Anda di halaman 1dari 10

A.

Pendahuluan
Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengantar serta
refleksinya terhadap gejala-gajala sosial di sekitarnya. Pengarang mencoba menghasilkan
pandangan dunianya tentang realitas sosial di sekitarnya untuk menunjukkan sebuah karya
sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu.
. Novel karya Ahmad Tohari dengan tema budaya yang berseting perjuangan hidup
seorang perempuan berhasil diselesaikan, novel tersebut berjudul “ Ronggeng Dukuh Paruk”.
Novel ini berlatarbelakang tentang sebuah kebudayaan di daerah tertentu. Bagaimana
pengaruh kebudayaan itu bagi masyarakat. Disamping itu, novel ini menjadi sebuah refleksi
bagi kehidupan bermasyarakat, yaitu dipergunakan sebagai literatur dengan pesan-pesan yang
ada di dalamnya.
Pesan yang berusaha digarap oleh pengarang. Novel yang bertema kebudayaan
merupakan satu dari trilogi yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Novel ini mengambil cerita
tentang seorang ronggeng dengan kehidupannya dan bagaimana dia di dalam masyarakat.
Perjuangan seorang perempuan di dalam meniti pilihan hidupnya.
B.Pembahasan
Ronggeng Dukuh Paruk adalah sebuah novel yang menceritakan kehidupan seorang
ronggeng yang bernama Srintil. Novel ini berlatar tempat di Dukuh Paruk. Dukuh Paruk
merupakan sebuah kampung terpencil yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan
Dawuhan. Sedangkan, latar waktunya adalah sekitar tahun 1965-an.
1. Unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk
A. Tema : Masalah yang dibicarakan dalam cerita
Sosok perempuan yang kehidupannya tergoyah karena pengaruh hukum adat di tempat dia
tinggal
Bukti : “ Eh Rasus. Mengapa kau menyebut hal-hal sudah lalu? Aku mengajukan
permintaan itu sekarang. Dengar rasus, aku akan berhenti menjadi ronggeng karena aku ingin
menjadi istri seorang tentara. Engkaulah orangnya.” (RDP: 63)
“............. bahkan lebih dari itu. Aku akan memberi kesempatan kepada pedukuhanku
yang kecil itu kembali kepada keasliannya. Dengan menolak perkawinan yang ditawarkan
Srintil, aku memberi sesuatu yang paling berharga bagi Dukuh Paruk: Ronggeng!” (RDP :64)
B. Alur : Jalan cerita
Maju, mundur, gabungan
· Bukti alur Maju : “ Jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk
keluar halaman. Setelah menghabiskan sepiring nasi gaplek mereka lebih senang bergulung
dalam kain sarung, tidur di atas balai-balai bambu. Mereka akan bangun esok pagi bila sinar
matahari menerobos celah dinding dan menyengat diri mereka.” (RDP:7)
Sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun adat Dukuh Paruk mengatakan masih ada
dua tahapan yang harus dilaluinya sebelum Srintil berhak menyebut dirinya seorang
ronggeng yang sebenarnya. (RDP: 43)
· Bukti alur mundur : “ Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh Paruk
yang kecil basah kuyup tersiram hujan lebat. Dalam kegelapan yang pekat, pemukiman
terpencil itu lengang, amat lengang.” (RDP:11)
· Bukti alur gabungan: “ Dukuh Paruk dengan segalan isinya termasuk cerita Nenek itu
hanya bisa ku rekam setelah aku dewasa. Apa yang ku alami sejak anak-anak kusimpan
dalam ingatan yang serba sederhana.” (RDP:17)
“ Lebih baik sekarang kuhadapi hal yang lebih nyala. Srintil sudah menjadi Ronggeng
di Dukuh Paruk.” (RDP:19)
“Tahun 1960 wilayah kecamatan Dawuan tidak aman.” (RDP: 64)
“ Sebagai laki-laki usia dua puluh tahun, aku hampir dibuatnya menyerah.” (RDP:63)
Tahap-tahap alur perkembangan alur secara rinci terdiri dari lima bagian sebagai berikut.
1) Perkenalan
Menceritakan tentang kehidupan rasus dan srintil ketika masih kecil yang harus di tinggal
oleh kedua orang tua mereka karena peristiwa keracunan tempe bongkrek yang menimpa
warga Dukuh Paruk. Kemudian pada bab kedua menceritakan perihal kematian Emak rasus
dan kehidupan Ki Secamenggala, dalam bab dua emak rasus, nenek rasus, kartareja, Nyai
kartareja diperkenalkan. Dalam bab ketiga membicarakan tentang sayembara bukak
klambu, bab ini Dower dan Sulam diperkenalkan. Pada bab keempat tokoh utama
dibicarakan, dalam bab ini Sersan slamet dan Kopral Pujo diperkenlakan.
2) Timbulnya Konflik
Konflik utama Ronggeng Dukuh Paruk, yaitu malapetaka keracunan tempe bongkrek yang
membunuh sebagian masyarakat Dukuh Paruk termasuk kematian ronggeng Dukuh paruk
yang terakhir serta penabuh gendang. Munculnya konflik lain ditandai ketika srintil mulai
menjadi ronggeng baru, saat itu kehidupan srintil mulai berubah. Dari yang dulunya sering
bermain bersama Rasus, Warta, Darsun, tapi setelah menjadi ronggeng dia sudah tidak ada
waktu untuk bermain. Menanggapi hal itu Rasus mulai renggang dengan srintil, wanita yang
disukainya.
3)Peningkatan konflik
Konflik meningkat pada bab dua dan tiga. Konflik utama dikembangkan dengan kuat pada
bab tiga, yaitu ketika srintil harus menyelesaikan syarat terakhir menjadi seorang ronggeng,
syarat terakhir yang harus dipenuhi itu bernama bukak-klambu. Sebuah syarat yang akan
menggoyahkan hubungan Rasus dan Srintil. Hal itu memunculkan kebencian yang mendalam
bagi rasus atas semua kebudayaan yang ada di Dukuh paruk.
4)Klimaks
Puncak permasalahan terjadi ketika srintil telah menjadi seorang ronggeng Dukuh Paruk. Itu
tandanya srintil menjadi milik orang banyak dan rasus sebagai seorang laki-laki yang
menyukainya harus merelakan.
5)Pemecahan masalah atau Penyelesaian
Penyelesaian bagian pertama novel RDP yaitu ketika Rasus pergi meninggalkan Dukuh.
Rasus merasa dukuh paruk bertindak semena-mena dan hanya menciptakan kesengsaraan
baginya. Sebagai seorang anak yang menghubungkan diri emaknya dengan diri srintil, Dukuh
Paruk membuat noda dalam hidupnya. Kepergian Rasus untuk menentukan pilihan-pilihan.
Pilihan-pilihan itulah yang nantinya akan mengubah segalanya, tentang Srintil, asal-usul
ibunya, dan juga tujuan hidupnya.
Berdasarkan tahap-tahap alur yang diuraikan di atas dapat disimpulkan alur yang terdapat
dalam novel RDP buku pertama Catatan Buat Emak menggunakan alur campuran.
C. Tokoh : Orang yang berperan dalam cerita
1. Rasus 9. Nenek Rasus
2. Warta 10. Santayib (Ayah Srintil)
3. Dursun 11. Istri Santayib (Ibu Srintil)
4. Srintil 12. Dower
5. Sakarya ( Kakek Srintil) 13. Sulam
6. Ki Secamenggala 14. Siti
7. Kartareja dan Nyai Kartareja 15. Sersan Slamet
8. Sakum 16. Kopral Pujo

D. Penokohan/Watak: Sifat pemain dalam sebuah novel


1. Rasus : bersahabat, penyayang, pendendam, pemberani
· Bukti bahwa Rasus bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
· Bukti bahwa Rasus penyayang “ Suatu saat ku bayangkan emak ingin pulang ke Dukuh
Paruk.” (RDP:49)
· Bukti bahwa Rasus pendendam “ Nenek menjadi korban balas dendamku terhadap Dukuh
Paruk......” (RDP:47)
· Bukti bahwa Rasus pemberani “ Aku mengutuk sengit mengapa kopral Pujo belum juga
muncul. Karena tidak sabar menunggu, maka timbul keberanianku” (RDP:61)
2. Warta : bersahabat, perhatian dan penghibur
· Bukti bahwa Warta bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
· Bukti bahwa Warta perhatian dan penghibur “Rasus, kau boleh sakit hati. Kau boleh
cemburu. Tetapi selagi kau tak mempunyai sebuah ringgit emas, semuanya menjadi sia-sia.”
(RDP:37) “Tidak apa-apa Warta. Percayalah sahabatku, tak ada yang salah pada diriku. Aku
terharu. Suaramu memang bisa membuat siapa pun merasa begitu terharu.” (RDP:37)
3. Dursun : bersahabat
· Bukti bahwa Dursun bersahabat Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
4. Srintil : Bersahabat, seorang ronggeng, agresif, Dewasa
· Bukti bahwa Srintil bersahabat “ Sebelum berlari pulang. Srintil minta jaminan besok hari
Rasus dan dua orang temannya akan bersedia kembali bermain bersama.” (RDP:4)
· Bukti bahwa Srintil seorang Ronggeng “ ......., Srintil mulai menari. Matanya setengah
terpeja. Sakarya yang berdiri di samping Kartsreja memperhatikan ulah cucunya dengan
seksama. Dia ingin membuktikan bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang
ronggeng.” (RDP:10)
· Bukti bahwa Srintil agresif “ aku tak bergerak sedikit pun ketika Srintil merangkulku,
menciumiku. Nafasnya terdengar begitu cepat.” (RDP:38)
· Bukti bahwa Srintil dewasa “ dia tidak mengharapkan uang. Bahkan suatu ketika dia mulai
berceloteh tentang bayi, tentang perkawinan.” (RDP:53)
5. Sakarya (Kakek Srintil): Penyayang, tega
· Bukti bahwa Sakarya penyayang “dibawah lampu minyak yang bersinar redup. Sakarya,
kamitua di pedukuhan kecil itu masih merenungi ulah cucunya sore tadi.” (RDP:8)
· Bukti bahwa Sakarya tega “Jangkrik!” sahutku dalam hati. “kamu si tua bangka dengan
cara memperdagangkan Srintil.” (RDP:63)
6. Ki Secamenggala : nenek moyang asal Dukuh Paruk
· Buktinya adalah “hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itu percaya penuh Roh
Ki Secamenggala telah memasuki tubuh Kartareja.....” (RDP:27)
7. Kartareja dan Nayi Kartareja : mistis, egois
· Bukti bahwa Kartareja dan Nyai Karateja mistis “Satu hal disembunykan oleh Nyai
Kartareja terhadap siapa pun. Itu ketika dia meniuokan mantra pekasih ke ubun-ubun
Srintil.”(RDP::9) “Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-kamit sebentar, laki-laki itu
memberi aba-aba....” (RDP:26)
8. Sakum : hebat
· Bukti bahwa Sakum hebat “ Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secata seksama
pagelaran ronggeng.” (RDP:9)
9. Nenek Rasus : linglung
· Bukti bahwa Nenek Rasus pikun “ Ah, semakin tua nenekku. Kurus dan makin bungkuk.
Kasian, Nenek tidak bisa banyak bertanya kepadaku. Linglung dia.” (RDP:62)
10. Santayib (Ayah Srintil) : bertanggungjawab, keras kepala
· Bukti bahwa Santayib bertanggungjawab “ Meski Santayiborang yang paling akhir pergi
tidur, namun dia pulalah pertama kali terjaga di Dukuh Paruk.....” (RDP:12)
· Bukti bahwa Santayib keras kepala “Kalian, orang Dukuh Paruk. Buka matamu, ini
Santayib! Aku telah menelan seraup tempe bongrek yang kalian katakan beracun. Dasar
kalian semua, asu buntung! Aku tetap segar bugar meski perutku penuh tempe bingrek.
Kalian mau mampus, mampuslah! Jangan katakan tempeku mengandung racun......”
(RDP:15)
11. Istri Santayib : Keibuan, prihatin
· Bukti bahwa Istri Santayib keibuan “ Srintil bayi yang tahu diri. Rupanya dia tahu aku
harus melayani sampean setiap pagi.” (RDP:12)
· Bukti bahwa Istri Santayib prihatin “Srintil kang. Bersama siapakah nanti anak kita,
kang?” (RDP:16)
12. Dower : mengusahakan segala macam cara
· Bukti bahwa Dower mengusahakan “ pada saja baru ada dua buah perak. Saya bermaksud
menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok
bisa kuperoleh seringgit emas.” (RDP:34) “Aku datang lagi kek. Meski bukan sekeping
ringgit emas yang kubawa, kuharap engkau mau menerimanya.” (RDP:41)
13. Sulam : penjudi dan berandal, sombong
· Bukti bahwa Sulam penjudi dan berandal “ Dia juga kenal siapa Sulam adanya; anak
seorang lurah kaya dari seberang kampung. Meski sangat muda, Sulam dikenal sebagai
penjudi dan berandal.” (RDP:42)
· Bukti bahwa Sulam sombong “ Sebuah pertanyaan yang menghina, kecuali engkau belum
mengenalku. Tentu saja aku membawa sebuah ringgit emas. Bukan rupiah perak, apalagi
kerbau seperti anak pecikalan ini.” (RDP:42)
14. Siti : alim
· Bukti bahwa Siti alim “hw, jangan samakan Siti dengan gadis-gadis di Dukuh Paruk. Dia
marah karena kau memperlakukannya secara tidak senonoh.” (Siti meleparkan singkong ke
arah Rasus) (RDP:50)
15. Sersan Slamet : penyuruh, tegas
· Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh “Pekerjaan dimulai.peti-prti logam serta barang
lainnya diangkat ke atas pundak dan kubawa ke sebuah rumah....” (RDP:54)
· Bukti bahwa Sersan Slamet tegas “Katakan; ya! Kami tentara. Kami memerlukan
ketegasan dalam setiap sikap,” kata Sersan Slamet tegas (RDP:55)
16. Kopral Pujo : penakut
· Bukti bahwa Kopral Pujo penakut “ mengecewakan. Ternyata Kopral Pujo tidak lebih
berani daripada aku......” (RDP:60)
E. Latar
1. Latar Waktu : Waktu terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah
cerita
· Sore hari
Waktu ini tergambar dari kutipan berikut.
Ketiganya patuh. Ceria di bawah pohon nagnka itu belanjut sampai matahari menyentuh
garis cakrawala (RDP: 14).
Kutipan diatas menceritakan tentang Rasus, Darsun, dan warta ketika mengiringi srintil
menari hingga sore hari. Pengarang menggambarkan waktu ini dengan bahasa yang
sederhana yaitu “matahari menyentuh garis cakrawala”.
· Tengah malam
Waktu tengah malam tergambar dari kutipan berikut.
Seandainya ada seorang di Dukuh Paruk yang pernah bersekolah, dia dapat mengira-ngira
saat itu hampir pukul dua belas tengah malam, tahun 1946 (RDP:21).
Kutipan diatas mengambarkan malam sebelum terjadinya keracunan tempe bongkrek yang
dialami masyarakat Dukuh Paruk. Waktu yang ditegaskan dalam kutipan di atas adalah
tengah malam, yang mana waktu tersebut menjadi latar waktu dalam novel ini
· Tengah hari (Siang)
Latar waktu tengah hari terlihat dalam kutipan berikut.
Namun semuanya berubah menjelang tengah hari. Seorang anak berlari-lari dari sawah
sambil memegangi perut (RDP: 24)
Kutipan di atas menegaskan bahwa racun dalam tempe bongkrek mulai bereaksi ketika
tengah hari dimana setelah masyarakat Dukuh Paruk selesai melakukan aktivitas di sawah.
Dalam kutipan tersebut latar waktu yang terjadi tengah hari.
· Pagi
Latar waktu pagi digambarkan dalam kutipan berikut.
Matahari mulai kembali pada lintasannya di garis khatulistiwa. Angin tenggara tidak lagi
bertiup (RDP:44)
Kutipan di atas merupakan salah satu latar dalam novel RDP ketika waktu pagi, yang
menggambarkan waktu pagi telah terasa.
· Malam hari
Waktu malam hari tergambar dari kutipan berikut.
Karena gelap aku tak dapat melihat dengan jelas.
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa waktu terjadinya ketika malam hari. Dengan
adanya kata gelap yang memperjelas latar waktu tersebut.
Latar waktu yang disebutkan di atas merupakan waktu yang terdapat dalam novel RDP,
sebenarnya dari latar waktu tersebut ada yang lebih dari satu. Tapi penulis hanya mengambil
salah satu sebagai perwakilan.
2. Latar Tempat : Tempat terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah cerita
Novel RDP berlatar utama di pendukuhan yang bernama Dukuh Paruk. Latar tempat ini
terlihat dalam kutipan berikut.
Dua pululuh tiga rumah berada di pendukuhan itu, di huni oleh orang-orang seketurunan. Di
Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah dagingnya (RDP: 10)
Dari kutipan diatas dapat diketahui bahwa latar tempat di dalam rumah novel RDP
terjadi di Dukuh Paruk sedangkan latar tempat di luar rumah tidak ditemukan dalam novel.
Adanya dua puluh tiga rumah di pendukuhan menggambarkan bahwa Dukuh Paruk
merupakan pemukiman kecil yang keberadaannya ditempat terpencil. Latar utama yang
terjadi di Dukuh paruk memunculkan latar pendukung. Hal ini terdapat dalam latar berikut.
· Di tepi kampong
Di tepi kampung ini menjadi latar rasus dan temannya Darsun dan Warta
mencabut batang singkong yang menjadi cerita pertama yang terdapat dalam novel
(RDP: 10).
· Di pelataran yang membatu di bawah pohon nangka
Tempat tersebut merupakan tempat srintil sering bermain dengan mendedangkan lagu
kebanggan para ronggeng. Selain itu di bawah pohon nangka srintil sering menari dan
bertembang (RDP: 13).
· Di halaman rumah Kartareja
Tempat ini menjadi bagian dari upacara sacral yang dipersembahkan kepada leluhur Dukuh
Paruk sebelum menuju pekuburan dukuh paruk (RDP: 45)
· Di Pekuburan Ki Secamenggala
Latar ini syarat srintil untuk menjadi seorang ronggeng yaitu srintil melakukan upacara
pemandian di pekuburan ki secamenggala (RDP: 46)
· Pasar Dawuan
Tempat ini adalah tempat yang dituju rasus ketika meninggalkan Dukuh paruk. Hal ini secara
implicit terdapat dalam kutipan berikut.
“Sampai hari-hari pertama aku menghuni pasar Dawuan, aku menganggap nilai-nilai yang
kubawa dari Dukuh Paruk secara umum berlaku pula di semua tempat (RDP: 84).”.
· Di Hutan
Tempat ini menjadi tempat berburu Rasus, Sersan slamet dan Kopral Pujo (RDP: 95)
· Di Rumah Sakarya
Latar ini menjadi tempat pertama yang di datangi oleh perampok ketika ingin merampok
harta milik srintil, tapi saat itu srinti sedang berada di rumah kartareja, hingga akhirnya
perampok berbelok ke rumah kartareja (RDP: 101)
· Di Beranda Rumah Nenek Rasus
Tempat ini menggambarkan ketika rasus pulang kerumah neneknya ketika dia selesai
menangkap perampok yang ada di Dukuh Paruk, tapi kemudian di kembali
menjadi tobang (RDP: 103)
3. Latar Suasana : Suasana yang terjadi dalam sebuah cerita
Ceria “ Ketiganya patuh, ceria di bawah pohon nangka itu berlanjut sampai matahari
menyentuh garis cakrawala.” (RDP:7)
terkesima “ penonton menunda kedipan mata ketika Srintil bangkit....” (RDP:10)
panik “ Dalam haru-biru kepanikan itu kata-kata wuru bongkrek mulai di teriakkan orang.”
(RDP:13)
F. Sudut Pandang : Pembawaan suatu cerita
Berdasarkan beberapa pandangan tentang pusat pengisahan, dapat diperoleh gambaran
bahwa ada beberapa kemungkinan yang dapat dipergunakan oleh pengarang dalam
menceritakan ceritanya melalui pusat pengisahan, seperti halnya dalam novel RDP pada
bagian pertama menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini terdapat dalam
kutipan berikut.
Ia merasa srintil telah menjadi milik semua orang Dukuh Paruk. Rasus cemas tidak bisa
lagi bermain sepuasnya dengan Srintil di bawah pohon nangka. Tetapi Rasus tak berkata
apapun. (RDP: 20)
Pengarang dalam kutipan di atas ikut terlibat dalam cerita sekaligus sebagai pengamat.
Penggunaan orang ketiga dalam novel ini dapat dikatakan logis, dalam gaya penceritaan
orang ketiga serta serba tahu karena pengarang berada di luar cerita, pengarang mengetahui
batin tokoh utama, seperti tokoh Rasus ketika menyaksikan pentas menari srintil. Pengarang
seperti ikut merasakan apa yang dirasakan Rasus, yaitu perasaan hati Rasus.
Sedangkan pada bagian kedua sampai seterusnya ditampilkan dengan Sudut pandang
orang pertama pelaku utama, yaitu Rasus yang di sebut “aku”. “Aku” yang bercerita dalam
novel RDP mempunyai dua kemungkinan. Pertama, “aku” pencerita yang berkedudukan
sebagai pengarang yang menyusun cerita. Kedua, “aku” tokoh utama yang mempunyai
kedudukan yang dominan pada cerita.
Penggunaan sudut pandang orang pertama pelaku utama terlihat jelas dalam kutipan
berikut. Aku mengenal dengan sempurna setiap sudut tersembunyi di Dukuh paruk. Ketika
kartareja bercakap-cakap dengan Dower, aku mendengarnya dari balik rumpun pisang di luar
rumah. (RDP: 59-60)
Pada kutipan di atas ditunjukkan dengan tidak adanya komentar pengarang dalam cerita.
Tokoh utama bercerita tentang dirinya sendiri melalui tingkah laku yang diperankannya.
Disamping itu, dari pemahaman tokoh aku tentang Dukuh Paruk memperkuat dugaan sedut
pandang pada bab dua sampai empat menggunakan orang pertama pelaku utama.
G. Gaya bahasa : Ciri-ciri pembawaan bahasa yang terdapat dalam cerita
Gaya Bahasa yang terlihat dalam novel ini kadang membingungkan, karena terdapat bahasa
jawa dan mantra-mantra jawa.
Uluk-uluk perkutut manggung
Teka saka negndi,
Teka saba tanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon,
Ora manis kaya putuku, Srintil
(RDP:10)

H. Amanat : Pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca


Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui
novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu melihat
seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau
berpikir mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Jangan
gampang terpengaruh dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan akan datang
dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura
dunia dapat mencekam masa depanmu!
Pesan lain mungkin lebih cenderung kepada ketidak senangan atau kebencian pengarang
terhadap pengkhianatanyang dilakukan oleh PKI di akhir September 1965. sehingga novel ini
muncul dan menjadi penyuara kegetiran hati pengarang yang menggambarkan keadaan di
masa itu.
2. Unsur Ekstrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk
1. Nilai dan Moral
Nilai yang terkandung dalam novel RDP yaitu nilai yang dapat memberikan atau
mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyatrakat, peradaban, atau
kebudayaan. Hal ini secara eksplisit disampaikan pengarang sebagaimana tampak pada
kutipan berikut.
Orang-orang yang sudah berkumpul hendak melihat Srintil menari mulai gelisah. Mereka
sudah begitu rindu akan suara calung. Belasan tahun lamanya mereka tidak melihat pagelaran
ronggeng. (RDP: 19)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Dukuh Paruk begitu erat dengan budaya
pertunjukkan ronggeng. Adanya ronggeng merupakan pemersatu masyarakat yang ada di
Dukuh Paruk. Nilai budaya yang terdapat dalam novel juga sangat erat dengan adat yang ada
di Dukuh paruk.
Sedangkan moral yang terdapat dalam novel RDP yaitu moral yang didapat dari ajaran
pelbagai ajaran adat yang menguasai peputaran manusia atau disebut moral terapan. Hal ini
terdapat dalam kutipan berikut.
Di belakangku Dukuh Paruh diam membisu. Namun segalanya masih utuh di sana:
keramat Ki Secamenggala, kemelaratan, sumpah serapah, irama calung, dan seorang
ronggeng. (RDP: 107)
Melalui kutipan di atas pengarang melukiskan kehidupan masyarakat yang masih berada
dalam alam pikiran mitis, miskin, longgar tatanan moralnya, dan ronggeng. Tingkah laku
masyarakat Dukuh Paruk yang biasa dengan sumpah serapah mencerminkan kebiasaan yang
dinilai tidak baik. Sehinggan moral yang terdapat dalam novel RDP banyak membahas
tentang bentuk moral etika, yaitu membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku
manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
a. Keagamaan (relegius)
Dalam novel ini, unsur keagamaan tidak terlalu diperlihatkan karema warga Dukuh Paruk
lebih mempercayai adanya nenek moyang dan hal-hal animisme lainnya
b. Kebudayaan
Dalam novel ini, banyak terdapat unsur kebudayaan seperti: menari, menyanyi sambil
nyawer, memberikan sesaji kepada nenek moyang
2. Unsur Sosial
Dalam novel ini, unsur sosial kemasyarakatan lebih cenderung ke arah ronggeng. Karena
segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan antar manusia lebih diutamakan untuk
ronggeng karena bagi mereka, adanya sosok ronggeng merupakan kebanggaan tersendiri di
Dukuh Paruk
Unsur ini kemungkinan besar mengangkat tentang kenyataan hidup yang pernah terekam
dibenak pengarang, yang terjadi saat pengkhianatan PKI. Tumbuhnya kesadaran setiap orang
Indonesia terhadap nilai-nilai kemanusiaan masih menjadi persoalan yang penting dalam
perjalanan sejarah bangsanya. Banyak orang yang menyuarakan tentang demokrasi dan hak
asasi manusia , itu merupakan bukti bahwa masalah kemanusiaan sangat sering terusik/
terjadi. Gambaran nyata terdapat dinovel ini yang terwakili oleh sosok Srintil, Rasus dll, yang
berbicara tentang pentingnya kesadaran terhadap masalah kemanusiaan.

3. Unsur Politik .
Unsur ini merupakan unsur yang paling utama terlintas dari benak pengarang, karena
pengarang merasa sangat prihatin terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan yang telah
menindas orang-orang kecil yang kebanyakan dari mereka tidak tahu menahu mengenai
berbagai persoalan tentang politik, khususnya persoalan mengenai pengkhianatan yang
dilakukan oleh PKI yang terjadi di akhir September 1965.
4. Unsur Ekonomi.
Masalah yang ingin diangakat oleh pengarang diantaranya adalah mengenai masalah ekonomi
yang dialami oleh masyarakat, dalam hal ini adalah “Dukuh Paruk”. Ini sering terlihat dalam
pergantian judul maupun pergantian bab, yang mana mengggambarkan kemiskinan
masyarakat “Dukuh Paruk” yang terletak ditengah-tengah pematang sawah. Penggambaran
ini tampak jelas terlihat seperti : digambarkan luasnya ribuan hektar sawah yang mengelilingi
desa telah tujuh bulan kering kerontang,…. Sampai anak-anak kecil rela bersusah payah
mencabut singkong yang terpendam dalam ditanah kapur,,, itulah sedikit gambaran keadaan
ekonmi yang sedang dialami oleh masyarakat “Dukuh Paruk”, dan keadaan itulah yang
sebenarnya ingin ditunjukan oleh pengarang kepada pembaca.
5. Latar belakang pengarang
Ahmad Tohari adalah sebuah nama besar dan langka di dalam khasanah kesusastraan
Indonesia. Dari karya sastra yang saya baca, nama Ahmad Tohari langgeng dan cepat nempel
di kalangan pembaca. Tema keislaman, dan nilai kehidupan kesederhanaan. Ronggeng Dukuh
Paruk adalah salah satu bibel Ahmad Tohari. Dengan hadirnya serangkaian karya Ahmad
sebagai juru bicara kesusastraan bertema lokal. Pengetahuan Ahmad Tohari mengenai dunia
ronggeng dan filosofinya menegaskan bahwa Ahmad Tohari adalah wakil dari suara orang-
orang yang satu daerah asalnya.
C. PENUTUP
Secara analisis, novel Ronggeng dukuh Paruk dapat menambah pemahaman kepada
pembaca dalam menemukan unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik cerpen. Unsur novel
Ronggeng Dukuh Paruk yang dianalisi yaitu tema, latar, penokohan dan perwatakan, alur,
sudut pandang,amanat atau pesan, gaya bahasa,nilai moral, keagamaan, kebudayaan, unsure
social, unsure politik, unsure ekonomi, dan latar belakang pengarang.
Tema pokok dalam RDP, yaitu pertentangan antara keramat Ki Secamenggala dengan
kaum terpelajar. Latar yang terjadi di Dukuh paruk. Tokoh utama Rasus dan tokoh pembantu
utama Srintil. Alur yang terjadi alur campuran dengan menggunakan sudut pandang orang
pertama pelaku utama.

Anda mungkin juga menyukai