongan untuk gadis itu, tapi dia masih ragu,
dia tahu betul kedua gadis itu sama dengannya, warga dusun Batipuh. Dia tahu juga nama seorang gadis itu, yaitu Hayati
Ditunggunya keberaniannya itu, barulah dia berani menawarkan bantuan kepada dua gadis berkerudung itu.

Zainuddin : “Siapa itu, Mak?

Datuk Ipih : “Dia diberi nama Hayati , ‘kecantikan ciptaan alam’ orang sini menyebutnya ‘keindahan gunung
merapi, kebanggan keluarga’. Hayati yatim piatu. Dia dan adik kecil, Ahmad , ikut mak nyo. Mak nyo itu
datuk penghulu adat di sini. Mereka sekolah Padang Panjang.”

Zainuddin : “Cantik sekali..”

Datuk Ipih : “Ya cantiklah, bungonyo Batipuah. Tapi sayang sang datuk membuat hayati miskin jaman pemuda
Batipuh ini. Di sini kekuasaan sang datuk mampu menghitam-putihkan nasib..”

(Hayati melihat ke arah Zainuddin dan begitu juga dengan Zainudin. Saat Hayati melihat Zainuddin, Hayati langsung
memalingkan pandangan)

Upik Banun : “Dio memandangmu mulu, Ati (Zainuddin yang tak lepas pandangannya terhadap Hayati)”

Upik Banun : “Jangan-jangan hujan sampai besok pagi, Ti. kito bisa semalaman di siko, Ati. Indak biso sekolah, indak
tamat sekolah karno hujan. Jadi orang bodohlah ambo. Upik Banun jo Cik Hayati, duo gadih minang
yang malang.”

(Hayati melihat Zainuddin dan mengangguk, Zainuddin membalas anggukannya, dan melihat payung yang dibawanya)

Hayati : “Indaklah, paneh ado teduhnyo. Hujan pun pasti ado redonyo,”

Zainuddin : “Cik Hayati, pulanglah dulu. Pakek payungku ini,”

(terkejut Hayati melihat Zainuddin yang bicara sambil menyodorkan payungnya kepada Hayati)

(Hayati yang malu-malu)

Zainuddin : “Pake.Mmarah nanti mamaknyo Cik kalau kemalaman pulang,”

Pedagang Hujan : “Ti, jangan ditolak pertolongan orang yang berbuat baik, dak elok tu,”

Hayati : “Tapi engkau sendiri bagaimana?”

Zainuddin : “Sayo laki-laki, ada punya berani. Menginap di sini pun berani,”

Pedagang Hujan : “Ahh, hujan datang, pucuak cinto, ulam pun tibo. Niat baik bawa rezeki. Silahkanlah menginap,
kebetulan piringlah setinggi gunung marapi alun satupun yang dicuci,”

Upik Banun : “Terima kasih, angku. Hayo, ti,”

(Upik Banun mengambil payung dari tangan Zainuddin)

Zainuddin :”Berangkatlah, Cik, supaya orang rumah tidak risau,”

Hayati : “Terima kasih, angku. Saya duluan, Assalamualaikum,”

Zainuddin : “Waalaikumsalam,”

(Hayati berjalan dengan payung bersama Upik Banun)


Hayati : “Kemana payung ini harus sayo kembalikan?”

Zainuddin : “Saya tinggal di rumah Mande Jamillah,”

(Hayati pergi sambil melihat ke belakang ke arah Zainuddin sambil tersenyum)

4 – Terciduk Datuk Penghulu (Zainuddin, Hayati, Datuk Penghulu)

Sejak pertemuan pertama mereka, Zainudin dan Hayati saling jatuh cinta satu sama lain dan sepakat bertemu di
pinggir sungai. Zainudin memberi surat kepada Hayati. Namun sayangnya pada saat itu Datuk Penghulu lewat dan
melihat ke arah mereka.

( rekaman isi surat)

5 – Datuk-Datuk (Datuk Pengahulu, Datuk Garang 1, 2)

(Datuk Garang marah-marah mengadu perbuatan Zainuddin dan Hayati kepada Datuk Penghulu)

Datuk Garang 1 : “Kito harus metindak capek, Datuk. Anak pisang tu berani bana menjemalu suku kito,”

Datuk Garang 2 : “Tok, talingo den ko teraso tabaka mendanga kecek-kecek orang di luar sana, inyo tu sedang berduo-
duo di pondok, Datuk. Kalo perlu, jalan kareh kito tampuah, kito suruh sajo preman untuk
menghabisinyo,”

Datuk Penghulu : “Datuk Garang! (Datuk Garang terdiam) Indak paralu itu dikarajokan, karajonyo yang kaya tu. Kito
pike, akan ambo baonyo berundiang dari hati ke hati,”

Datuk Penghulu : “Yo, datuk,”

Datuk Garang : “ Panggilan hayati cepat!”

(Hayati datang dengan penuh kebingungan)

Datuk Penghulu : “Alah apo kau tau, Hayati?”

Hayati : “Apo, Mak Datuak?”

Datuk Penghulu : “Zainuddin. (berjalan, lalu duduk di kursi) Zainuddin alah aku suruh pai dari batipuah. Kalo inyo nak
menuntut ilmu juo, macak niatnyo semulo, lebih rancak nyo ka Padang Panjang, atau Bukit Tiinggi sajo.
Inyo pun lah tau,”

(Hayati berlutut)

Hayati : “Apo sebab Mak Datuak manyuruh inyo pai?”

Datuk Penghulu : “Banyak bana fitanah urang ka diri nyo juo ka diri engkau!”

(Hayati tertunduk)

Hayati : “Tapi hubungan kami suci, Mak Datuak. Indak bacaboe jo parangai nan melanggar sopan santun,”

Datuk Penghulu : “Ati! Ijan tangkuo keadaan kampuang kau kojo kitab-kitab yang kau baco! Cinto hanyolah khayal,
dongeang dalam kitab sajo! Kau ni kebanggaan keluarga, Zainuddin indak besuku! Malu gadang
namonyo, manjatuahkan namo, merusak Ninik-Mamak, merusak orang kampuang, maruntuahkan
rumah tanggo! Indak kau tau?! Gunung Marapi masih tagak jo menjulang! Adat masih berdiri kuat!
Indak lapuak de hujan, indak lakang de paneh!”

Hayati : “Zainuddin hendak manampuih jalan yang luruih.. Inyo nak mangambik Ati jadi bininyo-”

Datuk Penghulu : “Ma bisa, Ati! Urang salupuih inyo, indak bisa dijadikan tampek manggantungkan hiduik! Maso kini,
kalau kau memilih lelaki, paralu nan jaleh asal-usulnyo! Jaleh mato pencahariannyo, nan bisa
menumpang hidup! Kalau kau nikah dengan Zainuddin, nyampai kau punyo anak, kamano kau bawak
anak kau?! ”

Hayati : “La sampai hati Mak Datuak membunuh Zainuddin. Jo membunuh Ati kemenakan angku sendiri!
(terisak-isak)”
Datuk Penghulu : “Indak, Hayati. Kemudian kau akan sadar surang. Engkau akan memuji perbuatan Mamak nan kau
sasali hari kini. Lah banyak pangalaman Mamak ko, Ati. Kan iko nan Datuak mamangku rajo. Alah dari
dulu Mamak makan garam pado kau. Mudah-mudahan habis cinto kau kepado Zainuddin. (merokok)
Kini kau menangih, kemudian kau kan sadar surang.”

(Hayati pergi sambil terisak-isak)

6 – Zainuddin Pamit

Keberadaan Zainuddin di Negeri Batipuh tidak lagi aman. Ia sudah menjadi buah bibir yang buruk bagi
masyarakat di sana. Tak hanya itu, juga ada beberapa pemuda yang memiliki niat jahat kepadanya. Samapai akhirnya,
Zainudin memutuskan untuk pergi dari Batipuh untuk pergi ke Padang Panjang.

7– Perpisahan (Zainuddin, Hayati)

Pagi itu menjadi pagi terakhir Zainuddin di Batipuh. Dia berusaha menenangkan diri dengan pergi ke pinggir
danau. Tanpa disadari, Hayati datang menghampirinya.

Hayati: “Angku Zainuddin,”

Zainuddin: “Hayati, (sedikit tersenyum)”

Hayati: “Angku Zainuddin, (Zainuddin mengelap isakan tangisnya)”

Zainuddin: “Bagaimana kau saya ada di sini?”

Hayati: “Di sini tempat biasa Angku menulis. Angku Zainuddin, ah, sepertinya tidak pantas saya memanggil Angku lagi.
Zainuddin, saya dengar pagi ini kau akan meninggalkan Baitipuh. Walaupun kau pergi, jiwamu akan selalu dekat dengan
jiwaku. Zainuddin, jangan pernah bersedih. Jangan putus asa. Cinta itu bukan melemahkan hati, bukan membawa tangis.
Bukan membuat putus asa. Tetapi cinta itu menguatkan hati, menghidupkan pengharapan. Berangkatlah Angku, biar Tuhan
memberikan perlindungan bagi kita berdua.”

Zainuddin: “Hayati. Saya putus asa, lalu kau timbul di pengharapan dalam hidup yang belum tentu tujuannya ini. Semuanya
bukan bergantung pada diriku, bukan pula pada orang lain. Tapi pada kau, Hayati. Kau yang sanggup menjadikan saya
seorang yang gagah berani, kau pula yang sanggup menjadikan saya sengsara selamanya. Kau boleh memutuskan
pengharapanku. Kau pun sanggup membunuhku. (mulai menangis)”

Hayati: “Zainuddin. Hati saya dipenuhi cinta kepada kau. Dan biar Tuhan mendengarkan bahwa engkaulah Zainuddin yang
akan menjadi suamiku kelak. Bila tidak di dunia, kau lah suamiku di akhirat. (mengusap air mata Zainuddin) Saya tidak akan
khianat atas janji, dan tidak akan bisa bohong di hadapan Tuhan. Di saksikan oleh arwah nenek moyang ku,”

Zainuddin: “Berat sekali sumpahmu, Hayati,”

Hayati: “Tidak berat. Itulah kenyataannya. Dan jika kau berjalan jauh, atau dekat sekalipun. Entah tidak kembali dalam
masa setahun. Masa dua tahun. Masa sepuluh tahun. Hingga akhir dari Batipuh ini baru kau kembali, saya akan tetap
menunggu. Carilah kebahagiaan kita, kemanapun kau pergi. Saya tetap untukmu. Dan jika kita bertemu kelak, saya akan
tetap bersih dan suci, untukmu, kekasihku. Untukmu,”

Zainuddin: “Baiklah, Hayati. Saya akan berangkat dengan harapanmu, harapan yang tadinya sebelum kau keliatan berdiri di
sini sudah hampir hilang. Hayati, kirimi saya surat-surat. Dan kalau tidak berhalangan, maka surat-surat itu akan saya balasi
pula,”

Hayati: “Akan saya kirimi sebisa mungkin, akan saya terangkan segala perasaan di hatiku. Sebagaimana pepatahmu selama
ini, ‘dengan surat, kita lebih bebas menerangkan perasaaan’,”

Zainuddin: “Hayati, mana tau entah kapan pula kita akan bertemu. Berilah saya satu tanda mata, azimatmu dalam hidupku.
Dan akan kuwasiatkan meletakkannya dalam kafanku jika aku mati. Berilah, meskipun barang itu murah bagimu, tapi
bagiku itu sangatlah mahal.”

Hayati: “Akan saya kirimi sebisa mungkin, akan saya terangkan segala perasaan di hatiku. Sebagaimana pepatahmu selama
ini, ‘dengan surat, kita lebih bebas menerangkan perasaaan’,”

(Hayati menangis, melepaskan kerudung yang ia kenakan)


Hayati: “Simpanlah ini sebagai azimat bagimu. Hati dan jiwaku ada bersamamu.”

(Hayati memberikan kerudung tersebut kepada Zainuddin)

Hayati: “Selamat jalan, Angku. (pergi meninggalkan Zainuddin)”

(Zainuddin dengan penuh harapan meninggalkan Batipuh)

8 – Padang Panjang (Zainuddin, Mak Cik Ana, Datuk Etek, Muluk)

Mak Cik Ana : “Mande lah rundingkan tu si Muluk, Nak. Muluk menempati bilik yang belakang, Nak Zainuddin yang
didepan.”

Zainuddin : “Iye, Mande.”

Pak Cik Etek : “Kamana itu anakmu, Ana?”

Mak Cik Ana : “Ka pasa la, Da. Ka mano lagi? Namonyo jugo preman, Da,”

Pak Cik Etek : “Dasar orang payah, hendaknyo dio tu meniru bapaknyo. Abdul Bahri tu orang alim. Orang tapandang
di nagari ko. Iko malah nyo-“

Mak Cik Ana : “Nak Zainuddin, ayo, Mande hantarkan ka kamar yo,”

Zainuddin : “Ha iyo, Mande,”

(Muluk masuk ke dalam rumah tanpa memberi salam)

Pak Cik Etek : “Hei hei hei! Masuak rumah macam anak setan sajo angko. Baco bagi la Assalamualaikum tu!“

Muluk : “Eh ado Mak Etek ruponyo. Awak indak mancalek ado Mak Etek di siko. Kalau awak mancalek pastilah awak
Assalamualaikum, Etek.”

Pak Cik Etek : “Ha, iko kenalkan, Zainuddin. Inyo nak besekolah pulo ka siko, belajar agamo dengan mamak ang,“

Zainuddin : “Tabek saya disuruh tempati kamar abang,”

Muluk : “Tak apo, awak jugo jarang pulang,”

Mak Cik Ana : “Inyo lebih senang pai ka lapau orang. Entah apo kerjonyo. Disuruh sekolah ndak moh. Mengaji?
Pemaleh.”

Pak Cik Etek : “Ha, Zainuddin-Muluk, coba lihat ini. Pak Darwis, guru bahasa inggris aku karyanyo dimuat di koran.
Angko juga bisa mengirimkan karya tulis, pasti lah dapat uang,“

Zainuddin : “Untung sekali. Sudah senang menulis, dapat uang lagi,”

Muluk : “Apo senangnyo menulis tu? Paneh tangan awak,”

Mak Cik Ana : “Kalau dipake bejudi ndak paneh tangan awak tu? Hah?!”

Pak Cik Etek : “Ana, hendaknyo kau tu banyak bedoa untuk anak kau tu, supaya menjadi anak yang khusnul
khotimah. Supayo masa tuonyo babalek ka surau..“

(Muluk mengeluarkan rokok)

Mak Cik Ana : “Astaghfirullah, tengok ni, Da! Anak dak tau diri ko, Da. Simpan tu! Simpan!”

(Muluk memasukkan kembali rokok-nya)

Muluk : “Ha angku pasti belum makan. Ayok ikut awak makan di lapau. Nanti awak ajarkan bejudi,”

Mak Cik Ana : “Astaghfirullahaladzim, Uda! Muluuk!!”

9 – Hayati tiba ke rumah Khadijah ( Hayati, Sofyan, Bundo, Aziz, Maria, Hendrick, Mak Cik Tengah, Khadijah)
Hayati selalu membalas surat yang dikirim dari Zainudin. Hayati dan ibunya pergi ke rumah teman Hayati yang
berada di kota bernama Khadijah untuk menemui Zainudin

Sofyan : Khadijah..

Khadijah : ati, ini uda sofyan, tunanganku, ini sahabatku, hayati

Sofyan : selamat datang

(bundo datang, hayati salam)

bundo : ayok ati masuk masuk

(didalam rumah, ati sedang melihat lihat, datang aziz maria dan hendrick )

Aziz : “ welcome to my house” ( melempar topinya )

hendrick :” thank you aziz”

maria : “Ati, bagaimana perasaan kamu disini ? kau senang kah ? “

Ati : “senang sekali, sudah lama tidak ke padang panjang” ( sambil menyalami tamu )

Aziz : “ makkk, ijahh ! “

Mak aziz : “ mari saya kenalkan pada anak aku, ayo ! “

(duduk di sofa)

ijah : “ itu sahabatku, hayati, mari, ijah kenalkan.” ( mendekati hayati )

ijah : “ dari tadi terpukau uda ku liat kecantikan kau Ati. Ini uda aziz yang kerajo di padang, hayati ni baru
tiba dari batipuh, uda”

aziz : “ aah, khadijah sering berulang cerita tentang kau hayati. Maaf, baru sekarang bisa pergi kenalan.
Ijah, kamu dusta. Hayati jauh lebih cantik dari yang kau ceritakan”

( ija,hayati dan sofyan pergi)

bundo : hayati cantik ya, baik pula akhlaknya. bundo pasti senang sekali kalo aziz mau menikahiya

10 – Pasar

Hayati, Khadijah, Aziz, dan yang lain pun pergi ke pusat makanan terkenal di Padang Panjang. Sesaat tiba di
sana, tidak terduga Hayati melihat Zainudin dan mata mereka pun bertemu.

Zainudin: Hayati, engkau Hayati, kan?

Hayati: Zainudin…

Aziz: Siapa dia? Ayo Hayati kita menghalangi jalan.

Zainudin pun bertanya-tanya siapa laki laki yang bersama Hayati. Di lain sisi Hayati ingin sekali mengejar dan
bertemu Zainudin. Namun, ia tak bisa. Hayati pun kehilangan nafsu makan dan mengajak Khadijah pulang.

11 – Perdebatan lamaran Aziz dan Zainudin

Akhirnya hayati pulang menuju kampung halaman. ibu aziz merasa terpikat oleh perilaku hayati dan merasa
yakin jika aziz berjodoh dengan hayati dan menjadi istri yang baik. namun demikian, bertolak belakang dengan aziz. yang
berpikir hayati telah mempunyai tunangan. tetapi ibu aziz, tetap bersikeras agar aziz dapat bertunangan dengan hayati
dan akhirnya mengirim surat lamaran kepada keluarga hayati. di sisi lain, zainudin juga mengirim surat lamaran untuk
hayati. untuk membicarakan semua itu diadakanlahpertemuan dengan para tetua dan ninik mamak bersama hayati.
Datuk Garang: mukasuik ambo mamanggia para tetuo ninik mamak ke ateh rumah gadang, mencari kato semufakaik,
cilako ujuang ko basilah. kito kan alah samo tau bisiak nan alah kedanga imbau nan lah kalampau. rantangan kamanakan
kito hayati. alah datang urang mamintak nyo untuk jadi tompangan hiduik. urang tu banamo aziz, anak sutan mantari nan
sangaik bapangaruah jo bakuaso samaso hiduiknyo. kamudian daripado itu datang pulo sapucuak surek dari zainudin.
mokasuiknyo juo samo. kito kan alah manimbang baik jo buruknyo, mularaik jo manfaatnyo. keputusan kito alah bulek. si
aziz lah kito tarimo.

Datuk garang : kan lah sasuai kito basamo. imbau hayati

ati akhirnya datang dan duduk diantara para tetuo dan ninik mamak.

datauk garang : ati, kau lah tau manga ninik mamak bakumpual disiko? alah datang urang maminang kau, si aziz dari
padang panjang. kamudian datang pulo surek sapucuak dari zainudin. sasudah kami timbang mularaik jo manfaatnyo, aziz
lah kami tarimo ka jadi laki kau. kaputusan kami alah bulek, tolong dangaan pandapek kami. ba’a menurut kau?

datuk garang : lakeh lah jawek! wakatu hampia abih, kito alun lo makan lai! jawek Hayati!

hayati: ba’a yang elok manuruik mamak sajo, ati manuruik se.

(akhirnya hayati mengikuti pendapat dari para tetuo serta ninik mamak)

12 – Menikah dengan Aziz

sesuai dengan keputusan dari para tetuo, tibalah hari dimana hayati menikah dengan aziz. Hayati dengan hati
yang berat menerima pernikahan. walapun sebenarnya hati hayati tetap saja milik zainudin. kabar berita pernikahan
tersebut telah sampai ke telinga zainudin, dan membuat zainudin bertambah sedih.

13 – Zainudin sakit dijenguk oleh Hayati

Semenjak mendengar kabar tersebut, Zainudin jatuh amat sakit. Hayati pun bersama Aziz menjenguknya di
rumah Zainudin.

Zainuddin : Kau kah itu, Hayati? Saya merindukanmu. Sudah sembuh saya dari sakitku. Kemari kau kekasihku, saya
sudah lama menunggu kedatanganmu. Saya tau kau tidak akan ingkar janji. Marilah duduk kekasihku.
Kau ingin hidup denganku selamanya.

Dokter : Sakit Zainuddin ko indaklah sakit biaso, tapi jiwanya yang teguncang. Baban di batinnyo begitu barik.
Ate namo kemanusiaan kita mintaklah supayo…

(Aziz dan Hayati datang, Aziz merangkul Hayati)

Dokter : Zainuddin, Zainuddin, bangunlah nak. Bukalah mata awak tu. Coba lihat, Hayati yang datang. ….
Sebaiknya nak Hayati sendiri yang membangunkan ia. Mudah-mudahan dia akan sadar.

Hayati : Ngku Zainuddin.. Zainuddin..

Zainuddin : Siapa memanggil nama aku? Hayati kah itu? Suaranya.. saya kenal benar suaranya.

(Hayati menangis)

Zainuddin : Hayati, kau datang tepat pada waktunya. Sudah saya siapkan rumah buat tempat tinggal kita. Sudah
saya cukupkan alat-alat yang diperlukan di rumah itu. Nanti saya ambilkan pakaian hitamku, pakaian
pengantin. (menarik tangan dokter). Ini penghulu kita. Sudah lama menunggu kedatanganmu. Langsung
kita ijab qabul. Setelah menikah kita berangkat ke Makassar. Kita akan ziarah ke kuburan ayah bunda
ku. Kita taruh karangan bunga disana. . . Cantiknya kau hari ini Hayati. Baju kurung begini memang
sangat ku suka. Seperti kita bertemu waktu pertama kali. Ini selendang, selendang sutera putih.
Memang ini pakaian pengantinmu. Berikan tanganmu, Hayati. Kita akan pergi bersalaman dengan
mamaku. Tanganmu akan ku gandeng, dari hayatku sampai matiku. (mengambil tangan, tapi ditolak).
Aihh kekasihku. Mengapa kau mundur maju? Masih malu kau? Padahal hari ini hari pernikahan kita.
Berikan tanganmu. (Hayati melihat Aziz, Zainuddin memegang tangan Hayati, melihat tangannya).
Sudah kepunyaan orang lain. Sudah hilang dari tanganku. Haram saya menyentuh tanganmu (Zainuddin
menangis, narik selimut, marah). Keluar kau semuanya! Pergi kau semuanya! Tinggalkan aku sendiri di
sini. Saya tidak ada hubungan dengan orang2 itu. Mereka juga sudah putus hubungan dengan saya.
Pergi! Keluar!

Hayati mau nyentuh Zainuddin, namun ditarik oleh Aziz keluar.

Aziz : (emosi) Buat apa menolong orang macam tu? Kita pulang sekarang.

14- Zainudin dan Muluk

Muluk : Saya akan bicara dengan Zainuddin sebentar.

Zainuddin : Semuda ini usiaku. Begitu berat luka yang harus ku tanggung.

Muluk : Berentilah bersedih begini, Ngku. Yang terjadi sudahlah terjadi. Ngku, ngku sudah banyak menuntut
ilmu disiko. Budi pekerti dan kesopanan dengan pemikiran yang luas pun sudah berkurai. Janganlah
lebih lemah daripada kami yang tidak kenal baca bismillah. Tidak baik hidup yang mulia ini terkurung
semata-mata hanya memikirkan seorang perempuan. Perempuan yang kau junjung tinggi itu telah
berkhianat, memungkiri janjinya. Disini Ngku sengsara, bersakit-sakit, sedangkan dia? Dia sedang
menikmati masa pengantin baru dengan suaminya. Cinta bukan mengajarkan kita untuk menjadi
lemah, tapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan melemahkan semangat tapi membangkitkan
semangat. Tunjukkan pada perempuan itu bahwa Ngku tidak mati lantaran dibunuhnya.

Zainuddin : Semangat?

Muluk : Ya, semangat. Banyak orang-orang besar yang kalah dalam percintaan. Lantaran kekalahan itu diambil
jalan lain. Dia maju ke politik, dalam mengarang buku, dalam mengarang syair, dalam perjuangan
hidup. Sehingga dia bisa di atas puncak tinggi. Dan perempuan itu akan melihatnya dan menengadah
dari bawah. Saya tau Ngku pandai mengarang. Banyak buku-buku tergeletak di atas meja Ngku. Banyak
karangan-karangan dan hikayat. Kenapa tidak Ngku teruskan itu?

Zainuddin : Kalo pikiran tertutup bagaimana mungkin bias mengarang?

Muluk : Kata orang ketika ditimpa hal-hal seperti inilah maka tebuka pikiran membuat karangan. Sekarang
dimana-mana diterbitkan orang-orang surat kabar, menuntun umat kepada kecerdasan, memuat
perkabaran, pengetahuan, syair dan madah, cerita dan hikayat. Kalo Ngku bisa menuangkan pikiran-
pikiran itu dengan mengarang, Ngku akan berhasil ngku.

Zainuddin : (Zainuddin bangkit. ) Kalo saya ingin bergerak maju, berjuang dalam hidup saya, saya tidak bisa disini
selamanya. Saya tidak ingin Kota Padang ini mengingatkan saya kembali pada apa yang sudah saya lalui
itu. Saya akan pindah ke tanah Jawa. Orang bilang, cakrawala akan lebih luas disana.

Muluk : Batavia Ngku? Awak kenal anak mudo dari Padang yang bekerja di Batavia. Katanyo dio bekerjo di
tempat penerbitan koran. Awak akan surati dia. Nanti akan ku kirimkanlah gubahan-gubahan Ngku ke
sana. Awak ikut Ngku. Awak begitu mengagumi Ngku. Bawalah awak menjad jongos, menjadi pelayan,
menjadi orang suruhan, dan menjadi sahabat setia.

Zainuddin : Benarkah abang mau pergi denganku?

Muluk : Benar Ngku. Baik dari Ngku, banyak kebaikan yang akan awak contoh. Awak ingin memulai kehidupan
yang baru, dan akan meninggalkan baju parewa awak. Awak ingin tunduk dan kembali ke jalan yang
benar. Karena sejauh-jauhnya kita tersesat, pada kebenaranlah kita akan kembali.

Zainuddin : Saya akan memerlukan abang. Janjiku, apa yang saya makan, adalah apa yang abang makan. Sampai
mati jadi sahabat.

(Berjabat tangan)
14 – Di jakarta, Zainudin move on dan menerbitkan buku

Zainudin dan Muluk yang berada di Jakarta dapat hidup sukses. Zainudin menulis buku tentang kisah hidupnya
bersama hayati yang berjudul “Terosier”. tidak disangka, buku tersebut melejit terkenal di Jakarta. dan Zainudin pun
menjadi penulis terkenal di Jakarta. buku yang ditulisnya sudah tersebar di seluruh penjuru dunia. dan sampai pada
akhirnya hayati membaca buku tersebut.

sesungguhnya hayati tidak pernah merasa hidup bahagia selama bersama aziz. di sisi lain aziz selalu bersenang-
senang di klub malam ternama ibukota tanpa pernah teringat oleh hayati yang selalu menunggunya pulang. padahal di
balik semua itu, aziz tengah bermain judi bersama teman-temannya

( peragaan aziz dan teman temannya tengah bermain judi dan bersenang-senang dan hayati yang sedang menunggu aziz
untuk makan malam bersama)

15 – Hayati sedih dan membaca buku yang diberi oleh laras

hayati sedih karena aziz yang jarang pulang ke rumah. untuk mengusir rasa sepi dan bosannya ia mengundang
laras,temannya, untuk melipur laranya.

Hayati:Masuaklah ras

Laras:Iyoo hayati alangkah banar. Rancaknyo rumah ko ya hayati

Hayati:Terimakasiih duduah

Hayati: Senang sekali hati ambo ko barkunjung ke padang panjang..Kadang terasa sepi kalo uda aziz pai karajo ka padang

Laras:Batu ndak ikut uda aziz ko kapadang hayati , uda aziz kan pulang hanya tiap sabtu..lagi pulo uda aziz halah punyo
rumah dipadang

Laras:Oh yo untuk menghilangkan sunyi bacolah buku iko..ceritonyo raancak banah, sadieh menyayat hatih hikayat luar
biasoo termasyhur.. laku di ma-ma. Tigo kali ma ambo mambaco buku iko..tigo kali ambo manangiih

Hayati:Ko macam tukang ubek di baleh sajo.

Laras:Si jamal dalam cerito iko..samo manamek samo zainuddin kau hayati

16 – hayati asyik membaca buku dan tertidur

hayati asyik membaca buku yang ditulis oleh zainudin dan terlelap. tak lama kemudian, aziz pulang. terdengar
suara aziz memangil nama hayati. hayati pun terbangun dari tidurnya.

aziz:atii..atii..atiii...(sambil ngetok pintu)

hayati:assalamualaikum uda ati siapkan minum ud..(kepotong)

aziz:tidak usah

hayati:maaf uda atii..(kepotonglagi)

mak aziz:kalo suamimu pulang.. haruslah kau tau atii

aziz:udahlah uma percuma mengajar orang yang..

hayati:yang apa da

hayati:baru kali ini saya khilaf, biasanya saya selalu menunggu di branda waktu uda yang indak pulang tanpa kabar ati tetap
menunggu sampai larut malam

aziz:heleh (sambil melotot ke hayati)..macam orang kampong saja

mak aziz:beberapo hari ni dio suko baca buku..ntah buku apo yang dibaconyo...sudah makan yo.. makanlah
(hayati nangis didalam kamar dan dihampiri oleh azizi)

Aziz:Beri maaf uda ati...udah letih tadi..

Hayati:jan perlu sering menyakiti ati da, lidah uda itu tajam..hati ati sering terluka.

Aziz: Ati mau nyiapkan makan malam uda.? Da ingin makan malam dengan tenang, sekaligus merayakan keberhasilan
uda.udah diberikan kesempatan..dinaikkan pangkat mengurus kantor perwakilan. Kita kan tinggalkan padang panjang,
pindah ke Surabaya

17 – kedua kalinya membaca buku dan terciduk oleh aziz

untuk kedua kalinya, hayati tertidur sambil membaca buku. aziz yang menghampiri hayati yang sedang tertidur
mengambil dan membaca isi buku tersebut.

Aziz: “anak miskin tak bersuku ingin menyunting bunga” heleeh! mana bisa jadi gadis. “negeri ini ada adat” (melempar
buku ke hayati, hingga hayati terbangun)

Aziz: kau ni banyak baca buku sampai lupa suami, hmm, membaca teruss, suami pulang tak disambut malah tidur, mana
makan?

Hayati: ati menunggu uda dari habis isya, ati lelah, mungkin ati tertidur, jangan uda berkata begitu, biar ati siapkan
makanannya ati juga belum makan, uda! (aziz mendekat)

Hayati: bau apa ini uda? Uda minum? Uda! Uda jangan begini uda

Aziz: “pergi kau anak miskin, negeri kami beradat, bunga desa itu tak pantas untuk kau” wai ini ceritanya persis si budak
bugis tu

Hayati: uda

Aziz: ha?

Hayati: jahat nian tutur uda

Aziz: ha? Kenapa? Ku tak boleh baca buku ni?

Hayati: ndak ado yang melarang

Aziz: hmm, curiga aku, jangan2 emang si budak bugis tu pengarangnya, aku lihat ini terbitan batavia, dia merantau kesana
kan?

Hayati: namanya zainuddin da, jangan lh terlalu di hina zainuddin, setau saya engku zainuddin tak pernah....

Aziz: heeih! “engku zainuddin”, masih rindukah padanya? Kau tak terima? Kenapa? (mendekati hayati) aaahhh! Masih cinta
rupanya, hayatii

Hayati: kenapa uda masih saja mengungkit dia? Hendak apa ati menunggu uda, menghitung hari, setiap hari sampai uda
pulang, tersiksa ati jadi istri macem ni

Aziz: queit, fuck damn! (ingin menampar tapi tidak jadi) KAMPUNG! (menendang kursi)(ati menangis)

18 – sesaat opera dilaksanakan

aziz dan hayati sedang membaca poster opera dari buku “Terosier” yang akan diadakan dalam waktu dekat.
hayati ingin pergi bersama aziz. azizpun mengiyakan permintaan sang istri, walaupun awalnya menolak untuk pergi
bersama.

Tempat opera

(peragakan langsung selesai opera, orang menunduk)


Pembawa acara :Inilah segenap penggiat dari lakon teroesir, sekarang kami akan perkenalkan pengarang, merangkap
produser tuan shabir

sambil menikmati acara, aziz dan hayati bertemu dengan zainudin

Zn : tuan aziz, dan rang kayo hayati, kalian ada disini, sudah lama tinggal di Surabaya?

Az: baru tiga bulan

Zn : ajaib, sekian lama di Surabaya baru sekali ini kita bertemu

Az : (tertawa) kami pun tidak menyangka, pengarang ternama ahli syair masyhur yang selalu jadi buah mulut orang banyak
lantaran tulisan tulisannya yang berarti itu adalah sahabat kami, tuan zainu…

Zn : shabir.. sudah tidak ada lagi nama itu kurang cocok dengan diri saya sekarang, nama shabir lebih cocok bukan ?

Az : semua nama cocok sebagai orang seperti tuan

Zn : ya, maaf, saya permisi sebentar

Az : silahkan, silahkan ( zainudin meninggalkan mereka bedua)

aziz yang sekarang bangkrut ditipu oleh teman kerjanya memiliki banyak utang dan tidak memiliki uang untuk membayar
semua hutangnya. aziz berpikir bahwa ia bisa meminjam uang dari zainudin yang sekarang telah menjadi penulis terkenal.
tapi hayati tidak mau menyusahkan zainudin yang selama ini dengan melihat perilaku aziz kepada zainudin dulu. tidak di
sangka, zainudin memberi pinjaman kepada aziz dan dapat melunasi utang-piutangnya.

19 – rentenir datang

Zn : kenapa makanannya begini? Saya tidak ingin makan makanan kampong seperti ini (membanting sendok)

Hyt : tak punya uang lagi da, uda tak pernah kasih uang lagi kepada ati

(suara pintu)

Rentenir : Aziz..aziz..

( aziz membuka pintu dan menemukan 2 orang renternir untuk meminta azizi membaya uang)

Rentenir: baying utang mu

Aziz : saya sudah bayar

renternir: kau baru bayar 1/3. utangmu tu numpok dan sudah jatuh tempo

(hayati datang ke depan pintu)

hayati : ada apa mas?

renternir : bisa diam kamu. tak usah membela suamimu. bawa barang perhiasan mu semuanya. aku udah jatuh miskin.

hayati : tenang dulu, uda, bagaimana? pinjam dulu ke kantor

renternir : kantor apo? suami mu ni dah dak kekantor seminggu ni. dio dipecat! dah sita semua barangnya.

Hayati : jangannnn! uda macam mano ni ( hayati sambil menangis melihat semua barang diambil oleh para renternir)

20. pergi ke rumah zainudin

aziz meminta pertolongan kepada zainudin untuk dapat tinggal di rumahnya. zainudin membolehkan hal tersbut,
kecuali dengan satu syarat, yaitu tidak membolehkan siapapun untuk masuk ke dalam ruang kerja zainudin.

pada saat makan malam berlangsung, aziz terlihat pucat. zainudin menyuruh agar aziz dapat makan. tiba-tiba,
aziz terjatuh pingsan.
21 – zainudin dan aziz

aziz yang terbaring di atas kasur sambil mengobrol bersama zainudin ditemani oleh hayati

Aziz : saudara zainuddin, budi baik saudara amat besar. seminngu saya sakit. suda sebula saya dan istri saya saudara
izinkan menumpang disini. dhaif benar saya sekarang. tak ada balasan dari saya. hanya memohon kepada tuhan agar jasa
saudara terlukis di sisinya.

zainuddin : itu bukan jasa. hanya kewajiban seorang sahabat kepada sahabatnya. apalagi hidup kita di rantau, wajib
membela satu sam alain.

A : belum pernah say amemberikepad asaudara. saya hanya selalu menerima

z: hanya belum masanya, sekarang sedang saya yang sanggup. mungkin lain nanti, saya yang ditolong uda.

A: terlalu baik saudara,

Z : yang baik hanya tuhan.

A : begini saudara, saya akan segera pergi dari hari ini. saya akn mencari kerja lagi di kota lain. malu saya menumpangdi
rumah saudara. malu di Surabaya,. kalau saudara tidak keberatan, izinkan HAyatoi tinggal disini sampai saya dpt pekerjaan.
segera saya kabari saudara setelah saya mendapat kerja, agar ia bisa menyusul.

z : saya tak keberatan istri uda tingga dsini. tapi say aragukan kalau kalau kesehatan uda belum kembali benar. hanya
lantaran malu uda ingin pergi. lebih baik tahan dahulu, sampai badan kuat betul

A : saya sudah jauh lebih baik,

Z : bagaimana kalo uda aziz dan hayati pulang ke padang? saya rasa lebih baik pulang dahulu. ongkos akan saya bayar.
pulanglah dan berpikirah untuk memantapkan hati, walaupun nantinya kembali merantau.. (motong)

A : tidak. itu tidak bisa . malu.

Z : bagaimana hayati?

Hayati : saya hanya menurut.

Z : baiklah, demikian pertimbangan yang aziz ambil. berangkatlah. kemanapun uda pergi kirimi kami surat. beri kami kabar.
kalau sudah dapat pekerjaan. bisa menjemput hayati, atau saya yang hantarkannya. maaf kan uda. tapi nasihat saya satu.
ubahlah haluan hidup.

A : saya berjanji zainudin

( Hayati dan zainudin menghantarkan kepergian aziz bersama zainudin)

22 – hayati dan muluk

hayati mengetok pintu kamar zainudin, tapi tidak ada yang menyaut. yag keluar dari kamar zainudin adalah
bang muluk sambil membawa secangkir teh

hayati : engku.. engku..

bang muluk : engku belum pulang. maaf enci, indak ado yang boleh masuk kamar ni.

hayati : saya membuat the. tidak nyaman tidak membuat untuk orang yang punyo rumah. saya kira engku zainudin ada
didalam

(meletakkan the diatas meja

hayati ; bang muluk, mengapa sejak saya disini dia bagaikan orang ketakutan saja? adakah kedatangan saya
memberatinya?
bang muluk : buka gitu ncik, jangan salah terimo padonyo

hayati ; dan mengapa tidak ada yang boleh masuk dalam kamar kerjanya? sudah terlalu lamo sayo sudah memakan hati
berulam jantung disini. saya butuh kepastian. masih dendamkah dia kepada saya? masih belumkah dia memberi maaf
kepada saya?

bang muluk : encik, engku zainudin adalah pemuda yang tak beruntung.

hayati : tak beruntung? bukakan kemasyhuran, kemuliaan, kemegahan ini adalah keberuntungannya?

muluk: sekarang dia emang masyhur,tapi itu hanya rupa luarnya sajo, pada batinnyo? tetap sajo dio seorang yang tak
berutung, melarat hatinyo, apalah arti kemuliaan cik kalo maksud indak sampai, dia sudah melarat dari sejak asal dan
turunan, puasako yang ditrimonyo dari ayah bundonyo, dio di usir dari tanah asal keturunannyo. tapi hatinyo tetap teguh,
kareno seorang perempuan telah memberikan bujukan dan berjanji akan menunggunyo. tapi kemudian perempuan itu
lebih tertarik pada laki laki lain yang lebih kaya raya, gagah, beradat dan keturunan tulen minabgkabau.

hayati : sudah bang muluk

bang muluk : sekarang ia menjadi seseorang yang pengasih, penyayang, dan berbelas kasih terhadap. datang kepadonyo
anak mudo yang meminta ongkos untuk kawain. zainudin kasih. dio meraso indak mau bilo anak mudo tu macam dirinyo.
yang kekasihnyo indak sampai. biarlah anak mudo itu tidak menanggung apo yang sayo raso.

hayati : sudah bang muluk cukup, ndak usah dilanjutkan lagi.

bang muluk : mari ncik, ikut saya

( bang muluk mengajak hayati memasuki kamar kerjanya)

bang muluk : disinilah engku zainudin merenungkan nasibnyo dan disini pulo berasal sumber kemasyurannyo kesusteraan
bangso kito

hayati : kalau kamarnya begini indahnya, kenapa saya dilarang masuk?

bang muluk : inilah sebabnyo ( bang muluk membuka kain dibalik foto hayati)

hayati : bang muluk, dia masih ingat akan say, bang muluk(hayati menangis)

bang muluk : ingat, dan selamonyo dak bakal lupo. tapi ncik hayati telah hilang

hayati : tidak bang muluk, dia masih ada. ini dia. dia masih ada bang muluk

hayati : ncik hayati yang dicintoinyo kini dak do lagi. telah mati. semangat zainudin dibawa kubur bersamo samo dengan
cintanyo. ncik hayati menumpang tinggal di rumah kawannyo, sahabatnyo. istri pula dari sahabatnyo. sebagai seorang yang
budiman, engku zainudin menghargai ncik sebagai istri orang lain. meskipun ornag itu pernah menyakitinyo.

( hayati berlari ke kamar dan meninggalkan bang muluk sambil menangis)

23 – aziz melepaskan hayati kepada zainudin

aziz sekarang ia merasa tidak pantas untuk menjadi seorang suami dari hayati. ia mengirimkan surat kepada
zainudin untuk menjaga hayati. dia merasa pernikahan mereka hanya sebatas uang dan keturunan. dia merelakan hayati
kembali kepada zainudin. dia merasa zainudin lebih cocok dengan hayati dna hayati pasti bahagia mempunyai seorang
suami yang cocok dengan jiwanya.

aziz juga mengirimkan surat kepada hayati. di dalam surat itu berisi, bahwa aziz telah menalak hayati. aziz
meminta maaf kepada hayati sebesar-besarnya. dan terdengar kabar, bahwa aziz telah bunuh diri di sebuah hotel.
bertambah sedihlah hayati dibuatnya.

24 – hayati memberanikan diri untuk bertemu dengan zainudin

didalam sebuah ruangan, hayati ingin berbicara dengan zainudin

hayati : engku
zainudin : duduklah

hayati : sudah sebulan lamanya saya menetap di rumah engku. setelah kepergian uda aziz. apa lah lagi akan saya engku?

zainudin : iya, apalah kita lagi?

hayati : saya akan berkata terus terang kepada engku. saya akan jujur kepada engku. akan saya panggil lagi namamu
sebagaimana dahulu kala saya memanggilmu, zainudin. saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku.
asalkan kau sudi memaafkan segenap salahku

zainudin : maaf? kau lekas sepucuk harapan tentangku. kau patahkan. kau minta maaf?

hayati : mengapa kau menjawab aku sekejam itu zainudin? sudah hilangkan kenangan kita dari hatimu? janganlah kau
jatuhkan hukuman. kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah bertubi-tubi ini.

zainudin : iya. begitulah perempuan. dia cuman ingat kekejaman yang orang lakukan padanya walaupun kecil. dan ia lupa
kekejaman dia kepada orang lain sedangkan itu begitu besarnya. lupakah kau siapa yang kejam di antara kita? bukankah
kau sudah berjanji kepadaku, ketika saya diusir oleh ninik mamakmu, karena saya sangat tidak tentu. orang dihina bukan
darah tulen minangkabau. ketika itu kau hantarkan aku ke simpang jalan. kau berjanji akan menunggu kedatanganku
berapapun lamanya. tapi kau kemudian berpaling kepada yang kaya raya, berbangsa, beradat, berketurunan. kau kawin
dengan dia. kau sendiri yang bilang padaku bahwa perkawinan itu bukan paksaan orang lain, tapi pilihan hati kau sendiri.
hampir saya mati menanggung cinta, hayati. dua bulan lamanya saya tergeletak di tempat tidur. kau jenguk saya dalam
sakit dan menunjukkan tangan kau telah berinai bahwa kau telah jadi kepunyaan orang lain. siapakah diantara kita yang
kejam, hayati? saya kirimkan sura-surat, meratap, menghinakan diri, memohon dikasihani. tiba-tiba kau balas surat itu,
dengan isi yang kejam. kau katakan kau miskin, sayapun miskin. hidup tidak akan beruntung jika tidak ada uang. karena itu
kau milih kehidupan yang lebih senang. berlimpahan uang dan emas permata.

hayati : zainudin…

zainudin : siapakah diantara kita yang kejam hayati? siapakah yang telah menghalangi seorang anak muda yang bercita-cita
tinggi menambah pengetahuan, tetapi akhirnya terbuang jauh ke tanah jawa, hilang kampong dan halaman, sehingga dia
menjadi seorang anak yang ditertawakan di muka bumi dan menangis di belakang layar

hayati : zainudin…(sambil menangis)

zainudin : tidak hayati. saya tidak kejam. saya hanya menuruti katamu. bukankah kau yang meminta di dalam suratmu
supaya cinta kita itu dihilangkan dan dilupakan saja. diganti dengan persahabatan yang kekal. permintaan itulah yang saya
pegang teguh sekarang, kau bukan kecintaan ku, bukan tunangan ku,bukan istri ku, tapi janda dari orang lain. maka itu
secara seorang sahabat bahkan secara seorang saudara saya akan kembali teguh memegang janji dalam persahabatan
itu,sebagaimana teguhku dahulunya memegang cintaku. oleh sebabnya, dengan segenap ridho hati ini kau ku bawa tinggal
dirumahku untuk menunggu kedatangan suamimu, tapi kemudian bukan dirinya yang kembali pulang tapi surat cerai dan
kabar yang mengerikan yang datang, maka itu sebagai seorang sahabat pula kau akan ku lepas pulang ke kampungmu,
tanah asalmu, tanah minangkabau yang kayaraya , yang beradat berlembaga, yang tak lapuk dihujan tak lekang di panas.
ongkos pulangmu akan saya beri demikianpun uang yang kau perlukan, selagi saya masih hidup, sebelum kau mendapat
suami lagi, insyaallah kehidupanmu selama di kampung akan saya bantu

hayati: zainuddin, itukah keputusan yang kau berikan kepadaku? bukankah kau termasyhur dimana2? seorang yang berhati
mulia. tidak saya tak akan pulang, saya akan tetap disini bersamamu, biar saya kau hinakan, biar saya kau pandang sebagai
babu yang hina. saya tak butuh uang berapa pun untuk biaya saya, saya butuh dekat dengan kau..( sambil menangis)

zainudin : tidak, pantang pisang berbuah dua kali. pantang pemuda makan sisa. kau mesti pulang kembali kepadang.
biarkan saya dalam keadaan begini. jangan ditumpang hidup dengan saya yang tak berketurunan. negeri minangkabau
beradat. besok hari senin, ada kapal berangkat dari Surabaya menuju tanjung priok, akan terus kepadang. Kapal Van der
Wijck. kau menumpanglah pulang pakai kapal itu pulang ke kampong.

hayati : zainudin..( zainudin meletakkan uang diatas meja)

zainudin : buat belanja pulang. bang muluk akan mengurus semuanya. saya tidak bisa mengahantar. saya harus pergi ke
malang menginap disana ada urusan. bila kau telah sampai, sampaikan salamku kepada datuk garang. ( zainudin
meninggalkan hayati sambail memasangkan jasnya)
25 - 20 okt 1936 ( hari keberangkatan kapal van der wijck)

zainudin hanya bisa melihat punggung belakang hayati yang pergi bersama muluk untuk kembali ke kampong
halamannya. tibalah hayati dan muluk di pelabuhan. disana mereka berpamitan satu sama lain. hayati menitipkan surat
untuk zainudin kepada muluk dan menyampaikan “ sampai saat kita berpisah, hayati masih mengingat dia”. muluk pun
mengiyakan.

kapal mulai berlayar mengarungi luasnya lautan. zainudin berkata kepada muluk bahwa hatinya sedang
berperang sejak kepergian hayati dan menyesal melepaskan dia pergi. cinta nya pada hayati masih belum hilang. muluk
pun memberi surat yang hayati titipkan dan menyampaikan pesannya kepada zainudin. zainudin pun membaca surat
tersebut.

(isi surat hayati)

“ pergantungan jiwaku, zainuddin. sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup didekatmu supaya mimpi yang telah
engkau rekatkan sekian lamanya bisa terlaksana, supaya dapat segala kesalahan yang besar2 yang telah kuperbuat
terhadap dirimu, saya tebus semua. tetapi, cita2ku itu tinggal selamanya menjadi cita2, sebab engkau sendiri yang
menutup pintu di depanku, saya kau larang masuk, sebab engkau hendak mencurahkan segala dendammu, kesakitan yang
telah sekian lama bersarang didalam hatimu. lantaran membalas dendam itu engkau ambil suatu keputusan yang maha
kejam, engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. sebab itu,
percayalah zainuddin, bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka padaku saja, tetapi
kepada kita berdua. karena saya tau bahwa engkau masih tetapa cinta kepadaku. zainuddin, kalau saya tak ada hidupmu
tidak juga akan beruntung. percayalah, di dalam jiwaku ada sesuatu kekayaan besar yang engkau sangat perlu kepadanya,
dan kekayaan itu belum pernah aku berikan kepada orang lain, walaupun kepada aziz. kekayaan itu ialah kekayaan cinta.
seandainya kau terima kembali kedatanganku, saya tidak akan meminta balasan dari engkau, balasan yang aku harapkan
dari cinta suci ku hanyalah dari Allah, supaya engkau diberinya bahagia, balasan kedua yang saya harapkan adalah supaya
saya dapat selalu hidup didekatmu selamanya. zainuddin, engkau akan peroleh seorang perempuan yang masih suci
batinnya, suci jiwanya, belum pernah disentuh orang lain, hatinya belum pernah dirampas orang, yang tidak ada bedanya
dengan permatamu yang hilang dan dengan gadis batipuh yang engkau cintai dua dan tiga tahun yang lalu yang gambarnya
tergantung di kamar tulismu, tetapi sungguhpun demikian pembalasanmu, kesalahanmu itu telah ku maafkan, sebabnya
ialah lantaran saya cinta akan engkau dan karna saya tau engkau lakukan semua lantaran ccintamu kepadaku. saya akan
pulang, hanya dua yang kutunggu di batipuh, pertama adalah kedatanganmu kembali untuk menjemputku, kedua,
menunggu maut datang apabila kau tak pernah datang kembali kepadaku. Cuma satu pengharapan yang penghabisan.
heningkan hatimu kembali, sama2 kita habisi kekecewaan yang sudah2. maafkan saya, cintai saya kembali. zainuddin,
engkaulah yang terpatri didalam doaku bila saya menghadap tuhan di akhirat, kalau ku mati lebih dahulu daripadamu
jangan kau berduka hati, melainkan sempurnakanlah doa kepada tuhan, selamat tinggal, zainuddin, selamat tinggal, wahai
orang yang kucintai didunia ini. aku cinta akan dikau, semoga hati kita sama2 dirahmati tuhan, selamat tinggal zainuddin,
aku cinta akan engkau dan kalau ku mati adalah kematianku dalam mengenang engkau”

zainudin yang masih menginginkan hayati, semakin tidak rela melepaskan kepergian hayati. ia memutuskan
untuk pergi menjemput hayati dan menyuruh bang muluk untuk memesan tiket. adapun sayangnya, zainudin
mendapatkan kabar bahwa kapal van der wijck telah tenggelam.

ia mengendarai mobil menuju rumah sakit yang menampung korban akibat tenggelamnya kapal tersebut.
setelah sesampainya di rumah sakit, ia kalang kabut mencari hayati diantara ramainya orang. dia menyebut nama hayati.
dia semakin cemas ia tidak menemukan hayati. kemudian, ditemukanlah hayati oleh muluk. muluk pun langsung
memanggil zainudin.

zainudin : hayati…hayati.. dokter bagaimana keadaanya dokter?

dokter : kondisinya parag, kedua paru parunya penuh dengan air dan tulang rusuknya banyak patah. ia juga banyak
mengeluarkan banyak darah.

zainudin : kalau perlu pakailah darah saya sendiri dokter untuk menolongnya dokter
dokter : sayang sekali, peralatan kami tidak memadai. kami sedang memesannya ke Surabaya. beberapa dokter pun sedang
kemari untuk membantu. maafkan saya ( dokter meninggalkan zainudin)

zainudin : hayati.. hayati…

hayati : zainudin.. kau kah? zainudin kekasihku?

zainudin : hayati, rupanya allah tidak mengizinkan kita untuk berpisah lagi. ini saya, zainudin, kekasihmu. engkau akan
sembuh. kita akan pulang. kita pulang ke rumah kita di Surabaya ( zainudin menangis)

hayati : zainudin… bang muluk.. suratt….surat…

bang muluk : sudah saya kasih

zainudin : hayati.. hayati..hayati!

hayati : zainudin, kekasihku. aku butuh dekat dengan kau. lah dekat masaku. aku tau.

zainudin : tidak hayati, kau akan sembuh, udah jangan kau bicara lagi. kita pulang ke Surabaya. kita akan menikah. kita
hidup berdua. kebahagaian cinta ada di depan kita.

hayati : zainudin, kekasihku.. biarlah aku liat.

zainudin : tidak, hayati, tidak

hayati : sabar, sabar kekasihku. cahaya kematian telah terlihat dimukaku. jika aku mati, hatiku bahagia. karena aku tau
engkau masih mencintaiku

zainudin : hidupku hanya buat kau seorang hayati

hayati : aku pulang, bacakan. bacakan dua kalimat suci itu telinga ku zainudin

zainudin : jangan kau pergi kekasihku. saya perlu dekat kau. jangannn

hayati : bacakan. bacakan dua kalimat suci itu telinga ku. aku cinta akan engkau zainudin. semoga hati kita dirahmati tuhan.
bacakanlah

zainudin : (membaca kalimat syahadat)

hayati : sekali lagiii (3x) ( menutup mata hayati) (zainudin nangis terisak isak)

akhirnya hayati telah dijemput oleh malaikat maut. matinya adalah mati bahagia karena ia masih mencintai
zainudin, sang kekasih. dan begitu pula dengan zainudin yang masih mencintai hayati.

zainudin yang telah ditinggal oleh hayat selalu menangis mengingat bahwa hayati telah tiada. ia pergi ke makam
hayati untuk membaca doa serta mendoa agar ruhnya tenang di alam sana.

26 – zainudin didepan mesin ketik

bang muluk : engku

zainudin : bang muluk

bang muluk : awak akan menikah dengan ida. lamaran awak diterimonyo. awak akan jadi pengantin

zainudin : Alhamdulillah, selamat bang muluk.

bang muluk : nanti akan bawa mak awak ke sini. indak menyangko awak bakal melamar. terima kasih engku.

zainudin : apa yang bang muluk terimakasihkan kepada ku tentang ida?

bang muluk : terima kasih karena engku lah awak melihat, merasa kisah engku dengan cik hayati, betapa engku
mencintainya, awak jadi sadar bahwa betapa ndak ado kebahagiaan paling besar didunia ini, selain kebahagiaan cinta
engku

zainuddin: saya pun berterimakasih kpd bang muluk, mungkin saya kehilangan hayati, tapi selalu disaat kehilangan itu bg
muluk selalu ada sebagai sahabat. sampai mati jadi sahabat
bg muluk: sampai mati jadi sahabat (melihat foto hayati) semoga almarhumah tenang di alam sana

zainuddin: hayati, hayati masih hidup bg muluk, dia masih hidup

bg muluk: engkuu… hentikanlah kesedihan ini, yang berlalu biar berlalu lah, berhentilah bersedih dan merenungkan cik
hayati, alhamrhumah lah tenang

zainuddin: hayati masih hidup bg muluk, disini, dia masih hidup disini (menunjuk kertas) “tenggelamnya kapal van der
wijck” bukuku yang terbaru, bersama kisahku dan hayati di buku ini, mudah2an buku ini dibaca banyak orang, dan akan
tercapai juga kemuliaan bangsa ku, persatuan tanah airku, hilang segala kebencian dan perbedaan, mencapai keadilan dan
bahagia. sempit rasanya rumah sebesar ini jika hanya ada kita bg muluk, masih banyak perjuangan hidup blm tercapai
(zainuddin pergi)

27- zainuddin kehidupan baru

zainuddin: selamat pagi (ke pelayan)

zainuddin: selamat pagi ida, bg muluk udah siap ke kantor? (bg muluk Cuma senyum)

(narasi zainuddin) banyak orang berkataini adalah hikayat kisah cinta sejati diantara zainuddin dan hayati, tetapi bagiku
sendiri ini adalah hikayat kebangkitan sejati. tentang anak manusia yang jatuh tetapi memilih untuk bangkit, lalu ia jatuh
lagi, tetapi ia memilih untuk terus bangkit lagi. walaupun berkali2 jatuh, zainuddin memilih untuk terus hidup, bangkit dari
kesedihannya. kejatuhanmu bukanlah awal dari kesedihanmu, tetapi awal dari kebangkitanmu. jangan pernah
membiarkan kesedihan dan kedukaan masuk kedalam dirimu. hayati akan selalu ada disisi zainuddin selamanya~

SELESAI COY!!!

Anda mungkin juga menyukai