Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL

“ TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK ”

Disusun oleh:

A.Nurul Fatimah Az Zahra

Rifka Aulia

XII MIPA 1

UPT. SMAN 9 BULUKUMBA

TAHUN AJAR 2022/20223


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan
karunia-Nya sehingga tugas ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL “TENGGELAMNYA
KAPAL VAN DER WIJCK” dapat kami selesaikan dengan baik.

Analisis ini dibuat sebagai tugas Bahasa Indonesia yang diberikan oleh Bapak Iswan Andi
Pangki, S.S. sebagai salah satu penilaian dalam materi novel.

Dalam kesempatan ini tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Iswan Andi Pangki,
S.S. selaku guru Bahasa Indonesia yang telah membimbing kami. Mudah-mudahan analisis novel
ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca. Namun kami menyadari
dalam penyusunan ini kami masih banyak kekurangan, untuk itu saya mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca.

Bulukumba, 7 November 2022

Penyusun
1. PENOKOHAN

Tokoh dan perwatakan yang terdapat dalam novel ini,yaitu:

a) Tokoh utama
- Zainuddin (Protagonis): berwatak sopan, baik budi, sederhana, memiliki ambisi dan
cita-cita yang tinggi, pemuda yang setia, sering putus asa.
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya'ir, yang
lebih suka mengolah untuk kepentingan orang lain.”(Hal 18)

- Hayati (Protagonis): Pandai berterima kasih, lemah lembut, pendiam, penurut hingga
tidak bisa melawan, memiliki sifat setia.
-
“Hayati seorang gadis yang bercita-cita tinggi, tetapi jiwanya pun tak betah akan
mengecewakan hati ninik mamaknya dan kaum kerabatnya. Dia hanya akan menerima
apa tulisan takdir.” (Hal 66)

- Aziz (Antagonis): memiliki karakter kasar, pemuda yang kaya raya, orang terpandang,
boros, kasar, tidak setia, tidak memiliki tujuan hidup, orang yang tidak beriman, putus
asa, dan menelantarkan istrinya.
-
“Ketika akan meninggalkan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata
yang tajam ke sudut hati Hayati” (Hal 113)

- Khadijah (Antagonis): senang mempengaruhi orang lain, baik kepada teman, orang
kota, memiliki keinginan yang kuat.

“Hayati dan Khadijah, amat berlain sekali pendidikan dan pergaulannya. Yang
seorang anak kampung, yang tinggal di dalam dusun dengan keadaan sederhana, hidup
di dalam rumah yang dilingkungi adat dan berbentuk kuno. Kehidupan di kampung
yang aman itu menyebabkan jiwanya biasa dalam ketenteraman, berlain sekali dengan
pembawaan Khadijah dan lingkungan keluarganya. Khadijah orang kota, tinggal di
rumah bentuk kota, kaum kerabatnya pun telah dilingkungi oleh pergaulan dan hawa
kota, saudara-saudaranya bersekolah dalam sekolahsekolah menurut pendidikan zaman
baru. Susunan perkakas yang ada dalam rumahnya, tentu saja jauh lebih menarik dari
pada keadaan di kampung” (Hal 51)
Alasanya, karena di dalam cerita mereka sering terlibat dalam dialog langsung maupun tidak
langsung. Konflik dalam cerita juga diakibatkan oleh tokoh tersebut.

b) Tokoh Pendukung
- Mak Base: memiliki karakter penuh rasa sayang.

"Bagaimana mamak tidakkan bermenung, bagaimana hati mamak tidakkan berat.


Dari kecil engkau kubesarkan, hidup dalam pangkuanku. Rasanya hidup mamak pun
tak dapat diceraikan lagi dari hidupmu. Begitu jauh negeri yang akan engkau jelang,
belum tentu dan belum pernah diturut. Ah anak ibumu saudaraku, ayahmu tuanku.
Mamak orang miskin; anak, tetapi telah
sangat merasa beruntung lantaran bercampur gaul dengan ayah-bundamu sekian
lamanya…” (Hal 15)

- Ahmad: memiliki karakter penurut.

"Ahmad," katanya kepada adiknya dengan tiba-tiba yang berdiri di samping dangau itu,
dan matanya pun turut balut menangis.

"Ini saya, kak!"

"Panggil tuan Zainuddin kembali!"

Maka berlari-larilah Ahmad mengejar Zainuddin, didapatinya Zainuddin tengah


duduk tersimpuh di tepi bandar air yang akan dialirkan orang ke sawah.
Dibimbingnya pulang ke dangau itu kembali. (Hal 35)

- Muluk: memiliki karakter pandai bergaul


“Agaknya anak mamak itu, si Muluk, bisa menolongmu karena dia banyak pergaulan.
Dia pandai berdukun, pandai kepandaian - kepandaian [123] batin. Pergaulannya
dalam kalangan orang dukun, ahli silat dan dalam kalangan orang-orang beradat, pun
banyak pula.” (Hal 78)

- Daeng Masiga (Baik hati, akrab dengan tetangga)

“Segera dibukanya, tentu saja datang dari mak Base yang tercinta. Tetapi bukan dari
mak Base, hanya dari Daeng Masiga, seorang tetangga yang dikenalnya betul-betul
dan banyak per hubungan dengan dia sebelum dia berangkat meninggalkan
Mengkasar.” (Hal 65)

- Mak Tengah Limah (Baik hati,mendukung hubungan hayati dengan zainuddin)

“Alangkah besar hati Hayati beroleh izin itu. Karena bukanlah niatnya hendak
melihat kuda berlari, saja, tetapi dalam batinnya hendakbertemu dengan kekasihnya
Zainuddin, sekurang- kurangnya bertemu di jalan. Dan bagi Mak-tengah Limah yang
mengetahui hal ini didiamkannya saja. Karena biarlah gadis malang itu melepaskan
hatinya agak sejenak, sebab pertemuan mereka selamanya akan terhalang juga.” (Hal
51)

- Mamak Datuk (Galak)

Mamak Datuk Garang merah matanya mendengarkan perkataan Limah seraya


berkata: "Membuat malu, hendak menginjak kepala kami ninik-mamak. Bagai mana
akan bisa seorang Mengkasar, seorang Bugis, akan diterima menjadi menantu." (Hal
71)

Alasannya karena mereka sebagai tokoh pendukung dari tokoh utama, mereka juga
melakukan dialog dengan tokoh utama pada novel tersebut. Tokoh Pendukung juga menjadi tokoh
dalam adanya konflik dalam novel tersebut

2. LATAR
a) Latar tempat
- Mengkasar (tempat lahir Zainuddin)
- Dusun Batipuh (tempat lahir Hayati dan bertemunya Zainuddin dan Hayati)
“BILAMANA Zainuddin telah sampai ke Padang Panjang, negeri yang ditujunya, telah
diteruskannya perjalanan ke dusun Batipuh, karena menurut keterangan orang tempat
dia bertanya, di sanalah negeri ayahnya yang asli.” ( Hal 17)
- Batavia/Jakarta (tempat Muluk dan Zainuddin pertama kali pindah ke jawa)
“Ditinggalkannya pulau Sumatera, masuk ke tanah Jawa, medan perjuangan
penghidupan yang lebih luas. Sesampai di Jakarta, disewanya sebuah rumah kecil di
suatu kampung yang sepi, bersama sahabatnya Muluk.” ( Hal 97)
- Surabaya (tempat Zainuddin dan Muluk bekerja/setelah pergi dari Dusun Batipuh)
“Dari beberapa anggota perkumpulan kita "Club Anak Sumatera" kami beroleh kabar,
bahwa telah 3 bulan tuan pindah bekerja di kota Surabaya ini.” (Hal 104)
- Lamongan (di rumah sakit, tempat terakhir kalinya Zainuddin dan Hayati berdialog
sebelum meninggal)
“Sebagai kilat layaknya, taksi itu telah dihadapkan menuju Lamongan, satu Kabupaten
di Jawa Timur.” (Hal 134)
b) Latar Waktu:
- Pukul 05:00 sore hari
“Pukul 5 sore, kapal akan berlayar menuju Surabaya, Semarang, Jakarta, Bengkulu dan
Padang.” (Hal 16)
- Pukul 09:00 pagi
“Pukul 9 pagi ia pergi dahulu ke pusara ayahbundanya di Kampung Jera bersama mak
Base sendiri, laksana meminta izin.” (Hal 15)
- Pukul 09:00
“matahari telah sepenggalah naik, kira-kira pukul sembilan, orang telah lengang di
kampung dan ramai di sawah, rasa-rasa kehilangan semangat Zainuddin duduk di
rumah. Kebetulan pada waktu itu hari sudah hampir bulan puasa, rumah-rumah
pelajaran agama di kampungkampung telah ditutup.” (Hal 22)
- Pukul 12:00
“Setelah hari malam kira-kira pukul 12, datanglah penganten yang laki-laki dari
Padang Panjang, diiringkan oleh teman sahabatnya, cukup dengan adat kebesaran.
Sebelum makan dan minum, ijab dan kabul pun dilakukan di muka Kadi.” (Hal 89)
- Pukul 09:00 pagi
“Pagi-pagi pukul 9 berhentilah bendi Hayati di muka rumah Zainuddin di Silaing, dia
diiringkan oleh suaminya Aziz yang kelihatan nyata di mukanya bahwa dia amat
keberatan.” (Hal 90)
- Pukul 09:00 malam
“Pukul 9 malam kapal itu pun berlayarlah menuju Semarang. Penumpang-penumpang
dalam kapal tersebut terdiri dari seorang gezagvoerder (kapitan), 11 orang opsir,
seorang markonis, seorang hofmeester, 5 klerk, 80 orang pegawai-pegawai Indonesia,
kuli-kuli dan kelasi.” (Hal 127)
- 20 Oktober pukul 01:00 malam
"Surabaya, 20 Oktober (Aneta). Pada pukul 1 tadi malam. Marine komandan di sini
menerima Radio dari kapal Van derWijck, meminta pertolongan (S.O.S.). sebab telah
miring.” (Hal 133)
- Senin 19 Oktober 1936
“PAGI-PAGI hari Senin, 19 hari bulan Oktober 1936 kapal Van der Wijck yang
menjalani lijn K.P.M. dari Mengkasar telah berlabuh di pelabuhan Tanjung Perak.
Kapal itu akan menuju Semarang, Tanjung Periuk, dan terus ke Palembang.
Penumpangpenumpang yang akan meneruskan pelayaran ke Padang harus pindah kapal
di pelabuhan Tanjung Periuk.” (Hal 126)

Anda mungkin juga menyukai