Anda di halaman 1dari 10

1.

  Unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk


A. Tema : Masalah yang dibicarakan dalam cerita
 Sosok perempuan yang kehidupannya tergoyah karena pengaruh hukum
adat di tempat dia tinggal
Bukti   : “ Eh Rasus. Mengapa kau menyebut hal-hal sudah lalu? Aku
mengajukan permintaan itu sekarang. Dengar rasus, aku akan berhenti
menjadi ronggeng karena aku ingin menjadi istri seorang tentara. Engkaulah
orangnya.”
“............. bahkan lebih dari itu. Aku akan memberi kesempatan kepada
pedukuhanku yang kecil itu kembali kepada keasliannya. Dengan menolak
perkawinan yang ditawarkan Srintil, aku memberi sesuatu yang paling
berharga bagi Dukuh Paruk: Ronggeng!”
B. Alur : Jalan cerita
a.  Maju, mundur, gabungan
Bukti alur Maju : “ Jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak
Dukuh Paruk keluar halaman. Setelah menghabiskan sepiring nasi gaplek
mereka lebih senang bergulung dalam kain sarung, tidur di atas balai-balai
bambu. Mereka akan bangun esok pagi bila sinar matahari menerobos
celah dinding dan menyengat diri mereka.”
Sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun adat Dukuh
Paruk mengatakan masih ada dua tahapan yang harus dilaluinya sebelum
Srintil berhak menyebut dirinya seorang ronggeng yang sebenarnya.
b. Bukti alur mundur      : “ Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi.
Dukuh Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujan lebat. Dalam
kegelapan yang pekat, pemukiman terpencil itu lengang, amat lengang.”
c. Bukti alur gabungan: “ Dukuh Paruk dengan segalan isinya termasuk cerita
Nenek itu hanya bisa ku rekam setelah aku dewasa. Apa yang ku alami
sejak anak-anak kusimpan dalam ingatan yang serba sederhana.”
           “ Lebih baik sekarang kuhadapi hal yang lebih nyala. Srintil
sudah menjadi Ronggeng di  Dukuh Paruk.”
          “Tahun 1960 wilayah kecamatan Dawuan tidak aman.” u
          “ Sebagai laki-laki usia dua puluh tahun, aku hampir dibuatnya
menyerah.”   
Tahap-tahap alur perkembangan alur secara rinci terdiri dari lima bagian sebagai
berikut.
1) Perkenalan
Menceritakan tentang kehidupan rasus dan srintil ketika masih kecil yang harus di
tinggal oleh kedua orang tua mereka karena peristiwa keracunan tempe bongkrek
yang menimpa warga Dukuh Paruk. Kemudian pada bab kedua menceritakan
perihal kematian Emak rasus dan kehidupan Ki Secamenggala, dalam bab dua
emak rasus, nenek rasus, kartareja, Nyai kartareja diperkenalkan. Dalam bab ketiga
membicarakan tentang sayembara bukak klambu, bab ini Dower dan Sulam
diperkenalkan. Pada bab keempat tokoh utama dibicarakan, dalam bab ini Sersan
slamet dan Kopral Pujo diperkenlakan.
2) Timbulnya Konflik
Konflik utama Ronggeng Dukuh Paruk, yaitu malapetaka keracunan tempe
bongkrek yang membunuh sebagian masyarakat Dukuh Paruk termasuk kematian
ronggeng Dukuh paruk yang terakhir serta penabuh gendang. Munculnya konflik lain
ditandai ketika srintil mulai menjadi ronggeng baru, saat itu kehidupan srintil mulai
berubah. Dari yang dulunya sering bermain bersama Rasus, Warta, Darsun, tapi
setelah menjadi ronggeng dia sudah tidak ada waktu untuk bermain. Menanggapi
hal itu Rasus mulai renggang dengan srintil, wanita yang disukainya.
3)Peningkatan konflik
Konflik meningkat pada bab dua dan tiga. Konflik utama dikembangkan dengan kuat
pada bab tiga, yaitu ketika srintil harus menyelesaikan syarat terakhir menjadi
seorang ronggeng, syarat terakhir yang harus dipenuhi itu bernama bukak-klambu.
Sebuah syarat yang akan menggoyahkan hubungan Rasus dan Srintil. Hal itu
memunculkan kebencian yang mendalam bagi rasus atas semua kebudayaan yang
ada di Dukuh paruk.
4)Klimaks
Puncak permasalahan terjadi ketika srintil telah menjadi seorang ronggeng Dukuh
Paruk. Itu tandanya srintil menjadi milik orang banyak dan rasus sebagai seorang
laki-laki yang menyukainya harus merelakan.
5)Pemecahan masalah atau Penyelesaian
Penyelesaian bagian pertama novel RDP yaitu ketika Rasus pergi meninggalkan
Dukuh. Rasus merasa dukuh paruk bertindak semena-mena dan hanya
menciptakan kesengsaraan baginya. Sebagai seorang anak yang menghubungkan
diri emaknya dengan diri srintil, Dukuh Paruk membuat noda dalam hidupnya.
Kepergian Rasus untuk menentukan pilihan-pilihan. Pilihan-pilihan itulah yang
nantinya akan mengubah segalanya, tentang Srintil, asal-usul ibunya, dan juga
tujuan hidupnya.
Berdasarkan tahap-tahap alur yang diuraikan di atas dapat disimpulkan alur yang
terdapat dalam novel RDP buku pertama Catatan Buat Emak menggunakan alur
campuran.

           C.       Tokoh    : Orang yang berperan dalam cerita


               1.      Rasus                                                         9. Nenek Rasus
               2.      Warta                                                        10.  Santayib (Ayah Srintil)       
               3.      Dursun                                                      11. Istri Santayib (Ibu Srintil)
               4.      Srintil                                                        12. Dower
               5.      Sakarya ( Kakek Srintil)                             13. Sulam
               6.      Ki Secamenggala                                       14. Siti
               7.      Kartareja dan Nyai Kartareja                    15. Sersan Slamet
               8.      Sakum                                                       16. Kopral Pujo

          D.      Penokohan/Watak: Sifat pemain dalam sebuah novel


          1.      Rasus              : bersahabat, penyayang, pendendam, pemberani
         Bukti bahwa Rasus bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
         Bukti bahwa Rasus penyayang “ Suatu saat ku bayangkan emak ingin pulang ke
Dukuh Paruk.” (RDP:49)
         Bukti bahwa Rasus pendendam “ Nenek menjadi korban balas dendamku terhadap
Dukuh Paruk......” (RDP:47)
         Bukti bahwa Rasus pemberani “ Aku mengutuk sengit mengapa kopral Pujo belum
juga muncul. Karena tidak sabar menunggu, maka timbul keberanianku” (RDP:61)
          2.      Warta             : bersahabat, perhatian dan penghibur
         Bukti bahwa Warta bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
         Bukti bahwa Warta perhatian dan penghibur “Rasus, kau boleh sakit hati. Kau boleh
cemburu. Tetapi selagi kau tak mempunyai sebuah ringgit emas, semuanya menjadi
sia-sia.” (RDP:37) “Tidak apa-apa Warta. Percayalah sahabatku, tak ada yang salah
pada diriku. Aku terharu. Suaramu memang bisa membuat siapa pun merasa begitu
terharu.” (RDP:37)
         3.      Dursun                        : bersahabat
         Bukti bahwa Dursun bersahabat Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
         4.      Srintil              : Bersahabat, seorang ronggeng, agresif, Dewasa
         Bukti bahwa Srintil bersahabat “ Sebelum berlari pulang. Srintil minta jaminan besok
hari Rasus dan dua orang temannya akan bersedia kembali bermain bersama.”
(RDP:4)
         Bukti bahwa Srintil seorang Ronggeng “ ......., Srintil mulai menari. Matanya
setengah terpeja. Sakarya yang berdiri di samping Kartsreja memperhatikan ulah
cucunya dengan seksama. Dia ingin membuktikan bahwa dalam tubuh Srintil telah
bersemayam indang ronggeng.” (RDP:10)
         Bukti bahwa Srintil agresif “ aku tak bergerak sedikit pun ketika Srintil merangkulku,
menciumiku. Nafasnya terdengar begitu cepat.” (RDP:38)
         Bukti bahwa Srintil dewasa “ dia tidak mengharapkan uang. Bahkan suatu ketika dia
mulai berceloteh tentang bayi, tentang perkawinan.” (RDP:53)
           5.      Sakarya (Kakek Srintil): Penyayang, tega
         Bukti bahwa Sakarya penyayang “dibawah lampu minyak yang bersinar redup.
Sakarya, kamitua di pedukuhan kecil itu masih merenungi ulah cucunya sore tadi.”
(RDP:8)
         Bukti bahwa Sakarya tega “Jangkrik!” sahutku dalam hati. “kamu si tua bangka
dengan cara memperdagangkan Srintil.” (RDP:63)
         6.      Ki Secamenggala : nenek moyang asal Dukuh Paruk
         Buktinya adalah “hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itu percaya
penuh Roh Ki Secamenggala telah memasuki tubuh Kartareja.....” (RDP:27)
         7.      Kartareja dan Nayi Kartareja : mistis, egois
         Bukti bahwa Kartareja dan Nyai Karateja mistis “Satu hal disembunykan oleh Nyai
Kartareja terhadap siapa pun. Itu ketika dia meniuokan mantra pekasih ke ubun-
ubun Srintil.”(RDP::9) “Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-kamit sebentar,
laki-laki itu memberi aba-aba....” (RDP:26)
          8.      Sakum              : hebat
         Bukti bahwa Sakum hebat “ Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secata
seksama pagelaran ronggeng.” (RDP:9)
          9.      Nenek Rasus    : linglung
         Bukti bahwa Nenek Rasus pikun “ Ah, semakin tua nenekku. Kurus dan makin
bungkuk. Kasian, Nenek tidak bisa banyak bertanya kepadaku. Linglung dia.”
(RDP:62)
         10.  Santayib (Ayah Srintil) : bertanggungjawab, keras kepala
         Bukti bahwa Santayib bertanggungjawab “ Meski Santayiborang yang paling akhir
pergi tidur, namun dia pulalah pertama kali terjaga di Dukuh Paruk.....” (RDP:12)
         Bukti bahwa Santayib keras kepala “Kalian, orang Dukuh Paruk. Buka matamu, ini
Santayib! Aku telah menelan seraup tempe bongrek yang kalian katakan beracun.
Dasar kalian semua,  asu buntung! Aku tetap segar bugar meski perutku penuh
tempe bingrek. Kalian mau mampus, mampuslah! Jangan katakan tempeku
mengandung racun......” (RDP:15)
         11.  Istri Santayib     : Keibuan, prihatin
         Bukti bahwa Istri Santayib keibuan “ Srintil bayi yang tahu diri. Rupanya dia tahu
aku harus melayani sampean setiap pagi.” (RDP:12)
         Bukti bahwa Istri Santayib prihatin “Srintil kang. Bersama siapakah nanti anak kita,
kang?” (RDP:16)
         12.  Dower               : mengusahakan segala macam cara
         Bukti bahwa Dower mengusahakan “ pada saja baru ada dua buah perak. Saya
bermaksud menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih ada waktu satu hari
lagi. Barangkali besok bisa kuperoleh seringgit emas.” (RDP:34) “Aku datang lagi
kek. Meski bukan sekeping ringgit emas yang kubawa, kuharap engkau mau
menerimanya.” (RDP:41)
         13.  Sulam                : penjudi dan berandal, sombong
         Bukti bahwa Sulam penjudi dan berandal “ Dia juga kenal siapa Sulam adanya;
anak seorang lurah kaya dari seberang kampung. Meski sangat muda, Sulam
dikenal sebagai penjudi dan berandal.” (RDP:42)
         Bukti bahwa Sulam sombong “ Sebuah pertanyaan yang menghina, kecuali engkau
belum mengenalku. Tentu saja aku membawa sebuah ringgit emas. Bukan rupiah
perak, apalagi kerbau seperti anak pecikalan ini.” (RDP:42)
         14.  Siti                     : alim
         Bukti bahwa Siti alim “hw, jangan samakan Siti dengan gadis-gadis di Dukuh Paruk.
Dia marah karena kau memperlakukannya secara tidak senonoh.” (Siti meleparkan
singkong ke arah Rasus) (RDP:50)
          15.  Sersan Slamet   : penyuruh, tegas
         Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh “Pekerjaan dimulai.peti-prti logam serta
barang lainnya diangkat ke atas pundak dan kubawa ke sebuah rumah....” (RDP:54)
         Bukti bahwa Sersan Slamet tegas “Katakan; ya! Kami tentara. Kami memerlukan
ketegasan dalam setiap sikap,” kata Sersan Slamet tegas (RDP:55)
          16.  Kopral Pujo : penakut
         Bukti bahwa Kopral Pujo penakut “ mengecewakan. Ternyata Kopral Pujo tidak
lebih berani daripada aku......” (RDP:60)
         E.   Latar
             1. Latar Waktu   : Waktu terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah
cerita                    
         Sore hari
 Waktu ini tergambar dari kutipan berikut.
 Ketiganya patuh. Ceria di bawah pohon nagnka itu belanjut sampai
matahari   menyentuh garis cakrawala (RDP: 14).
Kutipan diatas menceritakan tentang Rasus, Darsun, dan warta ketika mengiringi
srintil menari hingga sore hari. Pengarang menggambarkan waktu ini dengan
bahasa yang sederhana yaitu “matahari menyentuh garis cakrawala”.
         Tengah malam
Waktu tengah malam tergambar dari kutipan berikut.
Seandainya ada seorang di Dukuh Paruk yang pernah bersekolah, dia dapat
mengira-ngira saat itu hampir pukul dua belas tengah malam, tahun 1946 (RDP:21).
Kutipan diatas mengambarkan malam sebelum terjadinya keracunan tempe
bongkrek yang dialami masyarakat Dukuh Paruk. Waktu yang ditegaskan dalam
kutipan di atas adalah tengah malam, yang mana waktu tersebut menjadi latar waktu
dalam novel ini
         Tengah hari (Siang)
Latar waktu tengah hari terlihat dalam kutipan berikut.
Namun semuanya berubah menjelang tengah hari. Seorang anak berlari-lari dari
sawah sambil memegangi perut (RDP: 24)
Kutipan di atas menegaskan bahwa racun dalam tempe bongkrek mulai bereaksi
ketika tengah hari dimana setelah masyarakat Dukuh Paruk selesai melakukan
aktivitas di sawah. Dalam kutipan tersebut latar waktu yang terjadi tengah hari.
         Pagi
Latar waktu pagi digambarkan dalam kutipan berikut.
Matahari mulai kembali pada lintasannya di garis khatulistiwa. Angin tenggara tidak
lagi bertiup (RDP:44)
Kutipan di atas merupakan salah satu latar dalam novel RDP ketika waktu pagi,
yang menggambarkan waktu pagi telah terasa.
         Malam hari
Waktu malam hari tergambar dari kutipan berikut.
Karena gelap aku tak dapat melihat dengan jelas.
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa waktu terjadinya ketika malam hari.
Dengan adanya kata gelap yang memperjelas latar waktu tersebut.
Latar waktu yang disebutkan di atas merupakan waktu yang terdapat dalam
novel RDP, sebenarnya dari latar waktu tersebut ada yang lebih dari satu. Tapi
penulis hanya mengambil salah satu sebagai perwakilan.
      2.      Latar Tempat     : Tempat terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah
cerita
Novel RDP berlatar utama di pendukuhan yang bernama Dukuh Paruk. Latar
tempat ini terlihat dalam kutipan berikut.
Dua pululuh tiga rumah berada di pendukuhan itu, di huni oleh orang-orang
seketurunan. Di Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah
dagingnya (RDP: 10)
Dari kutipan diatas dapat diketahui bahwa latar tempat di dalam rumah novel
RDP terjadi di Dukuh Paruk sedangkan latar tempat di luar rumah tidak ditemukan
dalam novel. Adanya dua puluh tiga rumah di pendukuhan menggambarkan bahwa
Dukuh Paruk merupakan pemukiman kecil yang keberadaannya ditempat terpencil.
Latar utama yang terjadi di Dukuh paruk memunculkan latar pendukung. Hal ini
terdapat dalam latar berikut.
         Di tepi kampong
Di tepi kampung ini menjadi latar rasus dan temannya Darsun dan Warta
mencabut        batang singkong yang menjadi cerita pertama yang terdapat dalam
novel (RDP: 10).
         Di pelataran yang membatu di bawah pohon nangka
Tempat tersebut merupakan tempat srintil sering bermain dengan mendedangkan
lagu kebanggan para ronggeng. Selain itu di bawah pohon nangka srintil sering
menari dan bertembang (RDP: 13).
         Di halaman rumah Kartareja
Tempat ini menjadi bagian dari upacara sacral yang dipersembahkan kepada leluhur
Dukuh Paruk sebelum menuju pekuburan dukuh paruk (RDP: 45)
         Di Pekuburan Ki Secamenggala
Latar ini syarat srintil untuk menjadi seorang ronggeng yaitu srintil melakukan
upacara pemandian di pekuburan ki secamenggala (RDP: 46)
         Pasar Dawuan
Tempat ini adalah tempat yang dituju rasus ketika meninggalkan Dukuh paruk. Hal
ini secara implicit terdapat dalam kutipan berikut.
“Sampai hari-hari pertama aku menghuni pasar Dawuan, aku menganggap nilai-nilai
yang kubawa dari Dukuh Paruk secara umum berlaku pula di semua tempat (RDP:
84).”.
         Di Hutan
Tempat ini menjadi tempat berburu Rasus, Sersan slamet dan Kopral Pujo (RDP:
95)
         Di Rumah Sakarya
Latar ini menjadi tempat pertama yang di datangi oleh perampok ketika ingin
merampok harta milik srintil, tapi saat itu srinti sedang berada di rumah kartareja,
hingga akhirnya perampok berbelok ke rumah kartareja (RDP: 101)
         Di Beranda Rumah Nenek Rasus
Tempat ini menggambarkan ketika rasus pulang kerumah neneknya ketika dia
selesai menangkap perampok yang ada di Dukuh Paruk, tapi kemudian di kembali
menjadi tobang (RDP: 103)
         3.     Latar Suasana                        : Suasana yang terjadi dalam sebuah cerita
         Ceria “ Ketiganya patuh, ceria di bawah pohon nangka itu berlanjut sampai
matahari menyentuh garis cakrawala.” (RDP:7)
          terkesima “ penonton menunda kedipan mata ketika Srintil bangkit....” (RDP:10)
          panik “ Dalam haru-biru kepanikan itu kata-kata wuru bongkrek mulai di teriakkan
orang.” (RDP:13)
          F.     Sudut Pandang                     : Pembawaan suatu cerita
              Berdasarkan beberapa pandangan tentang pusat pengisahan, dapat diperoleh
gambaran bahwa ada beberapa kemungkinan yang dapat dipergunakan oleh
pengarang dalam menceritakan ceritanya melalui pusat pengisahan, seperti halnya
dalam novel RDP pada bagian pertama menggunakan sudut pandang orang ketiga
serba tahu. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.
        Ia merasa srintil telah menjadi milik semua orang Dukuh Paruk. Rasus cemas
tidak bisa lagi bermain sepuasnya dengan Srintil di bawah pohon nangka. Tetapi
Rasus tak berkata apapun. (RDP: 20)
          Pengarang dalam kutipan di atas ikut terlibat dalam cerita sekaligus sebagai
pengamat. Penggunaan orang ketiga dalam novel ini dapat dikatakan logis, dalam
gaya penceritaan orang ketiga serta serba tahu karena pengarang berada di luar
cerita, pengarang mengetahui batin tokoh utama, seperti tokoh Rasus ketika
menyaksikan pentas menari srintil. Pengarang seperti ikut merasakan apa yang
dirasakan Rasus, yaitu perasaan hati Rasus.
Sedangkan pada bagian kedua sampai seterusnya ditampilkan dengan Sudut
pandang orang pertama pelaku utama, yaitu Rasus yang di sebut “aku”. “Aku” yang
bercerita dalam novel RDP mempunyai dua kemungkinan. Pertama, “aku” pencerita
yang berkedudukan sebagai pengarang yang menyusun cerita. Kedua, “aku” tokoh
utama yang mempunyai kedudukan yang dominan pada cerita.
Penggunaan sudut pandang orang pertama pelaku utama terlihat jelas dalam
kutipan berikut. Aku mengenal dengan sempurna setiap sudut tersembunyi di Dukuh
paruk. Ketika kartareja bercakap-cakap dengan Dower, aku mendengarnya dari balik
rumpun pisang di luar rumah. (RDP: 59-60)
       Pada kutipan di atas ditunjukkan dengan tidak adanya komentar pengarang
dalam cerita. Tokoh utama bercerita tentang dirinya sendiri melalui tingkah laku yang
diperankannya. Disamping itu, dari pemahaman tokoh aku tentang Dukuh Paruk
memperkuat dugaan sedut pandang pada bab dua sampai empat menggunakan
orang pertama pelaku utama.
        G.       Gaya bahasa             : Ciri-ciri pembawaan bahasa yang terdapat dalam
cerita
Gaya Bahasa yang terlihat dalam novel ini kadang membingungkan, karena terdapat
bahasa jawa dan mantra-mantra jawa.
Uluk-uluk perkutut manggung
Teka saka negndi,
Teka saba tanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon,
Ora manis kaya putuku, Srintil
(RDP:10)
      
        H.       Amanat                     : Pesan yang disampaikan pengarang kepada
pembaca
      Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca
melalui novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu
melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan
agar kita mau berpikir mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi
disekeliling kita. Jangan gampang terpengaruh dengan keadaan duniawi karena
suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali
kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat mencekam masa
depanmu!
 Pesan lain mungkin lebih cenderung kepada ketidak senangan atau kebencian
pengarang terhadap pengkhianatanyang dilakukan oleh PKI di akhir September
1965. sehingga novel ini muncul dan menjadi penyuara kegetiran hati pengarang
yang menggambarkan keadaan di masa itu.
2.     Unsur Ekstrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk
  1.  Nilai dan Moral
Nilai yang terkandung dalam novel RDP yaitu nilai yang dapat memberikan atau
mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyatrakat, peradaban,
atau kebudayaan. Hal ini secara eksplisit disampaikan pengarang sebagaimana
tampak pada kutipan berikut.
Orang-orang yang sudah berkumpul hendak melihat Srintil menari mulai gelisah.
Mereka sudah begitu rindu akan suara calung. Belasan tahun lamanya mereka tidak
melihat pagelaran ronggeng. (RDP: 19)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Dukuh Paruk begitu erat dengan
budaya pertunjukkan ronggeng. Adanya ronggeng merupakan pemersatu
masyarakat yang ada di Dukuh Paruk. Nilai budaya yang terdapat dalam novel juga
sangat erat dengan adat yang ada di Dukuh paruk.
Sedangkan moral yang terdapat dalam novel RDP yaitu moral yang didapat dari
ajaran pelbagai ajaran adat yang menguasai peputaran manusia atau disebut moral
terapan. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.
Di belakangku Dukuh Paruh diam membisu. Namun segalanya masih utuh di
sana: keramat Ki Secamenggala, kemelaratan, sumpah serapah, irama calung, dan
seorang ronggeng. (RDP: 107)
Melalui kutipan di atas pengarang melukiskan kehidupan masyarakat yang
masih berada dalam alam pikiran mitis, miskin, longgar tatanan moralnya, dan
ronggeng. Tingkah laku masyarakat Dukuh Paruk yang biasa dengan sumpah
serapah mencerminkan kebiasaan yang dinilai tidak baik. Sehinggan moral yang
terdapat dalam novel RDP banyak membahas tentang bentuk moral etika, yaitu
membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat
dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
a.          Keagamaan (relegius)
Dalam novel ini, unsur keagamaan tidak terlalu diperlihatkan karema warga Dukuh
Paruk lebih mempercayai adanya nenek moyang dan hal-hal animisme lainnya
b.          Kebudayaan
Dalam novel ini, banyak terdapat unsur kebudayaan seperti: menari, menyanyi
sambil nyawer, memberikan sesaji kepada nenek moyang
2.     Unsur Sosial
      Dalam novel ini, unsur sosial kemasyarakatan lebih cenderung ke arah
ronggeng. Karena segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan antar
manusia lebih diutamakan untuk ronggeng karena bagi mereka, adanya sosok
ronggeng merupakan kebanggaan tersendiri di Dukuh Paruk
      Unsur ini kemungkinan besar mengangkat tentang kenyataan hidup yang pernah
terekam dibenak pengarang, yang terjadi saat pengkhianatan PKI. Tumbuhnya
kesadaran setiap orang Indonesia terhadap nilai-nilai kemanusiaan masih menjadi
persoalan yang penting dalam perjalanan sejarah bangsanya. Banyak orang yang
menyuarakan tentang demokrasi dan hak asasi manusia , itu merupakan bukti
bahwa masalah kemanusiaan sangat sering terusik/ terjadi. Gambaran nyata
terdapat dinovel ini yang terwakili oleh sosok Srintil, Rasus dll, yang berbicara
tentang pentingnya kesadaran terhadap masalah kemanusiaan.

3.       Unsur Politik .
Unsur ini merupakan unsur yang paling utama terlintas dari benak pengarang,
karena pengarang merasa sangat prihatin terhadap kesewenang-wenangan
kekuasaan yang telah menindas orang-orang kecil yang kebanyakan dari mereka
tidak tahu menahu mengenai berbagai persoalan tentang politik, khususnya
persoalan mengenai pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI yang terjadi di akhir
September 1965.
4.       Unsur Ekonomi.
Masalah yang ingin diangakat oleh pengarang diantaranya adalah mengenai
masalah ekonomi yang dialami oleh masyarakat, dalam hal ini adalah “Dukuh
Paruk”. Ini sering terlihat dalam pergantian judul maupun pergantian bab, yang mana
mengggambarkan kemiskinan masyarakat “Dukuh Paruk” yang terletak ditengah-
tengah pematang sawah. Penggambaran ini tampak jelas terlihat seperti :
digambarkan luasnya ribuan hektar sawah yang mengelilingi desa telah tujuh bulan
kering kerontang,…. Sampai anak-anak kecil rela bersusah payah mencabut
singkong yang terpendam dalam ditanah kapur,,, itulah sedikit gambaran keadaan
ekonmi yang sedang dialami oleh masyarakat “Dukuh Paruk”, dan keadaan itulah
yang sebenarnya ingin ditunjukan oleh pengarang kepada pembaca.
5.      Latar belakang pengarang
Ahmad Tohari adalah sebuah nama besar dan langka di dalam khasanah
kesusastraan Indonesia. Dari karya sastra yang saya baca, nama Ahmad Tohari
langgeng dan cepat nempel di kalangan pembaca. Tema keislaman, dan nilai
kehidupan kesederhanaan. Ronggeng Dukuh Paruk adalah salah satu bibel Ahmad
Tohari. Dengan hadirnya serangkaian karya Ahmad sebagai juru bicara
kesusastraan bertema lokal. Pengetahuan Ahmad Tohari mengenai dunia ronggeng
dan filosofinya menegaskan bahwa Ahmad Tohari adalah wakil dari suara orang-
orang yang satu daerah asalnya.

Anda mungkin juga menyukai