Farih Aminah
Identitas Buku 2
Sinopsis . 3
Unsur Intrinsik 4
Unsur Ekstrinsik. 8
1
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
IDENTITAS BUKU
2
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
SINOPSIS
Gadis pantai adalah anak kampung nelayan berusia empat belas tahun sewaktu
dinikahkan dengan Bendoro, pembesar asal Bima. Gadis Pantai pada awalnya
merasa bingung, dengan siapa ia dinikahkan karena ketika pernikahannya, Bendoro
tidak menghadiri upacara pernikahan sendiri,melainkan hanya diwakili sebilah keris.
Setelah pernikahan, Gadis Pantai harus pindah ke kota untuk tinggal bersama
Bendoro namun Gadis Pantai tidak mau pindah ke rumah mewah di kota itu tetapi
kenyatannya Gadis Pantai tetap diantarkan orang tuanya yang berpikir Gadis Pantai
akan hidup berbahagia dan nyaman di sana.
Di rumah Bendoro tersebut ada seorang hamba sahaya tua (mbok) yang mengajarkan
kepada Gadis Pantai segalanya yang harus dia tahu dan lakukan untuk memelihara
kesenangan Bendoro. Gadis pantai namanya diganti jadi Mas Nganten. Selain mbok
tidak ada orang pun di rumah itu yang peduli pada Mas Nganten. Suatu waktu mbok
diusir akibat mengkritik anak-anak yang ada di rumah Bendoro. Mbok digantikan oleh
Mardinah yang sombong nan jahat anak seorang jurutulis dari kota. Sikapnya berani
kepada Gadis Pantai. Belakangan terungkap bahwa dia diutus Bendoro Putri bupati
Demak untuk mengupayakan agar anak Bendoro Putri bisa dinikahi oleh suami Gadis
Pantai. Mardinah diberi janji apabila berhasil maka dia akan diambil jadi istri kelima.
Perlahan Gadis Pantai yang berasal dari kampung itu mulai menyadari bahwa
pernikahannya hanya percobaan saja dan Bendoro akan menikah lagi dengan wanita
dari kalangan bangsawan.
Setelah dua tahun pernikahannya berlalu, Gadis pantai mendapat izin untuk
mengunjungi orang tuanya di kampung. Disitu Gadis Pantai mengalami perubahan
perilaku orang kampung terhadap dirinya. Gadis Pantai dianggap Bendoro, priyayi
bukan orang kampung lagi. Itu merupakan hal yang sangat menyedihkan dan
menyakitkan untuk Gadis Pantai. Setelh tiga tahun pernikahannya, Gadis Pantai
melahirkan bayi perempuan. Beberapa saat kemudian dia diceraikan dan diusir dari
rumah Bendoro. Bayinya ditahan disana. Bapak Gadis Pantai menemani Gadis Pantai
untuk kembali ke kampung mereka. Namun ditengah perjalanan, setelah meminta izin
bapaknya Gadis Pantai memutuskan untuk pergi jauh dari kampung akibat malu yang
tak terbendung.
3
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
UNSUR INTRINSIK
Tema
Sistem feodalisme dan budaya adat Jawa.
Plot
Maju
Awal cerita,dimulai ketika Gadis Pantai yang tinggal di kampung nelayan pada masa
penjajahan Belanda dinikahkan kemudian dibawa ke rumah Bendoro, kehidupannya
kemudian disana, bagaimana ia menyesuaikan diri sebagai wanita utama, menjalani
hidup dengan Bendoro, mengandung dan melahirkan bayinya dengan Bendoro serta
bagaimana ia diusir dari oleh Bendoro setelah melahirkan bayi pertamanya yang
berjenis kelamin perempuan dan ia memutuskan untuk pergi ke Blora karena malu
dengan Emak dan tetangganya di kampung.
Perwatakan
Mbok (penyayang)
Aku ingin mbok sayangi aku.
Apa kurang sayang sahaya?
Akui ingin senangkan hati mbok.
Apa dikira sahaya kurang senang layani Mas Nganten?
(Gadis Pantai-hal 96)
Mardinah (sombong)
Apa bapak Mas Nganten? Nelayan, bukan? Benar, sahaya tidak salah.
Mas nganten tahu siapa orangtua sahaya?. Pensiunan jurutulis. (Gadis
Pantai-hal 25)
Bapak (keras)
Apa kau bilang?tanyanya sekali lagi dengan suara mengeras membentak.
(Gadis Pantai-hal 270)
4
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Emak (rela berkorban)
Aku dan bapakmu banting tulang biar kau rasakan pakai kain, pakai
kebaya, kalung, anting seindah itu. Dan gelang ular itu.(Gadis Pantai-hal
13)
Latar
Latar Tempat
Rumah besar tempat tinggal Bendoro
Mereka sedang menghirup udara pagi di kebun belakang. Dan kebun
belakang itu jauh lebih besar dari seluruh kampung nelayan tempat ia
dilahirkan dan dibesarkan. Seluruhnya terpagari dinding tembok tinggi.
(Gadis Pantai-hal 40)
Latar waktu
Kisah Gadis Pantai dilukiskan pada awal abad dua puluh.
Latar suasana
Sunyi
Gadis Pantai tersandar sekarang betapa takutnya ia pada kesunyian,pada
keadaan tak boleh bergerak.(Gadis Pantai-hal 35)
Ketakutan
Ia takut. Ia tak pernah diajar menggunakan bahasa yang biasa yang
dipergunakan di kota. Ia diam saja.(Gadis Pantai-hal 40)
Senang
Kembali Gadis Pantai tertawa senang. Ia temukan dalam logat kusir
bahasa yang selama ini ia rindukan. Yang selama ini ingin ia ucapkan: kata-
kata yang kelauar dari hati yang lugu dari hati yang tertindas.(Gadis
Pantai-hal 143)
5
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Suasana tiba-tiba menjadi riang gembira.Orang tertawa riuh-rendah.
Pendongen jadi sasaran. (Gadis Pantai-hal 200)
Sudut pandang
Sudut pandang orang ketiga tidak terbatas, sudut penglihatan Yang Berkuasa,
atau pengarang serba tahu.
Inilah tebusan janjiku. Pada dia yang tak pernah ceritakan sejarah diri. Dia
yang tak pernah ku ketahui namanya. Maka cerita ini kubangun dari berita
orang lain, dari yang dapat kusaksikan, kukhayalkan, kutuangkan.(Gadis
Pantai-hal 9)
Empat belas tahun umurnya. Waktu itu. Kulit langsat.Tubuh kecil mungil. Mata
agak sipit. Hidung ala kadarnya. Dan jadilah ia bunga kampung nelayan
sepenggal pantai Keresidenan Jepara Rembang.(Gadis Pantai-hal 11)
Gaya bahasa
Menggunakan majas dan gaya bahasa retoris berupa pencitraan.
Majas
Majas simile
Tertinggal Gadis Pantai seorang diri dalam ruangan besar yang tak
pernah diinjaknya semula, laksana seekor tikus di dalam
perangkap.(Gadis Pantai-hal 35)
Majas Metafora
Dinding-dinding batu tebal itu bisu-kelabu tanpa hati.(Gadis Pantai-hal
36)
Majas Personifikasi
Tapi lapar tetap membelit-belit dalam perutnya.(Gadis Pantai-hal 43)
Peribahasa dan pencitraan
Peribahasa
Berakit-rakit ke hulu.(Gadis Pantai-hal 38)
Pencitraan penglihatan
Empat belas tahun umurnya waktu itu. Kulit langsat. Tubuh kecil
mungil.Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya.(Gadis Pantai-hal 11)
Pencitraan penciuman
6
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Dan beberapa hari setelah itu sang gadis harus tinggalkan dapurnya,
suasana kampungnya, kampunya sendiri dengan bau amis
abadinya.(Gadis Pantai-hal12)
Pencitraan pendengaran
Ia masih ingat waktu tong-tong bambu kepala Kampung bertalu tanpa
hentinya sampai bayi tarakhir dapat malarikan dari kampung yang
terkepung maut.(Gadis Pantai-hal 43)
Pencitraan perabaan
Dan pakaian yang terlalu ringan dan halus itu masih juga memberinya
perasaan ia masih telanjang bulat.(Gadis Pantai-hal 29)
Amanat
Manusia semua sama. Tidak boleh ada perbedaan antar sesama karena
derajat, gender, dan harta. Kita harus saling menghormati dan menghargai
satu sama lain.
Jangan terjebak pada sistem budaya yang membatasi atau memisah
kedudukan manusia.
Jangan suka menindas orang lemah.
7
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
UNSUR EKSTRINSIK
Biografi penulis
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925, sebagai anak
sulung Bapak Mastoer dan Ibu Oemi Saidah. Pramoedya Ananta Toer terlahir di
kalangan keluarga yang terdidik dan religius. Hal tersebut dapat dijelaskan karana
ayah Pramoedya Ananta Toer merupakan seorang guru di Instituut Boedi Oetomo
(IBO). Adapun, sisi religiusitas dalam keluarga Pramoedya Ananta Toer berasal dari
silsilah ibundaya yang merupakan anak Penghulu Rembang Haji Ibrahim.
Pekerjaan Pram sebagai redaktur penerbitan ini tak berlangsung lama karena ia
harus dipenjara untuk pertama kalinya oleh Belanda pada Juli1947 sampai
Desember 1949. Adapun, selanjutnya Pramoedya Ananta Toer juga kembali
dipenjara selama 14 tahun oleh pemerintahan Orde Baru dengan tuduhan terlibat
dengan parpol PKI sejak tahun 1965 sampai1979. Pada 21 Desember 1979 tersebut
ia mendapat surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat
dalam G30S PKI.
8
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Mereka Jang Dilumpuhkan. Sejak tahun 1950 itulah ia mulai terkenal dan aktif
berkarya di dunia sastra.
Kehidupan Pramoedya Ananta Toer sebagai sastrawan juga tidak terlepas dari
kehidupan sosial politik. Diketahui ia mempunyai jiwa nasionalis dengan bergabung
bersama BKR. Adapun, sejak tahun 1957 ia mulai dikenal aktif dalam dunia politik
Indonesia dengan menulis karangan yang mendukung politik Presiden Soekarno
yang berorientasi pada demokrasi terpimpin. Kehidupan sosial dan politis
Pramoedya Ananta Toer juga terlihat ketika dirinya dilibatkan untuk pertama kali
dalam Lekra pada Januari 1959. Lekra merupakan lembaga kebudayaan yang
kedudukannya berada di bawah naungan PKI. Sejak ketergabungannya di Lekra
tersebut Pramoedya Ananta Toer aktif menyuarakan perlawanan pada
penindasan imperialisme dan kolonialisme.
Keaktifan dan perhatian Pramoedya Ananta Toer dalam dunia politik indonesia
tercermin dari berbagai tulisannya. Adapun, ia pernah menyatakan dalam
tulisaanya bahwa yang menjadi biang keladi kegagalan-kegagalan Indonesia
adalah sistem demokrasi liberal yang mendasarkan segala-galanya pada faktor
uang, tidak pada jiwa-jiwa yang setiap saat dapat berkembang kalau dibimbing
secara tepat dan baik.
Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer merupakan kisah yang
mempunyai kemiripan dengan kehidupan keluarganya. Nenek Pram dari pihak ibu
yaitu bernama Satimah. Ia disunting sebagai selir oleh kakek Pram yaitu seorang
Penghulu Rembang. Tetapi setelah melahirkan anak (ibunya Pramoedya), Satimah
dicerai. Kisah kehidupan nenek Pram tersebutlah yang kemudian menjadi prototipe
Gadis Pantai.Penceritaan Novel Gadis Pantai yang ternyata sangat dekat
dengan sejarah kehidupan keluarga, memang sesuai dengan pandangan sastra
Pram. Pramoedya Ananta Toer berpandangan bahwa pentingnya bagi dia latar
kenyataan hulu, data-data, fakta-fakta, untuk menciptakankarya sastra; ia selalu
memerlukan setting dalam kenyataan untukmemberikan ruang yang meyakinkan
bagi cerita itu untuk dapat berlangsung dengan mantap.
(Dirangkum dari A. Teww, 1997: 2 45 dan pengantar Novel Gadis Pantai, 2011).
9
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Nilai religi
Nilai politik
10
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Gadis Pantai mulai membatik, seorang guru batik didatangkan.(Gadis pantai-hal 69)
Pertunjukkan wayang kulit
Sekali seorang kota membawa wayang kulit ke kampung nelayan.(Gadis Pantai-hal
85)
Nilai adat
Nilai sejarah
11
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta