Anda di halaman 1dari 3

Gadis Pantai

- Pramoedya Ananta Toer –

A. Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer yaitu tentang
Feodalisme Jawa yang tidak memiliki adab dan kemanusiaan.

Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer menceritakan mengenai


hubungan antara rakyat dari golongan bawah dengan rakyat golongan atas atau
ningrat. Sebuah perlakuan yang tidak berperikemanusiaan yang menganggap
orang-orang rendahan yang berasal dan terlahir di kampung.

 Kutipan (halaman

B. Alur / Plot
Alur yang terdapat dalam novel tersebut adalah Alur Maju dan Alur mundur. Karena
dalam cerita tersebut menceritakan pada masa lampau, lebih tepatnya pada masa
Belanda.

 Perkenalan : cerita ini bermula dari gadis kecil yang berusia empat belas
tahun yang bertempat tinggal di keresidenan Jepara Rembang. Dipaksa
untuk menikah dengan seorang pembesar dari kota yang mempunyai
banyak harta
 Kutipan (halaman 11): “Empat belas tahun umurnya waktu itu. Kulit
langsat. Tubuh kecil mungil. Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya.
Dan jadilah ia bunga kampung nelayan sepenggal pantai
keresidenan Jepara Rembang”
 Kutipan (halaman 14): “Dia pembesar, nak, orang berkuasa, sering
dipanggil Bendoro Bupati. Tuan besar residen juga pernah datang
kerumahnya nak. Semua orang tahu.”

C. Tokoh dan Perwatakan


Tokoh-tokoh yang mendukung terjadinya novel Gadis Pantai karya Pramoedya
Ananta Toer yaitu:

 Gadis Pantai : Mas Nganten


- Seseorang yang polos, baik hati, dan tidak sombong
 Kutipan (halaman 138): “Aku tak butuhkan sesuatu dari dunia kita
ini. Aku cuma butuhkan orang-orang tercinta, hati-hati yang terbuka,
senyum tawa dan dunia tanpa duka, tanpa takut”
 Bendoro : Suami Gadis Pantai (seorang pembesar dari kota)
- Sopan, alim, dan egois
 Kutipan (halaman 136): “Kau milikku. Aku yang menentukan apa
yang kau boleh dan tidak boleh, harus dan mesti dikerjakan. Diamlah
kau sekarang. Malam semakin larut”
 Emak : Ibu Gadis Pantai
- Penyayang
 Kutipan (halaman 13): “Aku dan bapakmu banting tulang biar kau
rasakan pakai kain, pakai kebaya, pakai kalung, anting seindah itu.
Dan gelang ular itu…”
 Bapak : Ayah Gadis Pantai
- Keras
 Kutipan (halaman 44): “Apa kau bilang?” tanyanya sekali lagi dan
suaranya mengeras membentak.
 Kepala kampung
- Mudah gugup
 Kutipan (halaman 23): “Dengan wajah pucat kepala kampung
akhirnya muncul kembali. Sekarang ia tak membawa keris lagi.”
 Bujang Wanita : Pembantu tua Gadis Pantai
- Setia, rendah diri, dan penyayang
 Kutipan (halaman 96): “Aku ingin mbok sayangi aku”
“ Apakah kurang sayang, sahaya?”
“ Aku ingin senangkan hati mbok”
“ Apa dikira sahaya kurang senang
melayani Mas Nganten?”
 Mardinah : Pembantu Gadis Pantai yang baru
- Licik, dan sombong
 Kutipan (halaman 125): “Apa bapak Mas Nganten?Nelayan, bukan?
Benar, sahaya tidak salah. Mas Nganten tahu siapa orangtua
sahaya? Pensiunan juritulis”
 Agus Rahmat : anak Bendoro dari istri sebelumnya
- Cepat marah
 Kutipan (halaman 111-112): “Kau pikir apa kami ini? Orang
kampung? Orang dusun? Orang pantai yang tak pernah lihat duit?”
“Apa ini semua maksudnya menghina kami?” yang lain lagi
menyerang
“Kami bukan bermaksud menghina agus-agus. Siapa yang tahu uang
itu dipindahkan? Siapa tidak bakal kena murka besok kalau Bendoro
mengetahui? Semua kena!”
 Dul si Pendongeng
- Pintar bersyair, penakut
 Kutipan (halaman 198): “Katanya, si Dul pendongeng paling takut
turun ke laut, sampai-sampai bapaknya membiarkan dia pergi
mengembara meninggalkan kampung”
 Kakek tua
- Egois, cepat marah
 Kutipan (halaman 193): “Diam,” pekik kakek.
“Kau kami panggil ke mari buat berterika-teriak seperti monyet gila,
kek,” bapaj meraung marah. “Kami ingin dapat penjelasan dari kau,
apa artinya semua ini”
 Mak Pin : saudara Mardinah
- Licik
 Kutipan (halaman 187): “Siapa dia?” Gadis Pantai menuding Mak
Pin
“Mak Pin. Kita kenal dia”
“Bukan! Dia lelaki!” suara Gadis Pantai melengking sekuat-
kuatnya.
 Pak Kusir : yang mengantar Gadis Pantai
- Ramah, penyayang, dan sopan
 Kutipan (halaman 144): “Aiya-aiya, kudanya kelelahan, Bendoro
Putri terlalu banyak bawaannya. Biar lambat-lambat saja, ya
Bendoro Putri? Kasihan dia. Kalau dia angkut tembakau, maka
diangkutnyalah tembakau tanpa pernah mendapat bagian. Kalau dia
angkut limun, seteguk pun ia tak pernah minum”
 Warga desa : figuran

D.

Anda mungkin juga menyukai