Anda di halaman 1dari 6

Khotbah I

َ ‫ َأ ْش َه ُد َأنْ الَ ِإل َه ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِري‬.ِ‫ال الصَّال َِحات‬
َ ‫ْك لَ ُه َش َها َد ًة اَرْ جُو ِب َها َرف‬
.‫ِيع الد ََّر َجات‬ ِ ‫ْال َح ْم ُد هلِل ِ الَّذِى َو َّفقَ عِ َبادَ هُ ْالمُْؤ ِم ِني َْن اِل َدَ ا ِء ااْل َعْ َم‬
‫ضاِئل‬َ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ِه َوَأصْ َح ِاب ِه ُأولِى ْال َف‬
َ ‫ اللّ ُه َّم‬.ِ‫صاحِبُ ْالمُعْ ِج َزات‬َ  ‫َوَأ ْش َه ُد اَنّ َسيِّدَ َنا م َُحم ًَّدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه‬
ْ
ِ ‫َوال َك َرا َما‬
‫ت‬

.‫ َوا َّتقُوا هللاَ َح َّق ُت َقا ِت ِه َوالَ َتم ُْو ُتنَّ ِاالَّ َواَ ْن ُت ْم مُسْ لِم ُْو َن‬.ِ‫ب ْال َم ْن ِهيَّات‬ ِ ‫ال ْال َمْأم ُْو َرا‬
ِ ‫ت َواجْ ِت َنا‬ ِ ‫ ِا َّتقُوا هللاَ ِبا ْم ِت َث‬.ُ‫ َف َيا َأ ُّي َها ْالمُسْ لِم ُْو َن َر ِح َم ُك ُ?م هللا‬،ُ‫َأمَّا َبعْ د‬
ْ
‫ت َو ُه ْم الَ يُظلَم ُْو َن‬ ْ ‫س َما َك َس َب‬ ٍ ‫هللا ُث َّم ُت َو َّفى ُك ُّل َن ْف‬
ِ ‫َوا َّتقُوا َي ْومًا ُترْ َجع ُْو َن فِ ْي ِه ِإلَى‬

Maasyiral muslimin, jamaah shalat Jum’at yang dimuliakan dan diberkati Allah

Allah subhanahu wata’ala telah memberikan modal dasar kepada kita berupa iman dan takwa. Dengan
modal ini, kita mendapat derajat yang mulia dan juga mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.
Kerena itulah kita harus bersyukur dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

Maasyiral muslimin, jamaah shalat Jum’at yang dimuliakan dan diberkati Allah

Di dalam surat al-Hadid ayat 27, Allah SWT berfirman:

ِ ‫ان هَّللا‬ ‫ْأ‬


ِ ‫ِين ا َّت َبعُوهُ َر َف ًة َو َرحْ َم ًة َو َرهْ َبا ِني ًَّة ا ْب َت َدعُو َها َما َك َت ْب َنا َها َعلَي ِْه ْم ِإاَّل ا ْب ِتغَا َء ِرضْ َو‬ ِ ‫و َج َع ْل َنا فِي قُلُو‬ َ
َ ‫ب الَّذ‬

“Kami jadikan dalam hati orang- orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. dan mereka
mengada-adakan rahbaniyyah. Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka
sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah.”

Ayat ini berbicara tentang pengikut Nabi Isa yang setia kepada beliau dengan mengikuti ajaran dalam
kebenaran dan rahmat. Terdapat rasa kasih sayang dalam hati mereka. Sifat rubbaniyyah adalah
meninggalkan kenikmatan dunia yang sifatnya mubah. Mereka melakukannya karena ingin
mendekatkan diri kepada Allah. Al-Qur’an dengan mengatakan “maa katabnaa alaihim (Kami tidak
mewajibkan perilaku rabbaniyyah itu untuk mereka)”. Nabi Isa tidak mewajibkan perilaku rabbaniyyah.
Dan mereka sendiri yang mengada-adakannya karena ingin mendekatkan diri kepada Allah subhanahu
wataala.

Dalam Hadits riwayat al-Bukhari dijelaskan:

‫الح ْم ُد‬
َ ‫ك‬ َ َ‫ َر َّب َنا َول‬:ُ‫ َقا َل َر ُج ٌل َو َرا َءه‬،" ُ‫ َسم َِع هَّللا ُ لِ َمنْ َح ِم َده‬:‫ َفلَمَّا َر َف َع َرْأ َس ُه م َِن الرَّ ْك َع ِة َقا َل‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِّ‫صلِّي َو َرا َء ال َّن ِبي‬َ ‫ُك َّنا َي ْومًا ُن‬
‫َأ‬ ُ ْ ‫َأ‬ َ َ ً َ
‫ِين َملكا َي ْبت ِدرُون َها ُّي ُه ْم َيكت ُب َها َّو ُل‬ َ َ ً
َ ‫«ر يْت ِبضْ َعة َوثالث‬ُ ‫َأ‬ َ َ ‫َأ‬ َ ِّ َ َ
َ :‫ قا َل‬،‫ نا‬:‫ « َم ِن ال ُمتكل ُم» قا َل‬:‫ قا َل‬،‫ف‬ َ َ ‫ص َر‬ ْ َ َ
َ ‫ فلمَّا ان‬،ِ‫اركا فِيه‬ ً َ َ ً ‫ح‬ 
َ ‫مْدا كثِيرً ا ط ِّيبًا ُم َب‬ َ

“Pada suatu hari kami shalat di belakang Nabi SAW dan ketika beranjak dari ruku’ beliau melafalkan,
‘samiallahu liman hamidah’. Tiba-tiba ada seseorang yang mengucapkan, ‘Rabbana walakal hamdu,
hamdan, tayyiban mubaarakan fih. Usai shalat, Nabi SAW bertanya, ‘Siapa yang mengucapkan kalimat
itu tadi? ‘Saya’ Jawab salah seorang sahabat. ‘Saya melihat lebih dari tiga puluh malaikat berlomba-
lomba mencatatnya terlebih dahulu’ Imbuh Nabi SAW.” (HR: al-Bukhari)

Rasulullah mengajarkan kepada sahabat ini bacaan tersebut. Sahabat sendiri yang mengada-ada dan
memulainya terlebih dahulu, tetapi Rasulullah tidak mengatakan, “Haram kamu melakukan apa yang
tidak  saya lakukan. Haram kamu membaca kamu membaca apa yang tidak pernah saya baca”. Tetapi
justru Rasulullah memberikan orang ini kabar gembira karena ada 30 lebih malaikat yang berlomba-
lomba untuk mencatatnya lebih dahulu.

Maasyiral muslimiin jamaah Jum’at yang dimuliakan dan diberkati Allah

Dari ayat Al-Qur’an dan sabda Rasulullah tadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak serta merta
sesuatu yang baru, yang tidak pernah dilakukan Rasulullah, tidak pernah dilakukan para Sahabat,
dikatakan sesat atau bid’ah dhalalah. Sesuatu yang sesat dan pada akhirnya akan masuk neraka. Tapi
timbangan bahwa sesuatu dikatakan atau tidak sesat adalah timbangannya Al-Qur’an atau sunah
Rasulullah. Rasulullah dalam Hadits sahih yang diriwayatkan Imam Muslim mengatakan:

‫ َو َمنْ َسنَّ فِي اِإْلسْ اَل ِم ُس َّن ًة‬،ٌ‫ُور ِه ْم َشيْ ء‬ ‫ُأ‬ ‫ْ َأ‬ َ ‫ ُكت‬،ُ‫ َف ُع ِم َل ِب َها َبعْ دَ ه‬،‫َمنْ َسنَّ فِي اِإْلسْ اَل ِم ُس َّن ًة َح َس َن ًة‬
ِ ‫ َواَل َي ْنقُصُ مِنْ ج‬،‫ِب َل ُه مِث ُل جْ ِر َمنْ َع ِم َل ِب َها‬
‫َأ‬ ْ ً
‫ار ِه ْم َشيْ ٌء‬ ِ ‫ َواَل َي ْنقُصُ مِنْ ْو َز‬،‫ِب َعلَ ْي ِه مِث ُل ِو ْز ِر َمنْ َع ِم َل ِب َها‬
َ ‫ ُكت‬،ُ‫ َف ُع ِم َل ِب َها َبعْ دَ ه‬،‫َس ِّيَئ ة‬
“Barang siapa yang memulai dalam ajaran agama Islam ini sesuatu yang baik, maka dia akan
mendapatkan pahala dan pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka
sedikit pun. Dan barang siapa yang memulai ajaran agama dengan sesuatu yang tidak baik, maka dia
akan mendapatkan dosa orang-orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa mengurangi dosa mereka
sedikitpun.” (HR: Muslim)

Berdasarkan Hadits ini, Imam Syafii radiuallahu anhu, seperti yang dikutip oleh Asy-Syatibi, mengatakan:
“Apabila perkara baru yang muncul setelah Rasulullah bertentangan dengan al-Qur’an, Sunah Rasul dan
para sahabatnya, dan ijma’, maka ini termasuk perkara baru yang tercela. Namun sebaliknya, ia tidak
bisa dikatakan perkara baru yang tercela bila tidak bertentangan dengan sumber-sumber hukum
tersebut. Imam Syafii mengatakan bahwa patokan buruk atau tidaknya sesuatu itu bukan berdasarkan
apa yang pernah dilakukan Rasulullah dan para sahabat saja, tetapi harus merujuk  kepada al-Qur’an dan
Sunah Rasulullah. Pasalnya ada perbuatan yang tidak dilakukan oleh Rasulullah, tetapi para sahabat
mengerjakannya dan diikuti oleh banyak orang yang hidup setelahnya hingga saat ini.

Dalam sahih Bukhari, Imam Syafii menyebutkan shalat Tarawih berjamaah pertama kali dilakukan oleh
Khalifah Umar bin Khattab. Sebelumnya, Rasulullah mengerjakannya sendiri-sendiri, tidak berjamaah.
Ketika masa Khalifah Abu Bakar, shalat Tarawih juga sendiri-sendiri. Tapi kemudian, ketika masa Khalifah
Umar bin Khattab, beliau melihat para sahabat shalat sendiri, maka beliau kumpulkan dalam satu imam.
Beliau menunjuk sahabat Ubaid bin Ka’ab untuk menjadi imam. Setelah itu, beliau mengatakan “Sebaik-
baik bid’ah adalah ini. Sebaik-baik perkara yang baru, yang tidak ada sebelumnya adalah ini”. Umar bin
Khattab, tidak memaknai apa yang tidak dilakukan Rasulullah SAW  pasti sesat. Buktinya beliau
melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah dan sampai sekarang kita melakukan shalat
Tarawih secara berjamaah.

Maasyiral muslimiin jamaah Jum’at yang dimuliakan dan diberkati Allah

Bagaimana pun juga, para ulama tidak memahami bahwa segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan
Rasulullah SAW dan para sahabat adalah bid’ah yang sesat.  Ada sesuatu yang baru muncul setelah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan sampai sekarang kita masih melakukannya, seperti
penulisan tanda titik dan harakat al-Qur’an, namun tidak dikatakan sesat oleh banyak ulama.
Penambahan titik dan harakat ini dilakukan pertama kali oleh Yahya bin Ya’kub, tabiin yang hidup
setelah masa sahabat. Penjelasan ini disebutkan Al Imam Abu Dawud dalam kitabnya Darul Masohib.
Pada bagian bahasan sejarah mushaf dijelaskan bahwa Yahya bin Ya’kub adalah orang yang pertama kali
menuliskan tanda titik dalam Qur’an. Ketika Rasulullah meminta para Sahabat menuliskan Qur’an, tidak
ada titiknya. Begitu juga pada saat Khalifah Umar membagikan Al-Qur’an ke beberapa tempat, juga
belum ada titiknya.

Penulisan tanda titik dalam Qur’an dimulai pada masa tabiin dan sampai sekarang kita masih membaca
al-Qur’an yang ada titik dan harakatnya serta dilengkapi dengan nomor ayat. Hakikatnya bentuk al-
Qur’an yang semacam ini tidak pernah ada pada masa Rasulullah SAW. Hal ini berati patokan kebenaran
itu adalah al-Qur’an dan Sunnah. Sebagaimana yang ditegaskan al-Qur’an:

‫َو َما آ َتا ُك ُم الرَّ سُو ُل َف ُخ ُذوهُ َو َما َن َها ُك ْم َع ْن ُه َفا ْن َتهُوا‬

 “Apa yang diperintahkan oleh Rasullllah, maka kerjakanlah dan tinggalkanlah segala yang dilarang
Rasulullah SAW” (QS: Al-Hasyr ayat 7).

Sesungguhnya para ulama tidak mengatakan bahwa setiap bid’ah itu pasti sesat. Mereka yang
berpendapat bahwa setiap bid’ah sesat selalu berdalil dengan Hadits:

‫ضاَل لَة‬
َ ‫َفِإنَّ ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬

“Sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat”

Ibnu Hajar al-Atsqalani menerangkan bahwa Hadits ini memiliki redaksi umum yang bermakna khusus.
Kullu bid’atin dhalalah dimaknai dengan sebagian bid’ah sesat, bukan semua bid’ah sesat. Pemaknaan
kalimat ini hampir sama dengan firman Allah SWT tentang adzab kaum Aad:

‫ُت َد ِّم ُر ُك َّل َشيْ ٍء‬

“Yang menghancurkan segala sesuatu........” (QS: al-Ahqaf ayat 25)


Meskipun ayat ini menggunakan kata kulla syai’, bukan berati maknanya menghancurkan semua
sesuatu, karena jika dipahami seperti ini maka berati pada waktu itu sudah terjadi kiamat. Padahal
maksud sebenarnya adalah angin menghancurkan setiap sesuatu yang dilewatinya saja. Sehingga makna
kullu di sini dimaknai dengan sebagian besar hancur. Dengan demikian, ketika Rasul mengatakan, kullu
bid’atin dhalalah, maknanya bukan berati semua bid’ah sesat, tetapi dimaknai dengan sebagian besar
bid’ah yang sesat.

Terlebih lagi, tidak mungkin satu Hadits bertentangan pemaknaannya dengan Hadits yang lain. Kalau
Hadits yang pertama membolehkan melakukan sesuatu yang baru dan dianggap baik, bahkan orang
yang melakukannya mendapatkan pahala dan begitu pula dengan orang yang mengikutinya, maka
Hadits berikutnya kullu bid’atin dhalalah, tidak bisa dimaknai dengan segala sesuatu yang baru adalah
sesat dan orang yang melakukannya akan masuk neraka.

Para ulama mengatakan segala sesuatu ditimbang menurut ukuransyara’,al-Qur’an dan Sunah. Diantara
perkara baru adalah peringatan Maulid Nabi SAW. Karenanya penting bagi kita untuk memaknai bid’ah,
sehingga kita bijaksana dalam menyikapi sesuatu yang muncul baru dan sudah menjadi tradisi umat
Islam dari generasi ke generasi. Mulai dari abad ketujuh sampai abad kelimabelas, kebanyakan umat
Islam melakukannya. Maka kalau seandainya dikatakan bid’ah yang sesat dan masuk neraka, maka tidak
akan pernah para ulama menulis tentang kebolehanya. Ada ratusan lebih para ulama yang
membolehkan maulid Nabi, bahkan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dalam kitabnya At Tanbihan Al
Wajibat, juga membolehkannya.

Mudah-mudahan, kita dapat memahami sabda Rasulullah dan memaknai Al-Qur’an dengan benar dan
mudah-mudahan, kita termasuk orang yang mengikuti Sunah Rasulullah, dan mudah-mudahan kita
dijauhkan dari bid’ah-bid’ah yang menyesatkan. Amiiin ya rabbal alamiin.

Khotbah II

‫ُأ‬
ِ ‫ َو ِب ِه َنسْ َت ِعيْنُ َعلَى م ُْو ِر ال ُّد ْن َيا َوال ِّدي‬،‫هلل َربِّ ْال َعالَ ِمي َْن‬
‫ْن‬ ِ ِ ‫اَ ْل َحمْ ُد‬

‫ َوَأ ْش َه ُد َأنَّ م َُحم ًَّدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه‬،ُ‫ك لَه‬


َ ‫َأ ْش َه ُد َأنْ الَ ِإل َه ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي‬
‫ص ِّل َعلَى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َو َعلَى ألِ ِه َوَأصْ َح ِاب ِه َأجْ َم ِعي َْن َو َمنْ َت ِب َع ُه ْم بِِإحْ َس ٍ‬
‫ان ِإلَى َي ْو ِم ال ِّدي ِ‬
‫ْن‬ ‫اللّ ُه َّم َ‬

‫از ْال ُم َّتقُ ْو َن‪َ ،‬وَأح ُُّث ُك ْم َعلَى َطا َع ِت ِه َل َعلَّ ُك ْم ُترْ حً م ُْو َن‬ ‫هللا ُأ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ يْ ِب َت ْق َوى ِ‬
‫هللا َف َق ْد َف َ‬ ‫َأمَّا َبعْ دُ‪َ ،‬ف َيا عِ َبادَ ِ‬

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‪:‬‬ ‫هللا َ‬ ‫ون‪َ ،‬وقا َ َل َرس ُْو ُل ِ‬ ‫آن ْال َك ِري ِْم‪َ :‬ياَأ ُّي َها ال َّناسُ اعْ ُبدُوا َر َّب ُك ُم الَّذِي َخ َل َق ُك ْم َوالَّذ َ‬
‫ِين مِنْ َق ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم َت َّتقُ َ‬ ‫َقا َل هللاُ َت َعالَى فِيْ ْالقُرْ ِ‬
‫ْ‬ ‫ُ‬
‫صدَقَ َرس ُْول ُه ال َّن ِبيُّ ال َك ِر ْي ُم َو َنحْ نُ َعلَى ذل َِك‬ ‫ْ‬
‫صدَ قَ هللاُ ال َعظِ ْي ُم َو َ‬ ‫ُ‬
‫اس ِب ُخل ٍق َح َس ٍن‪َ .‬‬ ‫ْ‬ ‫َأ‬
‫ا َّت ِق هَّللا ِ َحي ُْث َما ُك ْنتَ َو ْت ِبعْ ال َّس ِّيَئ َة ال َح َس َن َة َتمْ ُح َها َو َخال ِِق ال َّن َ‬
‫هلل َربِّ ْال َعالَ ِمي َْن‬
‫م َِن ال َّشا ِه ِدي َْن َوال َّشاك ِِري َْن َو ْال َح ْم ُد ِ ِ‬

‫ت َو ْالمُْؤ ِم ِني َْن َو ْالمُْؤ ِم َنا ِ‬


‫ت‬ ‫اغفِرْ ل ِْلمُسْ لِ ِمي َْن َو ْالمُسْ لِ َما ِ‬
‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّمُوا َتسْ لِيمًا‪َ .‬اللّ ُه َّم ْ‬ ‫ون َعلَى ال َّن ِبيِّ َياَأ ُّي َها الَّذ َ‬
‫ِين َءا َم ُنوا َ‬ ‫ِإنَّ هَّللا َ َو َماَل ِئ َك َت ُه ُي َ‬
‫صلُّ َ‬
‫ت‬ ‫ت َو َقاضِ َي ْال َح َ‬
‫اجا ِ‬ ‫ك َس ِم ْي ٌع َق ِريْبٌ ُم ِجيْبُ ال َّد َع َوا ِ‬ ‫ت ِإ َّن َ‬
‫مْوا ِ‬ ‫ْاَألحْ يا َ ِء ِم ْن ُه ْم َو ْاَأل َ‬

‫َر َّب َنا اَل ُتَؤ اخ ِْذ َنا ِإنْ َنسِ ي َنا َأ ْو َأ ْخ َطْأ َنا َر َّب َنا َواَل َتحْ ِم ْل َعلَ ْي َنا ِإصْ رً ا َك َما َح َم ْل َت ُه َعلَى الَّذ َ‬
‫ِين مِنْ َق ْبلِ َنا َر َّب َنا َواَل ُت َحم ِّْل َنا َما اَل َطا َق َة َل َنا ِب ِه َواعْ فُ َع َّنا‬
‫اب ال َّنار‬ ‫اغفِرْ َل َنا َوارْ َح ْم َنا َأ ْنتَ َم ْواَل َنا َفا ْنصُرْ َنا َعلَى ْال َق ْو ِم ْال َكاف ِِر َ‬
‫ين‪َ .‬ر َّب َنا آ ِت َنا فِي ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َوفِي اآْل خ َِر ِة َح َس َن ًة َوقِ َنا َع َذ َ‬ ‫َو ْ‬

‫ْأ‬
‫ُون‪َ ،‬ف ْاذ ُكرُوا َ‬
‫هللا ْال َعظِ ْي َم‬ ‫ان َوِإي َتا ِء ذِي ْالقُرْ َبى َو َي ْن َهى َع ِن ْال َفحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َكر َو ْال َب ْغي َيع ُ‬
‫ِظ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم َت َذ َّكر َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫عِ َبادَ هللاِ! ِإنَّ هَّللا َ َي ُم ُر ِب ْال َع ْد ِل َواِإْلحْ َس ِ‬
‫هللا َأ ْك َب ُر‬
‫َي ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكرُوهُ َعلَى ِن َع ِم ِه َي ِز ْد ُك ْم‪َ  ‬واسْ َألُ ْوهُ مِنْ َفضْ لِ ِه يُعْ طِ ُك ْم َولَذ ِْك ُر ِ‬

‫‪ ‬‬

Anda mungkin juga menyukai