3. Unsur Politik .
Unsur ini merupakan unsur yang paling utama terlintas dari benak pengarang,
karena pengarang merasa sangat prihatin terhadap kesewenang-wenangan
kekuasaan yang telah menindas orang-orang kecil yang kebanyakan dari mereka
tidak tahu menahu mengenai berbagai persoalan tentang politik, khususnya
persoalan mengenai pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI yang terjadi di akhir
September 1965.
4. Unsur Ekonomi.
Masalah yang ingin diangakat oleh pengarang diantaranya adalah mengenai
masalah ekonomi yang dialami oleh masyarakat, dalam hal ini adalah “Dukuh
Paruk”. Ini sering terlihat dalam pergantian judul maupun pergantian bab, yang mana
mengggambarkan kemiskinan masyarakat “Dukuh Paruk” yang terletak ditengah-
tengah pematang sawah. Penggambaran ini tampak jelas terlihat seperti :
digambarkan luasnya ribuan hektar sawah yang mengelilingi desa telah tujuh bulan
kering kerontang,…. Sampai anak-anak kecil rela bersusah payah mencabut
singkong yang terpendam dalam ditanah kapur,,, itulah sedikit gambaran keadaan
ekonmi yang sedang dialami oleh masyarakat “Dukuh Paruk”, dan keadaan itulah
yang sebenarnya ingin ditunjukan oleh pengarang kepada pembaca.
5. Latar belakang pengarang
Ahmad Tohari adalah sebuah nama besar dan langka di dalam khasanah
kesusastraan Indonesia. Dari karya sastra yang saya baca, nama Ahmad Tohari
langgeng dan cepat nempel di kalangan pembaca. Tema keislaman, dan nilai
kehidupan kesederhanaan. Ronggeng Dukuh Paruk adalah salah satu bibel Ahmad
Tohari. Dengan hadirnya serangkaian karya Ahmad sebagai juru bicara
kesusastraan bertema lokal. Pengetahuan Ahmad Tohari mengenai dunia ronggeng
dan filosofinya menegaskan bahwa Ahmad Tohari adalah wakil dari suara orang-
orang yang satu daerah asalnya.