BAHASA INDONESIA
XII-MIPA I
Anggota
08 Chintiya F.S. : 16 Evina Cahyani B.
Kelompok 5
HALAMAN 120
Tema yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruh adalah kehidupan desa yang bersahaja.
1
2 Alur yang terlambat dalam novel Ronggeng Dukuh Patuk adalah campuran (maju-mundur) .
Latar tempat : Langit Dukuh Paruk, sawah Dukuh Paruk, Dukuh Paruk, Kubur Ki Secamenggala , Punggung
3 bukit kecil , di tepi kampong.
Latar waktu : saat musim kemarau, di waktu malam.
Latar suasana : menegangkan, bersahaja, membingungkan.
Karakter
Asus warta dan darwin : bersemangat, cerdas.
5 Warga desa : menjunjung tinggi adat
Srintil : tidak dijelaskan dengan baik
Ki Secamenggala : Menjadi musuh kehidupan masyarakat pada zamannya, menyukai ketenangan.
Pesan yang ingin disampaikan : Mensyukuri nikmat yang Tuhan berikan adalah pembelajaran penting untuk
6 menikmati kehidupan.
Bukti
- Langit Dukuh Paruk :
Kicau beranjangan mendaulat kelengangan langit di
atas Dukuh Paruk.
- Sawah Dukuh Paruk:
Karena letak Dukuh Paruk di tengah amparan
sawah yang sangat luas, tenggelamnya matahari
tampak dengan jelas dari sana
- Dukuh Paruk:
Dari tempatnya yang tinggi kedua burung
- Kubur Ki Secamenggala :
Kubur Ki Secamenggala yang terletak di punggung
bukit kecil di tengah Dukuh Paruk menjadi kiblat ke
- Punggung bukit kecil: hidupan kebatinan mereka.
Kubur Ki Secamenggala yang terletak di punggung
bukit kecil di tengah Dukuh Paruk menjadi kiblat ke
hidupan kebatinan mereka.
Musim kemarau : Namun kemarau waktu malam : Bulan yang lonjong ham
belum usai. Ribuan hektare sawah pir mencapai puncak langit. Cahayanya
yang mengelilingi. Dukuh Paruk membuat bayangan temaram di atas
telah tujuh bulan kerontang. tanah kapur Dukuh Paruk.
Latar waktu
KARAKTER
TOKOH
Rasus, Warta, Darwin : Bersemangat dan cerdas.
Pembuktian :
- Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah-payah mencabut sebatang singkong.
Ketiganya hampir berputus asa seandainya salah seorang anak di antara mereka tidak menemukan akal.
”Cari sebatang cungkil,” kata Rasus kepada dua temannya. ”Tanpa cungkil mustahil kita dapat mencabut
singkong sialan ini.”
Srintil: Kreatif
Pembuktian :Di bawah pohon nangka itu mereka melihat Srintil sedang asyik bermain seorang diri. Perawan kecil
itu sedang merangkai daun nangka dengan sebatang lidi untuk dijadikan sebuah mahkota
Majas Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada novel yang berjudul Ronggeng Dukuh paruk ditemukan
penggunaan gaya bahasa perbandingan atau simile kalimat yang menggunakan gaya bahasa simile, yaitu:
• Di bagian langit lain seekor burung pipit sedang berusaha mempertahankan nyawanya Dia terbang bagai batu l
Simile epas dari ketapel sambil menjerit-jerit sejadi. (halaman 9)
Majas
Majas hiperbola adalah majas yang mengungkapkan sesuatu pernyataan yang berlebihan dengan
membesar-besarkan suatu hal.
Hiperbola • Kedua unggas kecil itu telah melayang berarti 100 bahkan beribu-ribu KM mencari genangan air. (halaman 9)
Nilai Sosial
1. Seorang ronggeng di lingkungan pentas tidak akan menjadi bahan pertumbuhan bagi perempuan
Dukuh paruk malah sebaliknya makin lama seorang suami bertayub dengan Ronggeng makin bangga
pula istrinya perempuan semacam itu puas karena diketahui umum bahwa suaminya seorang lelaki
jantan baik dalam arti uangnya maupun berakhirnya (Tohari 2016 :82)
Kutipan di atas memperlihatkan nilai sosial masyarakat di Dukuh paruk bahwa seorang istri tidak
cemburu melainkan bangga bila suaminya bertarung dengan ronggeng
2. Semua pedagang di pasar memperlakukan srintil sebagai seorang istimewa (Tohari 2016 :81)
Kutipan di atas menjelaskan seorang Ronggeng di Dukuh paruk diperlakukan istimewa dibandingkan
dengan warga biasa
3. Jangan mengabadikan kemelaratan seperti orang Dukuh paruk Hai anak-anak pergilah mandi kalau
tidak Nanti kupingmu mengalir nanah kakimu kena kudis seperti anak-anak Dukuh paruk
(Tohari 2016 ;14)
Kutipan di atas menjelaskan penilaian orang-orang di luar Dukuh paruk yang mempunyai pandangan
buruk terhadap warga Dukuh paruk.
Nilai
Keagamaan
1. Kultur Ki secamenggala yang terletak di punggung bukit kecil di tengah Dukuh paruk menjadi kiblat kehidupan
kebatinan mereka gumpalan Abu Kemudian pada nisan kubur Ki secamenggala membuktikan polah tingkah
kebatinan orang Dukuh paruk berpusat di sana (Tohari 2016 :43)
Kutipan di atas menjelaskan kebiasaan warga Dukuh paruk yang memuja Muja Ki secamenggala yang
merupakan nenek moyang mereka.
3. Toh tidak semuanya demikian yang tercantik di antara mereka selalu menutup diri di samping ayahnya dia ber
sembahyang sesuatu yang baru kulihat di luar Dukuh paruk gadis-gadis lain berbisik kepadaku agar jangan
mencoba menggoda si Alim itu kata mereka hanya laki-laki bersembahyang pula bisa berharap pada suatu saat
bisa menjamahnya itupun bila telah terjadi ikatan perkawinan yang sah Pelanggaran atas ketentuan itu adalah
dosa besar kutipan di atas menjelaskan bahwa masyarakat Dukuh paruk memiliki nilai religiusitas tinggi (Tohari
2016: 173)
Nilai budaya
1. Keesokan harinya Zakaria menemui kartareja laki-laki yang hampir sebaya ini secara turun temurun
menjadi dukun Ronggeng di Dukuh paruk pagi ini karena kertaraharja mendapat kabar gembira dia pun
sudah bertahun-tahun menunggu kedatangan seorang calon Ronggeng untuk diasuhnya belasan tahun
sudah berangkat kalungnya tersimpan di para-para diatas dapur dengan laporan prakarya tentang srintil
di gondrong itu berharap bunyi Calung akan kembali terdengar Semarak di Dukuh paruk
(Tohari 2016: 16)
kutipan di atas menjelaskan bahwa kebudayaan Ronggeng di Dukuh paruk Ya sudah ada sejak lama.
2. Mereka mengatakan keris itu bernama Kyai jaran guyang pusaka Dukuh paruk yang telah lama
lenyap. Itu keris pekasih Yang Dulu selalu menjadi jimat para ronggeng. Mereka juga mengatakan
hanya karena keberuntunganku maka keris itu sampai ke tanganku. Rasus, dengan keris itu aku akan
menjadi Ronggeng tenar. Itu kata kakek dan juga kata Kartareja (Tohari 2016: 43)
kutipan di atas menjelaskan mengenai kebudayaan keris yang menjadi bagian dari kebudayaan di
Dukuh paruk yang dibudayakan dan dikembangkan oleh masyarakat setempat.
PERTANYAAN?