Anda di halaman 1dari 3

Nama: Wafidatul itsna mukholidah

Kelas :12 uips2

Absen:33

Nilai-nilai yang terkandung dalam novel Pangeran Diponegoro:

1. Nilai moral (Nilai yang yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan
dengan etika atau moral.

Kutipan:

"Hm." Jan Willem van Rijnst menerka-nerka ambisi Danurejo di balik pernyataan yang kerang-keroh itu.
sambil menatap lurus-lurus ke muka Danurejo, .....

Nilai moral dalam kutipan di atas adalah orang yang cerdik akan bertindak dengan pengetahuan, tetapi
yang bebal akan mengumbar kebodohannya.

2. Nilai Budaya (Nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan
suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan.

Kutipan 1:

"Tuan," kata Danurejo II, menundukkan kepala untuk menunjukkan sikap rendah hati, tapi dengan
meninggikan rasa percaya diri dalam niat hati untuk mengasut. "Barangkali Tuan akan menganggap
enteng perkara ini. Tapi, sebaiknya Tuan ketahui-sebab maaf, Tuan masih baru di sini-bahwa kami,
bangsa Jawa, sangat peka terhadap suara hati, yaitu perasaan dalam tubuh insani yang sekaligus
menjadi wisesa ruhani"

Nilai budaya dalam kutipan di atas adalah bangsa Jawa sangat peka dengan suara hatinya.
Kutipan 2:

"Perasaan benci yang direka di dalam piranti kebudayaan, yaitu kesenian, khususnya wayang dan
tembang macapat, daya tahannya luar bias, dan daya serapnya amat istimewa merasuk dalam jiwa
dalam sanubari dalam ruh, sepanjang hayat dikandung badan."

"Tunggu," kata Jan Willem van Rijsnt, ragu, dan rasanya asan-tak-asan. "Tuan bilang wayang dan
tembang punya napas panjang? Bagaimana caranya Tuan menyimpulkan itu?"

"Maaf, Tuan Van Rijnst, perlu Tuan ketahui, wayang dan tembang berasal dari leluri Hindu-Buddha Jawa.
Sekarang, setelah Islam menjadi agama Jawa, leluri wayang dan tembang itu tetap berlanjut sebagai
kebudayaan bangsa. Apakah Tuan tidak melihat itu sebagai kekuatan?"

Nilai budaya dalam kutipan di atas adalah piranti kebudayaan, yaitu kesenian, khususnya wayang dan
tembang macapat merupakan kekuatan bangsa.

3. Nilai Sosial (Nilai yang berkaitan dengan tata pergaulan antara individu dalam masyarakat)

Kutipan:

Ketika Danurejo II datang kepadanya, dia menyambut dengan bahasa Melayu yang fasih, sementara
pejabat keraton Yogyakarta yang merupakan musuh dalam selimut dari Sultan Hamengku Buwono II ini
lebih suka bercakap bahasa Jawa.

"Sugeng", kata Danurejo II, menundukkan kepala dengan badan yang nyaris bengkok seperti udang
rebus.

Jan Willem van Rijnst bergerak menyamping, membuka tangan kanannya, memberi isyarat kepada
Danurejo untuk masuk dan duduk. Agaknya untuk penampilan yang berhubungan dengan bahasa
Belanda beschaafdheid yang lebih kurang bermakna 'tata krama santun sesuai peradaban', alih-alih Jan
Willem van Rijnst sangat peduli, dan hal itu merupakan sisi menarik darinya yang jali di antara sisi-sisi
lain yang menyebalkan.

Nilai sosial dari kutipan di atas tampak pada sikap Danurejo II yang tetap menghormatinya dan bersikap
dengan ramah dan sopan kepada van Rijnst meski merupakan musuh dari Sultan Hamengkubuwono II.
Begitu pula dengan van Rijnst yang sangat peduli dengan tata krama dalam menyambut tamunya.

4. Nilai Ketuhanan (Religi) – (Nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan atau bersumber pada nilai-
nilai agama)

Kutipan:

Terlebih dulu mestilah dibilang, bahwa Jan Willem van Rijnst adalah seorang oportunis bedegong.
Asalnya dari Belanda tenggara. Lahir di Heerlen, daerah Limburg yang seluruh penduduknya Katolik.
Tapi, masya Allah, demi mencari muka pada pemegang kekuasaan di Hindia Belanda, sesuai dengan
agama yang dianut oleh keluarga kerajaan Belanda di Amsterdam sana yang Protestan bergaris kaku
Kalvinisme, maka dia pun lantas gandrung bermain-main menjadi bunglon, membiarkan hatinya terus
bergerak-gerak sebagaimana air di daun talas.

Nilai ketuhanan dalam kutipan di atas adalah van Rijnst adalah seseorang yang bukan taat beragama,
karena van Rijnst beragama Katolik, tetapi ketika di Hindia Belanda, ia mengikuti agama Protestan.

Anda mungkin juga menyukai