Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS NOVEL “TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER

WIJCK”

Karya : Hamka

Nama Anggota:
1. Amelia Dwi Partiwi (3)
2. Doni Prasetya (10)
3. Ferdy Herdiansyah (12)
4. Finna Ayu Fitriana (13)
5. Kiki Anestasya (18)
6. Novia Zalfaa Qoslimah (25)
7. Yunda Novita Sari (34)
Unsur Intrinsik:
1) Tema
Novel karya Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck bertema
tentang cinta yang sejati, tulus dan cinta yang setia antara laki-laki dan
perempuan tetapi tidak dapat dipersatukan dan tak tersampikan karena tradisi
adat Minangkabau yang begitu mengikat dan terlalu mendiskriminasi adat
lainnya pada saat itu.

2) Latar
a. Latar Tempat
Latar tempat yang digunakan dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
yaitu sebagai berikut:
1) Di Mengkasar : “Sempit rasanya alam saya mak Base, jika saya masih tetap
juga di Mengkasar ini....” halaman 9.
2) Di tepi pantai : “Di tepi pantai, diantara kampung baru dan kampung mariso
berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar...” halaman 7
3) Di dusun Batipuh : “Sudah hampir 6 bulan dia tinggal di Dusun Batipuh....”
halaman 18.
4) Di ufuk barat : “Cahaya merah telah mulai terbentang di ufuk barat....”
halaman 7.
5) Di Padang Panjang : “Bilamana Zainuddin telah sampai ke Padang
Panjang....” halaman 18.
6) Di sawah : Sebelum Perempuan-perempuan membawa niru dan tampian ke
sawah....” Halaman 22.
7) Di dusun : “Di dusun, belumlah orang dapat memandang kejadian ini....”
halaman 37.
8) Di atas rumah : “Dia naik ke atas rumah, terus sekali.....” halaman 50
9) Di kamar : “Khadijah tengah asyik berhias di kamarnya...” halaman 52.
10) Di silaing : “Pagi pukul 9 berhentilah bendi Hayati di muka rumah Zainuddin
di Silaing...” halaman 90
11) Di kota Surabaya: “Yang kelak akan dipergunakan mencoba nasib di kota
Surabaya....” halaman 97.
12) Di rumah: “Kebetulan Muluk kembali dari pasar, tidak mendapati Zainuddin di
rumah...” halaman 92
13) Di Teluk Bogor: “Sebelum melangkahkan kaki masuk kapal pelabuhan teluk
bogor....” halaman 102.
14) Di Jakarta: “Sesampai di Jakarta, disewanya sebuah rumah kecil disuatu
kampung yang sepi.” Halaman 97.
15) Di Banyuwangi: “Sengaja saya pergi ke Banyuwangi ini ialah hendak mencari
pekerjaan...” halaman 120.
b. Latar Waktu
Latar waktu yang digunakan dalam novel ini yaitu sebagai berikut:
1) 30 Tahun yang lalu: “Suatu kejadian di suatu negeri kecil dalam wilayah
Batipuh X koto (Padang Panjang) kira-kira 30 tahun yang lalu.” halaman 8.
2) 400 Tahun yang lalu: “Melayu yang mula-mula membawa islam ke
Mengkasar kira-kira 400 tahun yang lalu.” halaman 10.
3) Senja: “Di waktu senja demikian kota Mengkasar kelihatan hidup....” halaman
7.
4) Siang: “Kepanasan dan kepayahan orang bekerja siang...” halaman 7.
5) Sore: “Apabila telah sore diobat dengan menyaksikan matahari...” halaman 7.
6) Pukul 5 sore: “Pukul 5 sore, kapal akan berlayar menuju Surabaya....”
halaman 16.
7) Hampir 6 Bulan: “Sudah hampir 6 bulan dia tinggal di dusun Batipuh....”
halaman 18.
8) Pagi hari: “Pagi-pagi, sebelum perempuan-perempuan membawa niru dan
tampian ke sawah...” halaman 22.
9) Malam: “Semalam sebelum datang waktunya...” halaman 52.
10) 2 hari: “Surat diterima orang di Batipuh adalah 2 hari....” halaman 69.
11) Tengah hari: “Pada suatu hari, tengah hari, sdang cacau ragi kain...”
halaman 92.
12) Pukul 9 pagi: “Pagi-pagi pukul 9 berhentilah Hayati di muka rumah
Zainuddin...” halaman 90.
13) Pukul 12 malam: “Setelah hari malam kira-kira pukul 12, datanglah
penganten....” halaman 89.
14) Beberapa bulan lalu: “Beberapa bulan yang lalu, di surat kabar...” halaman
100.
15) Setengah tahun: “Lebih kurang setengah tahun kami di Padang...” halaman
102.
16) Sekarang: “Sekarang saya sudah menetapkan hukuman atas diri orang yang
bersalah sekian besar..” halaman 120.
17) 2 bulan: “2 Bulan lamanya saya terletak di atas tempat tidur. Kau jenguk saya
dalam sakitku, memperlihatkan kepadaku bahwa tangan kau telah berinai,
bahwa kau telah kepunyaan orang lain.” halaman 124.
c. Latar Suasana
1) Mengharukan: latar suasana mengharukan ketika mak Base mengantar
kepergian Zainuddin ke kampung halamannya di Batipuh.
Buktinya: “Air mata mak Base masih membasahi pipinya dan tidak berkata
lama kemudian, renggaglah kapal dari pelabuhan Mengkasar, hanya lenso
(Sapu tangan) saja yang tak berhenti dikibarkan orang, baik dari darat atau
dari laut. Meskipun kapal renggang, Zainuddin masih berdiri melihat
pelabuhan, melihat pengasuhnya yang telah membesarkannya bertahun-
tahun, tegak sebagai batu di tepi anggar....” halaman 16.
2) Menegangkan: latar suasana ini terjadi ketika pertengakaran antara
pendekar sutan yakni ayahnya Zainuddin dengan Datuk Mentari Labih
karena pertengkaran batin.
Buktinya: “Kata Datuk Mentari Labih sambil melompat ke muka, dan
menyentak kerisnya, tiba sekali di hadapan Pendekar Sutan. Malang akan
timbul, sebelum dia sempat mempermainkan keris, pisau belati Pendekar
Sutan telah terlebih dahulu tertancap di lambung kirinya, mengenai
jantungnya.” Halaman 9
3) Kecemasan: latar suasana ini terjadi ketika Hayati mulai meragukan
kecintaan Aziz kepadanya. Hayati merasa bahwa Aziz banyak berubah dari
sikapnya karena Aziz juga jarang dirumah demi bekerja.
Buktinya: “Sebenarnya Aziz tetap cinta kepadamu, sejati dan suci. Tidak
ada niatnya hendak berkhianat kepadamu dalam negeri yang sejauh ini.
Tuduhanmu atas perubahan hati suamimu terlalu berat. Agaknya dia kurang
banyak di rumah adalah mencari ikhtiar yang lain untuk pencukupan
penghidupan...” halaman 103.
4) Keramaian: Latar suasana ini terjadi di Padang Panjang ketika terjadi
pancuan kuda saat itulah orang-orang berkumpul untuk melihat pancuan
kuda hingga beragam pertunjukan kebudayaan lainnya.
Buktinya: “Sekarang keramaian pacuan kuda yang akan berlangsung itulah
yang menjadi pembicaraan di dalam kampung, apalagi pacu kuda
disamakan dengan pasar keramaian. Orang telah bersedia-sedia pakaian
yang baru, anak-anak muda menyediakan pakaian adat....” halaman 51.
5) Kekecewaan: latar suasana ini terjadi ketika Zainuddin melihat Hayati
berjalan bersama.
Buktinya: “Hanya sebentar, sekejap mata saja kelihatan perubahan muka
Zainuddin melihat kedua suami isteri itu, setelah itu hilang tak kelihatan lagi,
hilang di dalam senyumannya yang manis.” Halaman 106.
6) Kesedihan: Latar suasana ini terjadi karena kesediahan Zainuddin yang
merasa dikhianati oleh Hayati, lantaran Hayati lebih memilih Aziz yang
memiliki banyak harta daripada Zainuddin.
Buktinya: “Disini guru menangis, tersedu-sedu meratap terisak-isak
mengatakan guru kehilangan nikmat, kehilangan pertama...” halaman 93.

3) Tokoh/Penokohan
 Tokoh protagonis
1. Zainuddin
Zainuddin digambarkan sebagai seorang pemuda yang sederhana,
lemah-lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, rendah hati dan suka
menolong.
Buktinya: “Zainuddin seorang tokoh yang terdidik lemah lembut, didikan
ahli seni, ahli sya’ir yang lebih suka mengolah untuk kepentingan orang
lain.” halaman 18.
2. Hayati
Hayati merupakan seorang tokoh perempuan yang berasal asli dari suku
minangkabau. Tokoh ini digambarkan dengan paras yang cantik, pribadi
yang gembira/periang, patuh terhadap orang tua, murah senyum, baik
hati dan matanya penuh dengan rahasia kesucian.
Buktinya: “Mukanya amat jernih, matanya penuh dengan rahasia
kesucian dan tabiatnya gembira.” Halaman 21.
 Tokoh Antagonis
1. Aziz
Tokoh Aziz digambarkan sebagai tokoh yang buruk. Dia jugalah yang
menjadi kunci penghalang bagi Zainuddin dan Hayati untuk bersama.
Aziz suka menghabiskan uangnya untuk melepaskan hawa nafsunya,
suka bermain dengan perempuan lain atau bini orang. Pergaulan
modern yang bebas dan pandai dalam berbohong.
Buktinya: “Bilamana hari telah malam, dia pergi ke tempat pergurauan,
melepaskan hawa nafsu mudanya. Yang lebih disukainya ialah
menghabiskan wang dengan orang-orang tak berketentuan....” halaman
58.
2. Khadijah
Khadijah memiliki pemikiran yang modern, pakaian yang sudah
mengikuti perkembangan zaman. Meskipun khadijah sahabat Hayati
namun penampilan mereka berdua sangat berkebalikan, jika dilihat dari
pakaiannya, maka hayati masih berpakaian kampung. Selain itu
khadijah juga senang mempengaruhi orang lain. serta orang yang sudah
tidak percaya lagi dengan adat dan budayanya.
Buktinya: “Cis, alim betul orang yang hendak engkau cintai ini. Maunya
rupanya supaya kau coreng mukamu dengan arang, pakai pakaian
dusun Batipuh semasa 30 tahun yang lalu, alihkan pertautan sarungmu
ke belakang, tindik telingamu luas-luas, masukkan daun tebu yang
digulung, supaya bertambah besar dan luasnya, makan sirih biar gigimu
hitam, berjalan dengan kaki terangkat-angkat, junjung niru dan
tampian....” Halaman 56
 Tokoh Tirtagonis
1. Muluk
Muluk merupakan sahabat Zainuddin. Dia memiliki watak yang suka
menolong Zainuddin, pandai berdukun, pandai kepandaian-kepandaian
batin, ahli silat, dia merupakan seorang pejudi namun dapat memegang
amanat.
Buktinya: “Bisa menolongmu karena dia banyak pergaulan. Dia pandai
berudukun, pandai kepandaian-kepandaian batin. Pergaulannya dalam
kalangan orang dukun, ahli silat dan dalam kalangan orang-orang
beradat, pun banyak pula...” halaman 78.
2. Pendekar sutan
Pendekar sutan digambarkan sebagai tokoh yang lemah lembut, lunak
hati meskipun orang mengira bahwa julukannya itu karena atas
kekejamannya dan kejagoan.
Buktinya: “Sebetulnya Pendekar sutan hanya seorang yang bertabiat
lemah lembut, berhati lunak. Kalau bukan karena lunaknya tidaklah akan
selama itu...” halaman 9.
3. Daeng Habibah
Merupakan ibu Zainuddin yang memiliki sikap keibuan yang lemah
lembut dan sangat menyayangi Zainuddin.
Buktinya: “Kalau engkau melihat wajah ibumu, engkau akan melihat
seorang perempuan yang lemah-lembut, yang disudut matanya terletak
pengharapan ayahmu.” Halaman 12.
4. Dt....
Tokoh ini memiliki watak yang tegas dan sangat mencintai adat atau
budaya Minangkabau.
Buktinya: “Yang terutama sekalidihinakan orang adalah persukuan
Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt.... yang dikatakan buta saja
matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala
ninik-mamak...” halaman 37.
5. Mande Jamilah
Merupakan kerabat jauh Zainuddin. Dialah yang memberikan tumpanga
hidup kepada Zainuddin selama tinggal di Batipuh.
Buktinya: “Orang Bugis dan Mengkasar, menumpang rumah bakonya,
Mande Jamilah.” Halaman 20
6. Mak Base
Mak Base merupakan pengasuh Zainuddin. Dialah yang merawat
Zainuddin saat ibunya sudah tiada.
Buktinya: “Pada suatu hari, dipanggilnya mamak yang berkuasa di sini,
Base. Kunci ini engkau yang memegang. Kunci putih ini, ialah kunci
almari. Sebuah peti kecil ada dalam almari....” halaman 13.
4) Sudut Pandang
Penulis dalam cerita tersebut menceritakan menggunakan sudut pandang
orang ke-3 serba tahu dan menggambarkan tokoh Zainuddin dan Hayati secara
detail melalui deskripsi dan menyampaikan melalui pengamatan dari pembaca.
Buktinya: “Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke
negeri yang selama ini jadi kenang-kenangannya.” Halaman 18.

5) Alur
Pada bab 1 di novel ini menggunakan alur mundur. Yaitu ketika penulis
menceritakan akan masa lalu ayah zainudin (pendekar sultan). Pada alur
mundur ini diceritakan pula alasan Zainuddin diasingkan oleh sukunya sendiri,
karena ayahnya tidak menikah dengan perempuan Padang melainkan dengan
perempuan Makasar yang bila mana adatnya, orang Padang harus menikah
dengan orang Padang pula. Namun selain bab 1 novel ini menggunakan alur
maju ketika Zainuddin merantau hingga menjadi wafat. Sehingga dalam novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck menggunakan alur campuran.

6) Majas
1. Majas metafora : “lebih-lebih lagi bila suka pula pergi makan angin.” Hal 7
Kata makan angin bermakna berjalan jalan untuk mencari hawa bersih
2. Majas Retoris : “wahai dari manakah pengarang yang lemah ini akan
memulai menceritakan sebab-sebab hayati berkenalan dengan zainudin?….”
Halaman 19
3. Majas Hiperbola : “Bergoncang sangat hanya demi melihat anak perempuan
itu.” Halaman 42
4. Majas Asosiasi : “Bahwasannya seorang memburu cinta, adalah laksana
memburu kijang di rimba belantara. Bertambah diburu bertambah jauh dia
lari. Akhirnya tersesat dalam rimba, tak bisa pulang lagi.
5. Majas pars pro toto : “Besok pagi-pagi, mereka telah bangun.” Halaman 54
6. Majas Sinisme: “Cis, alim betul orang yang engaku cintai ini. Maunya supaya
kau coreng mukamu dengan arang...” halaman 56.

7) Amanat
a. jangan menilai segala sesuatu dengan materi karena materi tidak menjanjikan
kebahagiaan.
b. Jangan mudah berputus asa jika mengalami kesulitan dalam hidup.
c. Saling tolong menolong sesama manusia
d. Jika cinta itu tulus dari hati yang sebenarnya, maka cinta itu tidak perlu
memaksanakan untuk dimiliki.
e. Cinta tak sampai seharusnya bukan akhir dari segalanya.
f. Walaupun cinta tak tersampaikan, kita harus tetap menjaga cinta itu dengan
baik.
g. Dalam hidup kita tidak boleh mudah putus asa dan harus selalu memiliki
tujuan hidup.
h. Ikutilah kata hati dan juga dengan pemikiran jika ingin bertindak.
i. Sejahat-jahat orang yang mencintai kita, sadarlah bahwa ia tidak pernah
membenci kita
j. Pendidikan itu penting. Yang disampaikan oleh tokoh Zainuddin yang
merantau dendalami ilmu agamanya.
k. Kasih sayang orang tua tidak bisa dibalas dengan apapun

Unsur Ekstrinsik
Nilai Sosial
Saling menolong antar sesama . Nilai ini terlihat dari kebaikan ibu muluk yang mau
menampung dan membantu Zainuddin saat ia terpuruk, juga pada saat Zainuddin
membantu Aziz dan Hayati yang jatuh bangkrut

Nilai Budaya
Nilai budaya sangat terlihat dari kehidupan penduduk zaman dulu di kota Padang
yang sangat patuh pada tradisi. Contoh nya saat Zainuddin ingin menikahi Hayati,
para ketua adat tidak menerimanya karena Zainuddin dianggap tidak sesuku dengan
mereka.

Nilai Agama
a. Aqidah
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick karya Hamka aqidah atau
kepercayaannya sangat kental dengan budaya islami untuk lebih jelasnya penulis
memaparkan penggalan ceritanya sebagai berikut :
“Kabarnya konon, disana hari ini telah ada sekolah agama. Pelajaran akhirat telah
diatur dengan sebagus-bagusnya apalagi, puncak singgalang dan merapi sangat
keras seruannya kepada ku rasanya. Saya hendak melihat tanah asalku, tanah
tempat ayahku dilahirkan hadulunya. Mak Base banyak orang memuji daerah
Padang, banyak orang yang bilang agama islam masuk kemaripun dari sanah.
Lepaskan saya berangkat ke sana.” halaman 15
b. Syari'ah
Kata syari’ah adalah bahasa Arab yang diambil dari rumpum kata syari’ah.
Dalam bahasa Indonesia artinya jalan raya. Kemudian bermakna jalannya hokum,
dengan kata lain perundang-undangan. Karena itu pula dengan perkataan atau
istilah “Syari’ah Islam” memberi arti hidup yang harus dilalui atau perundang-
undangan yang harus dipatuhi oleh seorang yang beragama islam. Hokum Tuhan itu
adalah Syari’ah itu mengandung kebenaran mutlak, artinya tidak ada kelemahan dan
pertentanagan dalam dirinya sendiri.
c. Akhlak
Akhlak islam adalah suatu sikap mental dan perbuatan yang luhur. Dan novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wjickkarya Hamka, penulis menemukan berbagai
akhlak yang sangat mulia terutama dari pemeran utama yakni tokoh Zainuddin.
Kebaikan moral Zainuddin bias kita lihat pada penggalan cerita berikut ini:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didik ahli seni, ahli syair, yang lebih
suka mengalah untuk kepentingan orang lain.” halaman 18.

Nilai Politik
Nilai politik yang terkandung dalam novel ini yaitu ketika peraturan adat yang
tidak selaras dengan hukum adat yang sebenarnya. selain itu, dibalik peraturan adat
ini ternyata terdapat pihak yang menjadi korban, yaitu Hayati. Dalam adat
Minangkabau, kedudukan Mamak sebagai kepala waris sangatlah penting, karena
merupakan jabatan dalam suatu kaum yang bertugas memimpin seluruh anggota
keluarganya adat ini disebut Matrilineal. Sedangkan dalam cerita, Mamak Zainuddin
bukan berasal dari padang melainkan dari Makasar. Karena itulah, Zainuddin
dianggap tidak bersuku dan diasingkan oleh tempat lahirnya sendiri meskipun ayah
Zainuddin merupakan keturunan padang asli. Sehingga hubungan Hayati dan
Zainuddin ditentang oleh keluarga Hayati.

Nilai pendidikan
Yang terkandung dalam novel tenggelamnya kapal van der wijck yaitu:
Tokoh Zainuddin yang memiliki keinginan untuk mempelajari ilmu agama. Bahkan ia
rela pergi ke batipuh kampung halamannya hanya untuk mengejar pendidikan
agama, walaupun di kampung halamannya sendiri dia terasingkan namun dia tetap
teguh pada pendiriannya untuk mempelajari ilmu agama.
Namun, kadang pula pendidikan itu diikuti oleh moral yang baik. Seperti
karakter Khadijah, khadijah merupakan perempuan berpendidikan dan pemikiran
modern namun sayangnya dia melupakan adat dan budayanya untuk mengikuti
perkembangan zaman.

Nilai Moral
a. Menghormati dan menjaga adat. Selain itu juga menghormati dan menghargai
istri/suami orang lain, seperti yang dilakukan oleh Zainuddin kepada Aziz dan
Hayati.
b. Pentingnya kebiasaan untuk memaafkan. Hal ini terlihat dari penyesalan
Zainuddin setelah Hayati meninggal. Andai Zainuddin memaafkan Hayati dan
menerimanya, maka mereka akan hidup bahagia.

Anda mungkin juga menyukai