Anda di halaman 1dari 12

Roman ini menusuk feodalisme Jawa yang tak

memiliki adab dan jiwa kemanusiaan tepat langsung


si jantungnya yang paling dalam.

Farih Aminah

LAPORAN BUKU XII MIA 5


Absen 9

Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer Pembimbing : Dra.Afrida Yasmin


DAFTAR ISI

Identitas Buku 2
Sinopsis . 3
Unsur Intrinsik 4
Unsur Ekstrinsik. 8

1
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
IDENTITAS BUKU

Judul : Gadis Pantai


Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tahun terbit : Juli 2003
Genre : Roman
Halaman : 270

2
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
SINOPSIS

Gadis pantai adalah anak kampung nelayan berusia empat belas tahun sewaktu
dinikahkan dengan Bendoro, pembesar asal Bima. Gadis Pantai pada awalnya
merasa bingung, dengan siapa ia dinikahkan karena ketika pernikahannya, Bendoro
tidak menghadiri upacara pernikahan sendiri,melainkan hanya diwakili sebilah keris.
Setelah pernikahan, Gadis Pantai harus pindah ke kota untuk tinggal bersama
Bendoro namun Gadis Pantai tidak mau pindah ke rumah mewah di kota itu tetapi
kenyatannya Gadis Pantai tetap diantarkan orang tuanya yang berpikir Gadis Pantai
akan hidup berbahagia dan nyaman di sana.
Di rumah Bendoro tersebut ada seorang hamba sahaya tua (mbok) yang mengajarkan
kepada Gadis Pantai segalanya yang harus dia tahu dan lakukan untuk memelihara
kesenangan Bendoro. Gadis pantai namanya diganti jadi Mas Nganten. Selain mbok
tidak ada orang pun di rumah itu yang peduli pada Mas Nganten. Suatu waktu mbok
diusir akibat mengkritik anak-anak yang ada di rumah Bendoro. Mbok digantikan oleh
Mardinah yang sombong nan jahat anak seorang jurutulis dari kota. Sikapnya berani
kepada Gadis Pantai. Belakangan terungkap bahwa dia diutus Bendoro Putri bupati
Demak untuk mengupayakan agar anak Bendoro Putri bisa dinikahi oleh suami Gadis
Pantai. Mardinah diberi janji apabila berhasil maka dia akan diambil jadi istri kelima.
Perlahan Gadis Pantai yang berasal dari kampung itu mulai menyadari bahwa
pernikahannya hanya percobaan saja dan Bendoro akan menikah lagi dengan wanita
dari kalangan bangsawan.
Setelah dua tahun pernikahannya berlalu, Gadis pantai mendapat izin untuk
mengunjungi orang tuanya di kampung. Disitu Gadis Pantai mengalami perubahan
perilaku orang kampung terhadap dirinya. Gadis Pantai dianggap Bendoro, priyayi
bukan orang kampung lagi. Itu merupakan hal yang sangat menyedihkan dan
menyakitkan untuk Gadis Pantai. Setelh tiga tahun pernikahannya, Gadis Pantai
melahirkan bayi perempuan. Beberapa saat kemudian dia diceraikan dan diusir dari
rumah Bendoro. Bayinya ditahan disana. Bapak Gadis Pantai menemani Gadis Pantai
untuk kembali ke kampung mereka. Namun ditengah perjalanan, setelah meminta izin
bapaknya Gadis Pantai memutuskan untuk pergi jauh dari kampung akibat malu yang
tak terbendung.

3
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
UNSUR INTRINSIK

Tema
Sistem feodalisme dan budaya adat Jawa.

Plot
Maju
Awal cerita,dimulai ketika Gadis Pantai yang tinggal di kampung nelayan pada masa
penjajahan Belanda dinikahkan kemudian dibawa ke rumah Bendoro, kehidupannya
kemudian disana, bagaimana ia menyesuaikan diri sebagai wanita utama, menjalani
hidup dengan Bendoro, mengandung dan melahirkan bayinya dengan Bendoro serta
bagaimana ia diusir dari oleh Bendoro setelah melahirkan bayi pertamanya yang
berjenis kelamin perempuan dan ia memutuskan untuk pergi ke Blora karena malu
dengan Emak dan tetangganya di kampung.

Perwatakan

Gadis Pantai (baik hati, polos, dan tidak sombong)


Aku tak butuhkan sesuatu dari dunia kita ini. Aku Cuma butuhkan orang
yang tercinta, hati-hati yang terbuka, senyum, tawa, dan dunia tanpa duka,
tanpa takut.(Gadis Pantai-hal 138)

Bendoro (semena-mena dan egois)


Kau milikku. Aku yang menentukan apa yang kau boleh dan tidak boleh,
harus dan musti kerjakan. Diamlah kau sekarang. Malam semakin
larut.(Gadis Pantai-hal 136)

Mbok (penyayang)
Aku ingin mbok sayangi aku.
Apa kurang sayang sahaya?
Akui ingin senangkan hati mbok.
Apa dikira sahaya kurang senang layani Mas Nganten?
(Gadis Pantai-hal 96)

Mardinah (sombong)
Apa bapak Mas Nganten? Nelayan, bukan? Benar, sahaya tidak salah.
Mas nganten tahu siapa orangtua sahaya?. Pensiunan jurutulis. (Gadis
Pantai-hal 25)

Bapak (keras)
Apa kau bilang?tanyanya sekali lagi dengan suara mengeras membentak.
(Gadis Pantai-hal 270)

4
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Emak (rela berkorban)
Aku dan bapakmu banting tulang biar kau rasakan pakai kain, pakai
kebaya, kalung, anting seindah itu. Dan gelang ular itu.(Gadis Pantai-hal
13)

Latar

Latar Tempat
Rumah besar tempat tinggal Bendoro
Mereka sedang menghirup udara pagi di kebun belakang. Dan kebun
belakang itu jauh lebih besar dari seluruh kampung nelayan tempat ia
dilahirkan dan dibesarkan. Seluruhnya terpagari dinding tembok tinggi.
(Gadis Pantai-hal 40)

Kampung Gadis Pantai


Bocah-bocah pada berkicau mengenalkan keanehan pantai waktu gadis
pantai lebih jauh lagi berjalan, yang nampak dan tercium masih yang dulu
juga: ampas manusia yang berbaris sepanjang pantai, berbaris tanpa
komando.

Lihatlah, ia menuding pada laut, dia tidak berubah kemudian membalik


badan menuding ke kampung. Dia pun tak berubah. Atap atap
rumbainya tak ada yang baru. Pohon-pohon kelapa itu kulihat tak
bertambah. Ada yang mati sepeninggalanku?(Gadis Pantai-hal 176).

Latar waktu
Kisah Gadis Pantai dilukiskan pada awal abad dua puluh.

Ia telah tinggalkan abad sembilan belas, memasuki abad dua


puluh.(Gadis Pantai-hal 11)

Latar suasana
Sunyi
Gadis Pantai tersandar sekarang betapa takutnya ia pada kesunyian,pada
keadaan tak boleh bergerak.(Gadis Pantai-hal 35)
Ketakutan
Ia takut. Ia tak pernah diajar menggunakan bahasa yang biasa yang
dipergunakan di kota. Ia diam saja.(Gadis Pantai-hal 40)
Senang
Kembali Gadis Pantai tertawa senang. Ia temukan dalam logat kusir
bahasa yang selama ini ia rindukan. Yang selama ini ingin ia ucapkan: kata-
kata yang kelauar dari hati yang lugu dari hati yang tertindas.(Gadis
Pantai-hal 143)

5
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Suasana tiba-tiba menjadi riang gembira.Orang tertawa riuh-rendah.
Pendongen jadi sasaran. (Gadis Pantai-hal 200)
Sudut pandang
Sudut pandang orang ketiga tidak terbatas, sudut penglihatan Yang Berkuasa,
atau pengarang serba tahu.

Inilah tebusan janjiku. Pada dia yang tak pernah ceritakan sejarah diri. Dia
yang tak pernah ku ketahui namanya. Maka cerita ini kubangun dari berita
orang lain, dari yang dapat kusaksikan, kukhayalkan, kutuangkan.(Gadis
Pantai-hal 9)

Empat belas tahun umurnya. Waktu itu. Kulit langsat.Tubuh kecil mungil. Mata
agak sipit. Hidung ala kadarnya. Dan jadilah ia bunga kampung nelayan
sepenggal pantai Keresidenan Jepara Rembang.(Gadis Pantai-hal 11)

Mak juga nangis. Gadis Pantai menyela antara


sedannya. (Gadis Pantai-hal 14)

Gaya bahasa
Menggunakan majas dan gaya bahasa retoris berupa pencitraan.

Majas
Majas simile
Tertinggal Gadis Pantai seorang diri dalam ruangan besar yang tak
pernah diinjaknya semula, laksana seekor tikus di dalam
perangkap.(Gadis Pantai-hal 35)
Majas Metafora
Dinding-dinding batu tebal itu bisu-kelabu tanpa hati.(Gadis Pantai-hal
36)
Majas Personifikasi
Tapi lapar tetap membelit-belit dalam perutnya.(Gadis Pantai-hal 43)
Peribahasa dan pencitraan
Peribahasa
Berakit-rakit ke hulu.(Gadis Pantai-hal 38)
Pencitraan penglihatan
Empat belas tahun umurnya waktu itu. Kulit langsat. Tubuh kecil
mungil.Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya.(Gadis Pantai-hal 11)
Pencitraan penciuman

6
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Dan beberapa hari setelah itu sang gadis harus tinggalkan dapurnya,
suasana kampungnya, kampunya sendiri dengan bau amis
abadinya.(Gadis Pantai-hal12)
Pencitraan pendengaran
Ia masih ingat waktu tong-tong bambu kepala Kampung bertalu tanpa
hentinya sampai bayi tarakhir dapat malarikan dari kampung yang
terkepung maut.(Gadis Pantai-hal 43)
Pencitraan perabaan
Dan pakaian yang terlalu ringan dan halus itu masih juga memberinya
perasaan ia masih telanjang bulat.(Gadis Pantai-hal 29)

Amanat

Manusia semua sama. Tidak boleh ada perbedaan antar sesama karena
derajat, gender, dan harta. Kita harus saling menghormati dan menghargai
satu sama lain.
Jangan terjebak pada sistem budaya yang membatasi atau memisah
kedudukan manusia.
Jangan suka menindas orang lemah.

7
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
UNSUR EKSTRINSIK

Biografi penulis
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925, sebagai anak
sulung Bapak Mastoer dan Ibu Oemi Saidah. Pramoedya Ananta Toer terlahir di
kalangan keluarga yang terdidik dan religius. Hal tersebut dapat dijelaskan karana
ayah Pramoedya Ananta Toer merupakan seorang guru di Instituut Boedi Oetomo
(IBO). Adapun, sisi religiusitas dalam keluarga Pramoedya Ananta Toer berasal dari
silsilah ibundaya yang merupakan anak Penghulu Rembang Haji Ibrahim.

Pramoedya Ananta Toer adalah seorang terdidik. Ia telah mengenyam berbagai


tingkat pendidikan diantarnya sekolah dasar hingga meneruskan ke sekolah
kejuruan radio (Radio Vakschool) di Surabaya. Lain dari itu, ia juga pernah
bersekolah di Jakarta mengikuti pendidikan Taman Siswa tingkat dewasa (SLP) dan
pernah juga masuk di Sekolah Tinggi Islam. Setelah mengenyam berbagai
pendidikan, ia juga lulus dari kursus mengetik dan stenografi.

Adapun, seletah menempuh beberapa tingkat pendidikan akhirnya menghantarkan


Pramoedya ke dunia kerja. Pramoedya Ananta Toer pernah bekerja sebagai juru
ketik di kantor berita Jepang Domei. Disebabkan beberapa hal akhirnya ia
memutuskan untuk keluar dari pekerjaanya sebagai juru ketik tersebut. Pada Bulan
Oktober 1945 akhirnya ia bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan
bertugas di Cikampek. Beberapa tahun di BKR akhirnya Pramoedya Ananta Toer
resmi keluar pada 1 Januari 1947 dan kemudian mendapatkan pekerjaan
baru pada The Voice of Free Indonesia .

Pekerjaan Pram sebagai redaktur penerbitan ini tak berlangsung lama karena ia
harus dipenjara untuk pertama kalinya oleh Belanda pada Juli1947 sampai
Desember 1949. Adapun, selanjutnya Pramoedya Ananta Toer juga kembali
dipenjara selama 14 tahun oleh pemerintahan Orde Baru dengan tuduhan terlibat
dengan parpol PKI sejak tahun 1965 sampai1979. Pada 21 Desember 1979 tersebut
ia mendapat surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat
dalam G30S PKI.

Pramoedya Ananta Toer merupakan pengarang yang produktif karena di zaman


yang susah dan di tengah-tengah kesibukannya bekerja dan di dalam penjara ia
masih sempat menuliskan beberapa karya. Hal tersebut terbukti pada tahun 1950
sampai tahun 1952 ia berhasil menerbitkan tiga kumpulan cerpen dan empat novel.
Kumpulan cerpen tersebut yaitu Pertjikan Revolusi, Subuh, Tjerita dari Blora, dan
keempat roman tersebut adalah Perburuan, Keluarga Gerilja, Ditepi Kali Bekasi,dan

8
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Mereka Jang Dilumpuhkan. Sejak tahun 1950 itulah ia mulai terkenal dan aktif
berkarya di dunia sastra.

Kehidupan Pramoedya Ananta Toer sebagai sastrawan juga tidak terlepas dari
kehidupan sosial politik. Diketahui ia mempunyai jiwa nasionalis dengan bergabung
bersama BKR. Adapun, sejak tahun 1957 ia mulai dikenal aktif dalam dunia politik
Indonesia dengan menulis karangan yang mendukung politik Presiden Soekarno
yang berorientasi pada demokrasi terpimpin. Kehidupan sosial dan politis
Pramoedya Ananta Toer juga terlihat ketika dirinya dilibatkan untuk pertama kali
dalam Lekra pada Januari 1959. Lekra merupakan lembaga kebudayaan yang
kedudukannya berada di bawah naungan PKI. Sejak ketergabungannya di Lekra
tersebut Pramoedya Ananta Toer aktif menyuarakan perlawanan pada
penindasan imperialisme dan kolonialisme.

Keaktifan dan perhatian Pramoedya Ananta Toer dalam dunia politik indonesia
tercermin dari berbagai tulisannya. Adapun, ia pernah menyatakan dalam
tulisaanya bahwa yang menjadi biang keladi kegagalan-kegagalan Indonesia
adalah sistem demokrasi liberal yang mendasarkan segala-galanya pada faktor
uang, tidak pada jiwa-jiwa yang setiap saat dapat berkembang kalau dibimbing
secara tepat dan baik.

Selain pandangan politik, Pramoedya Ananta Toer juga menetaskan pandangan


sastra yaitu dengan visi realisme sosial. Adapun, visi sastra Pram tersebut
dimaksudkan pada humanisme sosial atau humanisme proletar yang
memperjuangkan rakyat dalam melawan penderitaan dan penindasan dari kaum
kapitalis dan imperialis.Novel Gadis Pantai ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer
pada tahun 1962-1965 dan mula-mula terbit sebagai cerita bersambung dalam
lampiran kebudayaan Lentera. Adapun, melalui proses yang penuh likaliku akhirnya
novel ini berhasil diterbitkan oleh Hasta Mitra pada tahun1987.

Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer merupakan kisah yang
mempunyai kemiripan dengan kehidupan keluarganya. Nenek Pram dari pihak ibu
yaitu bernama Satimah. Ia disunting sebagai selir oleh kakek Pram yaitu seorang
Penghulu Rembang. Tetapi setelah melahirkan anak (ibunya Pramoedya), Satimah
dicerai. Kisah kehidupan nenek Pram tersebutlah yang kemudian menjadi prototipe
Gadis Pantai.Penceritaan Novel Gadis Pantai yang ternyata sangat dekat
dengan sejarah kehidupan keluarga, memang sesuai dengan pandangan sastra
Pram. Pramoedya Ananta Toer berpandangan bahwa pentingnya bagi dia latar
kenyataan hulu, data-data, fakta-fakta, untuk menciptakankarya sastra; ia selalu
memerlukan setting dalam kenyataan untukmemberikan ruang yang meyakinkan
bagi cerita itu untuk dapat berlangsung dengan mantap.
(Dirangkum dari A. Teww, 1997: 2 45 dan pengantar Novel Gadis Pantai, 2011).
9
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Nilai religi

Keharaman suatu kegiatan


Jangan main bola! Haram! Haram! Tak ingat pesan ayahanda? Itu perbuatan
perbuatan terkutuk orang-orang murtad. Ingat! Kepala Hasan-Husin yang mereka
tendang! Apa Agus mau jadi kafir juga?(Gadis Pantai-hal 21)
Beribadah kepada Tuhan
Untuk pertama kali dalam hidunya Gadis Pantai bersuci diri dengan air wudu dan
dengan sendirinya bersiap untuk bersembahyang.(Gadis Pantai-hal 34)
Bendoro di depan sana berukuk. Seperti mesin ia mengikuti Bendoro-di sana
bersujud, ia pun bersujud, Bendoro duduk ia pun duduk.(Gadis Pantai-hal 36)
Mengucap syukur kepada Tuhan
Bersyukurlah di sini kau akan selalu makan nasi. Insya Allah.Tuhan akan selalu
memberkati.(Gadis Pantai-hal 40)

Nilai politik

Keberanian menghadapi Belanda


Kasihan mendiang Den Ajeng Tini. Begitu berani. Siapa lebih berani dari
beliau?Mengahadapi Belanda mana saja tidak takut. Pembesar-pembesar sendiri
pada hormat.(Gadis Pantai-hal 70)
Kedudukan daerah yang berbeda
Perkawinan Bendoro Bupati semakin dekat. Bendoro semakin jarang di rumah.
Kota mulai dihias. Putri dari kraton Solo harus disambut lebih hebat dari putri
kabupaten Jepara.(Gadis Pantai-hal 71)
Perlawanan terhadap Belanda
Kau hanya baru sampai melawan para raja, pangeran, dan bupati. Satu turunan
tidak bakal selesai.Kalau para raja, pangeran, dan bupati sudah dikalahkan, baru
kau bisa berhadapan pada Belanda.(Gadis Pantai-hal 121)
Nilai budaya

Kebiasaan memakai sanggul dan berdandan bagi kaum priyai


Tapi ia diam saja waktu bujang menyisirinya kembali serta memasangkan sanggul
yang telah dipertebal dengan cemara, serta menyuntingkan bunga cempaka di sela-
sela.(Gadis Pantai-hal 55)
Budaya membatik

10
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta
Gadis Pantai mulai membatik, seorang guru batik didatangkan.(Gadis pantai-hal 69)
Pertunjukkan wayang kulit
Sekali seorang kota membawa wayang kulit ke kampung nelayan.(Gadis Pantai-hal
85)

Nilai adat

Kehadiran mempelai pria dalam pernikahan dapat digantikan oleh keris


Kemarin malam ia telah dinikahkan. Dinikahkan dengan sebilah keris. Kini ia istri
sebilah keris,wakil seorang yang tak pernah dilihatnya seumur hidup.(Gadis Pantai-
hal 12)
Perempuan priyai tiak boleh bekerja
Di sini kau tak boleh kerja. Tanganmu harus halus seperti beludu. Wanita utama tak
boleh kasar.(Gadis Pantai-hal 37)
Rakyat jelata harus membungkuk dan berjalan mundur
Ia berlutut, membungkuk, berlutut berjalan mundur. Sampai di pintu ia berhenti
sebentar, menebarkan pandangan jauh ke depan, pada Bendoro.(Gadis Pantai-hal
38)

Nilai sejarah

Berperang bersama Pangeran Diponegoro


Waktu Pangeran Diponegoro kalah perang-kakek lari lagi bersama seorang priyayi
yang juga ikut huru-hara.(Gadis Pantai-hal 57)
Pernikahan R.A.Kartini dan kematiannya
Tentang perayaan perkawinan Raden Ajeng Kartini beberapa tahun yang lalu, dan
tentang upacara pemakamanya juga beberapa tahun yang lalu,(Gadis Pantai-hal 60)
Kerja rodi zaman penjajahan Belanda
Lantas saya dikirim ke Jepara sana buat kerja rodi, tanam coklat.(Gadis Pantai-hal
61)

11
Farih Aminah SMAN 68 Jakarta

Anda mungkin juga menyukai